BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. CARING PERAWAT - Apri Rijal Khairun BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. CARING PERAWAT

  1. Pengertin Caring Watson, (2004) menyebutkan caring adalah esensi dari keperawatan dan merupakan fokus serta sentral dari praktik keperawatan yang dilandaskan pada nilai

  • –nilai kebaikan, perhatian, kasih terhadap diri sendiri dan orang lain serta menghormati keyakinan spiritual pasien. Tujuan keperawatan adalah memfasilitasi individu mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi meliputi jiwa, raga, dan perkembangan pengetahuan diri, peningkatan diri, penyembuhan diri dan proses asuhan diri.

  Caring sangatlah penting untuk keperawatan. Caring adalah fokus

  pemersatu untuk praktek keperawatan. Perilaku caring juga sangat penting untuk tumbuh kembang, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia (Blais, 2007).

  Caring mengandung 3 hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu

  perhatian, tanggung jawab, dan dilakukan dengan ikhlas. Caring juga merupakan sikap peduli, menghormati dan menghargai orang lain, artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berfikir dan bertindak (Sitorus, 2007).

  Memberikan asuhan (caring) secara sederhana tidak hanya sebuah perasaan emosional atau tingkah laku sederhana, karena caring merupakan

  12 kepedulian untuk mencapai perawatan yang lebih baik, perilaku caring bertujuan dan berfungsi membangun struktur sosial, pandangan hidup dan nilai kultur setiap orang yg berbeda pada satu tempat (Dwidiyanti, 2007).

  Caring juga merupakan sebuah proses interpersonal esensial yang

  mengharuskan perawat melakukan aktivitas peran yang spesifik dalam sebuah cara dengan menyampaikan ekspresi emosi tertentu pada klien (Morrison & Burnard, 2009).

  Dwidiyanti, (2007) selanjutnya menyatakan bahwa caring merupakan manifestasi dari perhatian kepada orang lain, berpusat pada orang, menghormati harga diri dan kemanusiaan, komitmen untuk mencegah terjadinya suatu yang memburuk, memberi perhatian dan konsen, menghormati kepada orang lain dan kehidupan manusia, cinta dan ikatan, otoritas dan keberadaan, selalu bersama, empati, pengetahuan, penghargaan dan menyenangkan.

  Morrison dan Burnard, (2009) menggambarkan caring sebagai suatu proses yang memberikan kesempatan kepada seseorang (baik pemberi asuhan (carrer) maupun penerima asuhan) untuk pertumbuhan pribadi, yang didukung dengan aspek-aspek pengetahuan, penggantian irama, kesabaran, kejujuran, rasa percaya, kerendahan hati, harapan dan keberanian.

  Pada dasarnya tujuan caring adalah agar perilaku perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan dan menjaga/mengabadikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain dalam proses penyembuhan penyakit, penderitaan dan keberadaannya membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri dengan sentuhan kemanusiaan (Watson, 2004).

  Jadi, dengan caring dapat terjadinya interaksi antara perawat dan pasien. Karena caring merupakan dasar dalam melaksanakan praktik keperawatan profesional untuk memberikan kepuasan kepada pasien.

  2. Perilaku caring

  Caring merupakan inti dari praktik keperawatan yang baik, karena

caring bersifat khusus dan bergantung pada hubungan perawat-klien (Potter

  &Perry, 2009). Caring memfasilitasi kemampuan perawat untuk mengenali klien, mengetahui masalah klien, mencari dan melaksanakan solusinya.

  Perilaku seorang perawat yang caring terhadap klien, dapat memperkuat mekanisme coping klien sehingga memaksimalkan proses penyembuhan klien (Sitorus, 2006).

  Perilaku caring (caring act) adalah suatu tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Tindakan dalam bentuk perilaku caring seharusnya diajarkan pada manusia mulai sejak lahir, masa perkembangan, masa pertumbuhan sampai di kala meninggal. Perilaku

  

caring adalah esensi dari keperawatan yang membedakan dengan profesi

  lain dan mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Caring dalam keperawatan adalah fenomena transkultural dimana perawat berinteraksi dengan klien, staf dan kelompok lain. Perilaku caring bertujuan dan berfungsi membangun struktur sosial, pandangan dan nilai kultur setiap orang yang berbeda pada satu tempat dengan tempat lain (Dwidiyanti, 2007).

  Kemampuan caring memiliki nilai-nilai perawatan yang mengubah perawat dari keadaan, dimana perawat dianggap sebagai sekedar pekerjaan menjadi profesi yang lebih terhormat. Kemampuan caring tidak hanya berkisar pada mempraktikkan seni perawatan, memberi kasih sayang untuk meringankan penderitaan pasien dan keluarganya, meningkatkan kesehatan dan martabat tetapi juga memperluas aktualisasi perawat.

  3. Aspek caring Watson, (2004) caring yang diharapkan dalam keperawatan adalah sebuah perilaku perawatan yang didasari dari beberapa aspek diantaranya:

  a.

   Pembentukan sistem nilai humanistic dan altruistic.

  Individu merupakan totalitas dari bagian-bagian memiliki harga diri di dalam dan dari dirinya yang memerlukan perawatan, penghormatan, dipahami dan kebutuhan untuk dibimbing. Manifestasi perilaku caring perawat berdasarkan pengertian humanistic and altruistic adalah memanggil nama pasien dengan nama yang paling disukai, memenuhi dan merespon panggilan pasien dengan segera, menghormati dan melindungi privacy pasien menghargai dan menghormati pendapat dan keputusan pasien, menghargai dan mengakui sistim nilai pasien, melakukan pengakuan terhadap kebutuhan pasien.

  b. Menanamkan sikap penuh pengharapan (Faith hope).

  Dapat dilakukan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan. Di samping itu, perawat meningkatkan prilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan dan membantu memahami alternatif terapi yang diberikan, memberi keyakinan akan adanya kekuatan penyembuhan atau kekuatan spiritual dan penuh pengharapan. Manifestasi perilaku caring perawat berdasarkan pengertian faithhope adalah memberi motivasi kepada pasien untuk terus berusaha mencari pengobatan dan perawatan, melaksanakan perawatan dengan kepedulian yang tinggi, menganjurkan pasien untuk terus berdoa demi kesembuhannya, menunjukkan sikap yang hangat, kesan mendalam pada pasien.

  c. Menumbuhkan sensitifitas terhadap diri dan orang lain.

  Perawat harus bisa belajar menghargai kesensitifan dan perasaan kepada klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap wajar pada orang lain karena penerimaan terhadap perasaan diri merupakan kualitas personal yang harus dimiliki perawat sebagai orang yang memberi bantuan kepada pasien. Manifestasi perilaku caring perawat berdasarkan pengertian menumbuhkan sensitifitas terhadap diri dan orang lain adalah menunjukkan sikap tenang dan sabar, menemani atau mendampingi pasien, menawarkan bantuan dan memenuhi kebutuhan pasien.

  d. Mengembangkan hubungan saling percaya dan membantu.

  Sikap ini merupakan hubungan saling menguntungkan dan sangat penting bagi terbentuknya transcultural caring atau bersikap caring antara perawat dan pasien yang dapat meningkatkan penerimaan perwujudan perasaan baik positif maupun negatif. Manifestasi perilaku

  

caring perawat berdasarkan pengertian mengembangkan hubungan saling

  percaya dan membantu adalah mengucapkan salam dan memperkenalkan diri serta menyepakati dan menepati kontrak yang dibuat bersama.

  Perawat memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut merasakan apa yang dialami pasien.

  e. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif pasien.

  Perawat harus memahami dan menerima pikiran dan perasaan baik positif ataupun negatif yang berbeda pada situasi berbeda.

  Manifestasi perilaku caring perawat berdasarkan meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien adalah memberi kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya, perawat mengungkapkan penerimaannya terhadap pasien, mendorong pasien untuk mengungkapkan harapannya, menjadi pendengar yang aktif.

  f. Menggunaan metode secara sistematis dalam penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan.

  Perawat menggunakan metode proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan dalam penyelesaian masalah dan mengambil keputusan secara sistematis. Manifestasi perilaku caring perawat berdasarkan menggunaan metode secara sistematis dalam penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan adalah melakukan proses keperawatan sesuai masalah pasien, memenuhi kebutuhan pasien, melibatkan pasien, menetapkan rencana keperawatan bersama dengan pasien, melibatkan pasien dan keluarga dalam setiap tindakan dan evaluasi tindakan.

  g. Meningkatkan pembelajaran dan pengajaran interpersonal

  Caring efektif bila dilakukan melalui hubungan interpersonal

  sehingga dapat memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal pasien. Manifestasi perilaku caring perawat berdasarkan meningkatkan pembelajaran dan pengajaran interpersonal adalah menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pemberian pendidikan kesehatan sesuai kebutuhan pasien, menjelaskan keluhan secara rasional dan ilmiah, meyakinkan pasien tentang kesediaan perawat untuk memberikan informasi.

  h. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang mendukung.

  Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal pasien terhadap kesehatan kondisi penyakit pasien. Manifestasi perilaku caring perawat berdasarkan menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang mendukung. i. Memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan penuh penghargaan dalam rangka mempertahankan keutuhan dan martabat manusia.

  Perawat perlu mengenali kebutuhan komperhensif diri dan pasien. Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ketingkat selanjutnya. Kebutuhan pasien yang paling rendah adalah biofisikal misalnya makan, minum, eliminasi, dll. Kebutuhan aktualisasi yang tertinggi dari kebutuhan intra dan interpersonal. Manifestasi perilaku caring perawat berdasarkan memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan penuh penghargaan dalam rangka mempertahankan keutuhan dan martabat manusia adalah bersedia memenuhi kebutuhan pasien dengan tulus dan menyatakan perasaan bangga dapat menolong pasien, menghargai dan menghormati privacy pasien, menunjukkan kepada pasien bahwa pasien orang yang pantas dihormati dan dihargai. j. Mengijinkan untuk terbuka pada eksistensial fenomonological agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa pasien dapat dicapai.

  Fenomenologi yaitu tentang data serta situasi yang membantu

  pemahaman pasien terhadap fenomena. Psikologi esksistensial adalah keberadaan ilmu tentang manusia yang digunakan untuk menganalisis

  

fenomenologi. Manifestasi perilaku caring perawat berdasarkan

  mengijinkan untuk terbuka pada eksistensial fenomonological agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa pasien dapat dicapai adalah memberi kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk melakukan hal- hal yang bersifat ritual, memfasilitasi pasien dan keluarga dalam keinginannya untuk melakukan therapi alternatif sesuai pilihannya, memotivasi pasien dan keluarga, menyiapkan pasien dan keluarga saat mengahadapi fase berduka.

  Kesepuluh faktor karatif ini perlu selalu dilakukan oleh perawat agar semua aspek dalam diri pasien dapat tertangani sehingga asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain itu, melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami diri sebelum mamahami orang lain.

  4. Caring dalam praktik keperawatan

  Caring merupakan hasil dari kultur, nilai-nilai, pengalaman dan

  hubungan perawat dengan klien. Saat perawat berurusan dengan kesehatan dan penyakit dalam praktiknya, maka kemampuan perawat dalam pelayanan akan semakin berkembang. Sikap perawat dalam praktik keperawatan yang berhubungan dengan caring adalah dengan kehadiran, sentuhan kasih sayang, selalu mendengarkan dan memahami klien (Potter & Perry, 2009).

  a. Kehadiran Adalah suatu pertemuan antara perawat dengan klien yang merupakan sarana untuk lebih mendekatkan dan menyampaikan manfaat

  caring. Kehadiran perawat meliputi hadir secara fisik, berkomunikasi

  dengan pengertian. Kehadiran juga merupakan sesuatu yang ditawarkan perawat pada klien dengan maksud memberikan dukungan, dorongan, menenangkan hati klien, mengurangi rasa cemas dan takut klien karena situasi tertentu, serta selalu ada untuk klien (Potter & Perry, 2009).

  b. Sentuhan Merupakan salah satu cara pendekatan yang menenangkan, dimana perawat dapat mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan perhatian dan dukungan. Sentuhan caring merupakan suatu bentuk komunikasi non verbal yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan keamanan klien, meningkatkan harga diri klien, serta memperbaiki orientasi tentang kenyataaan. Pengungkapan sentuhan harus berorientasi pada tugas dan dapat dilakukan dengan cara memegang tangan klien, memberikan pijatan pada punggung, menempatkan klien dengan hati-hati dan ikut serta dalam pembicaraan (Potter & Perry, 2009).

  c. Mendengarkan Pembicaraan dengan klien harus benar-benar didengarkan oleh perawat. Mendengarkan merupakan kunci dari hubungan perawat dengan klien, karena dengan mendengarkan kisah/keluhan klien akan membantu klien mengurangi tekanan terhadap penyakitnya. Hubungan pelayanan perawat dengan klien yaitu dengan membangun kepercayaan, membuka topik pembicaraan, mendengarkan dan mengerti apa yang klien katakan.

  Perawat yang mendengarkan klien dengan sungguh-sungguh, akan mengetahui secara benar dan merespon apa yang benar-benar berarti bagi klien dan keluarganya (Potter & Perry 2009). Mendengarkan juga termasuk memberikan perhatian pada setiap perkataan yang diucapkan, nada suara, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh klien. Hal ini akan membantu perawat dalam mendapatkan petunjuk untuk membantu menolong klien mencari cara mendapatkan kedamaian.

  d. Memahami Klien Memahami klien akan membantu perawat dalam merespon apa yang menjadi persoalan klien. Memahami klien berarti perawat menghindari asumsi, fokus pada klien, dan ikut serta dalam hubungan

  

caring dengan klien yang memberikan informasi dan memberikan

  penilaian klinis. Memahami klien adalah sebagai inti suatu proses yang digunakan perawat dalam membuat keputusan klinis. Perawat yang membuat keputusan klinis yang akurat dengan konteks pemahaman yang baik, akan meningkatkan hasil kesehatan klien, klien akan mendapatkan pelayanan pribadi, nyaman, dukungan, dan pemulihan (Potter & Perry, 2009).

  Swanson, (1991) dalam teori caring atau middle range theories

  

“caring”, Swanson mendefinisikan perawat sebagai seseorang yang dalam

  memberikan pelayanan keperawatannya berkaitan dengan nilai-nilai yang lainnya, seperti kepribadian, komitmen dan tanggung jawab. Swanson menyatakan bahwa proses caring pada perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan mempunyai 5 ciri yaitu :

  a. Maintaining belief Maintaining belief adalah mempertahankan iman dalam kapasitas

  orang lain, untuk mendapatkan melalui suatu peristiwa atau transisi dan menghadapi masa depan dengan bermakna. Tujuannya adalah untuk memungkinkan yang lain sehingga dalam batas-batas kehidupannya, ia mampu menemukan makna dan mempertahankan sikap yang penuh harapan.

  b.

   Knowing

  Knowing adalah berjuang untuk memahami peristiwa seperti yang

  memiliki makna dalam kehidupan yang lain. Mengetahui melibatkan untuk menghindari asumsi tentang makna dari suatu peristiwa dengan yang merawat, yang berpusat pada kebutuhan lain, melakukan kajian mendalam, mencari petunjuk verbal dan nonverbal, dan mengikutsertakan dari keduanya.

  c. Doing for Doing for adalah melakukan untuk yang lain apa yang dia akan

  lakukan untuk diri sendiri jika hal itu mungkin. Melakukan untuk yang lain berarti memberikan perawatan yang nyaman, protektif, dan antisipatif, serta menjalankan tugasnya terampil dan kompeten sambil menjaga martabat orang tersebut.

  d.

   Enabling Enabling adalah memfasilitasi bagian yang lain melalui transisi

  kehidupan dan peristiwa asing dengan memberi informasi, menjelaskan, mendukung, dengan fokus pada masalah yang relevan, berfikir melalui masalah, dan menghasilkan alternatif, sehingga meningkatkan penyembuhan pribadi klien, pertumbuhan, dan perawatan diri.

e. Being with

  Being with adalah secara emosional hadir untuk yang lain dengan menyampaikan ketersediaan berkelanjutan, perasaan berbagi, dan pemantauan yang peduli memberikan tidak membebani orang dirawat.

  5. Cara mengukur perilaku caring Watson, (2009) perilaku caring dapat diukur dengan beberapa alat ukur (tools) yang telah dikembangkan oleh para peneliti. Beberapa penelitian tentang caring bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Pengukuran

  

caring merupakan proses mengurangi subyektifitas, fenomena manusia

  yang bersifat invisible (tidak terlihat) yang terkadang bersifat pribadi, ke bentuk yang lebih obyektif. Oleh karena itu, penggunaan alat ukur formal dapat mengurangi subyektifitas pengukuran perilaku caring.

  Pemakaian alat ukur formal pada penelitian keperawatan tentang perilaku caring ini bertujun untuk memperbaiki caring secara terus menerus melalui penggunaan hasil (outcomes) dan intervensi yang berarti untuk memperbaiki praktik keperawatan; sebagai studi banding (benchmarking) struktur, setting, dan lingkungan yang lebih menujukkan caring; mengevaluasi konsekuensi caring dan non caring pada pasien maupun perawat. Alat ukur formal caring dapat menghasilkan model pelaporan perawatan pada area praktik tertentu, mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan proses caring dan melakukan intervensi untuk memperbaiki dan menghasilkan model praktik yang lebih sempurna (Watson, 2009).

  Pengukuran perilaku caring perawat dapat dilakukan melalui pengukuran persepsi pasien terhadap perilaku caring perawat. Penggunaan persepsi pasien dalam pengukuran perilaku caring perawat dapat memberikan hasil yang lebih sensitif karena pasien adalah individu yang menerima langsung perilaku dan tindakan perawat termasuk perilaku

  

caring . Beberapa alat ukur formal yang mengukur perilaku caring perawat

  berdasarkan persepsi pasien antara lain (Watson, 2009): a.

   Caring behaviors assesment tool (CBA)

  Dilaporkan sebagai salah satu alat ukur pertama yang dikembangkan untuk mengkaji caring. CBA dikembangkan berdasarkan teori Watson dan menggunakan 10 faktor karatif. CBA terdiri dari 63 perilaku caring perawat yang dikelompokkan menjadi 7 subskala yang disesuaikan 10 faktor karatif Watson. Tiga faktor karatif pertama dikelompokkan menjadi satu subskala. Enam faktor karatif lainnya mewakili semua aspek dari caring. Alat ukur ini menggunakan skala Likert (5 poin) yang merefleksikan derajat perilaku caring menurut persepsi pasien (Watson, 2009).

  Validitas dan reliabilitas alat ukur ini telah diuji oleh empat ahli berdasarkan teori Watson. Cronin dan Harrison (1988 dalam Watson, 2009) meneliti 22 pasien infark miokard, kemudian Huggins et.al (1993 dalam Watson, 2009) meneliti 288 pasien ruang emergensi. Mereka menggunakan Alpa Cronbach pada 7 subskala yang berkisar antara 0,66 sampai 0.90.

b. Alat ukur caring behavior checklist (CBC) and client percepstion of

  (CPC)

  caring

  Dikembangkan oleh McDaniel (1990 dalam Watson 2009) dengan dua jenis pengukuran. McDaniel membedakan

  “caring for” dan

“caring about”. CBC didesain untuk mengukur ada tidaknya perilaku

  

caring (observasi). CPC merupakan kuesioner yang mengukur respon

  pasien terhadap perilaku caring perawat. Dua alat ukur ini digunakan bersama-sama untuk melihat proses caring. CBC terdiri dari 12 item perilaku caring. Alat ukur ini membutuhkan seorang observer yang menilai interaksi perawat-pasien selama 30 menit. Rentang nilai 0 (nol) sampai 12 (dua belas), nilai tertinggi menunjukkan ada perilaku caring yang ditampilkan. CPC ditunjukkan kepada pasien setelah diobservasi.

  Alat ukur ini terdiri dari 10 item dengan 6 rentang skala. Rentang skor 10 sampai 60, dimana skor tertinggi menunjukkan derajat perilaku caring yang ditunjukkan yang dipersepsikan pasien bernilai tinggi, begitu juga sebaliknya (McDaniel, 1990 dalam Watson, 2009).

  Validitas CBC menggunakan Content Validity Index (CVI) yakni sebesar 0,80. Reliabilitas CPC menggunakan konsistensi internal yakni alpa sebesar 0.81. reliabilitas CBC menggunakan pernyataan interater dan dihasilkan nilai rentang 0,76 sampai1,00, dimana 8 dari 12 item adalah 0,90 atau di atas rata-rata (McDaniel, 1990 dalam Watson, 2009).

c. Alat ukur caring professional scale (CPS)

  Dikembangkan oleh Swanson (2000, dalam Watson 2009) dengan menggunakan teori caring Swanson (suatu middle range theory yang dikembangkan berdasarkan penelitiannya pada 185 ribu yang mengalami keguguran). CPS terdiri dari dua subskala analitik yaitu Compassoionate

  

Healer dan Competent Practitioner, yang berasal dari 5 komponen

caring Swanson yakni mengetahui, keberadaan, melakukan tindakan, memampukan, dan mempertahankan kepercayaan. CPS terdiri dari 14 item dengan 5 skala Likert. Validitas dan reliabilitas CPS dikembangkan dengan menghubungkan alat ukur CPS dengan subskala empati The

  

Barret-Lenart Relationship Inventory (r=0,61, p<0,001). Nilai estimasi

  Alpa Cronbach untuk konsistensi internal digunakan untuk membandingkan beberapa tenaga kesehatan membandingkan beberapa tenaga kesehatan advance practice nurse (0,74 sampai 0,96), nurse (0,97), dan dokter (0,96).

d. Alat ukur caring assesment tools (CAT)

  Dikembangkan oleh Duffy (1990 dalam Watson, 2009) pada program doktoralnya. Alat ukur ini didesain untuk penelitian deskriptif korelasi. CAT menggunakan konsep teori Watson dan mengukur 10 faktor kuratif. Alat ukur ini terdiri dari 100 item dengan menggunakan skala Likert dari 1 (caring rendah) sampai 5 (caring tinggi), sehingga kemungkinan skor total berkisar antara 100 samapai 500. Sampel penilitian yang digunakan saat itu dalah 86 pasien medikal bedah.

  Duffy (1993 dalam Watson 2009) mengembangkan CAT versi admin (CAT-admin) yang mengukur persepsi perawat tentang manajer mereka untuk administrasi riset keperawatan. Alat ukur ini menambahkan pertanyaan kualitatif pada versi CAT original, dan masih menggunakan 10 faktor karatif. CAT-admin diuji pada 56 perawat part- time dan full-time, dan diperoleh nilai Alpa Cronbach sebesar 0,98.

  Kemudian pada tahun 2001, CAT dikembangkan oleh Duffy ke versi

  CAT-edu yang didesain menggunakan pendidikan keperawatan, dengan sampel 71 siswa program sarjana dan magister. CAT-edu terdiri dari 95 item pertanyaan dengan 5 poin skala Likert. Nilai Alpa Cronbach sebesar 0,98.

  e.

   Caring factor survey (CFS)

  Merupakan alat ukur terbaru yang menguji hubungan caring dan cinta universal (caritas). Caritas merupakan merupakan pandangan baru Watson tentang caring (2009). CFS dikembangkan oleh Karen Drenkard, John Nelson, Gene Rigotti dan Jean Watson dengan bantuan program riset dari Inovahealth di Virginia. Alat ukur ini awalnya terdiri 20 item kemudian direduksi menjadi 10 item pertanyaan, tiap pernyataan mewakili satu proses caritas. CFS menggunakan skala Likert dari 1 sampai 7. Skala terendah (1-3) mengindikasi tidak setuju, 7 sangat setuju, dan 4 netral. Semua item berupa pernyataan positif, ditujukan kepada pasien atau keluarga pasien Nilai Alpa Cronbach pada 20 pernyataan adalah 0,70 kemudian 20 item tersebut direduksi menjadi 10 item untuk menaikkan nilai Alpa Cronbach (Watson, 2009).

  Beberapa alat ukur di atas merupakan instumen yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku caring perawat menurut persepsi pasien. Penilaian ini tentunya sangat bergantung dari persepsi pasien terhadap tindakan atau pelayanan yang diterimanya dari perawat.

B. KEPUASAN PASIEN

  1. Pengertian kepuasan pasien Kepuasan yang dialami oleh pasien, berkaitan dengan mutu atau kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat. Pasien sebagai konsumen akan merasa puas bila diberi pelayanan yang baik dan diperlakukan dengan baik serta mendapatkan kemudahan dalam pelayanan (Pohan, 2007). Kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan merupakan prediktor yang paling penting dari keseluruhan pelayanan di rumah sakit.

  Pasien (klien) adalah konsumen pelayanan kesehatan yang membutuhkan kepuasan dalam pelayanan kesehatan yang terdiri dari: a. Pelayanan primer: penginapan rumah sakit, pelayanan keperawatan, dan tindakan pengobatan.

  b. Pelayanan sekunder: daerah yang nyaman dan menyenangkan (Potter & Perry, 2005).

  Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) yang diharapkan, jika kinerja berada di bawah harapan pelanggan, pelanggan tidak puas, jika memenuhi harapan pelanggan amat puas (Kotler, 2005).

  Kepuasan juga merupakan tingkat perasaan seseorang atau masyarakat setelah membandingkan hasil yang dirasakan dengan harapannya (Pohan, 2007).

  Sabarguna, (2006) kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan harapannya. Berbagai pandangan mengenai pengertian kepuasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien merupakan tingkat perasaan senang atau kecewa pasien sebagai konsumen pelayanan kesehatan setelah membandingkan antara kinerja (hasil) yang diharapkan, jika pelayanan kesehatan dibawah harapan pasien, pasien tidak puas, jika memenuhi harapan pasien amat puas. Kepuasan pasien adalah hasil dari penilaian dari pasien bahwa produk atau pelayanan telah memberikan tingkat kenikmatan dimana tingkat pemenuhan ini bisa lebih atau kurang. Pasien akan merasa puas jika persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan.

  Mutu pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari aspek-aspek sebagai berikut: aspek klinis (pelayanan dokter, perawat dan terkait teknis medis), aspek efisiensi dan efektifitas pelayanan, keselamatan pasien, dan kepuasan pasien. Beberapa indikator untuk mengetahui mutu efisiensi rumah sakit antara lain : pemanfaatan tempat tidur, pemanfaatan tenaga, pemanfaatan penunjang medik, dan keuangan. Indikator pemanfaatan tempat tidur sendiri yang mudah kita lihat dan kita ketahui adalah melalui angka BOR/ Bed Occupancy Rate, BTO/ Bed Turn Over, ALOS/ Average

  Length Of Stay, TOI/ Turn Over Interval (Sabarguna, 2004).

  Selama periode tahun 2005 - 2007, rumah sakit Indonesia mengalami peningkatan dalam hal rata-rata pemanfaatan tempat tidur

  (BOR). Pada tahun 2005 rata-rata nilai BOR nasional adalah sebesar 56,2 %, tahun 2006 rata-rata BOR nasional sebesar 57 %, dan BOR nasional tahun 2007 sebesar 65 %. Selain itu, untuk rata-rata lama hari perawatan (LOS) nasional secara umum cenderung fluktuatif. Rata-rata nilai LOS nasional pada tahun 2005 adalah 5,1 hari, rata-rata LOS nasional tahun 2006 adalah 4 hari, dan pada tahun 2007 rata-rata LOS nasional adalah 5 hari (Fardiansyah, dkk 2012).

  Pasien yang puas akan lebih loyal pada rumah sakit dan akan menguntungkan bagi rumah sakit. Syafrudin, (2010) menjelaskan bahwa memuaskan pelanggan akan memberikan keuntungan pada rumah sakit diantaranya pelanggan yang puas akan kembali, biaya operasional menjadi lebih efisien, biaya marketing lebih efektif, promosi gratis dari setiap informasi yang disampaikan oleh pelanggan yang puas, memperoleh laba.

  2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien Menurut Kotler, (2003) mengatakan bahwa ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan klien, meliputi: a. Sarana fisik (tangibility)

  Berupa bukti fisik yang dapt dilihat, yang meliputi gedung, perlengkapan, seragam pegawai dan komunikasi.

  b. Keandalan (reliability) Berupa kemampuan dalam memberikan pelayanan yang di janjikan dengan cepat, akurat dan memuaskan. c. Ketanggapan (responsiveness) Berupa inisiatif para pegawai untuk membantu para pelanggan dengan tanggap. Dalam memberikan pelayanan hendaknya tanggap terhadap kebutuhan klien sehingga dapat membantu klien bahkan sebelum klien menyadarinya atau memintanya.

  d. Jaminan (assurance).

  Yaitu pengetahuan, kemempuan, kesoanan, dan sifat dapat dipercaya yang meliputi para perawat.

  e. Sikap peduli (empati) Berupa kemudahan dalam membangun hubungan komunikasi yang baik antara pegawai dengan klien, perhatian priadi, dan dapat memahami kebutuhan pelanggan.

  3. Metode pengukuran kepuasan Menurut Kotler, (2005) ada beberapa metode dalam mengukur kepuasan pelanggan yaitu : a. Sistem keluhan dan saran.

  Pemberi pelayanan memberikan kepuasan pada pelanggan dengan cara menerima saran. Keluhan masukan mengenai produk atau jasa layanan.

  b. Survei kepuasan pelanggan Model ini berusaha menggali tingkat kepuasan dengan survei kepada pelanggan mengenai jasa yang selama ini mereka gunakan. Jika hal ini dilakukan dengan baik. Survey ini akan mencerminkan kondisi lapangan yang sebenarnya mengenai sikap pelanggan terhadap jasa yang digunakan.

  c. Belanja siluman (Ghost Shoppin) Cara pihak pemberi jasa dari pesaingnya dengan cara berpura- pura sebagai pembeli atau pengguna jasa dan melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan cara memahami kelemahan dan kekuatan produk jasa cara pesaing dalam menangani keluhan.

  d. Analisa pelanggan yang hilang.

  Analisa pelanggan tertentu yang berhenti menggunakan produk jasa dan melakukan studi terhadap bekas pelanggan mereka. Kepuasan pasien dipengaruhi oleh mutu pelayanan yang diberikan petugas kesehatan dalam hal ini perawat (Syafrudin dan Rosyanawaty, 2010).

C. KERANGKA TEORI

  Caring perawat : a.

   Pembentukan sistem nilai humanistic dan altruistic.

  b.

  Menanamkan sikap penuh pengharapan c. Menumbuhkan sensitifitas

d. Mengembangkan hubungan saling

  percaya

  Kepuasan

  e. Meningkatkan dan menerima ekspresi

  Pasien

  f. Menggunaan metode secara sistematis

  g. Meningkatkan pembelajaran

  h. Menciptakan lingkungan fisik i. Memenuhi kebutuhan dasar manusia

  j. Mengijinkan untuk terbuka

  Sumber : Watson, (2009)

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien:

  1. Sikap peduli (Empati)

  2. Keandalan dan keterampilan (reliability)

  3. Kecepatan petugas memberikan tanggapan (responsiveness).

  Sumber : Kotler, (2003) Gambar 2.1

  Kerangka teori caring perawat dan kepuasan pasien Kotler, (2003) dan Watson, (2009).

D. Kerangka Konsep Variabel Bebas

  Caring perawat IGD: a.

  Pembentukan sistem nilai humanistic dan altruistic.

  b. Menanamkan sikap penuh pengharapan Variabel terikat

  c. Menumbuhkan sensitifitas

  d. Mengembangkan hubungan saling percaya Kepuasan Pasien:

  e. Meningkatkan dan menerima ekspresi

  f. Menggunaan metode secara sistematis

  1. Sikap peduli

  g. Meningkatkan pembelajaran

  (Empati)

  h. Menciptakan lingkungan fisik i. Memenuhi kebutuhan dasar manusia

  2. Keandalan dan j.

  Mengijinkan untuk terbuka

  keterampilan (reliability)

  3. Kecepatan Caring perawat rawat inap kelas III:

  a. Pembentukan sistem nilai humanistic dan

  petugas altruistic. memberikan

  b. Menanamkan sikap penuh pengharapan tanggapan c. Menumbuhkan sensitifitas

  d. Mengembangkan hubungan saling percaya (responsiveness).

  e. Meningkatkan dan menerima ekspresi

  f. Menggunaan metode secara sistematis

  g. Meningkatkan pembelajaran

  h. Menciptakan lingkungan fisik i. Memenuhi kebutuhan dasar manusia j.

  Mengijinkan untuk terbuka Gambar 2.2

  Kerangka konsep penelitian perbedaan caring perawat IGD dan rawat inap kelas III pada kepuasan pasien RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

E. Hipotesis

  Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis kerja (Ha) penelitian ini yaitu:

  1. Ada perbedaan caring perawat IGD dengan rawat inap kelas III RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

  2. Ada perbedaan kepuasan pasien IGD dengan rawat inap kelas III RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

  3. Ada perbedaan caring perawat pada kepuasan pasien IGD dengan rawat inap kelas III RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.