BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Sikap Disiplin - PENINGKATAN SIKAP DISIPLIN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI PECAHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN ALAT PERAGA BLOK PECAHAN DI KELAS IV SD N

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Sikap Disiplin

  a. Pengertian Disiplin Belajar Disiplin secara umum yaitu merupakan sikap hidup yang harus dijadikan sebagai kebiasaan hidup dan bukan hanya menyangkut ketaatan. Jika dijadikan kebiasaan hidup, kapan pun, di mana pun kita akan melakukan disiplin secara konsisten, entah di sekolah, di rumah, maupun di dalam masyarakat (Wijaya, 2014:98). Sedangkan disiplin menurut Daryanto & Darmiatun (2013:135) yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

  Jadi kesimpulan disiplin belajar menurut pengertian di atas yaitu disiplin belajar merupakan sikap tertib dan patuh yang harus dijadikan sebagai kebiasaan hidup pada berbagai ketentuan dan peraturan yang ada di sekolah maupun di luar sekolah. Disiplin belajar dapat dilihat dari kepatuhan siswa terhadap tata tertib yang ada di sekolah, seperti berpakaian sesuai aturan sekolah dan waktu masuk sekolah serta keluar sekolah.

  7 b. Macam-macam disiplin Disiplin adalah kunci sukses karena dalam disiplin tumbuh sifat teguh memegang prinsip, pantang mundur dalam kebenaran, serta dapat berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara (Wijaya, 2014:99). Satu cara menjadikan kita disiplin adalah melalui kebiasaan dan kebiasaan itu terbentuk dari latihan. Ada 5 macam disiplin dalam kehidupan, yaitu 1) Disiplin pribadi yaitu pengarahan disiplin pribadi yang berkembang melalui kewajiban pribadi dalam diri individu.

  Disiplin sosial berawal dari tingkat kemampuan dan kemauan mengendalikan diri dalam mengamalkan nilai, ketentuan, peraturan, serta tata tertib yang berlaku di sekolah, masyarakat, dan negara. 2) Disiplin nasional yaitu kemampuan dan kemauan mengendalikan diri agar dapat mematuhi semua ketentuan yang telah ditentukan oleh negara. 3) Disiplin ilmu yaitu mematuhi semua ketentuan yang ditentukan sebagai seorang ilmuwan. Jika seorang ilmuwan memiliki sikap disiplin ilmu, ilmuwan itu memiliki kode etik (aturan) dan perilaku yang baik. 4) Disiplin tugas yaitu mematuhi semua ketentuan yang telah ditentukan oleh atasan atau kepala sekolah. Bentuk-bentuk ketaatan terhadap atasan adalah mendengarkan dan memahami perintah dengan sebaik-baiknya serta memohon penjelasan sampai jelas kemudian melaksanakannya dengan baik, melipatgandakan kesabaran ketika melaksanakan perintah tersebut serta ikhlas dan tidak mengurangi atau menambah sedikitpun, melaksanakan perintah dengan segera meskipun tidak sesuai dengan pendapatatau keinginannya serta saling memberi dan menerima nasehat, dan meminta izin dalam setiap urusan dan memberikan masukan sebelum pimpinan mengambil keputusan.

  c. Indikator Disiplin Belajar Menurut Daryanto & Darmiatun (2013:135) ada 2 indikator yaitu indikator sekolah dan indikator kelas.

  1) Indikator Sekolah meliputi a) Memiliki catatan kehadiran.

  b) Memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang disiplin.

  c) Memiliki tata tertib sekolah.

  d) Membiasakan warga sekolah untuk berdisplin.

  e) Menengakkan aturan dengan memberikan sanksi secara adil bagi pelanggaran tata tertib sekolah 2) Indikator Kelas meliputi

  a) Membiasakan hadir tepat waktu

  b) Membiasakan mematuhi peraturan

  c) Menggunakan pakaian praktik sesuai dengan program studi keahliannya d) Penyimpanan dan pengeluaran alat dan bahan (sesuai program studi keahlian) Adapun Keterkaitan nilai, jenjang kelas, dan indikator untuk Sekolah Dasar menurut Daryanto & Darmiatun (2013, 145) yaitu

Tabel 2.1 Indikator Keterkaitan Nilai, Jenjang Kelas, dan Indikator di Sekolah Dasar

  Indikator Nilai

  Kelas 1-3 Kelas 4-6

  Disiplin: - Datang ke sekolah - Menyelesaikan

  Tindakan yang dan masuk kelas tugas pada menunjukkan pada waktunya. waktunya perilaku tertib - Melaksanakan - Saling menjaga dan patuh pada tugas-tugas kelas dengan teman agar berbagai yang menjadi semua tugas-tugas ketentuan dan tanggung kelas terlaksana peraturan jawabnya dengan baik

  • Duduk pada - Selalu mengajak tempat yang telah teman menjaga ditetapkan ketertiban kelas
  • Menaati peraturan - Mengingatkan sekolah dan kelas teman yang
  • Berpakaian rapi melanggar
  • Mematuhi aturan peraturan dengan permainan kata-kata sopan dan tidak menying>Berpakaian sopan dan rapi
  • Mematuhi aturan sekolah

2. Prestasi Belajar

  a. Pengertian Belajar Belajar menurut R.Gagne dalam buku Susanto (2013:1) adalah

  “suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Sedangkan menurut Muhibbin (2013:4) “belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan

  . Ini berarti bahwa berhasil

  atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri. Sedangkan menurut para ahli (Susanto, 2013:4)

  “belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun bertindak”. Dari beberapa pengertian belajar dapat disimpulkan bahwa

  “Belajar adalah suatu proses atau suatu aktivitas yang dilakukan oleh individu dalam jenjang pendidikan untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan terjadinya perubahan perilaku. Seseorang dianggap telah belajar jika dapat menunjukkan perubahan perilaku pada dirinya sendiri.

  ”

  b. Faktor yang Mempengaruhi Belajar Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. 1) Faktor-faktor intern, meliputi:

  a) Faktor Jasmaniah Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagaian-bagiannya/bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya.

  b) Faktor Psikologis Faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar, antara lain: (1) intelegensi, (2) perhatian, (3) minat, (4) bakat, (5) motif, (6) kematangan, (7) kesiapan.

  c) Faktor Kelelahan 2) Faktor-faktor ekstern, meliputi:

  a) Faktor Keluarga

  Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: (1) cara orang tua mendidik, (2) relasi antara anggota keluarga, (3) suasana rumah tangga, (4) keadaan ekonomi, (5) pengertian orang tua, (6) latar belakang kebudayaan, (4) bentuk kehidupan masyarakat.

  b) Faktor Sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup: (1) metode mengajar, (2) kurikulum, (3) relasi guru dengan siswa, (4) relasi siswa dengan siswa, (5) disiplin sekolah, (6) pelajaran dan waktu sekolah, (7) standar pelajaran, (8) keadaan gedung, (9) metode belajar, dan (10) tugas rumah.

  d) Faktor Masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh ini terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat. Faktor masyarakat yang mempengaruhi ini mencakup: (1) kegiatan siswa dalam masyarakat, (2) media massa, (3) teman bergaul, dan (4) bentuk kehidupan masyarakat.

  Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ada dua faktor yang dapat mempengaruhi belajar yaitu faktor yang berada dalam diri individu (intern) dan dalam luar individu yang belajar (ekstern). c. Pengertian Prestasi Belajar Menurut Arifin (2009:12) Prestasi berasal dari bahasa

  Belanda yaitu Prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “Prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Istilah “prestasi belajar” (achievement) berbeda dengan “hasil belajar” (learning

  

outcome ). Maka dari itu, prestasi belajar merupakan suatu masalah

  yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing.

  Prestasi belajar menurut Mulyasa (2013:189) yaitu hasil yang diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar, sedangkan belajar pada hakekatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya.

  Teori belajar yang mendukung prestasi belajar siswa yaitu teori belajar Konstruktivisme, Konstruktivisme yaitu pembelajaran yang mengajak siswa untuk berpikir dan mengkonstruksi dalam memecahkan permasalahan secara bersama-sama sehingga didapatkan suatu penyelesaian yang akurat (Saefudin:2008). Dalam pembelajaran kontruktivisme guru berperan sebagai fasilitator sekaligus membimbing dan mengarahkan siswa membangun sendiri pengetahuan dengan terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi prstasi belajar menurut Mulyasa (2013:189) dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu 1) Bahan atau materi yang dipelajari 2) Lingkungan 3) Faktor Instrumental 4) Kondisi Peserta Didik Faktor tersebut baik secara terpisah maupun bersama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap prestasi belajar peserta didik.

3. Matematika di Sekolah Dasar

  a. Pengertian Matematika Matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2010:1) adalah bahwa simbol ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.

  Pengertian matematika antara lain menurut Johnson dan Rising dalam Russefendi (Suwangsih & Tiurlina, 2006:4) bahwa “matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat respresentasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi

  .

  Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis tidak menerima pembuktian secara induktif, matematika mempunyai struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya.

  b. Ciri-Ciri Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006:25) ciri-ciri pembelajaran matematika di sekolah dasar antara lain: a) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral

  Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatau topik matematika selalu mengkaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya.

  b) Pembelajaran matematika bertahap Materi pelajaran mateatika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit.

  c) Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif

  Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun, karena sesuai tahap perkembangan mental siswa maka pada pelajaran matematika di Sekolah Dasar digunakan pendekatan induktif.

  d) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya.

  e) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna Pembelajaran secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan.

  c. Langkah Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Menurut Tim Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar (2011: 1) menyatakan tahapan aktivitas penguasaan materi pelajaran matematika meliputi: 1) Penanaman Konsep

  Tahap penanaman konsep merupakan tahap pengenalan awal tentang konsep yang akan dipelajari siswa. Pada tahap ini pengajaraan memerlukan penggunaan benda konkrit sebagai alat peraga.

  2) Tahap Pemahaman Konsep Tahap pemahaman konsep merupakan tahap lanjutan setelah konsep ditanamkan. Pada tahap ini penggunaan alat peraga mulai dikurangi dan bentuknya semi konkrit sampai pada akhirnya tidak diperlukan lagi.

  3) Tahap Pembinaan Keterampilan Tahap pembinaan keterampilan merupakan tahap yang tidak boleh dilupakan dalam rangka membina pengetahuan siap bagi siswa. Tahap ini diwarnai dengan latihan-latihan seperti mencongak dan berlomba. Pada tahap pengajaran ini alat peraga sudah tidak boleh digunakan lagi. 4) Tahap Penerapan Konsep

  Tahap penerapan konsep yaitu penerapan konsep yang sudah dipelajari ke dalam bentuk soal-soal terapan (cerita) yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Tahap ini disebut juga sebagai pembinaan kemampuan memecahkan masalah.

4. Pecahan

  a. Pengertian Pecahan Menurut Heruman (2007:43) pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan asiran. Bagian inilah yang dinamakan pembilang. Adapun bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap sebagai satuan, dan dinamakan penyebut.

  Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan (Depdikbud, 1999) dalam buku Heruman (2007:43) menyatakan bahwa pecahan merupakan salah satu topik yang sulit diajarkan. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat diketahui bahwa materi yang akan dijadikan bahan penelitian adalah materi pecahan dengan kompetensi dasar penjumlahan dan pengurangan pecahan.

  Bilangan pecahan juga berlaku operasi hitung penjumlahan dan pengurangan. Perhatikan contoh di bawah ini. (Burhan, 2008:172) 1) Penjumlahan pecahan dengan penyebut yang sama

  = = = + Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama dilakukan dengan menjumlahkan pembilang-pembilangnya. Sedangkan penyebutnya tidak dijumlahkan

  2) Penjumlahan pecahan dengan penyebut yang berbeda

  • Penyelesaian dari pecahan dengan penyebut yang berbeda yaitu Bentuk yang senilai dengan adalah , , ,

  , … Bentuk yang senilai dengan adalah , , ,

  , … Pecahan yang senilai dengan dan yang berpenyebut sama dan

  • = = = +
  • Jadi, =

  1. Samakan penyebut dengan KPK kedua bilangan (mencari bentuk pecahan yang senilai)

  2. Jumlahkan pecahan baru seperti pada penjumlahan pecahan berpenyebut sama 3) Pengurangan pecahan dengan penyebut yang sama

  = = = - Pengurangan pecahan yang berpenyebut sama dilakukan dengan mengurangkan pembilang-pembilangnya.

  Sedangkan penyebutnya tidak dikurangkan.

  4) Pengurangan pecahan dengan penyebut yang berbeda

  • Penyelesaiannya yaitu Bentuk senilai adalah , , ,

  , … Bentuk senilai adalah , , , , …

  Pecahan senilai dan pecahan senilai

  • = = = -
  • Jadi, =

  1. Samakan penyebut dengan KPK kedua bilangan (mencari bentuk pecahan yang senilai).

  2. Kurangkan pecahan baru seperti pada pengurangan pecahan berpenyebut sama.

5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together

  a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head

  Together (NHT)

  Model Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.

  Menurut Robert E. Slavin (2005:256) model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini diantaranya menomori orang bersama.

  Menomori orang bersama pada dasarnya adalah sebuah varian dari Group Discussion; pembelokannya yaitu pada hanya ada satu siswa yang mewakili kelompoknya tetapi tidak sebelumnya tidak diberi tahu siapa yang akan menjadi wakil kelompok tersebut.

  Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head

  

Together (NHT) adalah suatu model pembelajaran yang dilandasi

  oleh teori belajar Konstruktivis. Numbered Head Together (NHT) merupakan pendekatan struktural pembelajaran kooperatif yang telah dikembangkan oleh Spencer Kagan, dll (Ibrahim, 2000:25). Meskipun memiliki banyak persamaan dengan pendekatan yang lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Sehingga model pembelajaran kooperatif tipe

  

Numbered Head Together berkaitan erat dengan teori belajar

Konstruktivisme.

  b. Langkah-langkahnya Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Suprijono (2009:92) yaitu 1) Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil.

  Jumlah kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang di pelajari. Jika jumlah peserta didik dalam satu kelas terdiri dari 40 orang dan terbagi menjadi 5 kelompok berdasarkan jumlah konsep yang dipelajari, maka tiap kelompok terdiri dari 8 orang.

  2) Guru memberikan nomer 1-8 kepada tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok.

  3) Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok.

  Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.

  4) Guru memanggil peserta didik yang memiliki nomer yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya dari guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua peserta didik yang bernomer yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

  c. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT pada Pelajaran Matematika Materi Pecahan.

  Langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran ini sebagai berikut: a) Peserta didik dibagi dalam kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 4 peserta didik, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor yang berbeda.

  b) Guru memberikan tugas atau lembar kerja siswa (LKS) dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

  c) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya.

  d) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil memaparkan hasil kerja sama mereka.

  e) Kemudian guru menunjuk nomor yang lain, untuk menanggapi temannya yang telah memaparkan hasil kerjanya.

  f) Kesimpulan.

  Menurut Rofiah (2015) ada empat langkah-langkah pembelajaaran kooperatif tipe Numbered Head Together yaitu: (a) Penomoran, (b) Pengajuan pertanyaan, (c) Berpikir bersama, (d) Pemberian jawaban. Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi enam langkah sesuai kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Keenam langkah tersebut adalah sebagai berikut :

  Langkah 1. Persiapan Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

  Langkah 2. Penomoran / Numbering Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 atau 5 anak. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.

  Langkah 3. Pertanyaan dan berpikir bersama / Head Together Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru.

  Langkah 4. Pemberian jawaban / Answering Dalam tahap, ini guru menyebut salah satu nomor dan para siswa dari setiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

  Langkah 5.Memberi kesimpulan

  Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

  Langkah 6.memberikan penghargaan Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan berupa kata- kata pujian pada siswa dan memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil belajarnya lebih baik.

6. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta Indikator

  a. Standar Kompetensi :

  1. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

  b. Kompetensi Dasar : 6.3 Menjumlahkan Pecahan

  6.3 Mengurangkan Pecahan

  c. Indikator : 1) Melakukan operasi hitung penjumlahan pecahan berpenyebut sama.

  2) Melakukan operasi hitung penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda.

  3) Melakukan operasi hitung pengurangan pecahan berpenyebut sama.

  4) Melakukan operasi hitung pengurangan pecahan berpenyebut berbeda.

7. Alat Peraga

  a. Pengertian Alat Peraga Menurut Estiningsih (1994) dalam buku Sukayati &

  Suharjana (2009:6) alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri konsep yang dipelajari. Contoh: papan tulis, buku tulis, dan daun pintu berbentuk persegi panjang dapat berfungsi sebagai alat peraga pada saat guru menerangkan bangun geometri dalam persegipanjang.

  Menurut Anitah (2008:3) peraga berasal dari kata raga yang berarti jasad atau bentuk. Istilah alat peraga ini demikian melekat pada banyak pendidik sampai kurun waktu yang cukup lama. Bahkan sampai saat ini masih banyak orang menggunakan istilah alat peraga secara silih berganti dengan istilah lain seperti alat bantu, media, alat pelajaran, dan lain-lain.

  Jadi, dapat disimpulkan dari pengertian alat peraga diatas bahwa alat peraga yaitu media pembelajaran atau alat bantu yang mengandung atau membawakan ciri-ciri konsep yang dipelajari.

  b. Blok Pecahan Menurut Sukayati & Suharjana (2009:30) bilangan pecahan lazim disebut pecahan, maka untuk selanjutnya yang dimaksud pecahan adalah bilangan pecahan. Alat peraga blok pecahan dapat digunakan untuk pembelajaran pecahan di kelas III, IV, V, VI SD dalam konsep materi: a) Pecahan , , , , , , ,

  b) Pecahan senilai

  c) Penjumlahan dan pengurangan pecahan

Gambar 2.1. Ilustrasi Gambar Blok Pecahan

  a) Memperagaan konsep pecahan Kosep pecahan yang dikenalkan kepada peserta didik dengan urutan dari an, an, dan an. Selanjutnya mengenalkan pecahan an, an, an, an, dan an. Satu lingkaran utuh digunakan untuk memperagakan bilangan 1.

  Lingkaran utuh digunakan untuk memperagakan bilangan 1.

  Lingkaran yang dipotong menjadi 2 bagian sama digunakan untuk memperagakan konsep an. Masing- masing melambangkan dan dibaca setengah/seperdua. “1” disebut pembilang (merupakan 1 bagian potongan yang diperhatikan/diambil). “2” disebut penyebut (merupakan banyaknya potongan yang sama dari yang utuh) Lingkaran yang dipotong menjadi 4 bagian sama digunakan untuk memperagakan konsep pecahan an. Bila mengambil 2 potong maka disebut (dua per empat) dan bila mengambil 3 potong maka disebut (tiga per empat) Peragaan dapat dilanjutkan untuk an, an, an, an, an, dan an.

  b) Memperagakan penjumlahan pecahan 1. Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama.

  Contoh = +

  Kesimpulannya : penjumlahan dua pecahan berpenyebut sama dapat dilakukan dengan menjumlahkan pembilang dari kedua pecahan tersebut, sedangkan penyebutnya tetap.

  2. Penjumlahan pecahan yang berpenyebut tidak sama

  Contoh Digabung

  Di ubah

  • = + =

  Kesimpulannya : penjumlahan dua pecahan tidak sama dan salah satu penyebutnya merupakan kelipatan penyebut yang lain, dapat dilakukan dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu kemudian baru dijumlahkan.

  c) Memperagakan Pengurangan Pecahan

  1. Pengurangan pecahan yang berpenyebut sama Contoh

  Diambil Sisa Kesimpulannya : pengurangan pecahan yang berpenyebut sama dapat dilakukan dengan mengurangkan pembilangnya, sedangkan penyebutnya sama dengan kedua pecahan tersebut.

  2. Pengurangan pecahan yang berpenyebut tidak sama Contoh -

  Diubah menjadi d diambil diambil = sisa

  Jadi: - = - = = Kesimpulannya: Pengurangan pecahan yang berpenyebut tidak samadapat dilakukan dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu sehingga menjadi dua pecahan berpenyebut sama, baru mengurangkan pembilangnya, sedangkan penyebutnya sama dengan kedua pecahan tersebut.

  2.2. Gambar Foto Alat Peraga Blok Pecahan

B. Penelitian Relevan

  Dalam penelitian tindakan kelas (PTK) yang telah dilaksanakan oleh Ari Fatma tahun 2012 dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Koopeatif Tipe Numbered Head Together Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Pecahan Di Kelas V SDN 2 Karangnangka, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

  

Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar

matematika materi pecahan di kelas lima.

  Peneliti yang lain dilakukan oleh Septianti Nurjannah tahun 2015 dengan judul Peningkatan Keaktifan dan Prestasi Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran tipe Numbered Head Together Menggunakan Media Kartu Bilangan Di Kelas IV SDN 1 Kalialang, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head

  

Together dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran

  matematika C.

   Kerangka Berpikir

  Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru guna mencapai tujuan dan sarana pendidikan. Banyak model pembelajaran yang diterapkan oleh guru akan tetapi masih banyak dijumpai beberapa guru yang masih bingung dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa SD, khususnya pada siswa kelas IVB SD Negeri 1 Sambirata.

  Untuk memberikan ketertarikan dan suasana menyenangkan kepada siswa, maka cara yang dapat ditempuh misalnya dengan mengaktifkan mereka dalam kegiatan pembelajaran matematika secara kelompok, adanya alat peraga dan menggunakan model pembelajaran yang sesuai. Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika, guru yang baik harus menciptakan suasana pembelajaran matematika yang menyenangkan. Siswa akan lebih termotivasi dalam pembelajaran matematika apabila penyajiannya baik dan menarik. Dalam hal ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head

  

Together (NHT) dengan alat peraga blok pecahan sangat membantu siswa

  dalam memahami materi yang diajarkan oleh guru. Dengan hal seperti itu, diharapkan hasil belajar matematika siswa dapat terus meningkat. Untuk lebih jelasnya dibuat bagan kerangka berfikir dari penelitian ini sebagai berikut

  Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3. Kerangka Berpikir

  KONDISI AWAL Hasil belajar matematika siswa rendah

  Tindakan Dalam pembelajaran guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head

  Together (NHT) dengan alat peraga blok pecahan Siklus 1

  Dalam pembelajaran siswa melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan alat peraga blok pecahan

  Siklus 2 Dalam pembelajaran siswa melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dengan alat peraga blok pecahan

  Prestasi belajar Matematika siswa meningkat pada : sikap

  

disiplin dan prestasi

belajar siswa.

D. Hipotesis Tindakan

  Untuk mengatasi masalah yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan penelitian sebagai berikut:

  1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

  Numbered Head Together (NHT) dengan alat peraga blok pecahan

  dapat meningkatkan sikap disiplin siswa terhadap mata pelajaran matematika materi pecahan kelas IVB SD Negeri 1 Sambirata.

  2. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

  Numbered Head Together (NHT) dengan alat peraga blok pecahan

  dapat meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika materi pecahan kelas IVB SD Negeri 1 Sambirata.

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) MATA PELAJARAN MATEMATIKA PADA KELAS V SD NEGERI 3 CANDIMAS T.P 2011/2012

0 12 49

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATERI POKOK EKOSISTEM

0 7 55

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATERI POKOK EKOSISTEM

1 17 95

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATERI POKOK EKOSISTEM

0 8 56

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER UNTUK PENINGKATAN PRESTASI DAN AKTIVITAS BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 KRESNOWIDODO KECAMATAN TEGINENENG

0 4 60

PENERAPAN MODEL PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI PECAHAN BERBANTUAN BLOK PECAHAN SISWA KELAS IV SD 2 PIJI

0 0 24

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION MATERI PECAHAN SISWA KELAS IV SD 2 TUMPANGKRASAK KUDUS

0 0 22

PENINGKATAN KEDISIPLINAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER

0 0 8

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN PECAHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS IV SD 2 JURANG

0 1 24

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI JARING-JARING KUBUS DAN BALOK MELALUI MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER PADA SISWA KELAS IV SD N 5 PUYOH

0 0 24