BAB II TINJUAN PUSTAKA - HUBUNGAN BEBAN KERJA MENTAL DENGAN STRES KERJA PADA PERAWAT RUMAH SAKIT (RS) PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT (PKU) MUHAMMADIYAH GUBUG - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang
1. Definisi Menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu.
10 Menurut
Tarwaka beban kerja adalah sebuah beban dari luar tubuh seseorang akibat aktivitas kerja yang dilakukan. Sedangkan menurut Kroemer mendefinisikan beban kerja sebagai bagian dari kapasitas operator yang diperlukan untuk memenuhi sebuah pekerjaan. Berdasarkan dari beberapa definisi yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa beban kerja menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dari pekerja yang melakukan aktivitas kerja.
7,8,9
2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Beban kerja dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut:
7
a. Faktor internal yaitu merupakan beban kerja yang berasal dari dalam tubuh pekerja itu sendiri yang muncul sebagai bentuk reaksi tubuh pekerja terhadap beban eksternal yang ada. Reaksi yang diberikan dari tubuh ini dinamakan strain. Strain ini dapat diukur untuk dilihat berat atau tidaknya beban yang dialami dengan menggunakan metode pengukuran secara subjektif ataupun objektif. Yang termasuk dalam beban kerja internal antara lain adalah: 1) Faktor somatis terdiri dari jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, dan status gizi. 2) Faktor psikis terdiri dari motivasi, persepsi, kepercayan, keinginan, kepuasan, dan lain-lain.
b. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti:
1) Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, pelatihan atau pendidikan yang diperoleh, tanggung jawab pekerjaan. 2) Organisasi kerja seperti masa waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang. 3) Lingkungan kerja
a) Lingkungan kerja fisik seperti suhu udara, intensitas cahaya, kebisingan dan lainnya.
b) Lingkungan kerja kimiawai seperti debu, gas, uap logam, dan lain-lain.
c) Lingkungan kerja biologis seperti virus, bakteri, parasit, jamur, dan lainlain.
d) Lingkungan kerja psikologis seperti hubungan antara pekerja yang satu dengan pekerja yang lain baik itu hubungan secara vertikal atapun horisontal.
3. Jenis
a. Beban Kerja Mental Beban kerja mental merupakan beban kerja yang timbul dan terlihat dari pekerjaan yang dilakukan, terbentuk secara kognitif
(pikiran). Umumnya, beban kerja mental ini merupakan perbedaan antara tuntutan kerja mental dengan kemampuan mental yang dimiliki oleh pekerja yang bersangkurtan. Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal tubuh. Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Padahal secara moral dan tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat dibandingkan dengan aktivitas fisik, karena lebih melibatkan kerja otak (white-collar) daripada kerja otot (blue-collar).
9 Setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi dan proses mental dari suatu informasi yang diterima oleh organ sensor untuk diambil suatu keputusan atau proses mengingat
10 informasi yang lampau.
b. Beban Kerja Fisiologis Beban kerja fisik merupakan perbedaan antara tuntutan pekerjaan dengan kemampuan pekerja untuk memenuhi tuntutan pekerjaan itu secara fisik. Beban kerja untuk jenis ini lebih mudah diketahui karena dapat diukur secara langsung dari kondisi fisik yang
11 bersangkutan.
Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas kerjanya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan. Semakin berat beban kerja, maka akan semakin pendek waktu seseorang untuk bekerja tanpa
11 kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya.
12 Kerja fisik dikelompokkan oleh David dan Miller:
1) Kerja total seluruh tubuh, yang mempergunakan sebagian besar otot biasanya melibatkan dua pertiga atau tiga perempat otot tubuh. 2) Kerja sebagian otot, yang membutuhkan lebih sedikit energi expenditure karena otot yang dipergunakan lebih sedikit. 3) Kerja otot statis, yaitu otot yang dipergunakan untuk menghasilkan gaya, tetapi tanpa kerja mekanik membutuhkan kontraksi sebagian otot.
4. Pengukuran Beban Kerja Mental
13
a. Secara Objektif Beban kerja mental dapat diukur dengan pendekatan fisologis (karena terkuantifikasi dengan dengan kriteria obyektif, maka disebut metode obyektif).
Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan
electroencephalograph (EEG). Alat ini dapat mengukur gelombang otak. Hal ini dilakukan untuk memberikan petunjuk yang baik untuk mengukur beban kerja mental. Alat ini tidak bisa digunakan ketika pekerjanya sedang bekerja. Teknik psikososial yang lainnya dapat menggunakan CGG (critical flicker function).
EEG adalah ukuran aktivitas elektrik kasar otak. Aktivitas itu diukur melalui elektroda-elektroda besar dari sebuah alat yang disebut mesin EEG. Dalam studi-studi EEG terhadap subjek manusia, setiap saluran kegiatan EEG biasanya direkam dari elektroda-elektroda berbentuk piringan, kira-kira separuh ukuran koin senilai satu dime, yang dilekatkan di kulit kepala. Sinyal EEG kulit kepala merefleksikan jumlah peristiwa elektrik di sekujur kepala. Peristiwa itu termasuk berbagai potensial aksi dan potensial pos-sinaptik dan sinyal-sinyal elektrik dari kulit, otot, darah, dan mata. Jadi, kegunaan EEG kulit kepala bukan terletak pada kemampuannya untuk memberikan pandangan yang jelas dari aktivitas neural. Kegunaannya sebagai sebuah alat penelitian dan diagnostik terletak pada fakta bahwa beberapa bentuk gelombang EEG berhubungan dengan keadaan-keadaan kesadaran tertentu (misalnya, epilepsi). Sebagai contoh, gelombang alfa adalah gelombang beramplitudo tinggi reguler, 8 sampai 12 detik, yang berhubungan dengan keadaan tidak tidur tetapi rileks.
Oleh karena sinyal-sinyal EEG berkurang amplitudonya ketika menyebar dari sumbernya, maka pembandingan sinyal- sinyal yang direkam dari berbagai tempat di kulit kepala kadang- kadang dapat menunjukkan asal gelombang-gelombang itu.
14
b. Secara subjektif Pengukuran beban kerja mental secara subjektif merupakan pengukuran beban kerja mental berdasarkan persepsi subjektif responden atau pekerja Pengukuran ini merupakan salah satu pendekatan psikologi dengan cara membuat skala psikometri untuk mengukur beban kerja mental.
Pengukuran beban kerja psikologis secara subjektif dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: 1) The National Aeronautical and Space Administration Task
Load Index (NASA TLX) The National Aeronautical and Space Administration Task Load Index (NASA TLX) dikembangkan oleh Sandra G.
Dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E. Staveland dari San Jose State University pada tahun 1981. Beban kerja yang diukur adalah berasal dari jenis pekerjaannya, bukan beban kerja yang dimiliki oleh masing-masing pekerja. Metode ini dikembangkan berdasarkan munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang terdiri dari skala sembilan faktor (kesulitan tugas, tekanan waktu, jenis aktivitas, usaha fisik, usaha mental, performansi, frustasi, stres dan kelelahan). Dari sembilan faktor ini disederhanakan lagi menjadi enam yaitu
mental demand, physical demand, temporal (time) demand,
15 performance, effort dan frustration.
Adapun tahapan dalam metode NASA-TLX tardiri dari
15
dua tahap, yaitu:
a) Pemberian rating
b) Pembobotan Pengolahan data dari tahap pemberian peringkat
(rating) ini, untuk memperoleh beban kerja (mean weighted
16 workload ) adalah sebagai berikut:
a) Menghitung banyaknya perbandingan antara faktor yang berpasangan, kemudian menjumlahkan dari masing- masing indikator, sehingga diperoleh banyaknya jumlah dari tiap- tiap faktor. Dengan demikian, dihasilkan enam nilai dari enam indikator.
b) Menghitung nilai untuk tiap-tiap faktor dengan cara mengalikan rating dengan bobot faktor untuk masing- masing indikator.
c) Weighted workload (WWL) diperoleh dengan cara menjumlahkan keenam nilai faktor.
d) Menghitung rata-rata WWL dengan cara membagi WWL dengan jumlah bobot total, yaitu 15. Setelah diperoleh rata- rata WWL maka beban kerja psikologis operator dapat dikategorikan berdasarkan nilai rata-rata WWL:
17
(1) Under Load (Beban Kerja Rendah): skor <40 Artinya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan lebih kecil dari jam kerja tersedia atau volume pekerjaan lebih rendah dari kemampuan pekerja.
(2) Optimal Load (Beban Kerja Normal): skor 40-60 Artinya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan sama dari jam kerja tersedia atau volume pekerjaan sama dengan kemampuan pekerja.
(3) Over Load (Beban Kerja Berlebihan): skor > 60 Artinya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan lebih besar dari jam kerja tersedia atau volume pekerjaan melebihi kemampuan pekerja.
Adapun kelebihan Metode NASA-TLX adalah sebagai berikut: a) Lebih sensitif terhadap berbagai kondisi pekerjaan.
b) Setiap faktor penilaian mampu memberikan sumbangan informasi mengenai struktur tugas c) Proses penentuan keputusan lebih cepat dan sederhana
d) Lebih praktis diterapkan dalam lingkungan operasional e) Analisis data lebih mudah diselesaikan dibanding dengan SWAT yang memerlukan program conjoint analisis
2) Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) 3) Borg Scale 4) Harper Cooper Rating (HQR) 5) Workload Profile
B. Stres Kerja
1. Definisi Stres kerja dapat dipahami sebagai suatu keadaan dimana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau belum
15 bisa dijangkau oleh kemampuannya.
Stres kerja menurut Cooper didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan
18 psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan pegawai.
Stres kerja pada intinya merujuk pada kondisi dari pekerjaan yang mengancam individu. Stres kerja timbul sebagai bentuk ketidakharmonisan individu dengan lingkungan kerja. Dari beberapa teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan bentuk respon psikologis dari tubuh terhadap tekanan-tekanan, tuntutan-tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuan yang dimiliki, baik berupa tuntutaan fisik atau lingkungan dan situasi sosial yang mengganggu pelaksanaan tugas, yang muncul dari interaksi antara individu dengan pekerjaanya dan dapat merubah fungsi fisik serta psikis yang normal, sehingga dinilai membahayakan, dan tidak menyenangkan.
2. Faktor Penyebab Cooper dan Davison membagi penyebab stres pada pekerjaan
19
menjadi dua, yaitu: a. Individual Stressor
Individual stressor adalah penyebab stres yang berasal dari
dalam diri individu, misalnya: 1) Usia
20 Kategori Umur Menurut Depkes RI, meliputi:
a) Masa balita = 0 – 5 tahun
b) Masa kanak-kanak = 5 – 11 tahun
c) Masa remaja Awal = 12 – 1 6 tahun
d) Masa remaja Akhir = 17 – 25 tahun
e) Masa dewasa Awal = 26- 35 tahun
f) Masa dewasa Akhir = 36- 45 tahun
g) Masa Lansia Awal = 46- 55 tahun
h) Masa Lansia Akhir = 56 – 65 tahun
Masa Manula = 65 – sampai atas
Dalam penelitian yang berjudul The Effects of Age on
Stress Levels and Its Affect on Overall Performance
mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia individu dengan stress. 2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin berpengaruh terhadap stres yang ditimbulkan akibat pekerjaan. Penelitian di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa wanita memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibanding pria. 3) Status gizi
Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu ciri kesehatan yang baik, sehingga tenaga kerja yang produktif terwujud. Status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya. Pada keadaan gizi buruk, dengan beban kerja berat akan mengganggu kerja dan menurunkan efisiensi dan ketahanan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit sehingga mempercepat timbulnya stres. Status gizi seseorang dapat diketahui melalui nilai IMT (Indeks Massa Tubuh).
4) Masa Kerja Pada keseluruhan keluhan yang dirasakan tenaga kerja dengan masa kerja 6 bulan sampai 1 tahun paling banyak mengalami keluhan. Kemudian keluhan tersebut berkurang pada tenaga kerja setelah bekerja selama 1-5 tahun. Namun, keluhan akan meningkat pada tenaga kerja setelah bekerja pada masa kerja lebih dari 5 tahun.
5) Kondisi Kesehatan Ada beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi stres, antara lain: penyakit jantung, gangguan ginjal, asma, tekanan darah tinggi dan tekanan darah rendah. 6) Peran Ganda
Pada pekerja wanita akan timbul peran ganda dalam melakukan pekerjaannya sehingga akan menimbulkan dilema pada tenaga kerja. Yaitu sebagai wanita karier dan ibu rumah tangga. 7) Tipe kepribadian
Seseorang dengan kcpribadian tipe A cenderung mengalami sires dibanding kepribadian tipe B. Bcbcrapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema kctika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan atau sakit jantung. 8) Peristiwa atau pengalaman pribadi
Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stres paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini.
b. Group Stressor adalah penyebab stres yang berasal dari situasi
Group Stressor
maupun dari keadaan di dalam pekerjaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan
19 di dalam perusahaan.
Berikut ini beberapa sumber stres kerja menurut Cary Cooper: 1) Kondisi Kerja
Kondisi kerja ini meliputi kondisi kerja quantitative work
overload , qualitative work overload, assembli line- hysteria ,
pengambilan keputusan, kondisi fisik yang berbahaya, pembagian waktu kerja, dan kemajuan teknologi (technostres).
Pengertian dari masing-masing kondisi kerja tersebut adalah sebagai berikut : a) Work overload
Work overload (beban kerja yang berlebihan)
biasanya terbagi dua, yaitu quantitative dan qualitative
overload . Quantitative overload adalah ketika kerja fisik
pegawai melebihi kemampuan nya. Hal ini disebabkan karena pegawai harus menyelesaikan pekerjaan yang sangat banyak dalam waktu yang singkat. Qualitative overload terjadi ketika pekrejaan yang harus dilakukan oleh pegawai terlalu sulit dan kompleks.
b) Assembli line- hysteria Beban kerja yang kurang dapat terjadi karena pekerjaan yang harus dilakukan tidak menantang atau pegawai tidak lagi tertarik dan perhatian terhadap pekerjaannya.
c) Pengambilan keputusan dan tanggung jawab Pengambilan keputusan yang akan berdampak pada perusahaan dan pegawai sering membuat seorang manajer menjadi tertekan. Terlebih lagi apabila pengambilan putusan itu juga menuntut tanggungjawabnya, kemungkinan peningkatan stres juga dapat terjadi.
d) Kondisi fisik yang berbahaya Pekerjaan seperti SAR, Polisi, penjinak bom sering berhadapan dengan stres. Mereka harus siap menghadapi bahaya fisik sewaktu- waktu.
e) Pembagian waktu kerja Pembagian waktu kerja kadang mengganggu ritme hidup pegawai, misalnya pegawai yang memperoleh jatah jam kerja berganti-ganti. Hal seperti ini tidak selalu berlaku sama bagi setiap orang yang ada yang mudah menyesuaikan diri, tetapi ada yang sulit sehingga menimbulkan persoalan.
f) Stres karena kemajuan teknologi (technostres)
Technostres adalah kondisi yang terjadi akibat
ketidakmampuan individu atau organisasi menghadapi teknologi baru. 2) Ambiguitas Dalam Berperan
Pegawai kadang tidak tahu apa yang sebenarnya diharapkan oleh perusahaan, sehingga ia bekerja tanpa arah yang jelas. Kondisi ini akan menjadi ancaman bagi pegawai yang berada pada masa karier tengah baya, karena harus berhadapan dengan ketidakpastian. Akibatnya dapat menurunkan kinerja, meningkatkan ketegangan dan keinginan keluar dari pekerjaan. 3) Faktor Interpersonal
Hubungan interpersonal dalam pekerjaan merupakan faktor penting untuk mencapai kepuasan kerja. Adanya dukungan sosial dari teman sekerja, pihak manajemen maupun keluarga diyakini dapat menghambat timbulnya stres. Dengan demikian perlu kepedulian dari pihak manjemen pada pegawai agar selalu tercipta hubungan yang harmonis. 4) Perkembangan Karier
Pegawai biasnya mempunyai berbagai harapan dalam kehidupan karier kerjanya, yang ditujukan pada pencapaian prestasi dan pemenuhan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Apabila perusahaan tidak memenuhi kebutuhan tersebut, misalnya: sistem promosi yang tidak jelas, pegawai akan merasa kehilangan harapan yang dapat menimbulkan gejala perilaku stres. 5) Struktur Organisasi
Struktur organisai berpotensi menimbulkan stres apabila diberlakukan secara kaku, pihak manajemen kurang memperdulikan inisiatif pegawai, tidak melibatkan pegawai dalam proses pengambilan keputusan dan tidak adanya dukungan bagi kreatifitas pegawai. 6) Hubungan antara Pekerjaan dan Rumah
Rumah adalah sebuah tempat yang nyaman yang memungkinkan membangun dan mengumpulkan semangat dari dalam diri individu untuk memenuhi kebutuhan luar. Ketika tekanan menyerang ketenangan seseorang, ini dapat memperkuat efek stres kerja. Ditambah lagi kekurangan dukungan dari pasangan, konflik dalam rumah tangga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi stres dan karir.
19 Gambar 2.1 Model Stres dalam Pekerjaan
3. Pengukuran
a. Pengukuran Objektif 1) Cocoro Meter
Cocoro Meter diciptakan ilmuwan Jepang, alat ini berfungsi untuk mengetahui tingkat stres individu dengan menganalisa kandungan enzim amilase dalam air liur. Didapatkan bukti jika enzim ini dapat menjadi barometer stres. Semakin besar stres yang dirasakan, semakin tinggi pula kadar amilase pada air liur seseorang. Pemeriksaan tingkat stres dilakukan dengan meletakkan ujung keping sensor ke dalam mulut. Sampel air liur yang terkumpul di keping itu kemudian dimasukkan ke dalam mesin untuk dianalisa. Beberapa saat kemudian, hasil pemeriksaan akan terpampang di layar monitor. Berdasarkan standar Cocorometer
21 tingkat stres terendah adalah 10. Sedangkan tertinggi adalah 150.
2) Heart Rate Variability
Heart Rate Variability (HRV) adalah variasi waktu yang
berlalu diantara dua gelombang R (gelombang dengan amplitude terbesar) yang berurutan. Dapat diukur dengan uBioclip v70, merupakan alat yang menggunakan standar variasi laju kerja jantung atau HRV yang telah digunakan oleh hampir semua alat kesehatan di seluruh dunia yang berhubungan dengan analisa kerja jantung. Standar ini digunakan berdasarkan panduan yang dikeluarkan oleh The European Society of Pacing and
Kondisi sistem saraf otonom dapat diketahui melalui analisis Heart Rate Variability berbasis waktu (time domain analysis) dan frekuensi (frequency domain analysis), melalui analisa dari alat uBioClip v70 ini dapat diukur kondisi stres seseorang. Analisis berbasis waktu (time domain analysis) dan analisis berbasis frekuensi (frequency domain analysis). Time domain analisis merupakan analisis HRV yang berbasiskan waktu.
Frequency domain analysis merupakan analisis HRV yang
berbasiskan frekuensi. Umumnya, frequency domain analysis dibagi ke dalam beberapa rentang frekuensi, yaitu High Frequency (HF), Low Frequency (LF) dan Very Low Frequency (VLF). HF dievaluasi pada rentang 0,15 sampai 0,4 Hz dan merefleksikan sifat dan perubahan parasimpatetis yang mengarah pada fungsi pernapasan. LF dievaluasi pada rentang 0,04 sampai 0,15 Hz dan merefleksikan sifat simpatetik dan sebagian sifat parasimpatetik.
VLF dievaluasi pada rentang 0 sampai 0,04 Hz dan merefleksikan
22 sebagian sifat simpatetik. b. Pengukuran Subjektif 1) Menggunakan Kriteria HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)
Tingkat stres dapat dikelompokkan dengan menggunakan kriteria HARS. Unsur yang dinilai antara lain: perasaan ansietas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala respirasi, gejala kardiovaskuler, gejala respirasi, gejala gastrointestinal, gejala urinaria, gejala otonom, gejala tingkah laku. Unsur yang dinilai dapat mengunakan scoring. 2) Kuisioner Stresor Individu
Kuisioner ini didesain dengan maksud untuk mengidentifikasi dan mengetahui secara lebih awal kemungkinan penyebab stres (stresor) dilingkungan kerja. Kuisioner ini dapat sebagai petunjuk atau dapat memberikan indikasi, bahwa ditempat kerja telah terjadi stres atau tidak. Kuisioner stresor merupakan kuisioner yang bersifat individu, artinya harus diisi oleh setiap orang yang menjadi target. Dengan demikian, kuisioner hanya merupakan metode identifikasi untuk mengetahui munculnya gejala stres ditempat kerja dan bukan menilai tingkat keparahan
23
dari resiko stres akibat kerja.3) Penilaian Indikator Stres Kerja dengan Menggunakan Skoring Dalam penelitian pengukuran stres kerja menggunakan
Kuesioner Penilaian Stres Akibat Kerja dari Health and Safety
Executive (HSE) dengan metode skoring. Pengisian kuesioner
dilakukan dengan skala likert (tidak pernah, jarang, agak sering, sering, dan selalu) dari 35 daftar pertanyaan. Langkah selanjutnya adalah menghitung jumlah skor pada masing-masing kolom dari ke-35 pertanyaan yang diajukan dan menjumlahkannya menjadi total skor individu. Berdasarkan desain penilaian stres dengan menggunakan 5 skala likert ini, akan diperoleh skor individu terendah adalah sebesar 35 (tingkat resiko stres sangat tinggi) dan skor individu tertinggi adalah 175 (tingkat stres rendah atau tidak ada indikasi stres.
C. Perawat Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan suatu pendidikan dasar keperawatan dan diberi wewenang oleh pemerintah serta memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu dan penuh
24 tanggung jawab.
1. Peran dan Fungsi Perawat
a. Peran Perawat Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, kordinator, kolaborator, konsultan dan peneliti.
b. Fungsi Perawat Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya: 1) Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka pemenuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktivitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri. 2) Fungsi dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer keperawat pelaksana. 3) Fungsi Interpenden
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam memberikan pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun dari lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan.
2. Tugas Perawat Tugas perawat merupakan perincian dari fungsi yang harus dilakukan sehubungan dengan hak, wewenang dan tanggung jawab seorang perawat. Tugas seorang perawat sebagai berikut:
a. Memperhatikan kebutuhan pasien
b. Merawat manusia dengan tanggung jawab, mengerti diri dan motivasi
c. Memberikan pelayanan asuhan kepada orang yang menderita sakit
D. Hubungan Beban Kerja Mental dengan Stres Kerja Beban kerja perawat adalah perawat dituntut harus tetap ada di sisi pasien untuk melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan perawatan pasien, seperti pelayanan yang diberikan dalam keadaan sakit ringan ataupun berat yang memerlukan pemantauan serta tindakan yang terus menerus.
Perawat di ruangan juga melaksanakan asuhan keperawatan selama 24 jam dan bekerja secara bergiliran atau shift jaga. Dalam shift jaga, perbandingan jumlah perawat dalam satu shift jaga sering tidak seimbang dengan jumlah
25 pasien. Akibatnya perawat sering bekerja melebihi kapasitasnya. Selain itu perawat merupakan tenaga paling lama kontak atau berhubungan dengan pasien dan keluarga. Hal ini akan akan menyebabkan stresor yang kuat pada perawat didalam lingkungan pekerjaan. Hampir setiap stresor dapat mengakibatkan timbulnya stres kerja, tergantung bagaimana reaksi pekerja itu sendiri menghadapinya dan besarnya stres. Stres terhadap perawat akan mempengaruhi munculnya terhadap masalah kesehatan,
26
psikologi dan interaksi interpersonal.Respon stres ini dikontrol utamanya oleh hipothalamus. Jika stres berlangsung lama maka mungkin mekanisme homeostasis tubuh tidak bisa mengatasi stres sehingga bisa trjadi perubahan dalam tubuh individu. Impuls saraf dari hipothalamus akan memicu rangsang saraf otonom, saraf parasimpatis akan ditekan dan saraf simpatis akan diaktifkan lalu secara langsung menimbulkam efek pada organ target atau secara tidak langsung akan merangsang medulla adrenal mengeluarkan Epinephrine (>90%) dan Norepinephrine (>10%) yang berpengaruh pada organ target yaitu jantung. Efek-efek yang timbul dari aktivitas simpatis adalah vasokonstriksi pembuluh darah, peningkatan tekanan darah, perubahan denyut nadi dan
27 perubahan heart rate variability.
Sedangkan selama stress saraf simpatis lebih mendominasi. Walter Cannon mengistilahkan aktivitas divisi simpatis sebagai respons fight or
flight , di mana persepsi atau reaksi yang menyebabkan sistem saraf simpatis
merangsang kelenjar adrenal pada sistem endokrin untuk mengeluarkan atau mensekresi epinephrine yang memberikan reaksi tubuh. Cannon menjelaskan bahwa reaksi tubuh yang dihasilkan dapat berdampak positif dan negative. Respons fight or flight merupakan reaksi yang normal karena mendorong individu untuk merespons dengan cepat ketika ada rangsangan. Tetapi bila terjadi reaksi yang berlebihan, akan berdampak negatif bagi tubuh dalam
27 jangka waktu yang lama.
Sementara itu, beberapa tahun belakangan ini, banyak peneliti yang menggunakan HRV untuk mengukur tingkat stres seseorang. HRV dihitung berdasarkan variasi waktu yang berselang diantara dua gelombang R atau R interval. Variasi waktu di antara dua gelombang R menggambarkan status dari saraf otonom yaitu saraf simpatis dan parasimpatis. Semakin tinggi tingkat stres seseorang maka HRV akan semakin kompleks.
27 E. Kerangka Teori
1. Kondisi kerja (Work overload)
Heart Rate Variability
Saraf Otonom
6. Hubungan pekerjaan dan rumah Tipe Kepribadian
5. Struktur organisasi
4. Perkembangan karier
3. Faktor interpersonal
2. Ambiguitas dalam pekerjaan
Group Stressor:
Perawat
6. Peristiea atau pengalaman pribadi
5. Peran ganda
4. Kondisi kesehatan
3. Masa kerja
2. Status gizi
1. Jenis kelamin
Individual Stressor :
Stres Kerja F. Kerangka Konsep Stres Kerja
Beban Kerja Mental
G. Hipotesis Ada hubungan antara beban kerja mental dengan stres kerja pada perawat RS PKU Muhammadiyah Gubug.