KONSEP PENDIDIKAN INTEGRAL PERSPEKTIF MUHAMMAD NATSIR SKRIPSI

  

KONSEP PENDIDIKAN INTEGRAL

PERSPEKTIF MUHAMMAD NATSIR

SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd)

  Disusun Oleh: AGHNIAUS SHOLIKHAH

  11112233

  

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2016

  

MOTTO

  Pendidikan bukan merupakan sesuatu yang diterima, melainkan sesuatu yang didapatkan.

  

PERSEMBAHAN

  Puji syukur selalu terpanjatkan ke hadirat Allah SWT beserta Sholawat dan salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada rasullah SAW, ku persembahkan skripsi ini

  Untuk: 1. Orang tuaku tercinta dan terkasih Bapak Dawam S. Ag dan Ibu Sri

  Asriyah yang telah membesarkan, mendidik dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan tanpa letih maupun pamrih baik secara lahir maupun batin dengan iringan doa restu demi kesuksesan putrinya. Terima kasih atas cinta dan kaish sayang yang telah diberikan selama ini, juga setiap dukungan moral maupun spiritual yang tulus diberikan, semoga selalu dalam limpahan kasih syang Allah SWT dunia dan akhirat.

  2. Suamiku tersayang Muhammad Abdurrofiq dan anakku Ahmad Afwan Atma Purnama yang selalu memberi semangat dan dukungan.

  3. Kakak-kakakku tersayang Muhammad Nur Roisul Khasan dan Widodo Abdurrohamn yang telah memberikan semangat dan telah membantu saya.

  4. Keluarga besarku terimakasih atas doa dan motivasi yang selalu diberikan.

  5. Bapak Prof. Dr. Mansur. M. Ag selaku pembimbing yang selalu sabar membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini.

  6. Seluruh Bapak Ibu dosen yang telah bersedia memberikan ilmu dan terima kasih atas dorongan dan motivasinya.

  7. Sahabat-sahabatku Evi Khusnul Khulluq dan Lina Wati Retno Wulan yang selalu menemani dan memberi semangat, serta sahabatku Miftah yang telah membnatu dan memberi semangat dari awal pengerjaan skrispi ini. Terima ksaih persahabatan kalian.

  8. Kawan-kawan seperjuangan PAI angkatan 2012 terutama PAI G yang selalu menemani dan memberi kegembiraan, motivasi, serta semangat tanpa kenal lelah.

9. Para pembaca yang budiman

  KATA PENGANTAR

  Bismillahirrahmanirrahim

  Alhamdulillahi rabbil‟alamin penulis mengucapkan sebagai rasa sykur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang tak terhitung dan rahmat-Nya yang tiada henti. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Konsep Pendidikan Integral Perspektif Muhammad Natsir”.

  Skripdi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (SP.I) di Institut Agama Isalm Negeri (IAIN) Salatiga.

  Penulisan skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

  Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

  1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd, selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

  2. Bapak Suwardi, S. Pd.,M. Pd, selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.

  3.

  4. Bapak Prof. Dr. Mansur, M. Ag, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  5. Ibu Dra. Hj. Maryatin selaku Dosen Pembimbing Akademik

  

ABSTRAK

  Sholikhah, Aghniaus. 2016. Konsep Pendidikan Integral Perspektif Muhammad Natsir. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Prof. Dr.

  Mansur, M. Ag.

  Penelitian yang berjudul konsep pendidikan Muhammad Natsir, bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsep pendidkan integral yang diterapkan Muhammad Natsir di Indonesia ini.

  Peneliti menggunakan beberapa metode antara lain: content, historis dan deskriptif. Adapun jenis penelitiannya menggunakan penelitian literatur dengan melalui data primer dan data sekunder.

  Hasil penelitian yang diperoleh adalah pemikiran Muhammad Natsir tentang pendidkan integral adalah model pendidkan yang memadukan antara pendidikan umum dan pendidikan agama, kesinambungan ini dibuktikan dengan tidak mempertentangkan antara barat dan timur. Islam hanya mengenal antogonisme antara hak dan bathil. Semua yang hak diterima, biar pun datangnya dari barat, semua iyang bathil akan disingkirkan walaupun datangnya dari timur. Dengan pendidkan integral tercipta anak didik yang mementingkan ruhani dan jasmani.

  Untuk mengimplementasikan pendidkan integral Muhammad Natisr kurikulum yang dipakai adalah kurikulum nasional dan kurikulum agama. Serta melaksanakan keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi, keseimbangan antara jasmani dan ruhani. Pada sekolah umum harus memasukkan pendidikan agama Islam secara seimbang. Begitu pula dengan pesantren juga harus memasukkan pendidikan umum secara seimbang pula.

  Konsep pendidkan integral Muhammad Natsir ini merupakan ide untuk pembaharuan pendidikan Islam, yang sekarang semakin banyak kaum sekuler untuk memisahkan agama dari kehidupan. Pada dasarnya PAI saat ini masih didiskriminasikan dlama pendidkan Nasional. Sehingga peran PAI tidak terlalu nampak dampaknya kepada anak didik. Oleh karena itu pendidkan integral Muhammad Natsir ini dilakukan. Dengan berlandaskan tauhid.

  DAFTAR ISI SAMPUL JUDUL..............................................................................

  ……. i LEMBAR BERLOGO................................................................................ ii JUDUL......................................................................................................... iii PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................... iv PENGESAHAN KELULUSAN................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................... vi MOTTO......................................................................................................... vii PERSEMBAHAN.......................................................................................... viii KATA PENGANTAR................................................................................... x ABSTRAK..................................................................................................... xii DAFTAR ISI................................................................................................ xiii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.......................................................1 B. Rumusan Masalah................................................................ 6 C. Tujuan Penelitian.................................................................. 6 D. Manfaat Penelitian................................................................ 6 E. Penegasan Istilah...................................................................7 F. Metode Penelitian.................................................................7 1. Pendekatan Penelitian.....................................................7 2. Analisa Data....................................................................8

  3. Metode Pengumpulan Data..........................................8 G. Sistematika Pembahasan....................................................10

  BAB II KAJIAN TEORI A. Biografi Muhammad Natsir..............................................12 B. Riwayat Pendidikan M.Natsir..........................................15 C. Karya Ilmiah M. Natsir.....................................................20 D. Perjuangan Muhammad Natsir di Indonesia....................22 BAB III KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DAN PENDIDIKAN UMUM A. Pengertian Pendidikan.....................................................29 B. Konsep Pendidikan Islam................................................33 1. Pengertian Pendidikan Islam.....................................33 2. Tujuan Pendidikan Islam...........................................35 3. Kurikulum Pendidikan Islam.....................................36 C. Konsep Pendidikan Umum..............................................39 1. Pengertian Pendidikan Umum...................................39 2. Sasaran Pendidikan Umum........................................42 3. Fungsi dan Ruang Lingkup .......................................42 4. Pendidikan Integral....................................................43 BAB IV KONSEP PENDIDIKAN INTEGRAL MUHAMMAD NATSIR A. Pemikiran Muhammad Natsir tentang Pendidikan...........47 B. Konsep Pendidikan Integral.............................................54

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.........................................................................61 B. Saran...................................................................................61 DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP PENULIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Islammerupakan suatu pimpinan jasmani dan rohani

  yang menuju kesempurnaan dan perlengkapan sifat kemanusiaan dalam arti kata sebenarnya. Hampir seluruh Indonesia sudah mulai menerapkan sistem pedidikan Islam dalam proses pembelajaran dan pengajaran mereka. Akan tetapi, realitas sosial yang dihadapi saat ini menempatkan pendidikan Islam pada posisi yang dilematis. Seakan-akan posisi pendidikan itu terombang-ambing. Selain pendidikan Islam terpuruk seperti itu, munculah problematika dikotomi pendidikan.

  Pendidikan Islam mempunyai peran yang sangat signifikan dalam kehidupan ini. Sebagaimana yang diutarakan Muhammad Natsir bahwa pendidikan harus berperan sebagai sarana untuk memimpin dan membimbing agar manusia yang dikenakan sarana pendidikan tersebut dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani secara sempurna.

  Jika kita perhatikan ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yaitu perintah untuk belajar. Allah Berfirman dalam surat Al Alaq ayat 1-5:

  Artinya: (1) bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, (3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia, (4) yag mengajar (manusia) dengan pena, (5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

  Selama ini proses pembelajaran yang berlangsung di Madrasah atau Sekolah belum mampu mengintegrasikan antara berbagai konsep atau teori keilmuan sains dan dimensi nilai agama seperti etika, teologis, dan lain-lain. Sedangkan dalam jaran Islam sebenarnya tidak ada dikotomi pendidikan.

  Salah satu ciri pokok yang mendasar dari pendidikan Islam di zaman kemunduran adalah terjadinya dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Dikotomi dimaknai sebagai mana yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pembagian dalam dua kelompok yang saling bertentangan (Departemen Pendidikan Nasional, 2002: 263). Sedangkan Islam tidak mengenal adanya dikotomi pendidikan.

  Lembaga-lembaga pendidikan Islam hanya mengajarkan ilmu agama saja seperti pendidikan pondok atau pesantren, maka ilmu-ilmu yang dikembangkan adalah ilmu-ilmu agama yang dikemas dalam kitab- kitab klasik(kitab-kitab kuning). Penguasaan ilmu-ilmu umum ditiadakan dan tidak memiliki posisi dipondok atau pesantren. Dikotomi ini menimbulkan kesan bahwa pendidikan agama berjalan tanpa dukungan iptek. Dilembaga pendidikan pesantren ini orientasi peserta didiknya orientasi ke akhiratan.Sebaliknya di lembaga pendidikan umum dalam hal ini sekolah, ilmu yang diajarkan terfokus pada ilmu pengetahuan umum tanpa ada sentuhan agama seperti mata pelajaran matematika, IPA, IPS, bahasa Indonesia dan sebagainya.Di sini orang-orang akan tumbuh pikiran yakni menyebut dirinya sebagai”orang umum” untuk tidak mengikutsertakan antara ilmu pengetahuan dengan ilmu agama. Artinya mereka menginginkan pengetahuan dan kajian murni (pure scienci) yang sama sekali tidak boleh dipengaruhi oleh agama.

  Dengan konsep integral ini diharapkan terbentuknya generasi- generasi yang lebih baik. Siswa tidak hanya memiliki kemampuan dalam bidang akademik atau kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik saja, tetapi juga kemampuan psikomotor dan spritualnya. Dan diharapkan menghasilkan siswa yang benar-benar beriman, berilmu, dan beramal. Semua itu bersumber dari ketauhidan.

  Dalam menunjang pendidikan Indonesia perlu didukung dari setiap elemen baik dari segi pendidikan agama dan pendidikan pengetahuan umum. Karena keduanya harus berjalan secara seimbang dalam pendidikan. Sehingga nanti apa yang diharapkan oleh tokoh agama Indonesia yaitu Muhammad Natsir tidak mengenal dikotomi dalam keilmuan benar-benar terwujud.

  Ide dan pemikiran pendidikan Islam di Indonesia ini dikemukakan oleh Muhammad Natsir pada tahun 1934, semenjak beliau menggeluti dunia pendidikan. Beliau megutarakan bahwa pendidikan harus berperan sebagai sarana untuk memimpin dan membimbing agar manusia yang di kenakan sarana pendidikan tersebut dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Sebagaimana tertera dalam pasal 3 bab

  II Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional(UU SPN) yang berbunyi:

  Bahwa pendidikan nasiaonal berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangasa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Departemen Agama, 2003:1).

  Muhammad Natsir selalu menekankan bahwa sesungguhnya tidak ada dikotomi antara pendidikan agama dengan pendidikan umum. Semua jenis pendidikan menurutnya bertumpu pada dasar maupun tujuan tertentu. Dasar dan tujuan tertentu itu terkandung dalam ajaran tauhid.

  Dalam tulisannya yang berjudul Tauhid Sebagai Dasar Didikan

  

(Pedoman Masyarakat) Beliau menceritakan tentang pentingnya tauhid

  dengan mengambil contoh pada seorang profesor fisika bernama Paul

  Ehrenfest yang mati bunuh diri, setelah membunuh anak satu-satunya yang teramat disayanginya karena kehilangan tempat bergantung (Muhammad Natsir, 1954:139).

  Pentingnya tauhid sebagai dasar pendidikan ini menurut Natsir berhubungan erat dengan akhlak yang mulia. Tauhid dapat terlihat manifestasinya pada kepribadian yang mulia seperti yang dirumuskan dalam tujuan pendidikan yaitu pribadi yang memiliki keikhlasan, kejujuran, keberanian, dan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas atau kewajiban yang diyakini kebenarannya.

  Semata ilmu pengetahuan yang begitu dipuja ternyata tidak dapat menyelamatkannya karena ketidaan tempat bergantung yang bersifat spiritual itu. Oleh karena itu diperlukan keseimbangan antara yang intelektual dan yang spiritual, antara jasmani dan rohani. Itu landasan sisitem pendidikan Islam

  Muhammad Natsir adalah seorang tokoh yang dikenal sebagai birokrat, politisi, dan juga sebagai dai ternama di Indonesia. Muhammad Natsir pernah menduduki jabatan sebagai wakil rabithoh Alam Islam, serta menjadi ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Dalam organisasi inilah beliau mulai berkiprah dalam bidang pendidikan, politik dan dakwah. Perjuangan beliau dan teman-temannya ingin membangkitkan ajaran Islam dari keterpurukan. Diantara jalan yang ditempuh Muhammad Natsir dan teman-temannya adalah dengan mengajarkan pendidikan agama dan pendidikan umum tanpa memisahkan keduanya, atau disebut dengan Pendidian Integral (Thohir luth, 1999:9).

  Melihat begitu luasnya cakupan pengalaman-pengalaman Muhammad Natsir dan beliau merupakan salah satu pemikir pendidikan di Indonesia yang beranggapan bahwa semua ilmu penting, karena pada hakikatnya semua ilmu itu datang dari Allah, maka tidak berkelebihan jika penulis mengambil tema “KONSEP PENDIDIKAN INTEGRAL PERSPEKTIF MUHAMMAD NATSIR”. Semoga memberikan tambah wawasanya dalam dunia pedidikan di Indonesia ini.

  B. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang diatas, penulis membatasi masalah yang akan dikaji, yaitu:

1. Bagaimana pendidikan Integral? 2.

  Bagaimana konsep Pendidikan Integral Perspektif Muhammad Natsir? C.

TUJUAN PENELITIAN

  Pengkajian ini dilakukan dengantujuan: 1.

  Untuk mengetahui bagaimana Pendidikan Integral 2. Untuk mengetahui bagaimana Konsep Pendidikan Integral perspektif

  Muhammad Natsir D.

MANFAAT PENELITIAN 1.

  Ingin memberikan pengetahuan yang edukatif terhadap para akademis bahwa pembaharuan pendidikan Agama Islam di Indonesia sangat diperlukan. Sehingga nantinya antara intelektual dan spiritual dapat berjalan dengan seimbang dengan konsep pendidikan integral, universal dan harmonis.

  2. Ingin memberikan wawasan terhadap semua masyarakat terutama dalam memperbaiki sistem pendidikan Agama Islam dalam kegiatan belajar mengajar dengan melalui konsep Pendidikan Integral.

  3. Ingin memberikan khazanah ilmu pengetahuan tentang biografi Muhammad Natsir, serta dalam dunia pendidikan, bagi generasi Islam berikutnya.

  E. PENEGASAN ISTILAH Untuk mempermudah dalam pembahasan, maka perlu dikemukakan istilah-istilah yang digunakan dalam judul skripsi ini agar dapat dipahami secara konkrit. Adapun batasan istilah tersebut adalah: 1.

  Konsep Konsep berarti”rancangan, ide atau pengertian diabstraksikan dari peristiwa konkrit (Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1998: 208).

  2. Pendidikan Integral Pendidikan integral adalah sebuah konsep pendidikan yang memadukan intelektual, moral dan spiritual dalam pembelajaran sehingga siswa tidak hanya mempunyai kemampuan kognitif, tetapi juga mempunyai kemampuan psikomotorik dan spiritualnya dalam membina hari esok yang lebih baik, didunia ini dan di akahirat nanti (Anwar Harjono, 2001: 151).

F. METODE PENELITIAN 1.

  Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian literatur. Penelitian ini dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan menggunakan sebagian atau seluruh data yang telah ada atau laporan data dari peniliti sebelumnya. Penelitian literatur disebut juga penelitian tidak langsung (Iqbal Hasan, 2004: 24).

2. Analisa data

  Data-data yang telah terkumpul tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan metode sebagai berikut:

  a.

   Metode analisa Content atau isi.

  Menurut Cartwright, analisa isi merupakan metode penggambaran secara objektif, sistematis dengan menggunakan teknik deskripsi kuantitatif dari setiap perilaku simbolis (Nanang Martono, 2011: 86).

  b.

   Metode Analisa Historis

  Dengan metode ini penulis bermaksud untuk menggambarkan sejarah biografis Muhammad Natsir yang meliputi riwayat hidup, pendidikan, karir politik, serta karya- karyanya (Anton Barker, 1990: 70). c.

  Metode Analisa deskriptif Yaitu suatu metode yang menguraikan secara teratur seluruh konsepsi dari tokoh yang dibahas dengan lengkap tetapi ketat (Sudarto, 1997: 100) 3. Metode Pengumpulan Data

  Data yang dihimpun merupakan sumber tertulis yang secara garis besar ada dua macam sumber: 1)

  Sumber Primer Dalam peneliitan ini, penulis sengaja menampilkan sisi yang lain dan beda dari apa yang dikenal dari sosok Muhammad Natsir yang hanya dikenal sebagai tokoh politik Islam, tetapi dibalik pemikiran, perjuangan, dan dakwahnya, beliau sangat fokus untuk dunia pendidikan di Indonesia. Disini pendidikan agama Islam sudah seharusnya diarahkan untuk menjadikan anak didik memiliki sifat-sifat kemanusiaan dengan mencapai akhlakul karimah yang sempurna. Dalam penelitian ini yang menjadi rujukan utama oleh penulis dari karya-karya Muhammad Natsir: a.

  Muhammad Natsir, 1954, Capita Selekta jlid I, Jakarta: Bulan Bintang b. Muhammad Natsir, 1957,Capita Selekta Jlid II, Jakarta:

  Pustaka Pendis

  2) Data Sekunder

  Selain data yang ditulis diatas, bersumber pada tulisan, tulisnya orang lain. Data juga berupa buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini, diantaranya: a.

  Thohir Luth,.1999, M. Natsir Dakwah dan Pemikirannya, Jakarta: Gemini Insani Press.

  b.

  Abudin Nata. 2005, Tokoh-Tokoh Pembaruan Islam di

  Indonesia , Jakarta: PT Grafindo Persada c.

  Anwar Harjono. 2001, Pikiran dan Perjuangan Jakarta: Firdaus

  Muhammad Natsir, d.

  Nughoro Dewanto. 2011, Natsir Politik Santun di

  antara Dua Rezim , Jakarta : KPG( Kepustakaan

  Populer Gramedia) e. 100 Tahun Muhammad Natsir. 2008, Berdamai Jakarta:Republikan.

  Dengan Sejarah, f.

  Putra Daulay, Haidar. 2004, Pendidikan Islam Dalam

  Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta:

  kenacana g. E S Anshari/ M A Rais/ Muhammad Natsir,(ed). 1988,

  Pak Natsir 80 Tahun: Pandangan dan Penilaian Generasi Muda,

  Jakarta: Media Da‟wah h. Ataupun dari referensi lain seperti dari majalah, jurnal, makalah, internet, atau dari hasil diskusi atau dialog dan lain-lainnya yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini.

  G. SISTEMTIKA PENULISAN SKRIPSI Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi sistematika pembahasan dari bebarapa komponen yang sistematis dalam bentuk bab per bab. Adapun kerangka berpikir yang dapat penulis ajukan adalah sebagai berikut:

  BAB I : Pendahuluan Berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan mnafaat Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan Skripsi. BAB II :Biografi Muhammad Natsir Pada bab ini membahas tentang Silsilah Muhammad Natsir, Riwayat Hidup Muhammad Natsir, Riwayat Pendidikan Muhammad Natsir, Karya Ilmiah Muhammad Natsir, Perjuangan Muhammad Natsir di Indonesia. BAB III : Pada bab ini membahas yang pertama, pengertian pendidikan, kedua, pendidikan Islam dan Pendidikan Umum. Ketiga, Pendidikan Integral.

  BAB IV : Pada bab ini membahas Pemikiran Muhammad Natsir tentang Pendidikan, Konsep pendidikan

  Integral menurut Muhammad Natsir, Implememntasi Pemikiran Muhammad Natsir terhadap pendidikan Islam di Indonesia sekarang.

  BAB V :Penutup Berisi tentang kesimpulan dan saran.

BAB II KAJIAN TEORI A. Biografi Muhammad Natsir Muhammad Natsir lahir di jembatan Berukir Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, pada hari Jum‟at tanggal 17 Jumadil Akhir 1326 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 17 Juli 1908 Masehi. Ibunya bernama Khadijah, sedangkan ayahnya bernama Muhammad Idris Sutan Saripado, seorang pegawai rendah yang pernah menjadi juru tulis

  pada kantor kontroler di Maninjau. Pada tahun 1918, beliau dipindahkan dari Alahan Panjang ke Ujung Pandang (Sulawesi Selatan) sebagai sipir penjara (Ajib Rosyidi, 1990: 150)

  Muhammad Natsir mempunyai tiga orang saudara kandung, yaitu Yukinan, Rubiah, dan Yohanusun (Solichin Salam, 1990: 131). Di tempat kelahirannya itu, beliau melewati masa-masa sosialisasi keagamaan dan intelektualnya yang pertama.

  Ketika pindah ke Bekeru, beliau diajak oleh mamaknya Ibrahim pindah ke Padang. Mamaknya bekerja sebagai buruh harian di sebuah pabrik kopi yang hanya memperoleh upah beberapa puluh sen sehari. Sehingga dapat dikatakan bila sejak kecil Natsir sudah belajar hidup sederhana.

  Pada tanggal 20 Oktober 1934 di Bandung, Muhammad Natsir menikah dengan Nurnahar, guru Taman Kanak-kanak Pendidikan Islam. Dari pernikahan ini, mereka memperoleh enam orang anak, yaitu Siti Muchlisah (20 Maret 1936), Abu Hanifah (19 April 1937), Asma Farida (17 Maret 1939), Dra. Hasnah Faizah (5 Mei 1941), Dra. Asyatul Asryah (20 Mei 1942), dan Ir. Ahmad Fauzi (26 April 1944) (Solichin salam, 1990: 132)

  Sangat disayangkan, dari ke enam putra/putri beliau ini tidak satu pun yang mengikuti jejak sang ayah yang kaliber itu. Ternyata banyak orang justru menyebut Nurcholis Majdid, pembaharu pemikiran Islam pada akhir abad ke 20 ini, sebagai Muhammad Natsir Muda.

  Di dunia internasional, Muhammad Natsir dikenal karena dukungannya yang tegas terhadap kemerdekaan bangsa-bangsa Islam di Asia dan Afrika dan usahanya untuk menghimpun kerja sama antara negara-negara muslim yang baru merdeka. Karena itu, tidak berlebihan jika Dr. Inamullah Khan menyebutnya sebagai salah seorang tokoh besar dunai Islam abad ini. Sebagai sesepuh pemimpin politik, Muhammad Natsir sering dimintai nasihat dan pandangannya, bukan saja oleh tokoh- tokoh PLO ( PalestineLiberation Organisation, pen), Mujahidin Afganistan, Moro, Bosnia dan lainnya. Tetapi juga oleh tokoh-tokoh politik di dunia yang bukan muslim seperti Jepang dan Thailand (Yusril Ihza Mahendra, 1994: 65).

  Sebagai penghormatan terhadap pengabdian Muhammad Natsir kepada dunia Islam, beliau menerima penghargaan inetrnasional berupa Bintang Penghargaan dari Tunisia dan dari Yayasan Raja Faisal Arab Saudi (1980). Di dunia akademik, beliau menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Islam Lebanon (1967) dalam bidang sastra, dari Universitas kebangsaan Malaysia dan Universitas Saint Malaysia (1991) dalam bidang pemikiran Islam (Solichin Salam, 1990: 132)

  Perjalanan panjang Muhammad Natsir meniti karier perjuangannya yang penuh risiko ini, tidak pernah melunturkan semangatnya terhadap perjuangan Islam melalui gerakan dakwahnya.

  Muhammad Natsir wafat pada tanggal 6 Februari 1993, bertepatan dengan tanggal 14 Sya‟ban 1413 Hijriah, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dalam usia 85 tahun. Berita wafatnya menjadi berita utama di berbagai media cetak dan elektronik. Berbagai komentar muncul, baik dari kalangan kawan seperjuanagn maupun lawan politiknya. Ada yang bersifat pro terhadap kepemimpinannya dan ada pula yang bersifat kontra. Mantan Perdana Menteri Jepang yang diwakili oleh Nakadjima, menyampaikan ucapan belasungkawa atas kepergian Muhammad Natsir dengan un gkapan, “Berita wafatnya Muhammad Natsir terasa lebih dahsyat dari jatuhnya bom atom di Hirosima (Thohir Luth, 1999: 27).

  Rasa duka yang dalam datang dari berbagai pihak, termasuk dari Pemerintah Indonesia sendiri. Ungakapan “ Indonesia kehilangan seorang tokoh penting” hampir menghiasi berbagai media massa cetak dan elektronik mengiringi kepergiannya untuk selama-lamanya.

B. Riwayat Pendidikan Muhammad Natsir

  Muhammad Natsir menempuh pendidikan dasar di sekolah Belanda dan mempelajari agama dengan tekun pada beberapa alim ulama.

  Pada umurnya yang kedelapan belas tahun (1926), beliau berkeinginan masuk Sekolah Rendah Belanda (HIS). Tetapi keinginan tersebut tidak terlaksana karena beliau anak pegawai rendahan, sedangkan HIS hanya menerima anak pegawai negeri yang berpenghasilan besar atau anak saudagar kaya raya. Akhirnya beliau masuk sekolah partikelir HIS Adabiah di Padang (Thohir Luth, 1999: 22)

  Selama lima bulan pertama di Padang, beliau melewati kehidupan dengan perjuangan berat. Ia memasak nasi, mencuci pakaian sendiri, dan mencari kayu bakar di pantai. Kehidupan yang berat tersebut dilalui dengan senang hati. Keadaan ini, menurut Muhammad Natsir menimbulkan kesadaran akan dirinya, kesadaran bahwa rasa bahagia tidaklah terletak pada kemewahan dan keadaan serba cukup. Rasa bahagia lebih banyak timbul dari kepuasan hati yang tidak tertekan dan bebas, berani mengatasi kesulitan-kesulitan hidup, tidak mengalah terhadap keadaan, tidak putus asa, dan percaya kepada kekuatan yang ada pada diri sendiri (Yusuf A. Puar, 1978: 4). Kemudian beliau dipindahkan ke HIS Pemerintah di Solok oleh ayahnya setelah beberapa bulan sekolah di Padang. Beliau dapat langsung duduk di OI atas pertimbangan kepintarannya. Di Solok inilah beliau pertama kali belajar bahasa Arab dan mempelajari hukum fiqih kepada Tuanku Mudo Amin yang dilakukannya pada sore hari di Madrasah Diniyah dan mengaji Al Qur‟an pada malam harinya (Deliar Noer, 1990: 100).

  Karena jauhnya jarak Solok dan tempat Natsir sekolah, maka Natsir dititipkan di rumah Pak Haji Musa, memiliki anak yang sekolah di HIS kelas satu, sedangkan Natsir langsung masuk ke kelas dua, karena lowongan yang ada hanya kelas dua. Akan tetapi Natsir diberi kesempatan untuk mencoba di kelas dua selama beberapa hari. Ternyata natsir berhasil, sehingga diterima di sekolah tersebut secara resmi.

  Di samping belajar, ia juga mengajar dan menjadi guru bantu kelas 1 pada sekolah yang sama, dikarenakan kekurangan guru pada saat itu.

  Sehingga sewaktu melaksanakan tugasnya Muhammad Natsir memperoleh imbalan sebesar sepuluh rupiah perbulan. Pada tahun 1920, beliau pindah ke Padang atas ajakan kakaknya, Rubiah. Beliau menamatkan pendidikan HIS pada tahun 1923. Antara tahun 1916 hingga tahun 1923, beliau belajar di HIS dan madrasah Diniyah di Solok dan di Padang.

  Setelah lulus dari HIS, Muhammad Natsir meneruskan pendidikannya ke MULO ( Meer Uitgebreid Lager Orderwijs) kalau sekarang sebuah sekolah tingkat SMP yang di isi oleh anak-anak yang berprestasi. Muhammad Natsir mengajukan permohonan untuk mendapatkan beasiswa dari MULO, berkat kecerdasan dan ke uletannya dalam beraktifitas membuat lamaran beasiswanya di terima. Di MULO Padang inilah Muhammad Natsir mulai aktif dalam organisasi. Mula-mula beliau masuk Jong Sumatranen Bond (Sarikat Pemuda Sumatera) yang diketuai oleh Sanusi Pane. Kemudian beliau bergabung dengan Jong Islamieten Bong (Sarikat Pemuda Islam), disitu pun, Sanusi Pane aktif sebagai ketua dan menjadi anggota Pandu Nationale Islamietische Pavinderij (Nayipji), sejenis pramuka sekarang. Menurut Muhammad Natsir, organisasi merupakan pelengkap untuk membantu dalam belajar selain yang di dapatkannya di sekolah, dan memiliki andil yang cukup besar dalam kehidupan bangsa. Dari kegiatan berbagai organisasi inilah mulai tumbuh bibit-bibit sebagai pemimpin bangsa pada Muhammad Natsir (Abudin Nata, 2005: 75).

  Pendidikan Muhammad Natsir tidak berhenti sampai di MULO (Meer Uitgebreid Lager Orderwijs) saja, beliau bertekad untuk tetap belajar. Setelah lulus dari MULO, beliau berkeinginan belajar di pulau Jawa. Dikarenakan Anak-anak lulusan MULO kebanyakan melirik tanah jawa untuk melanjutkan studi. Muhammad Natsir ingin sekali merantau kepulau Jawa seperti anak-anak cerdas lulusan MULO lainnya yang sudah samapi lebih dulu ke tanah seberang. Kepada orang tuanya Muhammad Natsir menceritakan keinginannya untuk bisa melanjutkan studinya ke AMS (Algemere Middlebare School) A II, kalau sekarang tingkat SMA, dengan memilih jurusan Sastra Belanda di Bandung. Akhirnya cita-citanya terkabul bisa masuk ke sekolah AMS di Bandung melalui jalur beasiswa (Hepi Andi Bastoni, dkk, 2008: 4).

  Bandung, kota kembang berjuluk parjis van java saat itu sudah di kenal sebagai kota modern. Kota berhawa sejuk itu menjadi tujuan para tuan tanah dan Menner belanda berfoya-foya menghabiskan uang. Tempat hiburan, gedung bioskop dan taman-taman bertaburan, tempat muda-mudi untuk menghabiskan malam. Meski gemerlap oleh kehidupan duniawi, bandung saat itu juga menjadi tempat mangkalnya para aktivis.

  Walaupun kota bandung di penuhi dengan kenikmatan dunia Muhammad Natsir memilih larut-larut dalam buku-buku pelajaran di tempat kosnya yang sempit di jalan Cihapit, menghabiskan waktunya di perpustakaan dan berdiskusi dengan teman-temannya satu organisasinya di Jong Islamieten Bond (JIB) Bandung. Muhammad Natsir bertemu dengan tokoh radikal Ahmad Hasan, pendiri PERSIS, yang membimbing dirinya melakukan studi tentang Islam.Muhammad Natsir mengakui bahwa Ahmad Hasanlah yang mempengaruhi alam pikirannya dalam bidang agama dan menjadikannya guru yang paling dikenang. Saat Soekarnomabuk kepayang oleh sekularisasi Turki dan menjajakan paham sekularnya ke tengah masyarakat untuk dijadikan landasan negara, Ahmad Hasan dan Muhammad Natsirlah tokoh yang paling bersuara kencang menolak gagasan Soekarno. Masa-masa selanjutnya, Ahmad Hasan dan Muhammad Natsir dikenal sebagai motor penggerak Persatuan Islam (PERSIS), organisasi yang dikenal puritan mendakwahkan pentingya kembali kepada al Qur‟an dan al Hadist. Dengan ustadz ini ia mengelola majalah “Pembela Islam” sampai tahun 1932. Pendidikan AMS diselesaikan pada tahun 1930 saat usianya 22 tahun (Badiatul Roziqin, Badiatul Mukhlisin Junaidi dan Abdul Munif, 2009: 222).

  Perhatian Muhammad Natsir kepada dunia sosial dan agama menyebabkan Muhammad Natsir menolak tiga kesempatan yang ditawarkan kepadanya, yaitu melanjutkan studi ke Fakultas Ekonomi di Rotterda atau Fakultas Hukum di Jakarta, menjadi pegawai negeri dengan gaji besar sebagai hadiah atas keberhasilannya menyelesaikan studi di AMS dengan nilai tinggi. Dia tidak melanjutkan studinya dan lebih tertarik pada perjuangan Islam. Minat tersebut direalisasikannya dengan aktif dalam bidang pendidikan secara luas yang dirintisnya dengan melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan studi Islam yang dilaksanakan oleh Persatuan Islam di Bandung. Perhatian Muhammad Natsir pada masa itu mendorongnya untuk mengikuti kursus guru diploma ( Lager Orderwijs) 1931-1932 yang diadakan oleh pemerintah bagi lulusan HBS dan AMS untuk mendapatkan sertifikat mengajar (Media Dakwah, 1993: 25).

  Pada tahun 1932 bulan Maret Persis menyelenggarakan pertemuan kaum muslimin di Bandung dengan mengangkat persoalan pendidikan bagi generasi muda Islam sebagai tema sentralnya. Pertemuan itu melahirkan sebuah Lembaga yang membidangi pendidikan diberi nama Pendidikan Islam (Pendis), sebuah pendidikan Islam modern yang bernafas agama. Pendidikan Islam (pendis) ini visinya adalah meningkatkan mutu pendidikan melalui pembaharuan kurikulum, menanamkan roh Islam pada setiap mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa, serta mengelola sistem pendidikan yang dapat melahirkan lulusan yang memiliki kepribadian yang mandiri dan terampil serta memiliki akhlakul karimah. Muhammad Natsir diberi amanat menjadi direktur Lembaga Pendidikan Islam (Pendis). Lembaga pendidikan ini membidangi berbagai jenjang pendidikan diantaranya sekolah TK, HIS, MULO dan Kweekschool. Muhammad Natsir ingin siswa yang dibinanya bisa mengembangkan ilmu-ilmu modern dengan dasar pemahaman agama yang kokoh, yang bisa menjadi bekal dimasa depan.

  C.

  Karya Ilmiah Muhmmad Natsir Yusuf Abdullah Puar menyebutkan ada 52 judul telah ditulis

  Muhammad Natsir dalam berbagai kesempatan sejak tahun 1930 (Yusuf Abdullah Puar, 1978: 4). Tidak jelas apa yang dimaksud dengan 52 judul tulisan Muhammad Natsir tersebut, apakah itu judul yang telah dihimpun menjadi buku atau judul artikel lepas yang berada di berbagai media masa. Kalau betul ke 52 judul itu berupa buku yang telah dicetak, ini bisa dimengerti karena berbagai buku Muhammad Natsir itu isinya berupa artikel-artikel, seperti Kapita Selekta I dan II dan sebagainya. Akan tetapi, jika judul tersebut juga termasuk tulisan lepas Muhammad Natsir, menurut penulis, lebih dari itu (Thohir Luth, 1999: 28).

  Tulisan daalm bahasa Indoneia yang pertama dibukukan adalah

  cultur Islam , yang ditulisnya berdua dengan almarhum C.P Wolf Kemal

  Schoemaker (1936). Menurut penilaian Soekarno, tulisan tulisan tersebut penting sekali untuk kalangan intelektual Indonesia yang pada masa itu lebih menguasai dan menghargai tulisan-soekarno mengahrgai usaha Muhammad Natsir dengan pengahargaan yang sangat tinggi.

  Buku-buku lain yang penulis temukan diantaranya adalah: 1.

  Agama dan Negara, Falsafah Perjuangan Islam (Medan: t.p..

  1951. Pokok bahasannya tentang hubungan agama dan negara serta upaya umat Islam dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bernegara.

  2. Dari Masa ke Masa (Jakarta: fajar Shadiq. 1975). Memuat soal pribadi, batu pertama, pembinaan keluargaa, penjajah membwa kesuraman, memupuk kemerdekaan.

  3. Islam Sebagai Ideologi (Jakarta: Pustaka ida, 1951), buku ini membicarakan tentang ajaran Islam dalam hubungannya dengan pedoman hidup manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.

4. Fighud Da’wah (Fikih dakwah) Jakarta, Yayasan Capita

  Selekta dan Media Da‟wah, cetakan ke XIII, 2008. Buku ini menjadi penting bagi para da‟i, lembaga da‟wah dan perguruan tinggi Islam sebagai panduan dalam menyampaikan pesan da‟wah intisari dari jejak risalah yang dibawakan Rasulullah, dengan kata perbuatan, dan dari khittah yang ditempuh oleh para sahabat dalam menunnaikantugas da‟wah dibawah pimpinan Rasulullah. Dan masih banyak lagi karya-karya Muhammad natsir, baik itu yang berbentuk Puisi,Prosa, surat-surat atau jawaban dari kritik orang lain yang tidak bisa semuanya penulis cantumkan dalam skripsi ini.

  D.

  Perjuangan Muhammad Natsir di Indonesia Pada tahun 1938, Muhammad Natsir mulai aktif di bidang politik dengan mendaftar dirinya menjadi anggota Partai Islam Indonesia (PII) cabang Bandung. Beliau menjabat ketua PII Bandung pada tahun 1940 hingga tahun 1942 dan bekerja di pemerintahan sebagai kepala Biro Pendidikan Kodya Bandung sampai tahun 1945 dan merangkap Sekretaris Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta (Yusril Ihza Mahendra, 1994: 65)

  Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942-1945, Jepang merasa perlu merangkul Islam, maka dibentuk Majelis Islam A‟la Indonesia (MIAI), suatu badan federasi organisasi sosial dan organisasi politik Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, majelis ini berubah menjadi Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) pada tanggal 7 November 1945 (Yusril Ihza Mahendra, 1994: 65). Dan selanjutnya mengantarkan Muhammad Natsir sebagai salah satu ketuanya hingga partai tersebut dibubarkan.

  Pada masa-masa awal kemerdekaan Republik Indonesia, Muhammad Natsir tampil menjadi salah seorang politisi dan pemimpin negara, sebagaimana diungkapkan Herbert Feith,” Natsir adalah salah seorang menteri dan perdana menteri yang terkenal sebagai administrator yang berbakat yang pernah berkuasa sesudah Indonesia merdeka” (Herbert Feith, 1964: 146-176). Bahkan, Bung Karno mengakui kemampuan Muhammad Natsir sebagai administrator, demikian juga Bung Hatta.

  Tampilnya Muhammad Natsir ke puncak pemerintahan tidak terlepasdari langkah strategisnya dalam mengemukakan mosi pada sidang parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tanggal 3 April 1950, yang lebih dikenal dengan sebutan “Mosi Integral Muhammad Natsir”.

  Sesudah Indonesia merdeka, beliau di percaya menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Muhammad Natsir saat duduk di pemerintahan era Soekarno, beliau bermaksud untuk menjadikan Islam sebagai dasar Negara.Polemik anatara Muhammad Natsir dengan Soekarno, khusus mengenai soal-soal kebangsaan dan kenegaraan.Dengan argumentasi jujur, tegas dan cerdas, kedua tokoh tersebut bertarung serta mengasah ketajaman pena dan pemikiran, berikut saling merumuskan penjelasan sekitar posisi dan sikap masing-masing. Tentu saja, mereka berangkat serta berada dalam titik tolak berbeda. Akan tetapi dengan perbedaan diantara keduanya tidak dibuktikan dengan kekuatan, namun dengan otak (100 Tahun Muhammad Natsir, 2008: 39).

  Karena perbedaan pendapat dalam melaksanakan kebijaksanaan negara inilah, Soekarno tidak memberi kesempatan kepada Muhammad Natsir untuk membuktikan kepemimpinannya. Setelah dikepung secara psikologis oleh PNI, PKI dan Soekarno, kabinet Muhammad Natsir pun jatuh dalam waktu tujuh bulan.

  Persilangan pendapat keduanya itu berlangsung sejak lama, berawal dari kebiasaan Soekarno yang suka mengejek Islam. Muhammad Natsir yang pernah belajar agama pada Ahmad Hasan, Agus Salim dan Ahmad Sukarti, rupanya sangat tersinggung atas tulisan Soekarno yang melecehkan. Muhammad Natsir menanggapi melalui tulisan, tidak hanya dalam bahasa Indonesia, namun juga dalam bahasa Belanda. Untuk membuktikan bahwa Muhammad Natsir adalah seorang intelektual.

  Muhammad Natsir dan Soekarno semakin sering bersilang pendapat. Sementara Soekrano semakin di puncak kekuasaan dan akrab dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), Muhammad Natsir kemudian menjaga jarak dengan Soekarno dan kian menyisih sambil tetap memimpin fraksi Masyumi di Parlemen 1950-1958. Perselisihan kian memuncak ketika Soekrano secara sepihak menguburkan semua partai di bawah timbunan demokrasi terpimpin.

  Pada masa Demokrasi Terpimin Soekarno pada tahun 1958, beliau mengambil sikap menentang politik pemerintah. Keadaan ini mendorongnya bergabung dengan penentang lainnya dan membentuk Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), suatu pemerintahan tandingan di pendalaman Sumatra. Tokoh PRRI menyatakan bahwa pemerintah di bawah Presiden Soekarno saat itu secara garis besar telah menyeleweng dari Undang-Undang Dasar (UUD 1945). Sebagai akibat tindakan itu Muhammad Natsir dan tokoh PRRI lainnya yang didominasi anggota Masyumi, mereka ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Muhammad Natsir dikirim ke Batu, Malang (1962-1964), Syafruddin Prawiranegara dikirim ke jawa Tengah, Burhanuddin Harahap dikirim ke Pati, Jawa Tengah, dan Sumitro Djojo Hadikusomo dapat lari keluar negeri. Partai Masyumi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960. Muhammad Natsir dibbaskan pada bulan Juli 1966 setelah Pemerintahan Orde Lama digantikan oleh Pemerintahan Orde Baru (Thohir Luth, 1999: 25).

  Lebih dari satu dasawarsa berselang, keduanya bertemu lagi dalam keadaan yang sama sekali berbeda. Natsir menjabat menteri penerangan dan Soekarno presiden dari negeri yang tengah dilanda pertikaian partai politik. Puncak kedekatan Soekarno-Natsir terjadi ketika sebagai ketua Fraksi Masyumi menyodorkan jalan keluar buat negeri yang terbelah-belah oleh model federasi. Langkah yang kemudian populer dengan sebutan Mosi Integral, kembali ke bentuk negara kesatuan, itu berguna untuk menghadang politik pecah belah Belanda (Nugroho Dewanto, 2011: 3-4).

  Tatkala pemerintahan Orde Baru muncul, Muhammad Natsir tidak mendapat tempat dan kedudukan dalam pemerintahan. Muhammad Natsir tidak diajak oleh Pemerintahan Orde Baru untuk ikut bersama memimpin negara yang baru saja muncul. Padahal, kalau dilihat dari segi kredibilitas dan kemampuannya sebagai seorang birokrat atau negarawan, sebenarnya tidak diragukan lagi.

  Melalui yayasan yang dibentuknya bersama para ulama di Jakarta, yaitu Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Muhammad Natsir memulai aktivitas perjuangannya dengan memakai format dakwah, bukan politik lagi. Sikap kritis dan korektif Muhammad Natsir pada masa saat itu membuat hubungannya dengan Pemerintahan Orde Baru kurang mesra. Kritiknya yang tajam menyengat dan menunjuk langsung persoalan-persoalan yang mendasar, tetap menjadi aktivitas rutinnya. Keberaniannya mengoreksi Pemerintahan Orde Baru dan ikut menandatangi Petisi 50 pada tanggal 5 Mei 1980, menyebabkan Muhammad Natsir dicekal ke luar negeri tanpa melewati proses pengadilan. Pencekalan ini pun terus berlangsung tanpa ada proses hukum yang jelas dari Pemerintahan Orde Baru. Kegiatan dakwah muhammad Natsir tidak pernah berhenti.

  Walaupun Muhammad Natsir dizaman Orde Baru merasa disingkirkan akan tetapi Muhammad Natsir tetap setia terhadap bangsa.

  Beliau tidak ingin hanya mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya sendiri dengan mengorbankan kepentingan bangsa secara keseluruhan. Hal ini diwujudkan ketika Orde Baru mulai berdiri dan siap melancarkan program pembangunan. Dalam konteks ini, peranan Muhammad Natsir sangat besar. Semisal, dalam upaya menciptakan kerukunan dan stabilitas politik di kawasan Asia Tenggara memulai upaya penghapusan konfrontasi dengan Malaysia (Anwar Harjono, 2001: 12).

  Muhammad Natsir dikenal dengan mosi intregralnya, yaitu untuk mengupayakan agar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini bersatu menjadi satu. Muhammad Natsir memiliki peran yang sangat penting dalam upaya menyelamatkan NKRI. Muhammad Natsir telah tercatat dalam sejarah, berhasil mempersatukan negara-negara bagian yang dibentuk Van Mook ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Keberhasilan Natsir dalam menentukan dan menyelamatkan persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui mosi integralnya, telah membawa Muhammad Natsir ke jenjang kedudukan kepala pemerintahan Perdana Menteri pertama Negara Indonesia (1950-1952), ketika beliau berusia 42 tahun.