KEWAJIBAN SUAMI NARAPIDANA TERHADAP NAFKAH KELUARGA (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Beteng Ambarawa) - Test Repository

  

KEWAJIBAN SUAMI NARAPIDANA TERHADAP

NAFKAH KELUARGA

(Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Beteng Ambarawa)

  

S K R I P S I

  Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I

  Dalam Ilmu Syari'ah

  

Disusun Oleh :

DEDY SULISTIYANTO

NIM : 211 05 009

  

JURUSAN SYARI'AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SALATIGA

  

2 0 1 4

  

MOTTO

ﺎﻬِﻠﻫَﺃ ﻰَﻟِﺇ ِﺕﺎَ�ﺎﻣَﺄْﻟﺍ ﺍﻭﺩﺆُﺗ ﻥَﺃ ﻢُﻛﺮﻣْﺄﻳ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻥِﺇ

ِﻝﺪﻌْﻟﺎِﺑ ﺍﻮﻤُﻜﺤَﺗ ﻥَﺃ ِﺱﺎﻨﻟﺍ ﻦﻴﺑ ﻢُﺘﻤَﻜﺣ ﺍَﺫِﺇﻭ

  

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang

berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di

antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil

  

(Q.S. An-Nisa : 58)

  

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang penulis anggap

mempunyai peran penting dalam hidupnya

1. Ayahanda yang selalu menyayangi dan kusayangi 2.

  Ibunda yang selalu menemani dalam kesaharianku yang telah mengorbankan banyak hal untuk kebutuhan hidup, baik doa maupun materi sampai berakhirnya masa studi Strata I 3. Istri tercinta yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan strata I

  4. Ananda “Distya Azka Nadzifa” yang menjadi penyemangat penulis (ayahanda)

KATA PENGANTAR

  

ﻢﻴﺣﺮﻟﺍ ﻦﲪﺮﻟﺍ ﺍ ﻢﺴﺑ

  Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segenap rahmat serta hidayah-Nya. Dengan rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “KEWAJIBAN SUAMI NARAPIDANA TERHADAP NAFKAH KELUARGA (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Beteng Ambawara)”.

  Penulisan skripsi ini bertujuan memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam pada Jurusan Syrai'ah Program Studi Ahwal Al Syakhsiyyah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) salatiga.

  Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mugkin mencurahkan fikiran yang dimiliki. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1.

  Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag. selaku Ketua STAIN 2. Bapak Drs. Badwan, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Syariah STAIN Salatiga.

3. Bapak Farkhani, S.H.I, S.H., M.H. selaku Kepala Program Studi Ahwal Al Syakhsiyyah STAIN Salatiga.

  4. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah berkenan secara ikhlas dan sabar meluangkan waktu serta mencurahkan pikiran dan tenaganya memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna sejak awal proses penyusunan dan penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.

  

ABSTRAK

  SULISTIYONO, DEDY. 211 05 009. KEWAJIBAN SUAMI NARAPIDANA TERHADAP NAFKAH KELUARGA (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Beteng Ambawara). Skripsi Jurusan Syariah, Program Studi Ahwal Al Syakhsiyyah STAIN Salatiga. Pembimbing: Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.

  Kata kunci : Kewajiban Suami Narapidana dan Nafkah Keluarga Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Apakah Bagaimanakah cara suami narapidana terhadap pemenuhan nafkah keluarga di lembaga pemasyarakatan kelas IIA beteng Ambarawa?, Adakah faktor-faktor yang menghambat / mendukung terhadap pemenuhan nafkah suami terhadap istri? Adakah solusi bagi keluarga narapidana yang kesulitan ekonomi setelah ditinggal oleh kepala keluarga (suami)? Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan sosiologis. Sedang metode yang digunakan, yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan metode analisis data. Subyek penelitian yang mewakili dari macam tindak pidana yang dilakukan sebanyak 8 responden, menggunakan teknik populasi dan dilakukan secara acak (random sampling). Data penelitian yang terkumpul di analisis dengan menggunakan pendekatan normatif dan sosiologis. Sedangkan jenis penelitian (field research), tujuannya untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian.

  Adapun hasil analisis dari penelitian diperoleh kesimpulan kewajiban suami (narapidana) terhadap nafkah keluarga, masih tetap bisa diberikan sesuai dengan kemampuan, cara menafkahi keluarga adalah ikut dalam pembinaan kemandirian dan mendapat upah, memberikan wewenang untuk mengelola barang yang ditinggalkan kepada keluarga sebelum mendekam di penjara.

  Faktor pendukung pemenuhan nafkah keluarga oleh narapidana yaitu: adanya komunikasi yang baik dengan keluarga, adanya dukungan dari pihak lembaga pemasyarakatan yang berupa pembinaan kemandirian, kesadaran keluarga terhadap kondisi narapidana tidak memenuhi. Sedangkan faktor penghambat yaitu tidak bisa bebas beraktifitas karena terikat pada peraturan yang ada dalam lembaga pemasyarakatan.

  Solusi keluarga narapidana yang kesulitan ekonomi, pemberian wewenang mengelola barang-barang yang ditinggalkan untuk dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, narapidana dapat meminta penangguhan untuk mencari nafkah saat meninggalkan istri/keluarga mendekam di balik penjara berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf j UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan atas persetujuan lembaga yang terkait.

  Tinjauan hukum Islam dan peraturan perundangan yang berkaitan terhadap kewajiban suami narapidana dalam memberikan nafkah keluarga, sebagai berikut: dalam Islam kewajiban suami memberikan nafkah keluarga hukumnya wajib sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah 2:233, menurut peraturan perundang-undangan kewajiban suami memberikan nafkah ditegaskan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan BAB VI Pasal 30 sampai Pasal 34 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) BAB XII Pasal 77 sampai Pasal 84.

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN BERLOGO ........................................................................... ii

HALAMAN DEKLARASI........................................................................ iii

HALAMAN KEASLIAN TULISAN........................................................ iv

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................ v

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... vi

HALAMAN MOTTO ................................................................................ vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ viii

KATA PENGANTAR................................................................................ ix

ABSTRAK .................................................................................................. xi

DAFTAR ISI............................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv

  BAB I PENDAHULUAN A.

  1 Latar Belakang Masalah.......................................................

  B.

  7 Penegasan Istilah..................................................................

  C.

  8 Rumusan Masalah ................................................................

  D.

  8 Tujuan Penelitian .................................................................

  E.

  9 Kegunaan Penelitian.............................................................

  F.

  9 Telaah Pustaka .....................................................................

  G.

  11 Kerangka Teori.....................................................................

  H.

  14 Metode Penelitian.................................................................

  I.

  18 Sistematika Penulisan...........................................................

  BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG NAFKAH A.

  20 Pengertian Nafkah Keluarga Dalam Islam..........................

  B.

  Hak dan Kewajiban Memberi Nafkah Keluarga Dalam Islam .................................................................................... 23 C. Hak dan Kewajiban Suami-Istri Menurut Perundang- undangan ............................................................................. 32

  D.

  35 Ketentuan Nafkah Menurut Fiqh.........................................

  E.

  Fenomena Tanggungjawab Nafkah Keluarga pada Zaman Modern ................................................................................ 38

  BAB III DATA HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Kelas II-A Beteng Ambarawa .............................................

  46 1. Demografi ..................................................................... 46 2.

  46 Struktur Bangunan ........................................................

  3. Kepegawaian................................................................. 47 4.

  48 Struktur Organisasi .......................................................

  5.

  49 Sarana dan Prasarana ....................................................

  6.

  50 Denah Lapas..................................................................

  B.

  Data Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Beteng Ambarawa ...............................................................

  51 C.

  55 Cara-Cara Pemenuhan Nafkah Suami Kepada Istri ............

  D.

  Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pemenuhan Nafkah ................................................................................. 63 E. Solusi Bagi Keluarga Narapidana Yang Kesulitan Ekonomi Setelah Ditinggal Oleh Suami..............................

  64 BAB IV ANALISA DATA A. Analisis Terhadap Cara Pemenuhan Nafkah Suami Kepada Istri .........................................................................

  67 B. Analisis Terhadap Faktor Pendukung dan Penghambat Pemenuhan Nafkah .............................................................

  73 C. Analisis Terhadap Solusi Bagi Keluarga Narapidana Yang Kesulitan Ekonomi Setelah ditinggal oleh Suami .....

  75 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.......................................................................... 89 B. Saran.................................................................................... 90

  DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN

  DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar Narapidana/Tahanan/Anak Didik Berdasarkan Agama Yang Dianut ..............................................................................

  52 Tabel 3.2 Daftar Tingkat Pendidikan Narapidana .....................................

  52 Tabel 3.3 Daftar Narapidana Yang Dijadikan Informan ...........................

  53

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi

  hak dan kewajiban, serta bertolong-tolongan antara seseorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara keduanya bukan mahrom (Rasjid, 1994:374). Pernikahan merupakan salah satu pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan masyarakat yang sempurna. Pernikahan sebagai jalan yang sangat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga sekaligus sebagai jalan untuk melanjutkan keturunan. Sebab kalau tidak dengan nikah tidak jelas siapa yang akan mengurusi dan siapa yang bertanggung jawab terhadap anaknya. Dengan demikian, perkawinan merupakan suatu hal yang dianjurkan oleh Agama maupun Negara. Begitu juga setiap individu pasti menginginkan adanya sebuah perkawinan untuk meciptakan keluarga yang bahagia dan kekal antara suami dan isteri. Namun dari pada itu, kebahagiaan hanya akan tercapai apabila setiap orang mematuhi peraturan perundangan yang berlaku serta terpenuhinya kewajiban dan hak antara suami dan isteri tersebut serta anggota keluarga yang lain.

  Segala sesuatu yang berkenaan dengan perkawinan telah diatur secara terperinci oleh hukum Islam dan Negara. Salah satu hal yang di atur oleh aturan agama dan undang-undang ialah mengenai nafkaf seorang suami terhadap isteri dan anggota keluarganya. Apabila terjadi suatu perkawinan yang dilakukan, sedangkan hak-hak yang ada tidak terpenuhi dan kewajiban tidak dilaksanakan, maka dapat diadakan perceraian terhadap perkawinan tersebut. Karena begitu pentingnya pernikahan, maka Islam memberi banyak peraturan untuk menjaga keselamatan dari perkawinan sekaligus hak dan kewajiban suami istri dalam perkawinan itu sendiri. Dengan mengetahui tentang hak dan kewajiban suami istri tadi diharapkan pasangan suami istri akan saling menyadari akan pentingnya melaksanakan hak dan kewajibannya, sehingga tidak mendholimi satu sama lain dan dapat bekerja sama menggapai keluarga sakinah, mawadah, dan rohmah.

  Selain itu perkawinan merupakan sebagai wujud perbuatan hukum antara suami dan istri, perkawinan tidak hanya dimaknai untuk merealisasikan ibadah kepada Allah SWT saja, tetapi disisi lain dengan adanya sebuah perkawinan maka menimbulkan akibat hukum keperdataan antara keduanya.

  Melihat tujuan perkawinan yang begitu mulia, yaitu membina keluarga bahagia, kekal, abadi berdasarkan ke-Tuhan-an Yang Maha Esa, maka disini ada pengaturan mengenai hak dan kewajiban suami istri masing-masing. Apabila hak dan kewajiban masing-masing suami dan istri terpenuhi maka dambaan suami istri dalam kehidupan berumah tangga akan dapat terwujud didasari rasa cinta dan kasih sayang (A.Rofiq, 2003:181).

  Sebagaimana dalam Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 19 disebutkan :

  

ﲔِﺗْﺄـﻳ ﻥَﺃ ﺎـﱠﻟِﺇ ﻦﻫﻮـﻤُﺘﻴَﺗﺍﺀ ﺎـﻣ ِﺾﻌﺒـِﺑ ﺍﻮﺒﻫْﺬَﺘِﻟ ﻦﻫﻮُﻠُﻀﻌَﺗ ﺎَﻟﻭ ﺎﻫﺮَﻛ ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ ﺍﻮُﺛِﺮَﺗ ﻥَﺃ ﻢُﻜَﻟ ﱡﻞِﺤﻳ ﺎَﻟ ﺍﻮﻨﻣﺍﺀ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﺎﻬﻳَﺃﺎﻳ

ﺍﺮـﻴﺧ ِﻪـﻴِﻓ ﻪـﱠﻠﻟﺍ َﻞـﻌﺠﻳﻭ ﺎًﺌﻴـﺷ ﺍﻮـﻫﺮْﻜَﺗ ﻥَﺃ ﻰﺴـﻌَﻓ ﻦﻫﻮـﻤُﺘﻫِﺮَﻛ ﻥِﺈـَﻓ ِﻑﻭﺮﻌﻤْﻟﺎـِﺑ ﻦﻫﻭﺮـِﺷﺎﻋﻭ ٍﺔـﻨﻴﺒﻣ ٍﺔﺸِﺣﺎَﻔِﺑ

ﺍﲑِﺜَﻛ

  Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai

  wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka

  bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak ".(Departemen Agama RI, 2000:119)

  Ayat di atas merupakan petunjuk yang bersifat umum dalam pergaulan antara suami dan istri, agar diantara mereka dapat bergaul secara ma'ruf (baik) pergaulan tersebut bukan hanya meliputi aspek fisik, tetapi juga aspek psikis atau perasaan, dan juga aspek ekonomi yang menjadi penyanga tegaknya bahtera rumah tangga (A.Rofiq, 2003:182).

  Adanya ketentuan-ketentuan mengenai hak dan kewajiban suami istri dalam sebuah rumah tangga tersebut bertujuan agar pasangan suami istri bisa saling mengerti, memahami tentang mana yang menjadi wewenang dari masing-masing. Di antara keduanya dapat mengetahui mana yang menjadi hak suami atau hak istri dan mana yang menjadi kewajiban suami atau kewajiban istri. Karena apa yang menjadi hak istri adalah kewajiban suami untuk memenuhinya dan hak suami adalah kewajiban istri untuk memenuhinya. Dengan adanya hak kewajiban suami istri tersebut tampak sekali hubungan antara keduanya, yaitu antara suami dan istri itu harus saling melengkapi dalam berbagai persoalan di dalam rumah tangga.

  Pada dasarnya konsep hubungan suami istri yang ideal menurut Islam adalah konsep kemitrasejajaran atau hubungan yang setara antara keduanya namun konsep kesetaraan atau kemitrasejajaran dalam hubungan suami istri tidak begitu saja mudah diterapkan dalam kenyataan hidup sehari-hari. Buktinya sering dijumpai banyak berbagai hambatan untuk mewujudkan nilai yang ideal tadi. Hal ini dipengaruhi oleh keterbatasan-keterbatasan satu sama lain yang dimiliki oleh manusia, kemampuan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain juga berbeda, oleh karena itu, wajar bila pada suatu waktu kaum laki-laki yang diunggulkan, karena memang dia berhak menyandang posisi sebagai pemimpin. Laki-laki yang mempunyai kelebihan kekayaan dan kemampuan berburu, sehingga memungkinkan bagi kaum laki- laki untuk mencari nafkah. Sementara kaum perempuan dalam kondisi yang sebaliknya (Munti, 1999:56-58). Firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 228 :

  ....

  ... ٌﺔﺟﺭﺩ ﻦِﻬﻴَﻠﻋ ِﻝﺎﺟﺮﻠِﻟﻭ ِﻑﻭﺮﻌﻤْﻟﺎِﺑ ﻦِﻬﻴَﻠﻋ ﻱ ِﺬﱠﻟﺍ ُﻞْﺜِﻣ ﻦﻬَﻟﻭ

  Artinya : "… Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan

  kewajibannya menurut cara yang ma`ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya…. "

  (Departemen Agama RI, 2000:55) Membina sebuah rumah tangga memang bukan hanya untuk saling menguasai dan memiliki antara satu pihak dengan pihak yang lain. Karena pernikahan bukan hanya sebagai sarana pemuas nafsu seksual semata. Di dalamnya terdapat banyak tugas dan kewajiban yang besar bagi kedua belah pihak termasuk tanggung jawab ekonomi.

  Nafkah merupakan satu hak yang wajib dipenuhi oleh seorang suami terhadap istrinya, nafkah ini bermacam-macam, bisa berupa makanan, tempat tinggal, pelajaran (perhatian), pengobatan, dan juga pakaian meskipun wanita itu kaya (Kisyik, tth:128). Firman Allah Q.S Al-Baqarah ayat 233:

  .... ...

  ِﻑﻭﺮﻌﻤْﻟﺎِﺑ ﻦﻬُﺗﻮﺴِﻛﻭ ﻦﻬُﻗْﺯِﺭ ﻪَﻟ ِﺩﻮُﻟﻮﻤْﻟﺍ ﻰَﻠﻋﻭ

  Artinya : "…Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para

  ibu dengan cara yang ma`ruf.….. " (Departemen Agama RI,

  2000:57) Memberikan nafkah itu wajib bagi suami sejak akad nikahnya sudah sah dan benar, maka sejak itu seorang suami wajib menanggung nafkah istrinya dan ini berarti berlakulah segala konsekwensinya secara spontan. Istri menjadi tidak bebas lagi setelah dikukuhkannya ikatan perkawinan (Kisyik, tth:134).

  Berbagai alasan yang bisa menyebabkan suatu perkawinan diakhiri dengan perceraian, antara lain: Pasal 19 huruf (c) PP No 9 Tahun 1975 perceraian dapat terjadi karena alasan salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. Memang kesannya betapa tidak manusiawinya seorang isri jika suaminya dipenjara kemudian si istri mengajukan perceraian. Harus juga diingat bahwa selama mendekam di penjara, suami atau istri juga tidak bisa menjalankan kewajiban-kewajibannya, seperti seorang suami yang tidak bisa member nafkah bagi istri dan keluarganya. Tapi tentu juga di sadari, yang berada di luar penjara beban tidak lebih ringan, karena harus menanggung beban sosial, juga menanggung beban ekonomis. Kalau suami yang dipenjara sebelum mendiami bilik penjara telah meninggalkan harta yang cukup untuk menghidupi keluarganya saat dia dipenjara, tentu tak masalah. Tapi jika keadaan sebaliknya, tentu bukan hal yang mudah. Belum lagi harus menunggu waktu yang tidak sedikit. Mendasarkan pada fakta yang terjadi apakah setiap kepala keluarga yang masuk ke penjara, rumah tangganya harus berakhir dengan perceraian? dan apakah hanya dengan perceraian masalah tersebut dapat diatasi.

  Perkembangan zaman dan semakin sempurnanya UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, rasanya alasan ini perlu ditinjau kembali.

  Karena jangan sampai mereka yang berada di balik terali besi harus menanggung beban baru lagi, jika pasangannya mengajukan perceraian. Melihat Pasal 14 ayat (1) huruf j UU No. 12 Tahun 1995, sebenarnya alasan ini perlu ditinjau karena seorang narapidana mempunyai hak cuti untuk mengunjungi keluarga, sehingga kebutuhan biologis (jika memang bisa disebutkan begitu) dapat terpenuhi, juga masalah ekonomi, seorang narapidana dapat meminta penangguhan untuk mencari nafkah saat ditinggal mendekam di balik penjara. Menurut saya, undang-undang ini memang masih cukup efektif jika masalah pidana umum yang korbannya adalah kerabat istri atau suami. Sehingga ada rasa sakit hati yang dalam dampaknya untuk meneruskan rumah tangga hal yang sangat sulit. Hal ini bisa kita kiaskan dalam hukum Islam, dimana seorang ahli waris tidak berhak mendapat warisan dari pewaris, jika ahli waris tersebut membunuh pewaris.

  Namun secara realita, undang-undang tersebut belum pernah diterapkan, sehingga seorang napi dalam keterbatasannya di dalam penjara tetap menanggung nafkah terhadap keluarganya yang tidak dapat terpenuhi, serta konsekwensi perceraian dari isteri apabila tidak terima dengan keadaan yang dialaminya.

  Melihat kenyataan tersebut, penulis tertarik ingin meneliti mengenai kehidupan narapidana yakni kewajiban nafkah yang ditanggungnya serta kehidupan keluarga yang ditinggalkan. Dengan maksud untuk mengetahui yang dilakukan oleh seorang narapidana untuk menghidupi keluarga dan mengetahui kehidupan keluarga yang ditinggal agar tetap dapat bertahan tanpa kepala keluarga sebagai pencari nafkah dalam keluarga. Maka penulis mengkaji tentang "KEWAJIBAN SUAMI NARAPIDANA TERHADAP

  NAFKAH KELUARGA (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Beteng Ambarawa)" sebagai bahan penulisan skripsi.

B. Penegasan Istilah 1.

  Kewajiban suami Kewajiban berasal dari kata dasar wajib yang mendapat dimbuhan ke- dan akhiran -an berarti keharusan/sesuatu yang harus dilakukan ( http:www.wikipedia.com//id.shvoong.com/writingandspeaking/2077878-

  pengertian-hak-dan-kewajiban/ dicopy pada 5 Juni 2012). Jadi yang

  dimaksud kewajiban suami adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan terus menerus oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan.

  2. Narapidana Narapidana adalah orang hukuman/orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana; terhukum ( http:www.google.com//blogtentangpengertian.info/pengertiannarapidana/ dicopy pada 5 Juni 2012). Menurut kamus istilah aneka hukum, narapidana merupakan orang yang sedang menjalani pidana atau hukuman dalam penjara (di lembaga pemasyarakatan).

  3. Nafkah Keluarga Nafkah keluarga terdiri dari dua suku kata “nafkah” dan “keluarga”.

  Nafkah artinya belanja untuk memelihara kehidupan, rezeki makanan sehari-hari, uang belanja yang diberikan kepada istri. Keluarga artinya sanak saudara;, kaum kerabat, sanak saudara yang bertalian oleh perkawinan. orang seisi rumah; anak dan istri (W.J.S Poerwadarminta, 1985). Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan nafkah keluarga membelanjakan atau mempergunakan (uang) untuk keperluan hidupnya atau keperluan lain dalam keluarga.

  C. Rumusan Masalah

  Dari apa yang telah dipaparkan dalam latar belakang, mengenai keterbatasan seorang narapidana di dalam penjara dan kewajiban yang harus dipenuhi maka batasan rumusan masalah yang menjadi fokus penellitian, sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah cara suami narapidana terhadap pemenuhan nafkah keluarga di lembaga pemasyarakatan kelas IIA beteng Ambarawa?

  2. Adakah faktor-faktor yang menghambat / mendukung terhadap pemenuhan nafkah suami terhadap istri?

  3. Adakah solusi bagi keluarga narapidana yang kesulitan ekonomi setelah ditinggal oleh kepala keluarga (suami)?

  D. Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan pokok masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini tujuan sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui pola pemberian nafkah bagi keluarga narapidana ketika ditinggal oleh kepala keluarga di dalam penjara.

  2. Untuk mengetahui dampak dan solusi bagi keluarga narapidana yang kesulitan ekonomi setelah ditinggal oleh kepala keluarga (suami).

  3. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam dan peraturan perundang- undangan yang berkaitan terhadap kewajiban suami narapidana dalam memberikan nafkah untuk keluarga.

E. Kegunaan Penelitian 1.

  Teoritis Dengan penelitian ini diharapkan adanya pemikiran terhadap nasib keluarga narapidana yang membutuhkan kelayakan perekonomian. .

2. Praktis a.

  Bagi Masyarakat Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat memperhatikan nasib keluarga narapidana di sekitar mereka.

  b.

  Bagi Lembaga Pemasyarakatan Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi Lembaga Pemasyarakatan dalam meningkatkan pelayanan, sehingga terwujudnya penerapan Pasal 14 Undang-undang pemasyarakatan (UU No 12 Tahun 1995).

  c.

  Bagi STAIN Salatiga Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran nyata pelaksanaan hukum di Lembaga Pemasyarakatan sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi STAIN sebagai sebuah lembaga pendidikan dalam menentukan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

F. Telaah Pustaka

  Hal yang membedakan studi ini berbeda adalah berusaha mengupas mengenai kewajiban suami narapidana terhadap nafkah keluarga dalam hal ini nafkah kepada istri dan anak dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari selama suami menjalankan sanksi pidana di lembaga pemasyarakatan.

  Penelitian serupa telah dilakukan oleh Jumiyati dalam skripsinya yang berjudul Hak dan Kewajiban Suami Istri (Studi Komparasi Antara Fiqh

  

dengan Kesetaraan Gender). Dari karya ini dapat ditarik kesimpulan bahwa

  hak suami istri itu telah ditentukan sendiri-sendiri kekuasaannya, sedangkan kewajiban suami istri itu menuntut antara keduanya harus mengerjakan.

  Kewajiban itu harus saling dihormati, sedang perbandingan antara fiqh dan kesetaraan gender sudah jelas ditetapkan bahwa menurut fiqh suami adalah kepala rumah tangga dan istri sebagai ibu rumah tangga. Lain halnya dengan fenomena yang terjadi saat ini, istri keluar rumah atau berkarir untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, tetapi disisi lain nafkah itu tetap merupakan kewajiban suami.

  Perlu penulis tegaskan, bahwa permasalahan yang penulis teliti ini belum pernah diteliti, akan tetapi perspektif atau tinjauan yang digunakan berbeda dengan penelitian yang sebelumnya. Di sini, penulis mencoba meneliti lebih dalam dengan mengambil sudut pandang yang berbeda yaitu mengadakan penelitian di lingkungan lembaga pemasyarakatan beteng Ambarawa dengan tinjauan hukum Islam dan UU No. 12 Tahun 1995. Lokasi penelitian ini dengan penelitian sebelumnya memiliki perbedaan secara geografis, historis dan budaya pada lingkungan masyarakat.

  Perbedaan yang lain adalah terletak pada obyek penelitiannya, penelitian ini membatasi dengan ketentuan yang berbeda. Responden dalam penelitian ini adalah narapidana lembaga pemasyarakatan yang telah berkeluarga dengan penjatuhan pidana antara 1-3 tahun lebih.

G. Kerangka Teori

  Dalam rumah tangga ada peran-peran yang dilekatkan pada anggotanya, seperti seseorang suami berperan sebagai kepala rumah tangga, sedang seorang istri berperan sebagai ibu rumah tangga. Peran-peran tersebut muncul biasanya karena ada pembagian tugas antara mereka di dalam rumah tangga. Seorang suami berperan sebagai kepala rumah tangga. Oleh karena itu, ia mendapat bagian tugas yang lebih berat, yakni mencari nafkah untuk seluruh anggota keluarganya. Disamping itu, ia sebagai kepala rumah tangga juga diberi tanggung jawab untuk melindungi dan mengayomi rumah tangganya, sehingga rumah tangga tersebut dapat berjalan sesuai dengan nilai- nilai Islam. Karena kedua hal tersebut, yakni sebagai suami dan sebagai kepala rumah tangga, maka ia memiliki kekuasaan lebih dibandingkan anggota lainnya, terutama dalam pengambilan keputusan untuk urusan keluarganya. Sementara pada sisi yang lain, istri biasanya bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga sehari-hari. Pembagian peran dan fungsi suami istri tersebut tidak lain bersumber pada penafsiran atas ajaran agama dan nilai- nilai budaya yang dianut masyarakat. Yakni sebuah nilai yang menempatkan laki-laki sebagai jenis kelamin yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan rekannya dari jenis kelamin lain, yakni perempuan (Munti, 1999:2-3). Firman Allah dalam Surat An-Nisa 4:34

  

ﻢِﻬِﻟﺍﻮـﻣَﺃ ﻦـِﻣ ﺍﻮـُﻘَﻔْ�َﺃ ﺎـﻤِﺑﻭ ٍﺾـﻌﺑ ﻰـَﻠﻋ ﻢﻬَﻀـﻌﺑ ﻪـﱠﻠﻟﺍ َﻞﱠﻀـَﻓ ﺎـﻤِﺑ ِﺀﺎﺴـﻨﻟﺍ ﻰَﻠﻋ ﻥﻮﻣﺍﻮَﻗ ُﻝﺎﺟﺮﻟﺍ

ﻥﻮُﻓﺎـَﺨَﺗ ﻲِﺗﺎـﱠﻠﻟﺍﻭ ﻪـﱠﻠﻟﺍ َﻆـِﻔﺣ ﺎـﻤِﺑ ِﺐـﻴَﻐْﻠِﻟ ﺕﺎـَﻈِﻓﺎﺣ ﺕﺎَﺘِ�ﺎَﻗ ﺕﺎﺤِﻟﺎﺼﻟﺎَﻓ ﻦﻫﻮـُﻈِﻌَﻓ ﻦﻫَﺯﻮﺸـُ�

ﻪـﱠﻠﻟﺍ ﻥِﺇ ﺎًﻠﻴِﺒـﺳ ﻦِﻬﻴـَﻠﻋ ﺍﻮـُﻐﺒَﺗ ﺎـَﻠَﻓ ﻢُﻜﻨـﻌَﻃَﺃ ﻥِﺈـَﻓ ﻦﻫﻮﺑِﺮـْﺿﺍﻭ ِﻊِﺟﺎَﻀـﻤْﻟﺍ ﻲِﻓ ﻦﻫﻭﺮﺠﻫﺍﻭ

ﺍﲑِﺒَﻛ ﺎﻴِﻠﻋ ﻥﺎَﻛ

  

Artinya : "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena

Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar " (Departemen Agama RI, 2000:34).

  Ibnu Katsir berkata, “maksudnya : para istri mempunyai hak diberi nafkah oleh suaminya yang seimbang dengan hak suami yang diberikan oleh istrinya, maka hendaklah masing- masing menunaikan kewajibannya dengan cara yang makruf, dan hal itu mencakup kewajiban suami memberi nafkah istrinya, sebagaimana hak- hak lainnya” (Tafsir al-Qur’anil Adhim 1/272). Rasululllah bersabda:

  ﻦﻬُﻟﻭ ﻢُﻜﻤﻴُﻠﻋ ﻦﻬُﻗْﺯِﺭ ﻦﻬُﺗﻮﺴِﻛﻭ ِﻑﻭﺮﻌﻤْﻟﺎِﺑ

Artinya :Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rizki dan pakaian

(nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (wahai para suami)

  ”. (HR. Muslim 2137).

  Selain itu, para ulama bersepakat atas kewajiban seorang suami memberi nafkah istrinya, seperti yang dikatakan oleh Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm, Ibnu Qudamah dan lainnya (Lihat al-Ijma’ karya Ibnul Mundzir hlm.78, Marotibul

  

Ijma ’ hlm.79, al-Washith karya al-Ghozali 6/203, dan al-Mughni karya Ibnu

Qudamah 9/229, lihat juga Fiqhus Sunnah karya as-Sayyid Sabiq 2/267-268).

  Suami sebagai penanggung jawab utama keluarga, baik meliputi aspek ekonomi dan perlindungan terhadap keutuhan rumah tangganya maka ia harus melaksanakan secara tanggung jawab penuh. Aspek ekonomi meliputi pemenuhan belanja yaitu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan tempat tinggal.

  Kewajiban memberikan nafkah oleh suami kepada istrinya yang berlaku dalam fiqh didasarkan kepada prinsip pemisahan harta antara suami dan istri, prinsip ini mengikuti alur pikir bahwa suami itu adalah pencari rizki, rizki yang telah diperolehnya itu menjadi haknya secara penuh dan untuk selanjutnya suami berkedudukan sebagai pemberi nafkah. Sebaliknya istri bukan pencari rizki dan untuk memenuhi keperluan keluarganya ia berkedudukan sebagai penerima nafkah. Oleh karena itu, kewajiban nafkah tidak relevan dalam komunitas yang mengikuti prinsip penggabungan harta dalam rumah tangga (Syarifudin,2006:165-166).

  Hukum membayar nafkah untuk istri baik dalam bentuk belanja, pakaian, tempat tinggal adalah wajib. Kewajiban itu bukan disebabkan oleh karena istri membutuhkannya bagi kehidupan rumah tangga, tetapi kewajiban yang timbul dengan sendirinya tanpa melihat kepada keadaan istri. Ulama Syi’ah menetapkan bahwa meskipun istri orang kaya dan tidak memerlukan bantuan biasa dari suami, namun suami tetap wajib membayar nafkah (Syarifudin,2006: 166). Dasar kewajiban tersebut terdapat dalam Al- Qur’an Surat Al Baqoroh 2:233

  

ّﻦﻬُﻗْﺯِﺭ ﻪَﻟ ِﺩﻮُﻟﻮﻤْﻟﺍ ﻰَﻠﻋﻭ َﺔﻋﺎَﺿّﺮﻟﺍ ّﻢِﺘﻳ ﻥَﺃ ﺩﺍﺭَﺃ ﻦﻤِﻟ ِﻦﻴَﻠِﻣﺎَﻛ ِﻦﻴَﻟﻮﺣ ّﻦﻫﺩﻻﻭَﺃ ﻦﻌِﺿﺮﻳ ﺕﺍﺪِﻟﺍﻮْﻟﺍﻭ

ِﻩِﺪَﻟﻮِﺑ ﻪَﻟ ﺩﻮُﻟﻮﻣ ﻻﻭ ﺎﻫِﺪَﻟﻮِﺑ ﺓﺪِﻟﺍﻭ ّﺭﺎَﻀُﺗ ﻻ ﺎﻬﻌﺳﻭ ﻻِﺇ ﺲْﻔَ� ﻒَّﻠَﻜُﺗ ﻻ ِﻑﻭﺮﻌﻤْﻟﺎِﺑ ّﻦﻬُﺗﻮﺴِﻛﻭ

ﻢُﺗﺩﺭَﺃ ﻥِﺇﻭ ﺎﻤِﻬﻴَﻠﻋ ﺡﺎﻨﺟ ﻼَﻓ ٍﺭﻭﺎﺸَﺗﻭ ﺎﻤﻬﻨِﻣ ٍﺽﺍﺮَﺗ ﻦﻋ ﻻﺎﺼِﻓ ﺍﺩﺍﺭَﺃ ﻥِﺈَﻓ ﻚِﻟَﺫ ُﻞْﺜِﻣ ِﺙِﺭﺍﻮْﻟﺍ ﻰَﻠﻋﻭ

ﻪَّﻠﻟﺍ ﺍﻮُﻘَّﺗﺍﻭ ِﻑﻭﺮﻌﻤْﻟﺎِﺑ ﻢُﺘﻴَﺗﺁ ﺎﻣ ﻢُﺘﻤَّﻠﺳ ﺍَﺫِﺇ ﻢُﻜﻴَﻠﻋ ﺡﺎﻨﺟ ﻼَﻓ ﻢُﻛﺩﻻﻭَﺃ ﺍﻮﻌِﺿﺮَﺘﺴَﺗ ﻥَﺃ

  ﲑِﺼﺑ ﻥﻮُﻠﻤﻌَﺗ ﺎﻤِﺑ ﻪَّﻠﻟﺍ ّﻥَﺃ ﺍﻮﻤَﻠﻋﺍﻭ

  Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.

H. Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan pendekatan sosiologis. Pendekatan normatif yaitu cara mendekati masalah yang sedang diteliti apakah sesuatu itu baik/buruk, benar/salah berdasarkan norma yang berlaku (Sumitro, 1990:54).

  Pendekatan sosiologis adalah melakukan penyelidikan dengan cara melihat fenomena masyarakat atau peristiwa sosial, politik dan budaya untuk memahami hukum yang berlaku di masyarakat. (Soekanto,1988:4-5)

  Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian (field research) yaitu suatu penelitian yang terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang dibahas (Erna W. Muchtar, 2000:79). Tujuannya untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku dan tindakan (Moleong, 2007:6)

  2. Subjek Penelitian Untuk memperoleh gambaran yang jelas dari proses penelitian penulis menggunakan subyek penelitian berupa responden (Arikunto,

  1997:115). Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah narapidana lembaga pemasyarakatan kelas IIA Beteng Ambarawa. Yang akan diteliti adalah narapidana yang posisinya sebagai kepala keluarga telah menjalankan pidana 3 tahun lebih.

  3. Pengumpulan Data a.

  Observasi Yaitu metode pengumpulan data dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara langsung dengan sistematis terhadap fenomena- fenomena yang diselidiki (Arikunto, 1987:128). Dalam observasi penelitian ini dengan terjun langsung ke lapangan yang akan diteliti.

  Yaitu datang langsung ke lembaga pemasyarakatan kelas IIA Beteng Ambarawa.

  b.

  Wawancara Wawancara ini digunakan untuk menperoleh beberapa jenis data dengan teknik komunikasi secara langsung (Surakhmad, 1990:174).

  Wawancara ini dilakukan dengan acuan catatan-catatan mengenai pokok masalah yang akan ditanyakan. Sasaran wawancara adalah Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Beteng Ambawara. Untuk mendapatkan data mengenai realita pemenuhan nafkah keluarga peneliti akan mewawancari beberapa narapidana. c.

  Dokumentasi Mencari data mengenai beberapa hal baik yang berupa catatan, data monografi lembaga pemasyarakatan kelas IIA Beteng Ambarawa, jumlah narapidan dan lain sebagainya. Metode ini digunakan sebagai salah satu pelengkap dalam memperoleh data.

  d.

  Studi pustaka Yaitu penelitian yang mencari data dari bahan-bahan tertulis, berupa: catatan, buku- buku, surat kabar, makalah, dan sebagainya (Amirin, 1990:135).

4. Analisis Data

  Berdasarkan pada tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka dimulai dengan menelaah seluruh data yang sudah tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, dokumentasi dan data yang diperoleh dari pustaka dengan mengadakan reduksi data, yaitu data-data yang diperoleh dari kepustakaan yang dirangkum dengan memilih hal-hal yang pokok serta disusun lebih sistematis sehingga mudah dipahami, maka dalam hal ini penulis menggunakan analisa data sebagai berikut: a.

  Deduktif Apa saja yang dipandang benar pada semua peristiwa dalam suatu kelas antar jenis, berlaku juga untuk semua peristiwa yang termasuk dalam kelas/jenis itu. Dalam arti apa yang berlaku pada suatu yang bersifat umum berlaku juga pada sesuatu yang sejenis (Hadi, 1991:42).

  b.

  Komparatif

  Yaitu cara pembahasan dengan mengadakan analisis perbandingan antara beberapa pendapat, kemudian diambil suatu pengertian/kesimpulan yang memiliki faktor-faktor yang ada hubungannya dengan situasi yang diselidiki dan dibandingkan antara suatu faktor dengan faktor yang lain (Surachmad, 1978:135).

  c.

  Kualitatif Penelitian yang tidak mengadakan perhitungan (Moleong, 2002:45).

  Dalam melaksanakan analisa, peneliti bergerak di antara tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan yang aktifitasnya berbentuk interaksi dengan proses siklus.

5. Sumber Data

  Sumber data dalam penulisan skripsi ini terbagi menjadi 2 yakni: a. Sumber data primer

  Sumber data primer yang dipakai dalam penulisan ini adalah penjelasan yang didapat dari wawancara terhadap narapidana, keluarga narapidana serta petugas yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan.

  b.

  Sumber data sekunder Yakni bahan pustaka yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, antara lain rancangan undang-undang, hasil penelitian, putusan pengadilan dll (Soekanto & Namudji, 1985:13).

  Data-data sekunder yang digunakan dalam skripsi ini adalah UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sebagai undang- undang yang mengatur mengenai aturan di Lembaga Pemasyarakatan.

  6. Pengecekan Keabsahan Data Setelah terkumpulnya data-data yang telah diperoleh dari buku dan dokumen maupun data dari lapangan, maka peneliti melakukan pengecekan data yaitu dengan cara mengadakan perbandingan antara buku dengan buku, buku dengan wawancara atau sebaliknya maupun wawancara dengan wawancara. Tujuannya ialah untuk mendapatkan kevalidan data dan meminimalkan resiko kekeliruan.

  7. Tahap-Tahap Penelitian Sebelum penelitian dilakukan penulis mencari tema yang hendak diteliti dan mengumpulkan data-data berupa dokumen yang diperlukan untuk dipelajari. Kemudian mengembangkannya menjadi suatu permasalahan yang menarik untuk diteliti. Dengan bermodalkan data yang ada, dilanjutkan dengan observasi dan wawancara di lapangan yang bertujuan mensinkronkan data yang ada dengan fakta yang terjadi di lapangan. Setelah data dokumen dan data lapangan terkumpul maka dilanjutkan dengan penyusunan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk menjadi sebuah karya tulis/skripsi.

I. Sistematika Penulisan

  Untuk mempermudah proses pembahasan dan pencapaian ide, maka penulis merangkai pembahasan dan sistematika dalam lima bab sebagai berikut:

  Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian, sistematika penulisan.

  Bab II Gambaran Umum Tentang Nafkah, berupa pengertian nafkah keluarga dalam Islam, hak dan kewajiban memberi nafkah keluarga dalam Islam, fenomena tanggungjawab nafkah keluarga pada zaman modern.

  Bab III Data Hasil Penelitian, berisi tentang gambaran umum lembaga pemasyarakatan kelas IIA Beteng Ambarawa, data-data narapidana, cara-cara pemenuhan nafkah suami kepada istri, faktor-faktor pendukung dan penghambat pemenuhan nafkah dan p solusi bagi keluarga narapidana yang kesulitan ekonomi setelah ditinggal oleh suami.

  Bab IV Analisis Data, berisi tentang cara-cara pemenuhan nafkah suami kepada istri, faktor-faktor pendukung dan penghambat pemenuhan nafkah, solusi bagi keluarga narapidana yang kesulitan ekonomi setelah ditinggal oleh suami.

  Bab V Penutup, berisi kesimpulan dari uraian-uraian yang telah dibahas, saran-saran.

  

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG NAFKAH A. Pengertian Nafkah Keluarga Dalam Islam. Nafkah keluarga terdiri dari dua suku kata “nafkah” dan “keluarga” ,

  nafkah berarti belanja untuk memelihara kehidupan, rezeki; makanan sehari hari, uang belanja yang diberikan kepada istri. Sedangkan keluarga berarti sanak saudara; kaum kerabat, sanak saudara yang bertalian oleh perkawinan, orang seisi rumah; anak dan istri. Jadi yang dimaksud dengan nafkah keluarga adalah membelanjakan atau mempergunakan (uang) untuk keperluan hidupnya atau keperluan lain lain dalam keluarganya (Poerwadarminto, 1985).

  Nafkah dari segi etimologi berasal dari bahasa arab yaitu al-Infaq yang berarti pengeluaran ( ) (Yahya bin Syarf bin Marw al-Nawawiy, 1408

  ﺝﺍﺮﺧﻹﺍ

  H:288), ada juga yang mengatakan bahwa ia berasal dari akar kata al-nufuq yang berarti hancur ( ) (Qasim, 1406 H:168). Kata infaq ini tidak dipakai

  ﻙﻼﳍﺍ

  kecuali dalam hal kebaikan. Ibn Bakar (tth:188) menjelaskan bahwa nafkah yang dimaksud di sini bukanlah berasal dari akar kata al-nufuq, nafaq atau

  nifaq . Akan tetap ia merupakan nama bagi sesuatu yang dinafkahkan

  seseorang terhadap keluarganya. Sedangkan menurut terminologi nafkah adalah segala bentuk perbelanjaan manusia terhadap dirinya dan keluarganya dari makanan, pakaian, dan tempat tinggal.

  Perbincangan mengenai hak ataupun kewajiban yang bersifat materi, seperti nafkah dibahas dalam fiqh sebagai bagian dari kajian fiqh keluarga (al-ahwal al-syakhshiyah). Secara etimologi, nafkah berasal dari bahasa Arab

  • Arab-Indonesia, secara etimologi kata nafkah diartikan dengan “pembelanjaan”. Dalam tata bahasa Indonesia kata nafkah secara resmi sudah dipakai dengan arti pengeluaran. Syamsuddin Muhammad ibn Muhammad al- Khatib al-Syarbaini membatasi pengertian nafkah dengan sesuatu yang dikeluarkan dan tidak dipergunakan kecuali untuk sesuatu yang baik.
  • yakni dari suku kata anfaqa-yunfiqu-infaqan ( ). Dalam kamus

  ﺎﻗﺎﻔ�ﺍ ﻖﻔﻨﻳ ﻖﻔ�ﺍ

  Secara terminologi, nafkah diartikan secara beragam oleh para ulama fiqh, misalnya Badruddin al-Aini mendefinisikan nafkah ibarat dari

  mengalirnya atas sesuatu dengan apa yang mengekalkannya . Dalam kitab-