BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Intensi Turnover 1. Pengertian Intensi Turnover - Bab II Putri Printianti

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Intensi Turnover 1. Pengertian Intensi Turnover Fishbein dan Ajzen (dalam Haryanti dan Sianipar, 2014)

  mengemukakan bahwa intensi merupakan subyektifitas individu yang melibatkan hubungan antara dirinya dan suatu perilaku, sehingga dapat dikatakan bahwa intensi adalah suatu niatan seseorang untuk melakukan sesuatu. Intensi oleh Acok (dalam Rahardjo, 2006) diartikan dengan niat Rahardjo (2006) intensi dapat dikatakan kuat dan berpotensi untuk diwujudkan dalam perilaku, jika subjek menilai bahwa perilaku itu baik untuk dilakukan, bahwa ia merasa harus melakukan perilaku tersebut, dan merasa mampu untuk mewujudkan perilaku tersebut.

  Simamora (2004), memberi batasan turnover sebagai pemisahan diri secara sukarela oleh seorang karyawan dari organisasi. Menurut Cascio (1987), mendefinisikan turnover sebagai berhentinya hubungan kerja secara permanen antara organisasi dengan karyawannya atau merupakan perpisahan antara organisasi dan pekerja, sedangkan Novliadi (2007), mendefinisikan gejala turnover sebagai perpindahan tenaga kerja dari dan ke sebuah organisasi. Selanjutnya (Handoko,1998), mengatakan bahwa turnover adalah keluarnya karyawan dari perusahaan untuk bekerja di perusahaan lain.

  Mobley (Susanti, 2008), seorang pakar dalam masalah pergantian karyawan memberikan batasan turnover sebagai berhentinya individu dari anggota suatu organisasi dengan disertai pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan. Menurut Mobley (Susanti, 2008), intensi turnover merupakan keinginan untuk pindah dapat dijadikan gejala awal terjadinya turnover dalam sebuah perusahaan.

  Robbins (2003), menjelaskan bahwa turnover dapat terjadi secara sukarela maupun secara tidak sukarela. Voluntary turnover atau quit sukarela yang disebabkan oleh faktor seberapa menarik pekerjaan yang ada saat ini, dan tersedianya alternatif pekerjaan lain. Sebaliknya,

  

involuntary turnover atau pemecatan menggambarkan keputusan pemberi

  kerja untuk menghentikan hubungan kerja dan bersifat uncontrollable bagi karyawan yang mengalaminya.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa intensi turnover adalah keinginan untuk berpindah atau keluar dari pekerjaan yang sekarang dan berusaha mencari pekerjaan yang baru. Keinginan untuk berpindah dapat terjadi secara sukarela maupun tidak sukarela tergantung pada kondisi pekerja.

2. Proses turnover intention (intensi keluar)

  Menurut Mobley (dalam Susanti, 2008) Labour turnover harus dianggap sebagai perilaku manusia yang penting, baik dari sudut pandang individual maupun dari sudut pandang sosial. Penting pula untuk mempertimbangkan akibat dari Labour turnover bagi individu yang tetap tinggal.

  Berawal dari penurunan tingkat kepuasan tersebut, maka selanjutnya pada tahap kedua dan ketiga yaitu akan mempengaruhi penurunan motivasi yang dicirikan antara lain: stres, sakit fisik, malas bekerja, kualitas rendah, komunikasi personal kurang, masa bodoh dengan tugas pekerjaannya. Pada akhirnya akan memutuskan untuk berfikir dan berniat keluar untuk mencari pekerjaan baru (Mangkuprawira, 2007). Pada tahap keempat, karyawan membandingkan pekerjaan alternatif dengan keluar, dan pada tahap terakhir tindakan yang diambil karyawan untuk tetap tinggal atau keluar dari organisasi tersebut.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa proses intensi turnover berasal dari penurunan kepuasan karyawan yang akan menyebabkan penurunan motivasi kerja, yang akhirnya akan memunculkan niat untuk keluar mencari pekerjaan yang baru.

3. Tanda-tanda Intensi Turnover

  Menurut Harnoto (dalam Haryanti dan Sianipar, 2014) menjelaskan bahwa terdapat tanda-tanda karyawan memiliki intensi turnover, yaitu: a.

  Absensi yang meningkat

  Pada fase ini, ketidak hadiran karyawan dalam bekerja akan meningkat. Tanggung jawab karyawan juga akan sangat berkurang dibandingkan dengan sebelumnya.

  b.

  Mulai malas bekerja Karyawan akan mulai malas bekerja karena ia merasa bahwa bekerja di tempat lain akan lebih dapat memenuhi keinginan karyawan tersebut.

  c.

  Peningkatan pelanggaran terhadap tata tertib kerja Karyawan dapat melakukan pelanggaran di tempat kerja misalnya dengan meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung d.

  Meningkatnya protes terhadap atasan Karyawan akan mulai melakukan protes terhadap kebijakan- kebijakan perusahaan pada atasan, baik mengenai balas jasa yang diberikan ataupun peraturan dari perusahaan yang tidak sesuai dengan keinginan karyawan.

  e.

  Perilaku positif yang sangat berbeda.

  Perilaku yang muncul biasanya karyawan akan memiliki tanggung jawab yang lebih tinggi terhadap tugas yang diberikan padanya.

  Tanggung jawab yang ditunjukkan meningkat jauh dan sangat berbeda dari biasanya. Hal ini sebagai tanda karyawan akan melakukan turnover.

4. Aspek-aspek Intensi Turnover

  Menurut Ajzen (dalam Azwar, 1995) dengan Theory Of Planned

  

Behavior ( Teori Perilaku Terencana) menyatakan ada 3 aspek dari

intensi , yaitu:

1. Attitude toward the behavior

  Perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Suatu perilaku didasarkan aspek pokok yaitu keyakinan individu bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu akan menghasilkan akibat- akibat atau hasil-hasil tertentu, dan merupakan aspek pengetehuan individu tentang obyek sikap yang dapat pula berupa opini individu, hal yang belum tentu sesuai dengan kenyataan. Semakin positif keyakinan individu akan akibat dari suatu obyek sikap, maka akan semakin positif pula sikap individu terhadap obyek tersebut, demikian pula sebaliknya.

  Individu yang memiliki intensi turnover yang tinggi karena dia memandang konsekuensi baik positif maupun negatif yang dia rasakan. Individu yang tidak terpuaskan kebutuhannya dalam bekerja, ia akan berfikir mencari alternatif lain untuk memuaskan kebutuhannya. Individu akan melakukan evaluasi maupun penilaian mengenai perilaku untuk melakukan turnover. Sikap individu untuk melakukan trunover dipengaruhi oleh dua aspek yaitu keyakinan individu untuk melakukan turnover, dan aspek pengetehuan individu tentang sikap melakukan turnover, melalui penilaian atau evaluasi tentang turnover. Dorongan, pikiran dan keinginan untuk melakukan turnover yang dipengaruhi oleh keyakinan dalam diri sebagai akibat dari perilaku turnover tersebut.

  Keyakinan subjek tentang konsekuensi terhadap perilaku konsekuensi dari turnover, apakah mempunyai manfaat bagi dirinya atau tidak, kemudian subjek akan melakukan evaluasi terhadap konsekuensi-konsekuensi tersebut. Keyakinan tentang konsekuensi perilaku turnover sebelum dinyatakan pada subjek perlu dikumpulkan terlebih dahulu pendapat orang lain yang satu golongan dengan subjek. Menurut Ajzen (dalam Rahardjo, 2006) subjek akan mengumpulkan pendapat untuk menggali keyakinan yang paling menonjol atau paling muncul. Informasi yang digali dapat berasal dari pengalaman langsung dengan objek yang berhubungan, proses penyimpulan data atau fenomena yang ada, dan berdasarkan informasi yang diperoleh. Berdasarkan pengumpulan pendapat kemudian disusun daftar pernyataan- pernyataan kemudian daftar ini dibedakan untuk keyakinan terhadap konsekuensi hasil turnover dan evaluasi dari konsekuensi dari konsekuensi hasil turnover.

2. Subjective norm

  Subjective norm adalah norma subjek tentang suatu perilaku

  atau keyakinan individu akan norma, orang sekitarnya dan motivasi individu untuk mengikuti norma tersebut. Di dalam norma subyektif terdapat dua aspek pokok yaitu keyakinan akan pihak lain yang dianggap penting oleh individu yang menyarankan individu untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu serta motivasi untuk mematuhi harapan normative.

  Persepsi individu mengenai tekanan yang muncul dari lingkungan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan turnover.

  Dorongan, pikiran dan keyakinan melakukan atau tidak melakukan

  turnover yang dipengaruhi oleh norma dalam lingkungan sosial

  (berisi pengaruh dan tekanan dari lingkungan sosial). Subjek akan merasa yakin bahwa sebagaian besar orang yang penting bagi dirinya menjadi acuannya untuk menampilkan perilaku trunover. Maka subjek tersebut termotivasi untuk menampilkan perilaku tersebut begitu juga sebaliknya dengan demikian norma subjektive merupakan persepsi terhadap presure dan motivasi subjek untuk mengikuti presure tersebut.

3. The degree of Perceived behavioral control

  Ajzen (dalam Rahardjo, 2006) menjelaskan bahwa persepsi atas kontrol perilaku mengacu pada keyakinan subjek bahwa mampu atau tidak mampu menjalankan perilaku tertentu. Kontrol perilaku merupakan dasar bagi pembentukan informasi yang dipersepsikan. Kontrol perilaku yang dipersepsi merupakan menghalangi faktor yang menyulitkan penampilan perilaku tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa seberapa mudah atau sulitnya melakukan tindakan yang dianggap sebagai cerminan pengalaman untuk melakukan turnover.

  Dalam proses kontrol perilaku melibatkan dua aspek, yaitu eksternal dan internal. Aspek Internal meliputi pengalaman masa lalu tentang perilaku turnover yang dapat pula dipengaruhi oleh informasi dari orang-orang yang melakukan turnover dan kemampuan individu untuk melaksanakan turnover. Sedangkan aspek eksternal meliputi hal-hal yang menghalangi individu untuk melakukan turnover. Jika subjek yakin terhadap informasi yang didapatkan maka akan lebih sedikit hambatan atau rintangan untuk melakukan turnover.

  Dalam model turnover Price (Novliadi, 2007) ada 5 kategori aspek pokok yang mendukung timbulnya intensi turnover, yaitu : a.

  Pay (upah) Faktor terpenting dalam menentukan variasi antar industri dalam

  voluntary separation adalah tingkat upah yang relatif. Namun

  sejumlah hubungan antara tingkat upah dan tingkat turnover meninggalkan suatu perusahaan dan pindah ke perusahaan lain, oleh karena itu faktor upah harus didukung oleh faktor lainnya dalam mendorong terjadinya turnover.

  b.

  Integration (Integrasi) Tingkat keikutsertaan atau keterlibatan karyawan dalam hubungan pokok dalam organisasi. Individu diangap memiliki peranan penting dalam proses jalannya organisasi. Hal ini dapat dilihat dari penting atau tidaknya keterlibatan karyawan dalam berjalannya program perusahaan.

  c.

  Instrumental communication (Komunikasi instrumen)

  Instrumental communication berhubungan langsung dengan

  peran performance. Dimana Seybolt, Pavett, & Walker menemukan bahwa performance yang bagus sedikit yang melakukan turnover.

  d.

  Formal Communication (Komunikasi formal)

  Formal Communication berkaitan dengan penyebaran informasi

  di antara anggota dari suatu sistem sosial organisasi. Price (dalam Novliadi, 2007) mengemukakan bahwa komunikasi formal organisasi merupakan faktor penentu turnover, yang dapat dilakukan dalam bentuk feedback terhadap tugas-tugas karyawan yang sering dan langsung, serta adanya saluran komunikasi formal yang komunikasi diantara para karyawan menimbulkan konsekuensi positif pada organisasi dengan menurunnya turunover.

  e.

  Centralization (Sentralisasi)

  Centralization merupakan tingkat dimana kekuasaan dipusatkan

  pada suatu sistem sosial. Price (dalam Novliadi, 2007) menyimpulkan bahwa pengalaman organisasi yangsangat terfokus pada pemimpin akan beresiko besar untuk terjadinya turnover. Hubungan ini didasarkan pada hal-hal seperti faktor karyawan yang memiliki sedikit outonomy, tanggapan organisasi terhadap unit dan kebutuhan individu yang lambat, ataupun karyawan yang merasa bahwa dirinya tidak mempunyai kendali apapun didalam organisasi.

5. Faktor-faktor terjadinya intensi turnover

  Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya intensi turnover menurut Maier (1970), yaitu : a.

  Usia.

  Karyawan yang lebih muda lebih tinggi kemungkinannya untuk keluar. Tingkat turnover yang cenderung tinggi pada karyawan berusia muda disebabkan karena mereka masih memiliki keinginan untuk mencoba pekerjaan.

  b.

  Lama kerja.

  Turnover lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja

  lebih singkat. Interaksi dengan usia dan kurangnya sosialisasi awal c.

  Beban kerja.

  Akibat beban kerja yang terlalu berat dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.

  d.

  Faktor lingkungan.

  Lokasi yang menyenangkan akan menarik bagi karyawan, demikian juga dengan lingkungan fisik yang dapat berpengaruh pada turnover karyawan.

  e.

  Kepuasan Kerja.

  Penelitian yang dilakukan Mowday, 1982 (dalam Novliadi, 2007), menunjukkan bahwa tingkat turnover dipengaruhi oleh kepuasan kerja seseorang.

  f.

  Kepuasan gaji.

  Menurut Simamora, (2001) kepuasan kerja karyawan dianggap sebagai penyebab turnover, namun persepsi karyawan terhadap perlakuan tidak adil dalam hal kompensasi menjadi penyebab lebih kuat.

  g.

  Faktor organisasi. didapatkan bahwa ketika pendatang baru memiliki profil nilai mendekati profil nilai organisasi, maka kemungkinan untuk tetap bertahan di tempat kerja lebih besar.

   Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja

  Hasibuan (2000), mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Menurut Handoko (1998), kepuasan kerja didefinisikan sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Mathis & Jackson (2001), kepuasan kerja adalah suatu proses masuk dan keluarnya tenaga kerja atau karyawan yang berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Haryanti dan Sianipar (2014) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah emosi positif yang muncul dalam sikap positif pula terhadap pekerjaannya, karena ada persepsi seberapa baik pekerjaan yang digelutinya dalam memenuhi berbagai kebutuhan. karyawan dengan kepuasan kerja yang tinggi akan merasa senang dan bahagia dalam melakukan pekerjaannya dan tidak berusaha mengevaluasi alternatif pekerjaan lain.

  Menurut Tiffin (dalam As’ad, 2001), kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerja sama antara pimpinan dengan sesama karyawan. Menurut Blum (dalam Anoraga, 2001), kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu baik didalam bukanlah faktor mutlak yang mendasari seseorang puas atau tidak puas.

  Sementara itu Locke (dalam Wijono, 2010) berpendapat bahwa yang berhubungan dengan kepuasan atau ketidak puasan kerja cenderung lebih mencerminkan penafsiran dari karyawan yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman kerja pada waktu sekarang dan masa lalu dari pada harapan-harapan untuk masa yang akan datang. Lucke (dalam Wijono, 2010) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu tingkat emosi positif dan menyenangkan individu. Kepuasan kerja berbeda dari segi moral dan keterlibatan kerja. Kepuasan dari segi moral sebagai suatu emosi positif yang akan dilalui karyawan.

  Robbins (2003) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaannya, sementara seseorang yang merasa tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negative tentang pekerjaannya tersebut.

  Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hal yang terpenting untuk mendapatkan hasil yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya.

   Faktor- faktor Kepuasan Kerja Faktor-faktor yang ikut menentukan kepuasan kerja menurut Harold E.

  Burt (dalam Anoraga, 2001) terdiri dari : a.

  Faktor hubungan antar karyawan : 1) Hubungan langsung antara manajer dengan karyawan 2) Faktor psikis dan kondisi kerja 3) Hubungan sosial di antara karyawan 4) Sugesti dari teman sekerja 5) Emosi dan situasi kerja b. Faktor-faktor Individual :

  1) Sikap

  2) Umur

  3) Jenis Kelamin c.

  Faktor-faktor luar: 1)

  Keadaan keluarga karyawan 2)

  Rekreasi 3)

  Pendidikan Pendapat lain dikemukakan oleh Ghiselli dan Brown (dalam

  As’ad, 2001), mengemukakan bahwa ada lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu : a.

  Kedudukan /posisi Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada bebrepa penelitian menunjukan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja.

  b.

  Pangkat / golongan Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat golongan, sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku dan perasaannya.

  c.

  Umur

  Hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur di antara 25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun merupakan umur-umur yang bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.

  d.

  Jaminan finansial dan jaminan sosial Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.

  e.

  Mutu pengawasan Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat karyawan dapat ditingkatan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting bagi organisasi kerja.

  As’ad (2001) berpendapat faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja terdiri dari empat faktor yaitu : a. Faktor psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kewajiban karyawan yang meliputi minat ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan ketrampilan.

  b. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. c. Faktor fisik, murupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya.

  d. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.

  Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kerja. Yaitu dengan adanya faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dari dalam ini muncul pada diri sendiri yang dapat mempengaruhi munculnya kepuasan kerja seperti umur, motivasi, sikap terhadap pekerjaan, persepsi terhadap pekerjaan dan lain sebagainya. Sedangkan untuk faktor dari luar yaitu faktor-faktor yang datang dari luar diri karyawan seperti lingkungan kerja, gaji, kedudukan, sistem dalam organisasi tersendiri, hubunngan dengan karyawan lain dan lain sebagainya.

3. Teori tentang kepuasan kerja

  Teori tentang kepuasan kerja yang cukup dikenal menurut Wexley dan Yukl (dalam As’ad, 2001) adalah : a.

  Discrepancy theory (Teori ketidaksesuaian)

  Teori ini mengukur kepuasan kerja sesorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan yang dirasakan.

  Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy (perbedaan), tetapi merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya semakin jauh kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga terjadi negativediscrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.

  b.

  Equity theory (Teori keadilan) Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya yaitu sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri.

  c.

  Two factor theory (Teori dua faktor)

  Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinyu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfies atau motivator dan kelompok dissatisfiers atau hygiene factors .

  Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan

  sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari pekerjaan : pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidak puasan.

  Dissatisfies atau hygiene factors adalah faktor-faktor yang

  menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari : gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status.

  Perbaikan terhadap kondisi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ini bukan merupakan sumber dari kepuasan kerja.

  Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa dalam mencapai kepuasan kerja dapat ditinjau dengan berbagai cara yaitu dengan

  Discrepancy Theory, Equity Theory dan Two Factor Theory.

4. Aspek-aspek kepuasan kerja

  As’ad (2001) aspek-aspek pekerjaan yang akan digunakan untuk mencari sumber kepuasan kerja atau ketidak puasan kerja disuatu organisasi mengunakan teori dua faktor. Menurut Hezberg yang menyimpulkan bahwa karyawan memiliki dua katagori kebutuhan yang berbeda, yang disebut Hygiene factor dan Motivator.

  

Hegiene factor berkaitan dengan konteks pekerjaan, yaitu faktor

  ekstrinsik pekerjaan yang meliputi:

  a. Administrasi dan kebijakan perusahaan, yaitu derajat kesesuaian yang dirasakan keryawan dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan. dirasakan oleh karyawan.

  c. Gaji, yaitu derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan untuk kinerjanya, d. Hubungan interpersonal, yaitu kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan lainnya.

  e. Kondisi kerja, yaitu derajat keseuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaaanya.

  f. Rasa aman, yaitu derajat keamanan yang dirasakan karyawan saat bekerja.

  Dan untuk faktor dalam motivator, yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor instrinsik dari pekerjaan yang meliputi : a. Taggung jawab, yaitu besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan seorang karyawan.

  b. Kemajuan, yaitu besar kecilnya kemungkinan karyawan dapat maju dalam pekerjannnya.

  c. Pekerjaan itu sendiri, yaitu besar kecilnya tantangan yang dirasakan karyawan dari pekerjaannya.

  d. Capaian, yaitu besar kecilnya kemungkinan karyawan mencapai prestasi kerja yang tinggi.

  e. Pengakuan, yaitu besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada karyawan atas unjuk kerjanya. pada unsur-unsur utama dalam pekerjaan yaitu : 1.

  Sifat dasar pekerjaan 2. Penyeliaan 3. Upah 4. Kesempatan promosi 5. Hubungan dengan rekan sekerja

  Variabel kepuasan kerja dapat diukur dengan menggunakan instrumen JDI (Job Descriptive Index) yang dikembangkan oleh Robbins (2003). Instrumen ini mengukur lima dimensi kepuasan karyawan meliputi: a.

  Pekerjaan merupakan suatu kondisi dimana tugas dan pekerjaan itu dianggap menarik dan memberikan peluang untuk belajar dan menerima tanggung jawab.

  b.

  Penggajian adalah jumlah upah yang diterima dan kelayakan imbalan tersebut.

  c.

  Pengembangan karir dan promosi merupakan suatu peluang yang ada untuk mencapai kemajuan dalam jabatan atau kesempatan untuk maju.

  d.

  Supervisi adalah kemampuan seseorang dalam memberikan supervisi, panutan, dan perhatian kepada karyawannya.

  Rekan kerja dan kelompok kerja merupakan suatu kondisi dimana para rekan sekerja bersikap saling bersahabat, kompeten, dan saling membantu. Robbins (2003) menguraikan ketidakpuasan kerja pada pekerja dapat diungkapkan dalam berbagai cara misalnya: meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan. Ada empat cara tenaga kerja mengungkapkan ketidak puasan yaitu:

1. Keluar yaitu meninggalkan pekerjaan termasuk mencari pekerjaan lain.

  2. Menyuarakan yaitu memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan masalah dengan atasan untuk memperbaiki kondisi.

  3. Mengabaikan yaitu sikap dengan membiarkan keadaan menjadi lebih buruk seperti sering absen atau semakin sering membuat kesalahan.

  4. Kesetiaan yaitu menunggu secara pasif sampai kondisi menjadi lebih baik termasuk membela organisasi terhadap kritik dari luar.

C. Kerangka Pemikiran

  Kinerja suatu perusahaan sangat ditentukan oleh kondisi dan perilaku bagian penting dalam sebuah organisasi dan industri. Mereka menjadi perencana, pelaksana, dan pengendali yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan organisasi atau industri. Karyawan juga sebagai penunjang tercapainya tujuan, akan tetapi karyawan juga memiliki pikiran, perasaan, dan keinginan yang mempengaruhi sikap-sikapnya terhadap pekerjaannya. Sikap ini akan menentukan prestasi kerja, dedikasi, dan kecintaannya dalam pekerjaan yang di bebankan kepadanya. Sikap-sikap karyawan ini dikenal sebagai kepuasan kerja, stres, dan frustasi yang di timbulkan oleh pekerjaan, peralatan, lingkungan, kebutuhan dan sebagainnya yang kemudian akan menimbulkan perasaan ingin untuk pindah bekerja (intensi turnover) jika karyawan tidak mampu mengatasinya.

  Intensi turnover adalah keinginan untuk berpindah atau keluar dari pekerjaan yang sekarang dan berusaha mencari pekerjaan yang baru. Aspek- aspek Intensi turnover diukur dengan menggunakan aspek-aspek intensi yaitu

  

attitude toward the behavior, subjective norm, dan the degree of perceived

behavioral control . Terdapat beberapa penyebab terjadinya intensi turnover

  yaitu usia, lama kerja, beban kerja, faktor lingkungan, kepuasan kerja, kepuasan gaji, dan faktor organisasi. Salah satu penyebab yang paling dominan terjadinya turnover adalah ketidakpuasan yang dialami karyawan selama bekerja. Kepuasan kerja pada karyawan memiliki arti penting dalam perusahaan. pekerjaannya yang telah dipengaruhi oleh berbagai faktor baik secara intrinsik maupun ekstrinsik bagi karyawan tersebut. Aspek-aspek yang dapat menilai karyawan puas atau tidak puas dapat dilihat dari kebutuhan yang berbeda yaitu satisfies /motivator dan dissatisfies / hygiene factors. Hygiene

  

factor berkaitan dengan konteks pekerjaan, yaitu faktor ekstrinsik pekerjaan

  yang meliputi faktor-faktor administrasi dan kebijakan perusahaan, kepemimpinan, gaji, hubungan interpersonal, kondisi kerja, rasa aman. Dan untuk faktor dalam motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor instrinsik dari pekerjaan yang meliputi taggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, capaian, pengakuan.

  Karyawan yang merasa puas dengan pekerjaannya maka ia akan bertahan di perusahaan itu dan mampu bekerja secara produktif. Namun sebaliknya jika karyawan tidak mengalami kepuasan dalam bekerja maka akan menyebabkan perasaan negatif terhadap pekerjaannya kemudian akan menyebabkan ia mulai berfikir untuk keluar dari pekerjaannya dan mencari pekerjaan yang baru (intensi turnover). Untuk memberikan gambaran yang jelas dan terarah akan alur penelitian ini dengan memperhatikan tinjauan kepustakaan serta landasan teori, digambarkan dalam kerangka konsep seperti berikut ini :

  

Karyawan

Kepuasan kerja

  Aspek Ekstrinsik

  Intensi Turnover

  1. Administrasi Dan Kebijakan Perusahaan Aspek-aspek:

  2. Kepemimpinan

  1. Attitude toward

  3. Gaji

  4. Hubungan

  the behavior

  Interpersonal

  2. Subjective norm

  5. Kondisi Kerja

  3. The degree of

  6. Rasa Aman

  Perceived behavioral control

  Aspek Intrinsik

  1. Tanggung Jawab

  2. Kemajuan

  3. Pekerjaan

  4. Capaian

  5. Pengakuan

  Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Kepuasan Kerja dengan Intensi Turnover Pada Karyawan

D. Hipotesis

  Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengajukan hipotesis bahwa ada pengaruh kepuasan kerja terhadap intensi turnover pada Karyawan bagian Produksi di PT Interwork Indonesia Kabupaten Purbalingga.