KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK ANAK TERHADAP ORANG TUA DALAM AL-QUR’AN SURAT AL ISRA 23-25 SKRIPSI

  

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK

ANAK TERHADAP ORANG TUA DALAM AL- QUR’AN

  

SURAT AL ISRA 23-25

SKRIPSI

Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

  

Disusun Oleh :

FATKHUL MANAN JAZULI

111 10 130

  

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2015

  

MOTTO

Dan orang mukmin yang paling sempurna imannya

adalah mereka yang paling baik akhlaknya

  

(Hr.Ahmad)

  

PERSEMBAHAN

  Skripsi ini saya persembahkan untuk : 1.

  Kedua orang tuaku tercinta,

  yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, mendidik dari kecil sampai sekarang, dan doa restunya yang tak pernah putus serta nasihat-nasihatnya.

  2. Adikku tercinta Istighfaroh Tsaniah, terimakasih atas dukungan dan selalu mendo‟akan.

  3. Kepada Bapak Muh.Hafidz, selaku pembimbing skripsi.

  4. Sahabat-sahabatku tercinta, Fadholi, Suryo, Ina, Anad, Ahkam, Cahyo, Aan, Ismi terimakasih atas motivasi dan kebersamaan kita selama ini karena kalian telah mengajarkan makna indahnya sebuah persahabatan.

  5. Teman-teman seperjuangan PAI D, PPL dan KKN angkatan 2010, terimakasih atas kebersamaan kita selama ini.

KATA PENGANTAR

  Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan segala sifat kesempurnaan-Nya. Dzat yang mengatur segala apa yanga ada di dunia dengan kekuasaan-Nya, Dzat yang telah menetapkan antara yang hak dan bathil, Dzat yang telah menganugerahkan kepada manusia akal berfikir dan memahami tanda-tanda kekuasaan-Nya. Dialah Allah yang tak pernah lepas pengawasannya terhadap apa yang dilakukan manusia dan kepada-Nya lah kita mempertanggungjawabkan tiap apa yang kita kerjakan.

  Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, untuk keluarga serta para sahabat beliau yang senantiasa

  

istiqamah dalam perjuangan Islam. Semoga kita menjadi hamba-hamba pilihan

laksana mereka.

  Alhamdulillah proses perjuangan dalam penyusunan skripsi ini dengan segala pengorbanan dan rintangan lahir batin telah dapat penulis lalui. Tak ada penggambaran lain yang dapat penulis utarakan selain ucapan syukur yang tiada tara pada Allah SWT karena hanya atas ridha dan pertolongan-Nya penulis dapat melalui semua ini.Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dandukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada : 1.

  Bapak Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd.

2. Kepala Jurusan Tarbiyah Pendidikan Agama Islam Ibu Siti Ruhayati 3.

  Dosen pembimbing Bapak Muh.Hafidz, M.Ag. atas bimbingan, arahan dan motivasi yang diberikan.

  4. Kedua orang tuaku tercinta yang telah mencurahkan pengorbanan dan do‟a restu yang tiada henti bagi keberhasilan studi penulis.

  5. Adikku tercinta Istghfaroh Tsaniah yang telah mencurahkan do‟a dan motivasi dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

  6. Sahabat-sahabat tercinta,Fadholi, Suryo, Ina, Anad, Ahkam, Cahyo, Aan, Ismi terimakasih atas indahnya kebersamaan kita selama ini, kalian telah mengajarkan arti sebuah persahabatan yang tidak akan pernah berakhir, Amiin.

  7. Teman-teman seperjuangan PAI D, PPL dan KKN angkatan 2010, terimakasih atas kebersamaan kita selama ini.

  8. Semua pihak yang ikut serta memberikan bantuan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

  Akhirnya penulis hanya bisa berdo‟a, semoga amal dan kebaikan semua pihak dapat diterima dan dicatat oleh Alloh sebagai amal sholeh dan mendapatkan balasan sebaik-baiknya.

  Tidak ada sesuatu yang sempurna didunia ini melainkan Ia yang Maha Sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kepada semua pihak untuk memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini. Dan penulis berharap semoga tulisa ini mempunyai nilai guna dan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umunya.

  Salatiga, April 2015 Penulis

  

ABSTRAK

  Jazuli, Fatkhul Manan. 2015. Konsep Pendidikan Akhlak Anak Terhadap Orang Tua Dalam Al- Qur‟an Surat Al Isra 23-25. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program studi pendidikan agama islam. Institut agama islam negeri salatiga. Pembimbing: Muh Khafid, M. Ag.

  Kata Kunci : Pendidikan Akhlaq, Pendidikan Islam.

  Skripsi ini membahas nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S Al- Isra‟ Ayat 23-25 dan aktualisasinya dalam dunia modern.

  Kajiannya dilatarbelakangi oleh minimnya pendidikan aqidah (Mengesakan Allah) dan berbuat baik kepada kedua orang tua (birrul

  walidaini ). Studi ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan:(1)

  Apa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S. Al- Isra‟ ayat 23-

  25? (2) Bagaimanakah aktualisasi nilai-nilai pendidikan agama berdasarkan Q.S Al- Isra‟ ayat 23-25 dalam dunia modern? Permasalahan tersebut dibahas melalui kitab suci Al-Quran yang menjadi pedoman hidup orang Islam. Selain itu, sumber data penulisan ini juga diambil dari buku-buku atau bahan bacaan yang relevan dengan pembahasan masalah dalam penulisan skripsi ini. Sumber data penelitian ini penulis bedakan menjadi dua kelompok, yang pertama adalah sumber primer yang berasal dari Al-Quran dan yang kedua adalah sumber sekunder yang berasal dari data yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang masih berkaitan dengan masalah penelitian seperti: Tafsir klasik dan tafsir kontemporer.

  Kajian ini menunjukkan bahwa: (1) Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S Al- Isra‟ ayat 23-25 yaitu pertama, pendidikan akidah yakni Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk mengesakan-

  Nya dalam ibadah dan dalam penyembahan serta melarang mereka menyekutukan Allah dengan apa pun atau siapa pun. Oleh sebab itu, yang berhak mendapat penghormatan tertinggi hanyalah yang menciptakan alam dan semua isinya yaitu Allah SWT.kedua, Pendidikan

  birrul walidaini yakni sesudah Allah memerintahkan supaya jangan

  menyembah selain Dia lalu Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar mereka benar-benar memperhatikan urusan kebaktian kepada kedua ibu bapak dan tidak menganggapnya sebagai urusan yang remeh, dengan menjelaskan bahwa Tuhanlah yang lebih mengetahui apa yang tergetar dalam hati mereka. (2) aktualisasinilai-nilai pendidikan berdasarkan Q.S Al-

  Isra‟ ayat 23-25 dalam dunia modern yaitu pertama, pendidikan akidah di sekolahan hendaknya mengajarkan kepada peserta didik bertauhid meng-Esakan Allah bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah selain Allah Tuhan Yang Maha Esa.

  

DAFTAR ISI

  JUDUL......................................................................................................................i PERTANYAAN KEASLIAN SKRIPSI.................................................................ii PERSETUJUAN PEMBIMBING..........................................................................iii PENGESAHAN KELULUSAN.............................................................................iv MOTTO....................................................................................................................v PERSEMBAHAN..................................................................................................vi KATA PENGANTAR...........................................................................................vii ABSTRAK..............................................................................................................ix DAFTAR ISI...........................................................................................................x

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah........................................................................1 B. Fokus Penelitian....................................................................................3 C. Tujuan Penelitian...................................................................................3 D. Manfaat Penelitian.................................................................................3 E. Kajian Pustaka.......................................................................................4 F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian.....................................................5 2. Metode Analisis Data.....................................................................7 G. Sistematika Pembahasan.....................................................................7

  BAB II DESKRIPSI SURAT AL ISRA 23-25 A. Surat Al Isra dan Terjemahan................................................................9 1. Redaksi Ayat dan Terjemahan..........................................................9 2. Munasabah......................................................................................10 3. Asbabun Nuzul...............................................................................12 B. Pendapat Mufassir Klasik Tentang Penafsiran Surat Al Isra 23-25....15 C. Pendapat Mufassir Kontemporer Tentang Penafsiran Surat Al Isra 23- 25.........................................................................................................21

  BAB III NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM SURAT AL ISRA 23-25 A. Pendidikan Tauhid...............................................................................27 1. KeEsaan Zat....................................................................................30 2. KeEsaan Sifat..................................................................................30 3. KeEsaan Perbuatan.........................................................................31 4. KeEsaan dalam Beribadah KepadaNya..........................................31 B. Pendidikan Birrul Walidaini................................................................34 BAB IV INTEGRASI AKHLAK DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Penguatan Akidah Peserta Didik.........................................................46 B. Penanaman Nilai Birrul Walidaini......................................................60 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan..........................................................................................67 B. Saran....................................................................................................69 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENULIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Quran merupakan kalam Allah yang

  mu‟jiz, yang diturunkan

  kepada Nabi dan Rasul terakhir (Muhammad SAW) melalui perantara malaikat Jibril ditulis dalam lembaran-lembaran (mashahif) sampai kepada umat manusia secara mutawatir dan membacanya termasuk ibadah, diawali dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat al-Nas(As Shabuny,1985 : 8). Al-Quran juga sebagai sumber utama ajaran agama Islam. Di dalamnya mencakup ajaran tentang

  I‟tiqad (keyakinan), akhlak (etika), sejarah, serta amaliyah (tindakan praktis) (Naim, 2009 : 56).

  Al- Qur‟an merupakan lukisan atau gambaran fitrah manusia, dan

  Rasulullah merupakan idealisasi dari fitrah manusia seperti yang tertulis dalam hadits yang menyatakan : Kaana khuluquhu Al-Quran (Hadits shahih) “Akhlak Muhammad adalah Al-Quran itu sendiri. Juga ditulis dalam ayat Al Qur‟an : Wa innaka la‟alaa khuluqin „azhiim. “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar- benar berbudi pekerti yang agung”(Q.S Al-Qalam, 68 ayat 4) (Sangkan, 2006 : 13).

  Al-Quran merupakan peraturan bagi umat sekaligus sebagai way of

  life nya yang kekal hingga akhir masa. Oleh karena itu, kewajiban umat Islam

  adalah memberikan perhatian yang besar terhadap Al-Quran baik dengan cara membacanya,menghafalkan atau mempelajarinya. Dalam Al-Quran tidak terdapat sedikitpun kebatilan dan kebenarannya terpelihara serta dijamin keasliannya oleh Allah SWT sampai hari kiamat (As Siraji, 2010 : 16). Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hijr ayat 9 berikut:

  ٩ ًَى بَىْىَّصَو هْذَو َنُ ظِفبَذَى َسْمِّرىا بَّوِإََ بَّوِإ

  Artinya

  : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar- benar memeliharanya” (Departemen Agama RI, 2008 : 515).

  Al-Quran diturunkan kepada umat manusia sebagai petunjuk (hudan) dan pedoman bagi manusia dalam menata perjalanan hidupnya di dunia sampai akhirat. Al-Quran sebagai petunjuk tidak akan bermanfaat sebagaimana mestinya, jika tidak dibaca, dipahami maknanya (kognitif), dihayati kandungannya (afektif), dan kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari (psikomotor) (Al-Qattan, Terj. Mudzakir, 2007 : 19). Al Quran bukanlah merupakan kitab undang-undang dan lebih lagi bukan buku sains dan teknologi.

  Menurut Fazlur Rahman bahwa tujuan pokok Al-Quran adalah ajaran moral. Jika melihat kebelakang, keadaan dimana pertama kali Al-Quran diturunkan, maka akan ditemui keadaan masyarakat Makkah yang penuh dengan berbagai problem sosial. Dari yang paling kronis berupa praktek- praktek polyteisme penyembahankepada berhala-berhala, eksploitasi terhadap orang miskin-miskin, penyalahgunaandalam perdagangan, sampai pada tidak adanya tanggung jawab umum terhadap masyarakat. Merespon situasi masayarakat seperti itu, Al-Quran meletakkan ajarantauhid atau ketuhanan Yang Maha Esa, dimana setiap manusia harusbertanggungjawab kepadanya, dan pemberantasan kejahatan sosial dan ekonomi daritingkat yang paling bawah sampai ke tingkat yang paling atas (Azizy, 2007 : 45).

  Selain pelajaran mengenai aqidah, dapat juga diidentifikasi masalah lain yang menjadi pokok kandungannya, yaitu aspek akhlak yang menjelaskan tentang birrul walidain (berbuat baik pada kedua orang tua). Dimana akhlak seorang anak terhadap kedua orangtua saat-saat merekasangat membutuhkan yakni disaat kedua orang tua dalam usia lanjut. Bagaimana seorang anak berbuat baik kepeda kedua orang tua karena pada saat lanjut usiaperilaku mereka berubah seperti anak-anak dan banyak lupa. Ini termasuk bagiandari perilaku birrul walidain seorang anak terhadap kedua orang tua (Shihab, 2007 : 45).

B. Fokus Penelitian 1.

  Bagaimana pendidikan akhlak kepada anak untuk berbakti terhadap orang tua, seperti yang tergambarkan dalam Q.S al- Isra‟: 23-25? 2.

  Bagaimanakah aktualisasi pendidikan akhlak terhadap orang tua berdasarkan surat Al- Isra‟ 23-25 dalam dunia penidikan? C.

   Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui pendidikan akhlak kepada anak untuk berbakti terhadap orang tua, seperti yang tergambarkan dalam Q.S al- Isra‟: 23-25.

  2. Untuk mengetahui aktualisasi berakhlak terhadap orang tua berdasarkan surat Al- Isra‟ 23-25 dalam dunia pendidikan.

D. Manfaat Penelitian

  Adapun beberapa manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Bagi STAIN Salatiga, untuk memperkaya referensi kajian keislaman dan khazanah keilmuan bagi mahasiswa.

  2. Untuk khalayak umum, manfaat dari penelitian yang dibuat ini, bisa mempermudah untuk memahami pendidikan Islam dalam berakhlak terhadap orang tua sebagaimana tertera dalam surat Al- Isra‟ 23-25.

  3. Buah kinerja bagi peneliti sendiri, selain memberikan secarik wawasan baru dalam dunia pendidikan, peneliti juga akan lebih memahami sejauh mana interpretasi dan ekspektasi dari ayat-ayat tentang akhlak yang telah diteliti tersebut.

E. Kajian Pustaka

  Kajian pustaka merupakan unsur yang penting dalam sebuah penelitian yang akan dilakukan. Kajian pustaka disebut juga kajian literal.

  Kajian pustaka merupakan sebuah uraian tentang literatur yang relevan dengan bidang atau topik tertentu (Setyosari, 2010 : 72) Penelitian pustaka ini pada dasarnya bukan penelitian yang benar- benar baru. Sebelum ini banyak yang sudah mengkaji objek penelitian tentang nilai-nilai pendidikan. Oleh karena itu, tema karya ilmiah ini harus berbeda dengan kajian ilmiah lain yang telah dibuat sebelumnya. Adapun telaah yang digunakan pada penulisan skripsi ini ialah menggunakan prior

  research (penelitian terdahulu). Prior research yaitu penelitian terdahulu yang telah membahas nilai-nilai pendidikan.

  Namun prior research yang digunakan penulis dalam pembuatan skripsi ini,adalah nilai-nilai pendidikan yang telah dikhususkan objek kajiannya, seperti nilai-nilai pendidikan akidah dan akhlak, dan lain sebagainya. Di antara prior research yang dimaksudkan di antaranya adalah sebagai berikut :

  1. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surah al-

  A‟raf ayat 199. Dalam

  kajian ilmiah dinyatakan bahwa pola pendidikan Islami adalah pola pendidikan Qurani yang diaplikasikan oleh Rasulullah Saw. dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya melalui metode-metode pendidikan yang dicontohkan oleh beliau. Metode pendidikan Qurani adalah suatu cara atau tindakan-tindakan dalam lingkup peristiwa pendidikan yang terkandung dalam Al-Quran dan Assunnah. Jadi metode dalam pendidikan akhlak seharusnya menganut kepada pendidkan yang diajarkan oelh Rasulullah yang terkandung dalam Al-Quran dan As- sunnah (Muchtar, 2005 : 216) 2. Nilai-nilai pendidikan keimanan anak dalam al-Quran surat al Jin

  ayat 20. Di sini dinyatakan bahwa dengan bertambahnya ilmu, iman,

  sesorang akan lebih mantap, lebih kokoh, dan tindak tanduknya selalu mengingat keagungan dan kebesaran Illahi. Ilmu yang dimaksud tersebut adalah ilmu tentang alam (sunatullah) serta ilmu tentang agama Allah SWT (dinullah), sebab keduanya merupakan kebenaran yang datangnya dari Allah (Sueb, 1996 : 63)

  Dari beberapa kajian pustaka di atas, maka jelaslah bahwa tulisan skripsi yang membahas tentang nilai-nilai pendidikan dalam Q.S Al-

  Isra‟ ayat 23-25 belumlah ada yang membahasnya. Dari hal inilah, penulis akan mencoba memaparkan dan menganalisis tentang nilai-nilai pendidikan yang ada pada Q.S Al- Isra‟ ayat 23-25 dan Aktualisasinya dalam dunia modern.

F. Metode Penelitian 1.

  Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu library research, penelitian tersebut dengan mungumpulkan data-data yang berhubungan dengan objek penelitian, bahwa Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan metode library research. Dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan, baik yang primer maupun yang skunder, dicari dari sumber-sumber kepustakaan (seperti buku, majalah, artikel dan jurnal) )kuswaya, 2009: 11).

2. Pendekatan

  Untuk melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode tematik, tafsir tematik yaitu sebuah penelitian paada tema tertentu untuk dikaji. Langkah-langkah atau cara kerja metode tafsir m awdhu‟iy ini dapat dirinci sebagai berikut: a.

  Memilih atau menetapkan masalah al-Qur‟an yang akan dikaji secara mawdhu‟iy (tematik).

  b.

  Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah telah ditetapkan, ayat Makiyyah dan Madaniyyah.

  c.

  Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan menegenai latar belakang turunnya ayat atau asbab al-nuzul d.

  Memahami korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut di dalam masing- masing suratnya.

  e.

  Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna dan utuh (out line).

  f.

  Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadits, bila dipandang perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan semakin jelas.

  g.

  Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa, mengkompromikan antara pengertian „am da khash, antara muthlaq dan yang muqayyad, mengsinkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak kontradiktif, menjelaskan ayat nasikh dan mansukh, sehingga semua ayat tersebut bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya tidak tepat (Al-Farmawi, 1996: 45- 46).

3. Teknik Pengumpulan Data

  Dikarenakan metode ini menggunakan penelitian yang bersifat

  library research dalam pengumpulan data yang akan digunakan penelitian,

  maka penulis membagi sumber data menjadi dua bagian: a.

  Sumber data primer, yaitu al-Qur‟an dan hadits Nabi Saw yang berkaitan dengan berbakti kepada orang tua.

  b.

  Sumber data skunder, yaitu tafsir-tafsir al-Qur‟an yang berkaitan dengan berbakti kepada orang tua dan karya-karya para ahli yang membahas tentang segala hal yang berkaitan dengan pembahasan pokok.

4. Metode Analisis Data Analisis non-statistik sesuai untuk data deskriptif atau data textular.

  Data deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya, dan karena itu analisis macam ini juga disebut analisis isi (content analysis)(Suryabrata, 1995:85).Disini peneliti menggunakan metode content analysis dalam menguraikan makna yang terkandung dalam redaksi al-

  Qur‟an, setelah itu dari hasil interpretasi tersebut dilakukan analisa secara mendalam dan seksama guna menjawab dari rumusan masalah yang telah dipaparkan oleh penulis.

G. Sistematika Pembahasan

  Untuk mempermudah dalam pembahasan penelitian, maka penelitian ini disusun dalam lima bab, yang terdiri dari beberapa subsub bab yang masih bersifat saling keterkaitan antara satu bab dengan yang lainnya, sistematikanya disusun sebagai berikut:

  Bab pertama, dalam bab ini merupakan pendahuluan studi, memaparkan tentang latar belakang penelitian, rumusan dan tujuan penelitian.

  Selain itu juga membahas tentang manfaat penelitian yang diangkat dalam topik pembahasan, dan diteruskan dengan sistematika pembahasan yang digunakan dalam membuat penelitian ini agar lebih terstruktur dan sistematis.

  Bab kedua, merupakan kelanjutan dari bab awal yang lebih spesifik dalam sistematika penulisan, bab kedua ini mendeskripsikan tentang Q.S Al- Isra ayat 23-25 menurut para mufassir yakni menurut mufassir klasik dan mufassir kontemporer.

  Bab ketiga tentang Pendidikan Islam sebagaimana tertera dalam Q.S Al-Isra ayat 23-25. Terkait pula akan di uraikan hadits-hadits yang berkatan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ayat tersebut.

  Bab keempat, bab ini peneliti lebih memfokuskan dalam inti pembahasan tentang Integrasi Pendidikan Akhlak dalam Pendidikan Islam (Analisis Qur‟an Surat AL-Isra‟ Ayat 23-25).

  Bab kelima, merupakan bab yang terakhir ini memaparkan tentang kesimpulan atas pembahasan yang telah diuraikan dalam penelitian, diteruskan dengan penutup.

BAB II DESKRIPSI SURAT AL-ISRA 23-25 A. Surat Al-Isra dan Terjemahan 1. Redaksi Ayat dan Terjemahan

  َكَدىِع َّهَغ يۡبٌَ بَّمِإ ۚبًى َٰع ۡدِإ ِهٌَۡدِى َُٰۡىٲِبََ يبٌَِّإ ٓ َّلَِّإ ْآَ د ب ۡعَح َّلََّأ َلُّبَز ٰىَضَقََ بَم ٍَّى و قََ بَم ٌ ۡسٍَۡىَح َلَََّ ّف أ ٓبَم ٍَّى و قَح َلََف بَم ٌ َلَِم ََۡأ ٓبَم ٌ دَدَأ َسَبِنۡىٱ

  ٣٢ ِّةَّز و قََ ِتَم ۡدَّسىٱ َهِم ِّهُّرىٱ َحبَىَج بَم ٍَى ۡضِف ۡخٱََ بمٌِسَم لَّ َُۡق ٣٢

  نِإ ۚۡم نِظُ ف و ًِف بَمِب مَي ۡعَأ ۡم نُّبَّز اسٍِغَص ًِوبٍََّبَز بَمَم بَم ٍ ۡمَد ۡزٱ ٣٢ ٰىَب ۡس قۡىٱ اَذ ِثاَءََ ازُ فَغ َهٍِب َََّٰ ۡلِۡى َنبَم ۥ ًَّوِئَف َهٍِذِي َٰص ْاُ وُ نَح

  ٣٢ َّعىٱ َهۡبٱََ َهٍِن ۡعِمۡىٱََ ۥ ًَّقَد اًسٌِرۡبَح ۡزِّرَب ح َلَََّ ِوٍِب َهٌِزِّرَب مۡىٱ َّنِإ

  ٣٢ بَّمِإََ ازُ فَم ۦًِِّبَسِى هَٰطٍَّۡشىٱ َنبَمََ ِِۖهٍِطٍََّٰشىٱ َن َُٰ ۡخِإ ْآُ وبَم لَّ َُۡق ۡم ٍَّى و قَف بٌَُ ج ۡسَح َلِّبَّز هِّم تَم ۡدَز َءٓبَغِخۡبٱ م ٍۡىَع َّهَضِس ۡع ح ٣٢

  ازُ عٍَّۡم

  Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan

  menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia

  24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh

  kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil"

  25. Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu

  orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat

  26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,

  kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros

  27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya

  28. Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas (Somad, Dkk,1993 : 550-551.).

2. Munasabah

  Munasabah secara etimologi berarti kedekatan (al-muqarabah) dan kemiripan atau keserupaan (al-musyakalah). Ia juga bisa berarti hubungan atau persesuaian. Secara terminologi munasabah adalah ilmu Al-Quran yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar ayat atau surat dalam Al-Quran secara keseluruhan dan latar belakang penempatan tertib ayat dan suratnya. Menurut Shihab sebagaimana dikutip Baidan bahwa munasabahadalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam Al-Quran baik surat maupun ayat- ayatnya yang menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya(Baidan, 2010 : 184-185). Pendapat lain mengatakan bahwa munasabahmerupakan sebuah ilmu yang digunakan untuk mengetahui alasan-alasan penertiban bagian-bagian dari Al-Quran. Bahkan pendapat lain mengatakan munasabah merupakan usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan antar ayat atau surat yang dapat diterima oleh akal. Dengan demikian, ilmu ini menjelaskan aspek-aspek hubungan antara beberapa ayat atau surat Al-Quran baik sebelum maupun sesudahnya. Hubungan tersebut bisa berupa hubungan

  

am (umum) dan khas (khusus), antara yang abstrak dan yang kongkrit,

  antara sebab dan akibat, antara yang rasional dan yang irasional, atau bahkan antara dua hal yang kontradiktif.

  Adapun yang menjadi ukuran (kriteria) dalam menerangkan macam-macam munasabahini dikembalikan kepada derajat kesesuaian (tamatsul atautasyabuh) antara aspek-aspek yang dibandingkannya. Jika munasabahitu terjadi pada masalah-masalah yang satu sebabnya dan ada kaitan antara awal dan akhirnya, maka munasabahini dapat dipahami dan diterima akal. Sebaliknya, jika munasabahitu terjadi pada ayat-ayat yang berbeda sebabnya dan masalahnya tidak ada keserasian antara satu dengan lainnya, maka hal itu tidak dikatakan berhubungan (tanasub), karena sebagian ulama mengatakan:Munasabahadalah suatu urusan (masalah) yang dapat dipahami, jika ia dikemukakan terhadap akal, niscaya akal menerimanya” (Usman, 2009 : 161).

  Jadi dapat disimpulkan bahwa munasabahtermasuk hasil ijtihad mufasir, bukan tawqifi (petunjuk Nabi), buah penghayatannya terhadap kemukjizatan (

  i‟jaz) Al-Quran dan rahasia retorika (makna) yang

  dikandungnya(Supiana dan M. Karman, 2002 : 161-162.). Adapun letak persesuaian antara surat ini dengan surat an-Nahl dan sebabnya surat ini diletakkan sesudahnya adalah sebagai berikut : 1.

  Bahwa Allah SWT. pada surat An-Nahl menceritakan tentang perselisihan umat Yahudi mengenai hari Sabtu, sedang pada surat ini Allah menu njukkan Syari‟at Ahlus-Sabti (Syariat Yahudi) yang telah allah syari‟atkan dalam Taurat. Menurut riwayat yang dikeluarkan dari Ibni Jarir dan Ibnu Abbas, bahwa dia pernah mengatakan: Sesungguhnya isi Taurat seluruhnya terdapat pada lima belas ayat dari surat Bani Israil.

  2. Bahwa setelah Allah SWT. memerintahkan Nabi SAW. supaya bersabar dan menahan agar jangan bersedih dan jangan bersempit dada terhadap tipu daya orang-orang Yahudi pada surat yang lalu, maka pada surat ini Allah menyebutkan tentang kemuliaan Nabi-Nya dan keluhuran di sisi Tuhannya.

  3. Pada surat yang lalu, Allah menyebutkan beberapa nikmat yang banyak, sehingga karenanya surat itu disebut surat An- Ni‟am. Maka, di sini pun Allah menyebut beberapa nikmat khusus maupun umum.

4. Pada surat yang lalu, Allah menyebutkan bahwa lebah mengeluarkan

  dari dalam perutnya suatu minuman yang bermacam-macam dan mengandung obat bagi manusia. Maka Allah berfirman dalam surat Al-

  Isra‟ ayat 82 yaitu:

  ِم ۡؤ مۡيِّى تَم ۡدَزََ ءٓبَفِش َُ ٌ بَم ِناَء ۡس قۡىٱ َهِم هِّصَى وََ دٌِصٌَ َلَََّ َهٍِى ٢٣ ازبَعَخ َّلَِّإ َهٍِمِيَّٰظىٱ

  82. Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.

  5. Pada surat yang lalu, Allah SWT menyuruh supaya menyantuni kepada kerabat. Hal yang sama juga diperintahkan oleh Allah di samping diperintahkan pula agar memberi sesuatu kepada orang miskin dan ibnu sabil( Al-Maragi,1993 : 1-2.).

3. Asbabun Nuzul

  Menurut bahasa “Asbabun Nuzul” berarti sebab-sebab turunnya ayatayat Al-Quran. Al-Quran di turunkan Allah SWT. kepada Muhammad SAW secara berangsur-angsur dalam masa kurang lebih 23 tahun. Al-Quran diturunkan untuk memperbaiki akidah, akhlak, ibadah dan pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Sebab turunnya ayat atau asbabunnuzul (sebab-sebab turunnya ayat) di sini dimaksudkan sebab-sebab yang secara khusus berkaitan dengan turunnya ayat-ayat tertentu.

  Berdasarkan rumusan di atas bahwa sebab turun suatu ayat adakalanya berbentuk peristiwa dan adakalanya berbentuk pertanyaan.

  Suatu ayat atau beberapa ayat turun untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu atau memberi jawaban terhadap pertanyaan tertentu (Syadali dan Rofi‟i, 2000: 89-90). Surat ini mempunyai beberapa nama, antara lain yang paling populer adalah surat Al-

  Isra‟ dan surat Bani Isra‟il. Surat ini dinamakan al-Isra‟ karena awal ayat ini berbicara tentang Al- Isra‟ yang merupakan uraian yang tidak ditemukan secara tersurat selain pada surat ini. Demikian juga dengan nama Bani Isra‟il, karena hanya di sini diuraikan tentang pembinaan dan penghancuran Bani Isra‟il. Surat juga dinamakan dengan surat subhana karena awal ayatnya dimulai dengan kata tersebut. Nama yang populer bagi kumpulan ayat ini pada masa Nabi SAW. adalah surat Bani Isra‟il. Pakar hadits at-Tirmidzi meriwayatkan melalui Aisyah ra., istri Nabi bahwa Nabi SAW tidak akan tidur sebelum membaca surat Az- Zumar dan Bani Isra‟il.

  Surat ini menurut mayoritas ulama turun sebelum Nabi SAW berhijrah ke Madinah, dengan demikian ia merupakan salah satu surat

  makiyyah (Shihab, 2002: 401). Surat Al-

  Isra‟ di turunkan di kota Makkah, setelah turunnya surat Al-Qashas. Dalam urutan yang ada di dalam Al-Quran, surat Al- Isra‟ berada setelah surat Al-Nahl dan memiliki 111 ayat (Khalid, 2009: 339). Ada yang mengecualikan dua ayat, yaitu ayat 73 dan 74, dan ada yang menambahkan juga ayat 60 dan ayat 80. Masih ada pendapat lain menyangkut pengecualian- pengecualian beberapa ayat Makiyyah. Pengecualian itu disebabkan karena ayat-ayat yang dimaksud dipahami sebagai ayat yang membicarakan tentang keadaan yang diduga terjadi pada periode Madinah, namun pemahaman tersebut tidak harus demikian. Karena itu penulis cenderung mendukung pendapat ulama yang menjadikan seluruh ayat surat ini Makiyyah.

  Memang peristiwa hijrah terjadi tidak lama setelah peristiwa Isra‟ dan Mi‟raj Nabi SAW, yakni sekitar setahun lima bulan dan ini berarti turunnya surat ini pada tahun XII kenabian, di mana jumlah kaum muslimin ketika saat itu relatif banyak, walau harus diakui bahwa dibukanya surat ini dengan uraian tentang peristiwa Isra‟, belum tentu ia langsung turun sesudah peristiwa itu. Bisa saja ada ayat-ayat yang turun sebelumnya dan ada juga yang turun sesudahnya (Shihab,: 401- 402).

  Imam Al- Biqa‟i berpendapat bahwa tema utama surat ini adalah ajakan menuju ke hadirat Allah SWT., dan meninggalkan selain-Nya, karena hanya Allah pemilik rincian segala sesuatudan Dia juga yang mengutamakan sesuatu atas lainnya. Itulah yang dinamakan taqwa yang batas minimalnya adalah pengakuan Tauhid/Keesaan Allah SWT. Yang juga menjadi pembuka surat yang lalu (An-Nahl) dan puncaknya adalah

  ihsan yang merupakan penutup uraian surat An-Nahl. Ihsan

  mengandung makna fana‟, yakni peleburan diri kepada Allah SWT.

  Semua nama-nama surat ini mengacu pada tema itu. Namun

  subhana yang mengandung makna penyucian Allah SWT. Merupakan

  nama yang paling jelas untuk tema itu, karena siapa yang Maha Suci dari segala kekurangan, maka dia sangat wajar untuk diarahkan kepada- Nya semata-mata hanya untuk pengabdian dan berpaling dari selain- Nya. Demikian juga nama Bani Israil. Siapa yang mengetahui rincian keadaan mereka dan perjalanan mereka menuju negeri suci yaitu Bait Al-Maqdis yang mengandung makna

  isra‟, yaitu perjalanan malam,

  akan menyadari bahwa hanya Allah yang harus dituju. Dengan demikian, semua nama surat ini mengarah kepada tema utama yang disebut dengan aqidah.

  Thabathaba‟i sebagaimana dikutip Shihab berpendapat bahwa surat ini memaparkan tentang Keesaan Allah SWT dari segala macam persekutuan. Surat ini lebih menekankan sisi pensucian Allah dan sisi pujian kepada-Nya, karena itu berulang-ulang disebut di sini kata

  subhana (Maha Suci). Ini terlihat pada ayat 1, 43, 93, 108, bahkan

  penutup surat ini memuji-Nya dalam konteks bahwa Dia tidak memiliki anak, tidak juga sekutu dengan kerajaan-Nya dan Dia tidak membutuhkan penolong(Shihab, 402-403).

B. Pendapat Mufassir Klasik Tentang Penafsiran Surat Al-Isra 23-25

  Menurut bahasa kata “tafsir” diambil dari kata “fassara-

  yufassirutafsiran

  ” yang artinya adalah keterangan, penjelasan atau menerangkan dan mengungkapkan sesuatu yang tidak jelas. Tafsir Al-Quran adalah penjelasan atau keterangan-keterangan tentang firman Allah SWT. yang berhubungan dengan makna dan tujuan kandungan atau keterangan dan penjelasan tentang sesuatu kata atau kalimat yang digunakan di dalamnya (Yusuf, 2003: 79).

  Adapun pengertian tafsir secara istilah seperti yang diungkapkan oleh Syaikh Al-Jazairi adalah menjelaskan kata yang sukar dipahami oleh para pendengar sehingga berusaha mengemukakan sinonimnya atau makna yang mendekati dengan jalan mengemukakan salah satu petunjuknya (dilalahnya). Imam Al-Kilabi mengartikan tafsir adalah menjelaskan ayat- ayat Al-Quran, menerangkan maknanya dan menjelaskan tujuan yang dikehendaki oleh nash atau teks Al-Quran tersebut.

  Dari pengertian tafsir di atas dapat disimpulkan bahwa tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan, penalaran, atau pemahaman manusia dalam menyikapi nilai-nilai samawi atau nilai-nilai Ilahiyyah yang terdapat di dalam Al-Quran. Oleh karena itu, perbedaan-perbedaan dalam penafsiran Al-Quran sangat mungkin terjadi karena dipengaruhi oleh latar belakang, disiplin ilmu, metode dan corak yang digunakan oleh para penafsirnya sendiri (Yusuf, 2003.: 79-80).

  يبٌَِّإ ٓ َّلَِّإ ْآَ د ب ۡعَح َّلََّأ َلُّبَز ٰىَضَقََ Maksud dari potongan ayat di atas adalah Tuhanmu memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia, karena ibadah adalah puncak pengagungan yang tidak patut dilakukan kecuali terhadap Tuhan yang dari padanyalah keluar kenikmatan dan anugerah atas hamba-hamba-Nya, dan tidak ada yang dapat memberi nikmat kecuali Dia(Al-Maraghiy,: 58.).

  Dalam tafsir Imam Qurthubi dinyatakan bahwa kata Qodhoo itu artinya memerintahkan (amara), mengharuskan (alzama), dan mewajibkan (awjaba

  ). Ibnu Abbas, Hasan, dan Qatadah berkata: “Qodhoo di sini bukanlah qodhoo yang berarti memutuskan suatu perkara (

  qodho‟uhukmin),

  melainkan qodhoo yang berarti memerintahkan suatu perkara (qodho

  amri

  )”(Al-Fahham, 2006: 133). Kata ”qodhoo” Maksudnya memerintahkan, semua perintah mengandung konsekuensi hukum wajib (Ya‟kubi dan Shadik,; 18). Menurut Imam Nawawi dalam kitab Murohu Lubaid tafsir an- Nawawi perintah di sini adalah perintah yang mewajibkan(An-Nawawi, 2009: 476.). Menurut Ibn Abbas, Hasan dan Qatadah, Allah telah memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya dan mentauhidkan (mengesakan) Dzatnya. Selanjutnya Allah telah menjadikan perbuatan berbakti kepada kedua orangtua sebagai kewajiban yang berkaitan dengan hal itu, sebagaimana Dia juga mengaitkan antara syukur (berterima kasih) kepada orang tua dengan syukur kepada-Nya(Al-Fahham,: 133-134).

  ۚبًى َٰع ۡدِإ ِهٌَۡدِى َُٰۡىٲِبََ

  Maksud dari potongan ayat di atas adalah agar kamu berbuat baik dan kebajikan terhadap orang tua, supaya Allah telah menyertai kamu(Al- Maraghiy,:58). Yang dimaksud dengan kata “ihsan” atau berbuat baik dalam ayat tersebut adalah berbakti kepada keduanya yang bertujuan untuk mengingat kebaikan orang tua karena sesungguhnya dengan adanya orang tua seorang anak itu ada dan Allah menguatkan hak-hak orang tua dengan memposisikan di bawah kedudukan setelah beribadah kepada Allah yakni mengtauhidkan Allah(Al-Ansari, 375.). Allah mengurutkan kedua amal tersebut dengan menggunakan lafazh tsumma yang memberikan pengertian “tertib” atau “teratur”. Dalam tafsir Al-Munir karya Wahban Az-Zuhaili dijelaskan bahwa Allah sering mengaitkan antara perintah untuk beribadah kepadanya dengan perintah untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua dengan cara memperlakukan mereka berdua dengan perlakuan yang baik dan sempurna. Hal itu disebabkan karena kedudukan mereka berdua di bawah kedudukan Allah. Yang merupakan sebab hakiki (yang sesungguhnya) dari keberadaan manusia (di muka bumi). Adapun mereka berdua (keduanya) hanyalah merupakan sebab zhahiri (yang nampak) dari keberadaan anak-anak, di mana mereka berdua akan mendidik mereka dalam suasana yang penuh dengan cinta, kelembutan, kasih sayang, dan sikap mengutamakan anak dari pada diri mereka berdua.

  Oleh karena itu, di antara sikap yang menunjukkan kesetiaan dan

  

muru‟ah seorang anak adalah membalas kebaikan mereka berdua itu, baik

  dengan cara memperlihatkan perilaku yang baik dan akhlak yang disenangi maupun dengan memberikan bantuan berupa materi jika mereka berdua memang membutuhkannya dan jika sang anak memang mampu melakukan hal tersebut (Al-Fahham,: 135).

  َلَََّ ف أ ٓبَم ٍَّى و قَح َلََف بَم ٌ َلَِم ََۡأ ٓبَم ٌ دَدَأ َسَبِنۡىٱ َكَدىِع َّهَغ يۡبٌَ بَّم ِإ بَم ٌ ۡسٍَۡىَح

  Maksud dari potongan ayat di atas adalah apabila kedua orang tua atau salah seorang di antaranya berada di sisimu hingga mencapai keadaan lemah, tidak berdaya dan tetap berada di sisi mereka berdua pada awal umurmu, maka kamu wajib belas kasih dan sayang terhadap keduanya.

  Kamu harus memperlakukan kepada keduanya sebagaimana orang yang bersyukur terhadap orang yang telah memberi karunia kepadanya. Ibnu Jarir dan Ibnu Munzir telah mengeluarkan sebuah riwayat dari Abu AI-Haddaj yang katanya: Pernah saya berka ta kepada Sa‟id bin Al-Musayyab, segala apa yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Quran mengenai birru i-walidain, saya telah tahu, kecuali firman-Nya:

  ب ًم ٌِْسَم لَّ َُۡق بَم ٍَّى و قََ

  Apa yang dimaksud perkataan yang mulia di sini? Maka, berkatalah Ibnu AI-Musayyab: yaitu seperti perkataan seorang budak yang berdosa di hadapan tuannya yang galak

  (Al-Maraghiy, : 61-62.) Menurut imam Jalalain dalam kitabnya tafsir jalalain yang dimaksud dengan perkataan yang mulia adalah perkataan yang yang baik dan sopan (jamilan layyinan),

  (Jalalain: 230.) begitu juga menurut imam Nawawi perkataan yang mulia yakni perkataan yang lembut dan baik yang bertujuan untuk menghormati

  (An-Nawawi: 476). Setelah Allah melarang melontarkan ucapan buruk dan perbuatan tercela, maka Allah SWT. menyuruh berkata-kata baik dan berbuat baik kepada keduanya (Ishaq Alu Syaikh,1994: 238).

  ِتَم ۡدَّسىٱ َهِم ِّهُّرىٱ َحبَىَج بَم ٍَى ۡضِف ۡخٱََ

  Maksud potongan ayat di atas adalah rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan adalah hendaknya seorang anak selalu menyenangkan hati kedua orang tuanya berapapun besarnya, baik itu dengan perkataan, dengan sikap dan perangai yang baik, dan jangan sekali- kali menyebabkan mereka itu murka atau benci atas putra-putrinya

  (Hasan, 2000: 86-87.). Dalam Kitab Tafsir Imam Qurthubi menjelaskan Allah SWT telah menyebutkan aspek pendidikan (yang dilakukan oleh kedua orang tua) itu secara khusus dengan maksud agar seorang hamba mau mengingat akan kasih sayang kedua orang tua kepada anaknya serta rasa letih yang telah dirasakan oleh mereka berdua dalam mendidik anaknya. Hal ini dapat menambah rasa sayang dan cinta dalam hati seorang hamba kepada orang tuanya(Al-Fahham,: 135-136).

  ٣٢ اسٍِغَص ًِوبٍََّبَز بَمَم بَم ٍ ۡمَد ۡزٱ ِّةَّز

  Maksud dari potongan ayat di atas adalah ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” adalah janganlah kamu merasa cukup dengan kasih sayangmu yang telah kamu berikan kepada mereka berdua, karena kasih sayangmu itu tidaklah kekal. Akan tetapi, hendaklah kamu berdoa kepada Allah agar dia mengasihi keduanya dengan kasihnya yang kekal, dan jadikanlah do‟a itu sebagai balasan atas kasih sayang dan pendidikan yang telah mereka berikan kepadamu saat kamu masih kecil.

  

َهٍِب َََّٰ ۡلِۡى َنبَم ۥ ًَّوِئَف َهٍِذِي َٰص ْاُ وُ نَح نِإ ۚۡم نِظُ ف و ًِف بَمِب مَي ۡعَأ ۡم نُّبَّز

٣٢ ازُ فَغ

  Maksud dari ayat di atas adalah Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu, baik berupa perasaan berbakti dan menyakiti jika kamu orangorang yang baik yakni orang-orang yang taat kepada Allah, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang orang yang bertaubat yakni orang-orang yang kembali kepada Allah dengan berbuat taat kepada- Nya (Abu Bakar, 1990: 1137).