BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. HEMODIALISIS - Lahir Nurul Machmudha BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. HEMODIALISIS

  1. Definisi Hemodialisis Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialisis yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun secara progresi ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut (Kumala et al, 2011)

  Menurut Brunner & Suddart dalam Nursalam (2006), hemodialisis merupakan proses pembersihan darah dalam tubuh yang digunakan oleh pasien dengan gagal ginjal tahap akhir. Hemodialisis tidak bersifat untuk menyembuhkan atau mengembalikan suatu sistem metabolik tubuh, melainkan hemodialisis hanya sebuah terapi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

  2. Tujuan Hemodialisis Menurut Suharyanto dan Madjid (2009), hemodialisis bertujuan untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan.

  3. Indikasi Hemodialisis Menurut Daugirdas et al (2007), indikasi hemodialisis kronis adalah hemodialisis yang dilakukan berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis, dialisis dimulai jika GFR <15

  12 ml/mnt, keadaan pasien yang mempunyai GFR <15 ml/mnt tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari : 1) GFR <15 ml/mnt, tergantung gejala klinis, 2) gejala uremia meliputi: lethargi, anoreksia, nausea dan muntah, 3) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot, 4) hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan, 5) komplikasi metabolikyang refrakter.

  4. Proses Hemodialisis Menurut Daurgirdas et al., (2007), hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen: 1) kompartemen darah, 2) kompartemen cairan pencuci

  (dialisat), dan 3) ginjal buatan (dialiser). Darah dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu, kemudian masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balik, selanjutnya beredar didalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi dalam dialiser.

  Hemodialisis mempunyai prinsip kerja dengan komposisi solute. Komposisi solute (bahan terlarut) merupakan suatu larutan (kompartemen darah) yang akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membran semipermeabel (dialiser). Hal ini akan mengakibatkan adanya perpindahan solute melewati membran (osmosis). Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. Menurut Daurgirdas et al., (2007), difusi adalah perpindahan solute terjadi akibat gerakan molekulnya secara acak, utrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solute berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (transmembrane pressure) atau mekanisme osmotik akibat adanya perbedaan konsentrasi larutan. Pada mekanisme UF konveksi merupakan proses yang memerlukan gerakan cairan disebabkan oleh gradient tekanan transmembran.

  5. Dosis Hemodialisis Dan Kecukupan Dosis Hemodialisis Menurut Swartzendruber et al., (2008), adekuasi hemodialisis merupakan kecukupan dosis hemodialisa yang diberikan. Adapun adekuasi hemodialisis dapat diukur dengan menghitung urea reduction

  ratio (URR) dan urea kinetic modeling (Kt/V). Nilai URR dihitung

  dengan mencari nilai rasio antara kadar ureum pradialisis yang dikurangi kadar ureum pasca dialisis dengankadar ureum pasca dialisis. Perlunya nilai kadar ureum pradialisis dan pasca dialisis, berat badan pradialisis dan pascadialisis dalam satuan kilogram, dan lama proses hemodialisis dalam satuan jam dalam perhitungan Kt/V. Pada hemodialisis dengan dosis 2 kali seminggu, dialisis dianggap cukup bila nilai URR 65-70% dan nilaiKt/V 1,2-1,4.

B. KOMPLIKASI HEMODIALISIS

  Komplikasi akut hemodialisis merupakan suatu manifestasi klinis terkait dengan hemodialisa yang terjadi selama sesi dialisis atau dalam 24 jam pertama setelah dialisis. Meskipun hemodialisis merupakan suatu terapi yang cukup aman dan bermanfaat untuk pasien, namun bukan berarti tanpa efek samping (Daugirdas, et al.,2007). Beberapa efek komplikasi intradialisis yaitu;

  a. Hipotensi Intradialisis Hipotensi ketika hemodialisis atau biasa disebut intradialytic

  hypotension adalah salah satu masalah yang paling banyak terjadi

  (Holley, et al., 2007). Hipotensi Intradialisis merupakan kejadian turunnya tekanan darah sistolik > 30% atau turunnya tekanan diastolik sampai dibawah 60 mmHg yang terjadi saat pasien menjalani hemodialisis (Shahgholian, et al., 2008). Menurut Daugirdas, et al., (2007) ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hipotensi intradialisis yaitu berhubungan dengan volume, vasokonstriksi yang tidak adekuat, faktor jantung dan faktor lain.

  b. Hipertensi Intradialisis Menurut Corwin, (2008), pasien dikatakan mengalami hipertensi ketika tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, sedangkan hipertensi intradialisis terjadi ketika tekanan darah saat dialisis ≥ 140/90 mmHg atau terjadi peningkatan tekanan pada pasien yang sudah mengalami hipertensi pra- dialisis. Pasien yang mengalami peningkatan pada tekanan darah sebesar 10 mmHg saat HD didapatkan peningkatan risiko rawat inap di rumah sakit dan kematian (Inrig et al., 2009). Menurut Tomson (2009) terjadinya hipertensi intradialisis disebabkan oleh vasokonstriksi.

  Vasokontriksi terjadi karena adanya peningkatan aktivitas saraf simpatis, turunnya aktivitas nitric oxide activity, dan rendahnya vasodilator.

  c. Kram Otot Menurut Teta (2008), frekuensi kejadian kram saat hemodialisis 5-

  20% dari keseluruhan prosedur hemodialisis. Kram otot disebabkan oleh cepatnya proses ultrafisasi dan adanya gangguan elektrolit (Bieber dan Himmelfarb, 2013)

  d. Mual dan Muntah Terapi hemodialisis dapat berdampak pada ketidakseimbangan oksihemoglobin dalam darah. Hal ini menyebabkan pasien yang menjalani hemodialisis dapat mengalami keluhan mual muntah intradialisis (Cornelia, 2017). Menurut Daugirdas (2007), rentang kejadian mual dan muntah saat hemodialisis adalah 5-15% dari keseluruhan hemodialisis. Holley, et al., (2007) mengungkapkan bahwa kemungkinan terjadinya mual muntah pada saat hemodialisis di pengaruhi oleh waktu hemodialisis yang terlalu lama, adanya perubahan homeostasis ketika hemodialisis, dan banyaknya ureum yang dikeluarkan.

  e. Sakit Kepala (Headache) Rentang kejadian sakit kepala saat hemodialisis adalah 5% dari keseluruhan hemodialisis (Daugirdass, et al., 2007). Menurut Smeltzer, et

  

al ., (2008), sakit kepala merupakan suatu gejala yang menunjukan penyakit lain, respon stres, terjadinya vasodilatasi, tegangan otot rangka atau kombinasi respon tersebut.

  f. Nyeri Dada Kallenbach, et al., (2005) mengatakan bahwa nyeri dada yang timbul pada saat hemodialisis dikarenakan adanya penurunan hematokrit serta terdapat perubahan volume darah karena penarikan cairan. Rentang kejadian nyeri dada saat hemodialisis adalah 2-5% dari keseluruhan hemodialisis (Daugirdass, et al., 2007)

  g. Aritmia Teta, (2008) mengatakan bahwa aritmia adalah komplikasi intradialisis yang jarang terjadi. Menurut FMNCA, (2007), kejadian aritmia ketika hemodialisis dikarenakan beberapa sebab, yaitu : hipertensi, penyakit jantung, penarikan kalium yang berlebihan dan terapi digoxin.

C. 2 ) SATURASI OKSIGEN (SpO

  1. Definisi Menurut Hidayat (2007), saturasi oksigen merupakan suatu gambaran presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam arteri, kisaran nilai normal saturasi oksigen adalah antara 95 –100%. Kemudian hemoglobin tersebut terdeoksigenasi atau telah terjadinya proses pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan tubuh.

  2. Pengukuran Saturasi Oksigen Brunner, Suddart (2002) menjelaskan bahwa pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapatehnik. Penggunaan oksimetri nadi merupakan tehnik yang efektifuntuk memantau pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yangkecil atau mendadak.

  Adapun cara pengukuran saturasi oksigen antara lain :

  a. Saturasi oksigen arteri (Sa O

  2 )

  Hipoksemia adalah keadaan dimana nilai saturasi bawah 90% hal ini ditandai dengan terjadinya sianosis.

  b. Saturasi Oksigen Vena (Sv O

  2

  ) Saturasi oksigen vena dilihat untuk mengetahui banyaknya oksigen yang telah didistribusi ke tubuh. Sv O

  2 di bawah 60% dalam perawatan

  klinis, menunjukkan tubuh kekurangan oksigen, dan terjadinya iskemik penyakit. Pengukuran Sv O

  2 sering menggunakan mesin jantung-paru (Extracorporeal Circulatioani).

  c. Tissue Oksigen Saturasi (St O

  2 ) Tissue oksigen saturasi dapat diukur menggunakan spektroskopi.

  Spektroskopi merupakan sebuah inframerah dekat yang dapat memberikan gambaran oksigenasi yang terjadi dalam tubuh dengan berbagai kondisi.

  d. Saturasi oksigen perifer (Sp O

  2 ) Menurut Giuliano & Higgins (2005), saturasi oksigen perifer merupakan estimasi tingkatkejenuhan oksigen yang biasanya diukur dengan pulse oksimeter

  3. Faktor yang Mempengaruhi Bacaan Saturasi Faktor-faktor yang mempengaruhi bacaan saturasi menurut Kozier (2010):

  a. Hemoglobin (Hb) Jika Hb tersaturasi penuh dengan O

  2 walaupun nilai Hb rendah maka

  akan menunjukkan nilai normalnya. Misalnya pada klien dengan anemia memungkinkan nilai SpO

  2 dalam batas normal.

  b. Sirkulasi

  Pulse Oksimetri tidak akan memberikan bacaan yang akurat jika area yang di bawah sensor mengalami gangguan sirkulasi.

  c. Aktivitas Menggigil atau pergerakan yang berlebihan pada area sensor dapat menggangu pembacaan SpO yang akurat.

  2 D. HEART RATE 1.

   Definisi

  Menurut Medical Life Science (2017), heart rate adalah jumlah detak jantung per satuan waktu. Biasanya detak jantung dinyatakan sebagai denyut per menit (bpm). Jantung berdenyut untuk memasok darah bersih beroksigen dari ventrikel kiri ke pembuluh darah tubuh melalui aorta. Seiring kebutuhan akan perubahan oksigen dalam berbagai situasi, seperti olahraga, tidur dan sebagainya, detak jantungnya berubah.

  Heart rate bisa diukur di beberapa area meliputi : arteri temporal di

  sisi dahi, arteri wajah pada sudut rahang, arteri karotis di leher, arteri brakialis, arteri radial di pergelangan tangan, arteri femoralis di pangkal paha, arteri popliteal dibelakang lutut posterior tibialis, arteri dorsalis pedis arteri di atas kaki. Biasanya paling mudah di pergelangan tangan dan leher. Heart rate normal orang dewasa adalah 60-100 bpm. Variasi detak jantung sesuai dengan jumlah oksigen yang diperlukan tubuh saat itu (Medical Life Sciences, 2017).

  2. Faktor yang Mempengaruhi Heart Rate

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi heart rate antara lain : aktifitas fisik, suhu udara sekitar, posisi tubuh (tidur/berdiri), tingkat emosi, usia dan obat-obatan yang sedang dikonsumsi. Jadi heart rat

  

e masing-masing orang jelas berbeda tergantung kondisi tubuh (Heryani,

2013).

  atau yang sering disebut dengan denyut nadi

  Resting heart rate

  istirahat adalah 60

  • –100 bpm. Hasil pengukuran Heart Rate dapat lebih akurat jika di ukur saat bagun pagi sebelu berakifitas apapun. Jika resting

  

heart rate rendah, berarti penggunaan oksigen dalam tubuh dapat

dikatakan lebih efisien (Heryani, 2013).

  3. Cara Mengukur Heart Rate

  Ada beberapa cara untuk mengukur Heart Rate menurut Heryani (2013) :

  a. Temukan titik nadi (daerah yang denyutnya paling keras) yaitu nadi radialis di pergelangan tangan dekat ibu jari. Bisa juga menghitung

  

heart rate pada nadi karotis di daerah cekungan bagian pinggir leher.

  Tekan pergelangan tangan/leher pakai jari telunjuk dan jari tengah. Tempatkan telunjuk dan jari tengah di pergelangan tangan bawah jempol atau di leher kemudian tekan dengan jari sampai detemukan Denyut nadi. Jangan memeriksa denyut nadi di kedua sisi pada saat yang sama, hal itu dapat memperlambat aliran darah ke kepala akibatnya sesak nafas bahkan pingsan. Obyek harus dalam posisi duduk/berbaring. Arteri leher pada beberapa orang sangat sensitif terhadap tekanan.

  b. Setelah menemukan denyut nadi, hitung jumlah denyut selama 1 menit penuh, atau hitung denyut selama 3 detik lalu kalikan 2.

  c. Jumlah denyut jantung berbeda-beda sesuai aktifitas dan kondisi kesehatan. Untuk mendapatkan denyut jantung yang normal, istirahatlah min 10 menit sebelumnya.

E. KERANGKA TEORI

  G ambar 2 1 Kerangka Teori

  Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK)

  Tindakan Hemodialisis : Tindakan Hemodialisis :

  Saturasi Oksigen Heart Rate

  Komplikasi Intradialisis: (SpO )

  2

  a. Hipotensi intradialis, Normal 60-100

  Normal jika hasil

  b. Hipertensi Intradialis, x/menit 95-100%

  c. Kram otot Tidak Normal <60

  Tidak Normal jika

  d. Mual Muntah, atau >100 x/menit skor hasil <95%

  e. Nyeri dada

  f. Aritmia . Gambar 2.1 Kerangka Teori

  Sumber :(Heryani, 2013); (Daugirdas, et al, 2007); (Brunner, Suddart 2002)

F. KERANGKA KONSEP

  Variasi Nilai SpO

2 Kejadian Komplikasi

  Intradialisis Pada Pasien dengan Hemodialisis Variasi Nilai Heart Rate

Gambar 2.2 Kerangka Konsep G.

   HIPOTESIS

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ha : Terdapat variasi nilai SpO

  2 dan heart rate terhadap kejadian

  komplikasi intradialisis pada pasien dengan hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono Soekarjo

  Ho Tidak terdapat variasi nilai SpO

  2 dan heart rate terhadap

  : kejadian komplikasi intradialisis pada pasien dengan hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono Soekarjo