BAB VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR - DOCRPIJM 1480655316Bab VI Aspek Teknis per Sektor

BAB VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR Rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya mencakup empat sektor yaitu

  4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

6.1 Rencana Program Investasi Sektor Pengembangan Permukiman

  saat ini adalah:

  Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

  Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

  Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir

  e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

  3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

  Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

  pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

  Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

  5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

  Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

  6.1.1 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

  a. Isu Srategis Pengembangan Permukiman Isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman

  • Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
  • Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan.
  • Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
  • Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.
  • Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
  • Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.
  • Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.
  • Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.

  Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

  • Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan

  b. Kondisi Eksisiting Pengembangan Permukiman

  permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan Secara umum, peraturan pengembangan permukiman di Kabupaten Luwu masih kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam sagat lemah. Sampai Tahun 2014, peraturan yang terkait dengan pengembangan memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman hanya diatur oleh Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2011 tentang permukiman.

  RTRW Kabupaten Luwu serta Surat Keputusan Bupati tentang Penetapan Lokasi Dalam lingkup pengembangan permukiman Kabupaten Luwu, isu-isu strategis dapat Kawasan Kumuh.

Tabel 6.2 dilihat pada tabel berikut.

  Peraturan Daerah/Peraturan Bupati/peraturan lainnya terkait Pengembangan Tabel 6.1 Permukiman Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten Luwu Perda/Perbup/Peraturan Lainnya No Isu Srategis Keterangan

  Jenis No Amanat Kebijakan Daerah Nomor/ Produk Perihal

  1 Fisik Degradasi fisik lingkungan di sepanjang DAS, kawasan

  Tahun Pengaturan

  pesisir, banjir perkotaan dan keberadaan kawasan permukiman kumuh

  1

  2

  3

  4

  5 Pasal 32

  2 Ekonomi Didominasi masyarakat miskin perkotaan di sepanjang

  1 Peraturan 06/2011 RTRW Kawasan peruntukan pemukiman terdiri atas : kawasan pesisir, daerah manfaat sungai dan dominan Daerah Kab. Luwu a. Kawasan permukiman perkotaan, terdiri menempati hunian yang tidak layak huni dari atas kurang lebih 4.464 (empat ribu

  3 Sosial Rawan konflik sosial akibat penguasaan lahan yang timpang empat ratus enam puluh empat) hektar khususnya pada kawasan pesisir dan daerah manfaat sungai tersebar di Kecamatan Belopa, Belopa

  4 Lingkungan Penurunan kualitas lingkungan hidup akibat aktivitas Utara, Larompong Selatan, Larompong, pembangunan yang melampaui daya tampung ruang dan daya Suli, Kamanre, Bajo, Ponrang, Ponrang Selatan, Bua, Walenrang dan Lamasi; dukung lingkungan kawasan pesisir dan daerah manfaat b. Kawasan permukiman perdesaan, terdiri sungai dari atas kurang lebih 2.773 (dua ribu tujuh

  5 Prasarana Permukiman Keterbatasan infrastruktur permukiman mengondisikan daya ratus tujuh puluh tiga) hektar tersebar di hubung antar lingkungan permukiman relatif sangat rendah seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten

  6 Sarana Permukiman Ketersediaan sarana permukiman yang sangat terbatas dalam Luwu kecuali Kecamatan Belopa dan kerangka mendukung aktivitas sosial ekonomi masyarakat Belopa Utara.

  7 Kelembagaan Fungsi dan peran kelembagaan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan relatif masih rendah

  Perkotaan

  8 Transportasi Sistem transportasi perkotaan belum berkembang dengan baik

  Tabel 6.3

  untuk mendukung mobilitas dan aksesibiltas penduduk

  Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Luwu Tahun 2013

  9 Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat relatif masih rendah dalam

  Jumlah Jumlah

  penyelenggaraan pembangunan perkotaan

  Lokasi Kawasan Luas Jumlah No Rumah Rumah Semi Kumuh Kawasan Penduduk

  10 Regulasi Sinkronisasi perangkat kebijakan pembangunan belum

  Permanen Permanen

  berjalan efektif sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan

  1

  2

  3

  4

  5

  6 ruang perkotaan Kawasan Hati Damai 16.8155

  11 Pembiayaan Ketersediaan anggaran pembangunan pada sektor 1. permukiman masih terbatas dan dominan pembangunan

  2.

  Kawasan Batu Murrung 5.2607 perumahan secara swadaya

  12 Investasi Investasi pembangunan pada sektor permukiman sangat Kawasan Ulo-Ulo 01 2.8053 3. terbatas

  13 Budaya Akulturasi budaya antara penduduk pendatang dan komunitas Kawasan Ulo-Ulo 02 5.3467 4. lokal

  14 Legalitas Lahan Konflik lahan perkotaan cukup tinggi akibat instrumen Kawasan Lamunre 30.7017 5. pengendalian pembangunan belum berjalan efektif

  Kawasan Pogang 9.2326 6.

  15 Kependudukan Tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi khususnya kawasan pesisir dan daerah manfaat sungai Kawasan Lauwa 8.2189 7.

  16 Spesifikasi Wilayah Keberadaan kawasan permukiman kumuh cenderung sporadis pada muara sungai, sepanjang DAS dan kawasan pesisir.

  Kawasan Ta' Date 01 8.7208 8. Sumber: Buku SPPIP Kab. Luwu Tahun 2013

  9. Kawasan Ta' Date 02 10.4310

Tabel 6.5 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Luwu No Permasalahan Pengembangan Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

  2014

  10 Kawasan Lonnyi 19.9159 Sumber : Surat Keputusan Bupati Luwu tentang penetapan Kawasan Kumuh, Tahun

  4

  3

  2

  1

c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

  4) Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah. 5) Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. 6) Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.

  Pengendalian pemanfaatan lahan pada si sepanjang aliran sungai dan muara sungai d.

  Koordinasi dan evaluasi antar instansi pemerintah perlu ditingkatkan

  Ego sektoral yang cukup tinggi berimbas pada lemahnya koordinasi dalam pelaksanaan pembangunan perkotaan Kabupaten Luwu

  2 Kelembagaan : Lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah dalam pelaksanaan

  Pemerataan pembangunan fasos dan fasum pada lingkungan permukiman

  Efektivitas pengembangan sarana permukiman yang belum optimal berpengaruh signifikan terhadap perkembangan perkotaan Kabupaten Luwu

  Sarana Permukiman : Distribusi pelayanan fasos dan fasum yang belum terpenuhi secara merata pada kawasan permukiman perkotaan

  Pembangunan prasarana permukiman f.

  Ketersediaan infrastruktur perkotaan yang belum memadai akan membutuhkan biaya pembangunan yang cukup tinggi

  Prasarana Permukiman : Sistem jaringan jalan, sistem drainase dan sistem persampahan belum tertangani secara optimal

  Perubahan perilaku masyarakat di daerah pesisir dan DAS e.

  Degradasi lingkungan akibat pencemaran aktivitas kegiatan masyarakat sepanjang DAS dan kawasan pesisir perkotaan Kabupaten Luwu

  Lingkungan : Pencemaran sungai dan air laut akibat perilaku dan aktivitas masyarakat

  Konflik sosial dalam penguasaan lahan dan keberadaan kawasan permukiman kumuh pada daerah muara sungai, sepanjang pesisir yang memerlukan instrumen pengendalian dan relokasi kawasan permukiman kumuh

  Sebagaimana isu strategis, di Kabupaten Luwu terdapat permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik. Penjabaran permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten Luwu serta merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah Kabupaten Luwu.

  Sosial : Konflik pemanfaatan lahan utamanya pada kawasan pesisir

  Peningkatan pendapatan masyarakat c.

  Keberadaan fungsi-fungsi komersil dan kawasan fungsional strategis dominan berlokasi pada kawasan perkotaan di motori oleh kehadiran pemilik modal sehingga berimbas pada lemahnya akses masyarakat terhadap sumberdaya reproduksi ruang perkotaan kabupaten Luwu

  Ekonomi : Tingkat pendapatan masyarakat masih dibawah standar rata- rata

  Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

  Perkembangan kawasan perkotaan cenderung linier dan pembentukan cluster- cluster permukiman baru akan bardampak pada alih fungsi guna lahan dari lahan produktif menjadi lahan terbangun

  Fisik : Kerusakan lingkungan pada daerah bantaran sungai dan kawasan pesisir pantai serta perkembangan kawasan permukiman sepanjang jalur Trans Sulawesi cenderung linier

  1 Aspek Teknis a.

  Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:

  1) Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas. 2) Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan. 3) Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

  Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:

  1) Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat 2) Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.

  3) Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program- Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)

  Pengendalian Pemanfaatan ruang pada jalan arteri serta pengurangan alih fungsi lahan produktif b. pembangunan

  3 Transportasi : Ketersedian sarana dan prasarana transportasi belum memadai

  V Ket

  5

  6

  7

  8

  9

  1 Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Proyeksi Persebaran Penduduk Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin

  2 Sasaran Penurunan Kaw.

  Kumuh

  3 Kebutuhan Rusunawa

  4 Kebutuhan RSH

  5 Kebutuhan Pengembangan Kaw. Baru

Tabel 6.7 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perdesaan yang Membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun No URAIAN Unit Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun

  1

  3

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

  9

  1 Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Proyeksi Persebaran Penduduk Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin

  2 Desa Potensial untuk Agropolitan

  3 Desa Potensial untuk Minapolitan

  4 Kebutuhan Rawan Bencana

  4

  2

  Perkembangan kota yang cenderung linier sepanjang jalan Trans Sulawesi akan berdampak pada alih fungsi lahan, fungsi jalan dan beban lalu lintas yang cukup tinggi, dan berpengaruh signifikan pada pola pengembangan aktivitas ekonomi perkotaan

  Penyusunan program investasi pembangunan yang baik

  Pembangunan sarana dan prasarana transportasi

  4 Partisipasi Masyarakat : Peran kelembagaan masyarakat masih sangat rendah

  Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan relatif rendah, sehingga berimplikasi pada lemahnya partisipasi masyarakat.

  Peningkatan peran kelembagaan masyarakat dalam pembangunan

  5 Regulasi : Efektifitas pelaksanaan kebijakan pembangunan belum berjalan maksimal

  Penyelengaraan pembangunan belum sepenuhnya didasarkan pada efektifitas instrumen pengendalian pembangunan secara berkelanjutan

  Penyusunan regulasi dan efektifitas pelaksanaan kebijakan pembangunan

  6 Pembiayaan : Alokasi pembiayaan pembangunan yang bersumber dari APBD II sangat terbatas

  Keterbatasan sumber-sumber pendanaan untuk pembiayaan pembangunan permukiman dan infastruktur perkotaan

  Peningkatan alokasi pembiayaan pembangunan

  7 Investasi : Investasi dalam pembangunan permukiman belum berkembang dengan baik

  Dukungan kebijakan investasi yang belum maksimal berdampak pada minat investor untuk berinvestasi di Kabupaten Luwu masih cukup rendah

  8 Budaya : Modernisasi kota akan berimbas pada kultur budaya masyarakat Kabupaten Luwu

  1

  Modernisasi kota yang berlangsung dalam konteks pengembangan fungsi-fungsi kegiatan ekonomi akan berdampak segregasi sosial budaya masyarakat

  Perlu akulturasi perkembangan budaya antara budaya modern dan budaya lokal

  9 Legalitas Lahan : Mekanisme pelaksanaan pembangunan tidak sesuai peruntukan dan belum didasarkan pada peraturan yang berlaku

  Pengguasaan lahan dalam jumlah besar oleh kelompok- kelompok tertentu mengondisikan alih fungsi guna lahan produktif cukup tinggi

  Optimalisasi fungsi dan mekanisme sesuai peraturan yang berlaku

  10 Kependudukan : Tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi pada kawasan pesisir dan DAS

  Tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi pada kawasan pesisir dan sepanjang DAS mengondisikan degradasi kualitas lingkungan perkotaan

  Relokasi dan penataan permukiman pada kawasan pesisir dan DAS

  11 Spesifikasi Wilayah : Abrasi, sedimentasi dan degradasi kualitas lingkungan DAS dan kawasan pesisir

  Pemulihan kualitas lingkungan, khususnya pada daerah aliran sungai dan kawasan pesisir serta keberadaan kawasan permukiman kumuh akan membutuhkan biaya rehabilitasi lingkungan yang cukup tinggi

  Pengendalian pembangunan pada kawasan pesisir dan DAS Sumber : Buku SPPIP Kabupaten Luwu Tahun 2013

  6.1.2 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman Tabel 6.6 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Untuk 5 Tahun No URAIAN Unit Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun

  V Ket

  6.1.3 Kesiapan Daerah Terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) Sektor Pengembangan Permukiman Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari: 1) Pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta 2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

  Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari: 1) Pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil.

  2) Pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE), 3) Desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

  Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
  • Infrastruktur permukiman RSH
  • Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

  Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

  Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari

  • Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan) kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
  • Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

  1. Umum

  • Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil  Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
  • Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)  Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
  • Infrastruktur perdesaan PPIP  Kesiapan lahan (sudah tersedia).
  • Infrastruktur perdesaan RIS PNPM  Sudah tersedia DED.

  Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam gambar berikut.

  • Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK,

  Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

  • Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
  • Ada unit pelaksana kegiatan.
  • 2. Khusus

  .

  Ada lembaga pengelola pasca konstruksi

  Rusunawa

  • Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
  • Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

  • Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD

  b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki lainnya indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal

  • Ada calon penghuni

  kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat RIS PNPM didalamnya.

  • Sudah ada kesepakatan dengan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.

  c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai,  Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya. mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh  Tingkat kemiskinan desa >25%. berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

  • Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan

  2. Vitalitas Ekonomi Kawasan  menyediakan BOP minimal 5% dari BLM. a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota,

  PPIP apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

  • Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

  b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan

  • Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat

  Cipta Karya lainnya menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam

  • Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik

  kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti

  • Tingkat kemiskinan desa >25% pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

  PISEW c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk

  • Berbasis pengembangan wilayah kawasan permukiman kumuh.
  • Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi,

  3. Status Kepemilikan Tanah (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman. pendidikan, serta (vi) kesehatan b. Status sertifikat tanah yang ada.

  • Mendukung komoditas unggulan kawasan.

  4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus limbah. diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk

  5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh

  Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan penanganannya. prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan,

  b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan kawasan dan lainnya. rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

  1. Vitalitas Non Ekonomi

  a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

  x

6.1.4 Usulan Kebutuhan Program Kegiatan

  8

  9

  1 Penyusunan RPKPP Kawasan Prioritas

  x x

  2 Peningkatan Kualitas Infrastruktur Kawasan Belopa

  x x

  3 Peningkatan Kualitas Infrastruktur Kawasan Padang Sappa

  x x

  4 Peningkatan Kualitas Infrastruktur Kawasan Batusitanduk

  x x

  5 Penangan Kawasan Kumuh di Kota Belopa

  x x

  6 Penyediaan Sarana & Prasarana Agropolitan

  7 Penyediaan Sarana & Prasarana Minapolitan

  6

  x

  8 Infrastruktur Pendukung Kegiatan Ekonomi & Sosial

  x x

  9 Penangan Kawasan Potensial

  x x

  Sumber : Hasil Analisa, Tahun 2014

  6.2 Rencana Program Investasi Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

  6.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-Undang dan peraturan antara lain:

  a. UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

  UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

  b. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

  a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung.

  7

  a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Tabel 6.8 Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten Luwu No Program/Kegiatan Volume/ Satuan Biaya (Rp) Lokasi Kesiapan

  1 Penyusunan RPKPP Kawasan Prioritas

  SK Kawasan Kumuh

  Laporan 1.100.000.000 Belopa, Padang Sappa

  Dokumen SPPIP

  2 Peningkatan Kualitas Infrastruktur Kawasan Belopa

  Paket 2.500.000.000 Kawasan Prioritas Belopa

  Dokumen SPPIP

  3 Peningkatan Kualitas Infrastruktur Kawasan Padang Sappa

  Paket 500.000.000 Kawasan Prioritas Padang Sappa

  Dokumen SPPIP

  4 Peningkatan Kualitas Infrastruktur Kawasan Batusitanduk

  Paket 500.000.000 Kawasan Prioritas Padang Sappa

  Dokumen SPPIP

  5 Penangan Kawasan Kumuh di Kota Belopa

  Paket 1.000.000.000 Kawasan Kumuh Kota Belopa

  6 Penyediaan Sarana & Prasarana Agropolitan

  4

  Paket 1.000.000.000 Kecamatan Bajo

  RTRW

  7 Penyediaan Sarana & Prasarana Minapolitan

  Paket 1.000.000.000 Kec.

  Belopa & Belopa Utara

  RTRW

  8 Infrastruktur Pendukung Kegiatan Ekonomi & Sosial

  Paket 1.000.000.000 Kab. Luwu RTRW

  9 Penangan Kawasan Potensial Paket 1.000.000.000 Ulo-Ulo, Padang Sappa, Balambang

  RTRW Sumber : Hasil Analisa, Tahun 2014

  b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman Tabel 6.9 Usulan Pembiayaan Proyek No Program/Kegiatan APBN APBD Prov APBD Kab. Masyarakat Swasta CSR Total

  1

  2

  3

  5 Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada Kementerian PU beserta sektor-sektornya. RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi: Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan,

  a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

  • Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan
  • Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH); bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran  Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

  kumuh dan nelayan;

  

c. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang  Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman

Bangunan Gedung

  tradisional. Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005

  b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan  Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan lingkungan; bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan  Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung; bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah  Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai  Pelatihan teknis. acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung

  c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

  • Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; dan lingkungan.
  • Paket dan Replikasi.

d. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

  6.2.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

  Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen

  a. Isu Strategis Sektor PBL

  RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis- menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan peraturan walikota/bupati.

  Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang,

  

e. Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

  pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian

  MDG’s 2015, dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi

  a) Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kesehatan, kenyamanan dan kemudahan); kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020. b) Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan

  Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). gedung di kab/kota; Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai

  c) Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan; global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka

  d) Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini negara; memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu

  e) Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya. rumah Negara. Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga 3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah a) Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia; terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang

  b) Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in- mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan cash sesuai MoU PAKET; perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14

  c) Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable penanggulangan kemiskinan.

  

Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario

penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.

  pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis Kabupaten Luwu untuk bidang PBL rencana tindak yang meliputi: dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: a) Revitalisasi

  1) Penataan Lingkungan Permukiman

  b) Ruang Terbuka Hijau

  a) Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL; c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan

  b) PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

  d) Penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan c) Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan. di perkotaan;

Tabel 6.10 Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Luwu

  d) Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan

  No Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis PBL Kab. Luwu

  1

  2

  3 bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh

  1 Penataan Lingkungan Permukiman

  a. Belum tersusun RTBL KSK Kabupaten

  b. Belum tersusunnya NSPK sector PBL kembangnya ekonomi lokal;

  2 Penyelenggaraan Bangunan Gedung

  a. Belum ada TABG

  e) Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar & Rumah Negara

  3 Pemberdayaan Komunitas Dalam

  a. Rendahnya DDUB yang disiapkan oleh Pelayanan Minimal;

  Penanggulangan Kemiskinan Pemerintah Daerah

  b. Kurag sinerginya program Pemerintah

  f) Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan Daerah dengan Pemerintah Pusat

  Sumber : Hasil Analisa, Tahun 2014 bangunan dan lingkungan.

  2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

b. Kondisi Eksisting Sektor PBL Secara umum, peraturan sector PBL di Kabupaten Luwu masih sangat lemah.

  Sampai Tahun 2014, peraturan yang terkait dengan pengembangan permukiman hanya diatur oleh Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Luwu serta Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Bangunan Gedung.

  8/2013 Bangunan Gedung

  5) Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian; 6) Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan; 7) Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan; 8) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien; 9) Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

  4) Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

  1) Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; 2) Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia; 3) Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

  Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

  3) Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage; 4) Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.

Tabel 6.11 Peraturan Daerah/Peraturan Bupati/peraturan lainnya terkait Penataan Bangunan Lingkungan No Perda/Perbup/Peraturan Lainnya Amanat Kebijakan Daerah Jenis Produk Pengaturan Nomor/ Tahun Perihal

Pasal 32 Kawasan peruntukan pemukiman

  Terkait dengan PBL Sumber : Hasil Analisa, Tahun 2014

  2. Peraturan Daerah

  1) Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga.

  (dua ribu tujuh ratus tujuh puluh tiga) hektar tersebar di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Luwu kecuali Kecamatan Belopa dan Belopa Utara.

  d. Kawasan permukiman perkotaan, terdiri dari atas kurang lebih 4.464 (empat ribu empat ratus enam puluh empat) hektar tersebar di Kecamatan Belopa, Belopa Utara, Larompong Selatan, Larompong, Suli, Kamanre, Bajo, Ponrang, Ponrang Selatan, Bua, Walenrang dan Lamasi; e. Kawasan permukiman perdesaan, terdiri dari atas kurang lebih 2.773

  terdiri atas :

  06/2011 RTRW Kab. Luwu

  1 Peraturan Daerah

  5

  4

  3

  2

  1

  Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

c. Permasalahan dan Tantangan Sektor PBL

  Kapasitas Kelembagaan Daerah:

  1) Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan; 2) Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi; 3) Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

  1) Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran; 2) Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

  Penataan Lingkungan Permukiman:

  Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

6.2.3 Analisis Kebutuhan PBL

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

  Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukimantradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.

  1. Rencana Tata Bangun Lingkungan (RTBL)

  RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:

  • Program Bangunan dan Lingkungan;
  • Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
  • Rencana Invest
  • Ketentuan Pengendalian Rencana;  Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

  2. RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

  RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya. RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.

  3. Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah

  Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional adalah:

  a) Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;