BAB VI Aspek Teknis Per Sektor - DOCRPIJM 8620701e76 BAB VIBAB VI RPIJM Moker

  BAB VI Aspek Teknis Per Sektor Pada bab 6 (enam) tentang aspek teknis per sektor di Kota Mojokerto akan

  menjelaskan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup 4 (empat) sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

6.1. Pengembangan Permukiman

  Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan

6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Arahan Kebijakan

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain : a. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

  Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

  b. Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

  Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

  c. Undang-undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

  Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

  d. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

  Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

  e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan Kasiba dan Lisiba.

  c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan permukiman.

  e. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional.

2. Pemerintah Provinsi

  a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional.

  b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas kabupaten/kota.

  c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

  e. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota.

  f. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  g. Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR. d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

  f. Melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

  h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional. i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman. j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

B. Wewenang

1. Pemerintah Pusat

  a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman.

  b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman.

  c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang perumahan dan kawasan permukiman. i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

  2. Pemerintah Provinsi

  a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  d. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  e. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi.

  g. Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi.

  h. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

  3. Pemerintah Kabupaten/Kota

  a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

  h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota. i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

  Lingkup Kegiatan

  Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah : a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan ; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana ;

  d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial ;

  e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan

  Fungsi :

  • Perumusan kebijakan teknis di bidang pekerjaan umum ;
  • Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang

  pekerjaan umum ;

  • Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pekerjaan umum ; dan
  • Pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

6.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

  Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini antara lain : Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim ; Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan ; Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Directive Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI ; Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi

  Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan ; Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin ; Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh ;

Tabel 6.1. Isu-isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kota Mojokerto Lokasi

  No Sektor/Kawasan Isu Strategis Pengembangan Pengembangan

  1. Permukiman Pengembangan perumahan Perumnas Surodinawan, Perumnas Pulorejo Pengembangan kualitas permukiman Kelurahan Miji, Kelurahan Prajurit Kulon, dan Kelurahan Blooto

  Sumber : RTRW Kota Mojokerto 2012 - 2032

b. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

  Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian Kota Mojokerto dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni, terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di Kota Mojokerto (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota, maupun peraturan lainnya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman.

Tabel 6.2. Peraturan terkait Pengembangan Permukiman di Kota Mojokerto Jenis Peraturan

  No Keterangan Peraturan No. Peraturan Perihal Tahun

  1. Undang-undang Nomor 1 Perumahan dan 2011 Republik Indonesia Kawasan Permukiman

  2. Undang-undang Nomor 26 Penataan Ruang 2007 Republik Indonesia

  Jenis Peraturan No Keterangan Peraturan No. Peraturan Perihal Tahun

  Dan Utilitas (PSU) Kawasan Perumahan

  7. Peraturan Daerah Nomor 4 Rencana Tata Ruang 2012 Kota Mojokerto Wilayah Kota Mojokerto 2012 - 2032

  8. Peraturan Walikota Nomor 6 a Pedoman 2011 Mojokerto Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di Kota Mojokerto

  9. SK Walikota 188.45/329/417.111/2013 Tim Teknis Kegiatan 2013 Mojokerto Koordinasi Penyelenggaraan Pengembangan Perumahan Kota Mojokerto

  Sebagai salah satu elemen yang mengindikasikan pertumbuhan dan perkembangan kota, maka perkembangan perumahan dan permukiman menjadi salah satu indikatornya. Secara keseluruhan jumlah rumah yang ada di Kota Mojokerto berjumlah ± 32.567 unit. Dari jumlah tersebut rumah yang terbanyak di Kecamatan Magersari sejumlah 16.902 unit, dengan distribusi tertinggi berada di Kelurahan Wates sebanyak 4.556 unit. Untuk Kecamatan Prajurit Kulon jumlah rumahnya adalah sebanyak 15.665, dengan distribusi terbanyak jumlah rumah ada di Kelurahan Kranggan sebanyak 4.311 unit. Lebih jelasnya mengenai jumlah rumah tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

  No Kecamatan / Kelurahan Jumlah Rumah (unit) Kedundung 3.261 Balongsari 1.667 Jagalan

  892 Sentanan 681 Purwotengah 492

  Gedongan 508 Magersari 1.426 Wates

  4.556 Sub Total 16.902 Total

  32.567 Sumber : Dinas Kesehatan Kota Mojokerto

  Sedangkan untuk tipe atau pola permukiman yang terdapat di Kota Mojokerto adalah berupa Permukiman Informal. Permukiman informal adalah permukiman yang menempati tanah legal milik pemerintah yang dibangun atas hasil swadaya warga kota atau biasa disebut permukiman kampung (perumahan lama) yang merupakan permukiman yang sudah ada sejak zaman dahulu. Pengertian permukiman informal lainnya adalah perumahan yang dibangun tidak pada lahan yang diperuntukkan untuk membangun perumahan atau tidak mendapatkan izin pemilikan tanah dari pemerintah contohnya adalah huniar liar yang berada di stren sungai maupun disepanjang rel kereta api yang merupakan lahan milik PT. KAI. Kondisi permukiman informal dan marginal tersebut akan cenderung kumuh. Berdasarkan atas Buku Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Tingkat Kekumuhan (Dirjen Perumahan dan Permukiman, Departemen Permukiman dan Prasarana wilayah), suatu kawasan dapat dikatakan kumuh jika aspek - aspek lingkungan permukiman secara jelas menunjuk kepada keadaan tidak layak, kondisi kesehatan tidak memenuhi syarat, secara fisik bangunan Wates, Perumahan Magersari Indah di Kelurahan Magersari, Griya Permata Meri (GPM) di Kelurahan Meri, Perumahan Kedundung Indah di Kelurahan Kedundung, Perum Kranggan Permai di Kelurahan Kranggan. Kemudian mengenai jumlah rumah sederhana sehat (RSH) di Kota Mojokerto dapat dilihat di tabel berikut.

Tabel 6.4. Data Jumlah Rumah Sederhana Sehat (RSH) Tiap Kelurahan di Kota Mojokerto No Kecamatan / Kelurahan Jumlah Rumah Sehat Jumlah Rumah Tidak Sehat

  1 Kecamatan Prajurit Kulon Surodinawan 1.757 Kranggan 4.311 Miji 1.460 296 Prajurit Kulon 1.843 Blooto 1.620 Mentikan 1.512 320 Kauman 559 185 Pulorejo 1.363 439 Sub Total 14.425 1.240

  2 Kecamatan Magersari Meri 1.985

  33 Gunung Gedangan 1.355

  46 Kedundung 3.052 209 Balongsari 1.577

  90 Jagalan 626 266 Sentanan 561 120 Purwotengah 219 273 Gedongan 324 184 Magersari 1.426 Wates 2.997 1.559 Sub Total 14.122 2.780 Total 28.547 4.020

   Sumber : Dinas Kesehatan Kota Mojokerto 2012

  Kecamatan Prajurit Kulon

  Kecamatan Prajurit Kulon mempunyai luas sebesar 775,8 Ha, dengan kepadatan penduduk sebesar 7.838 jiwa/km². Kepadatan tertinggi berada di Kelurahan Mentikan sebesar 39.621 jiwa/km², kemudian untuk kepadatan terendah berada di Kelurahan Blooto sebesar 3.267 jiwa/km², kesenjangan ini jika dibiarkan maka dapat berdampak pada rawan akan menurunnya kondisi lingkungan di kelurahan yang memiliki kepadatan hunian tinggi. Secara umum bahwa permasalahan perumahan dan permukiman di Kecamatan Prajurit Kulon lebih banyak menunjukkan permasalahan kualitas, terutama dalam hal permasalahan kualitas fisik. Prosentase cakupan rumah layak huni pada Kecamatan Prajurit Kulon adalah 95,5% dan rumah tidak layak huni sebanyak 4,5%. Sehingga dalam upaya meningkatkan cakupan rumah layak huni sebesar 100%, dibutuhkan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman, khususnya kawasan kumuh. Permasalahan lain yang terkait perumahan dan permukiman di Kecamatan Prajurit Kulon adalah permasalahan yang tidak sesuai dengan tata ruang seperti permasalahan di daerah genangan, permasalahan di sempadan sungai serta permasalahan di bantaran rel kereta api.

  Dari permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penertiban sedini mungkin di kawasan tersebut agar jangan sampai proses ini menjadi semakin komplek.

  Kecamatan Magersari

  Kecamatan Magersari merupakan kecamatan yang paling luas yaitu sebesar 870,3 Ha, dengan kepadatan penduduk sebesar 8.437 jiwa/km². Kepadatan tertinggi berada di Kelurahan Jagalan sebesar 20.881 jiwa/km², kemudian untuk kepadatan terendah berada di Kelurahan Gunung Gedangan sebesar 3.952 jiwa/km². Secara umum bahwa permasalahan perumahan dan permukiman di Kecamatan Magersari terdiri dari permasalahan kualitas fisik, permasalahan yang tidak sesuai dengan tata Memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Kota Mojokerto ; Mengurangi kesenjangan pelayanan prasarana dan sarana antar tingkat golongan masyarakat di Kota Mojokerto ; Menyediakan prasarana dan sarana perumahan dan permukiman yang serasi dan berkelanjutan ; serta Mengelola pembangunan perumahan dan permukiman secara efektif dan efisien di Kota Mojokerto.

6.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

  Analisa kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisa kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Seperti yang telah dijelaskan di atas, setiap kecamatan memiliki permasalahan yang terkait dengan perumahan dan permukiman. Permasalahan tersebut ada yang bersifat fisik dan non fisik. Permasalahan yang bersifat fisik misalnya kondisi bangunan rumah yang tidak permanen, kondisi lantai bangunan rumah yang masih tanah, fasilitas MCK keluarga yang minim sementara hunian berdekatan dengan saluran air sehingga digunakan sebagai alternatif MCK, lingkungan kumuh, dan sebagainya. Sementara permasalahan non fisik adalah adanya keluarga- keluarga yang secara ekonomi kurang mampu, sehingga hunian yang dimilikinya relatif kurang layak untuk ditempati.

  Dalam menyikapi permasalahan yang beragam terkait pengembangan perumahan dan permukiman di Kota Mojokerto ada beberapa latar belakang pemikiran yang menjadi paradigma dalam konsep nantinya, yaitu :

  1. Penanganan permasalahan diupayakan untuk dilakukan secara komprehensif atau

  5. Untuk semakin dapat memberikan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan permukiman terutama di kawasan yang padat penduduknya, perlu dirintis konsep pembangunan rumah susun dengan pendekatan peremajaan kota. Program penyediaan rumah susun tersebut dapat diintegrasikan dengan Program

  

Kampung Improvement Program/KIP

  Perbaikan Kampung ( ), sehingga tidak hanya diperoleh permukiman yang layak huni tapi juga lingkungan pendukung yang baik. Adapun elemen yang ditata dari konsep penyediaan perumahan dan permukiman dengan pola ini adalah perbaikan dan pembangunan jalan lingkungan, perbaikan saluran air hujan, saluran air limbah, sarana mandi cuci kakus (MCK), pengadaan air bersih, serta penanganan persampahan ;

  6. Bagi kawasan yang masih memiliki lahan relatif luas maka dapat dikembangkan konsep kapling siap bangun untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Kemudian konsep Rumah Sangat Sederhana (RSS) yang dilaksanakan dengan subsidi pemerintah, usaha koperasi dalam pengadaan rumah, dan kemitraan antara pemerintah, dunia usaha, serta masyarakat ;

  7. Pada kawasan yang dinilai merupakan kawasan cepat tumbuh maka diperlukan konsep penataan kawasan terintegrasi dalam bentuk RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) diperdetail sehingga dihasilkan desain tapak sebagai panduan perwujudan fisik bangunan dan lingkungan serta panduan bagi pengendalian pelaksanaan. RTBL juga memuat rencana keserasian antar bangunan dan estetika lingkungan, di samping rencana fisik bangunan ;

  8. Sebagai kegiatan turunan dari setiap pengembangan perumahan dan permukiman, perlu dikembangkan konsep progran penyehatan lingkungan perumahan dan permukiman yang meliputi pengelolaan persampahan, pengelolaan dainase dan pengelolaan air limbah yaitu : merahabilitasi dan menyempurnakan jaringan saluran drainase perkotaan, termasuk pompa dan bangunan drainase lainnya.

  c) Dalam pengelolaan air limbah dikembangkan konsep pelayanan dan pengelolaan dengan cara sanitasi setempat menggunakan teknologi murah dan tepat guna. Konsep pelayanan menggunakan jamban keluarga, MCK dan sebagainya diterapkan pada kawasan berkepadatan rendah dan memiliki muka air tanah rendah. Dalam hal penanganan dengan cara sanitasi setempat sudah tidak memadai, mulai dikembangkan sistem pengelolaan terpusat dengan menggunakan perpipaan, terutama pada kawasan berkepadatan tinggi.

  d) Penyediaan dan pengelolaan air bersih konsepnya ditekankan pada peningkatan kapasitas produksi serta penambahan jumlah sambungan rumah.

  Dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan, khususnya untuk meluaskan pelayanan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, terpencil dan sulit air. Salah satu konsep yang dapat dikembangkan adalah dengan pembangunan kran umum dan terminal air yang dilanjutkan pemasangan sambungan ke rumah-rumah sesuai perkembangan kemampuan masyarakat.

6.1.4. Program-program Sektor Pengembangan Permukiman

  Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari : 1) Pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan

  Rusunawa, serta 2) Peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

  Sumber : Dit. Pengembangan Permukiman, 2012

Gambar 6.1. Alur Program Pengembangan Permukiman

  Untuk Kota Mojokerto program yang akan diterapkan dalam sektor pengembangan permukiman antara lain :

  

1. Program Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Perumahan dan

Permukiman

  Program ini bertujuan untuk mendorong pemenuhan kebutuhan rumah yang layak,

  2. Program Pemberdayaan Komunitas Perumahan

  Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas perumahan melalui penguatan lembaga komunitas dalam rangka pemberdayaan sosial kemasyarakatan agar tercipta masyarakat yang berkemampuan mewujudkan lingkungan permukiman yang sehat, harmonis dan berkelanjutan. Kegiatan pokok yang akan dilakukan untuk mewujudkan tujuan program tersebut adalah :

  a) Peningkatan kualitas lingkungan secara umum pada kawasan kumuh perkotaan, serta daerah genangan ; b) Fasilitasi dan bantuan teknis perbaikan rumah pada kawasan kumuh dan perkotaan ; c) Fasilitasi dan pemberian stimulan pembangunan perumahan swadaya yang berbasis pemberdayaan rakyat ; d) Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan perumahan ; dan e) Fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan tanggap bencana.

  3. Program Penyehatan Lingkungan Permukiman

  Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan permukiman sesuai dengan standar paradigma sehat. Kegiatan pokok yang akan dilakukan untuk mewujudkan tujuan program tersebut adalah :

  a) Peningkatan pengelolaan limbah padat, cair dan udara ;

  b) Peningkatan pengelolaan sanitasi lingkungan ;

  c) Pemantapan manajemen perkotaan ;

  d) Peningkatan sarana dan prasarana TPA ; dan e) Optimalisasi dan penyediaan sarana 3R.

  4. Program Pengelolaan Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman

  Program ini bertujuan untuk meningkatkan kebersihan, kesehatan dan kerapian rincian dan kegiatan program perumahan dan permukiman dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 6.5. Rincian dan Kegiatan Program Perumahan dan Permukiman Program Kegiatan Lokasi Sumber Dana

  Instansi Pelaksana Pengembangan, peningkatan, dan pemantapan fungsi kawasan peruntukan perumahan

  Pengembangan perumahan kepadatan tinggi

Kelurahan Kranggan,

  Kelurahan Miji,

Kelurahan Prajurit

Kulon, Kelurahan

Mentikan, Kelurahan

Kauman, Kelurahan

Pulorejo, Kelurahan

Balongsari, Kelurahan

Jagalan, Kelurahan

Sentanan, Kelurahan

Purwotengah, Kelurahan Gedongan, dan Kelurahan Magersari APBD Kota Bappeko

  Mojokerto, Dinas Pekerjaan Umum Kota Mojokerto

  Pengembangan perumahan kepadatan sedang Kelurahan

  Surodinawan,

Kelurahan Kranggan,

Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon,

Kelurahan Blooto,

Kelurahan Meri,

Kelurahan Gunung

Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Gedongan, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates

  APBD Kota Bappeko Mojokerto, Dinas Pekerjaan Umum Kota Mojokerto

  Pengembangan perumahan kepadatan rendah Kelurahan

  Surodinawan,

Kelurahan Blooto,

Kelurahan Kauman,

Kelurahan Pulorejo,

Kelurahan Gedongan, Kelurahan Magersari,

  APBD Kota Bappeko Mojokerto, Dinas Pekerjaan Umum Kota Mojokerto

6.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan

6.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain :

  1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

  UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

  2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

  a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan

  

3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung

  Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

  

4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan

  Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

  

5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

  Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

  Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi :

  a) Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara ; b) Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan ;

  c) Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan ;

  d) Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial ;

  e) Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan ; dan f) Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

  Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar dibawah ini.

Gambar 6.2. Lingkup Tugas PBL

  Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012

  Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi : a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

  Bangunan Gedung, Termasuk Gedung dan Rumah Negara LINGKUNGAN KOMUNITAS LAYAK HUNI, PRODUKTIF, BERJATI DIRI & BER KELANJUTAN TUR BINWAS (Fasilitasi) BANG (Stimulan) TUR BINWAS (Fasilitasi) BANG (Stimulan) YANMAS FUNGSIONAL, TERTIB, ANDAL, BERKEPASTIAN HUKUM PEMBINAAN dan BANTUAN TEKNIS serta BLM

PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT

(TRIDAYA)

PENGEMBANGAN KESWADAYAAN (PRONANGKIS)

  • Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) ;
  • Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) ;
  • Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman
  • Paket dan replikasi.

6.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

a. Isu Strategis Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Isu strategis untuk penataan bangunan dan lingkungan (PBL) Kota Mojokerto dapat dirumuskan sebagai berikut :

  1) Penataan Lingkungan Permukiman

  Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL ; PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan ; Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan ; Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal ;

  Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal ;

  Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

  2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan) ; Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di Kota Mojokerto ; Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan ; terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

b. Kondisi Eksisting Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Tata letak perkotaan Kota Mojokerto sesuai dengan RTRW Kota Mojokerto, dimana pusat kota berada di Kantor Walikota Mojokerto yang disekitarnya terdapat fasilitas-fasilitas perkantoran Pemerintah Daerah dan fasilitas umum peribadatan, pendidikan serta fasilitas umum kesehatan. Namun demikian, pada bangunan- bangunan tersebut sebagian telah ada yang direnovasi, sehingga bentuk peninggalan jaman dahulu telah tertutup oleh bangunan modern.

  Selain bangunan-bangunan tersebut di atas, bangunan perumahan-perumahan penduduk masih ada yang menggunakan bangunan lama. Hal tersebut dapat dilihat di Jalan Gajah Mada maupun di sekitar alun-alun. Ciri khas bangunan lama masih terlihat dengan jelas. Di wilayah perkotaan dominasi bangunan modern sangat jelas terlihat. Bangunan-bangunan pertokoan dengan segala fasilitasnya berdiri disekitar jalan utama kota dan sekitar pusat kota, sehingga mengurangi estetika dari bangunan kuno. Saat ini konservasi bangunan kuno belum diterapkan di Kota Mojokerto, sehingga apabila bangunan tersebut tidak dipelihara, akan hilang peninggalan-peninggalan tersebut.

  Bangunan-bangunan di wilayah Kota Mojokerto secara umum saat ini diarahkan kepada penataan sesuai dengan fungsi kawasan yang telah direncanakan yaitu perdagangan dan jasa, industri, permukiman, perkantoran, pertanian, pariwisata, kesehatan dan pendidikan.

1) Kondisi Aturan Keselamatan, Keamanan, dan Kenyamanan

  Secara umum bangunan-bangunan yang berada di semua kota di wilayah Kota Mojokerto disyaratkan untuk mengikuti aturan standar keselamatan, keamanan bencana kebakaran, seperti bangunan pabrik, gudang, perkantoran, pusat perbelanjaan dan lain-lain. Namun sampai saat ini belum semua gedung yang disebutkan di atas memiliki sarana hidran, atau kalau pun ada kondisinya belum sesuai dengan standar yang telah ditentukan bahkan ada yang dalam kondisi rusak/tidak berfungsi. Keberadaan hidran ini sangat penting untuk menjadi sarana pertolongan pertama pada bencana kebakaran yang tentu saja bila tidak ditangani secara serius akan mengakibatkan kerugian baik materi maupun korban jiwa. Oleh karena itu perlu ada penataan sarana hidran, dengan membuat rencana induk sistem proteksi kebakaran yang sampai saat ini belum dimiliki oleh pemerintah daerah ataupun dinas terkait.

  3) Kondisi Kualitas Pelayanan Publik dan Perijinan Bangunan

  Beberapa daerah kawasan di Kota Mojokerto memang telah memiliki rencana tata bangunan dan lingkungan, namun belum terdapat penegakan aturan tata bangunan dan lingkungan tersebut dikarenakan RTBL yang ada belum disahkan yang berarti belum memiliki landasan hukum untuk ditegakkan. Keadaan demikian tentu saja sangat mengganggu proses perijinan pendirian bangunan yang sesuai dengan fungsi kawasan. Akibat pelayanan publik terhadap perijinan mendirikan bangunan gedung ini tidak terlaksanakan secara baik, maka bermunculan bangunan gedung yang tidak sesuai dengan fungsi lahan/ kawasan. Akhirnya ini berdampak pada tidak tertibnya kawasan yang telah direncanakan dan akan menurunkannya citra kawasan itu sendiri. Tingkat keselamatan, keamanan serta kenyamanan bangunan dan lingkungan tidak bisa terwujud dengan baik.

  4) Kondisi Sumber Mata Air hidraulik 2 cm/10 meter atau 0,2% maka kapasitas aliran yang diperoleh sekitar 87 liter/detik sedangkan untuk garis hidraulik 0,5% dengan aliran penuh diperoleh aliran sebesar 137 liter/detik. Untuk 2 saluran diameter 20” dalam keadaan bersih tanpa endapan maka kapasitas yang dihasilkan mencapai 270 liter/detik. Kemudian untuk kebutuhan air rata-rata harian untuk memenuhi target sebesar 60% penduduk di area pelayanan diperkirakan sebesar 179,8 liter/detik dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan mengantisipasi fluktuasi pemakaian air oleh masyarakat, maka kapasitas sistem distribusi harus diperhitungkan terhadap debit jam puncak yang besarnya 323,62 liter/detik dan kapasitas terpasang IPA dan transmisi sebesar 217,75 liter/detik.

5) Kondisi Ruang Terbuka Hijau

  Untuk memenuhi kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Mojokerto, perlu dilakukan inventarisasi dan alokasi terhadap lahan-lahan yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau.

  Data kondisi eksisting terkait dengan Peraturan Daerah yang telah disusun mencakup Raperda dan Perda Bangunan Gedung, Perda RTBL, Perda RISPK, SK Walikota Mojokerto, Peraturan Gubernur/Walikota Mojokerto, yang terkait sektor PBL. Informasi tersebut dapat dirangkum dalam tabel dibawah ini.

Tabel 6.6. Peraturan terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kota Mojokerto Jenis Peraturan

  No Keterangan Peraturan No. Peraturan Perihal Tahun

  1. Undang-undang Nomor 23 Lingkungan Hidup 1997 Republik Indonesia

  2. Undang-undang Nomor 28 Bangunan Gedung 2002 Republik Indonesia

  Jenis Peraturan No Keterangan Peraturan No. Peraturan Perihal Tahun

  Republik Indonesia

  10. Peraturan Menteri Nomor 29/PRT/2006 Pedoman Persyaratan 2006 Pekerjaan Umum Teknis Bangunan Gedung

  11. Peraturan Menteri Nomor 30/PRT/M/2006 Persyaratan Teknis 2006 Pekerjaan Umum Fasilitas dan Aksesbilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan

  12. Peraturan Menteri Nomor 06/PRT/M/2007 Pedoman Umum 2007 Pekerjaan Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

  13. Peraturan Menteri Nomor 05/PRT/M/2008 Pedoman Penyediaan 2008 Pekerjaan Umum dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

  14. Surat Edaran Nomor 01/SE/DC/2009 Modul Sosialisasi 2009 Direktur Jenderal Rencana Tata Cipta Karya Bangunan dan Lingkungan

  15. Peraturan Daerah Nomor 4 Rencana Tata Ruang 2012 Kota Mojokerto Wilayah Kota Mojokerto 2012 - 2032

c. Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi di Kota Mojokerto, antara lain :

  Penataan Lingkungan Permukiman :

  Masih terdapatnya permukiman penduduk yang tergolong kumuh dapat menyebabkan penurunan citra kawasan daerah sebagai kawasan wisata dan budaya. Permukiman kumuh tersebut memiliki keterbatasan sarana prasarana

  Saat ini belum ada penataan terhadap bangunan gedung dan rumah negara. Hal ini berdampak pada tidak tertibnya dan ketidaksesuaian antara fungsi bangunan dan fungsi lahan pada masa-masa mendatang. Saat ini belum ada penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang terhadap penataan bangunan gedung dan rumah negara, hal ini mengakibatkan tidak ada sanksi yang tegas terhadap pelanggaran ketentuan bangunan gedung misalnya pembangunan gedung yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan. Letak bangunan yang semakin padat dan bentuk bangunan yang semakin bervariatif seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kawasan aglomerasi perkotaan Kota Mojokerto sering menyulitkan penanggulangan terhadap bencana kebakaran di Kota Mojokerto.

  Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau :

  Sarana lingkungan hijau berupa ruang terbuka hijau, taman jalan dan sarana olah raga belum tersedia dengan baik sehingga belum dilakukan penataan dan pemeliharaan terhadap ruang terbuka hijau, taman jalan serta sarana olah raga.

  Kapasitas Kelembagaan Daerah :

  Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan. Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi. Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

6.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

  rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi :

  • Program Bangunan dan Lingkungan ;
  • Rencana Umum dan Panduan Rancangan ;
  • Rencana Investasi ;
  • Ketentuan Pengendalian Bencana ; - Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

  RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.

  Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional adalah :

  • Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Kota Mojokerto ;
  • Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat ;
  • Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan ;
  • Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

  Standar Pelayanan Minimal (SPM) Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.7. SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Standar Pelayanan

  Waktu No Jenis Pelayanan Dasar Minimal Keterangan Pencapaian Indikator Nilai

  

1. Penataan Izin Terlayaninya 100% 2014 KP2T Bangunan dan Mendirikan masyarakat Lingkungan Bangunan dalam b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi :

  Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan) ;

  Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara ; Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan. Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung.

  c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.