Joko Edan, Dalang Wayangkulit yang Penta... 32KB Jun 13 2011 06:28:19 AM

Joko Edan, Dalang Wayangkulit yang Pentasnya Segar
Salah satu dalang nasional yang sedang naik daun adalah Joko Edan. Julukan nama Joko
Edan muali merebak ketika dia melakukan pentas wayang kulit dalam rangka
memperingati wiyosan Gubernur Jawa Tengah Let Jend. Ismail pada tahun l987 di
halaman kantor Gubernuran Semarang, dengan lakon “ Gugurnya Duryudono “. Si Joko
mengubah karakter tokoh wayang dan menggelar pentas di luar pakem pewayangan,
sehingga dijuluki sebagai dalang edan. Joko Edan yang lahir di Yogyakarta pada tanggal
20 Mei l948, merupakan putera pertama dari dua bersaudara, dari pasangan dari Karto
Widjoyo dengan Siti Utari. Ketika lahir diberi nama Joko Prasetyo, setelah menikah
dengan dengan Sri Kartini pada tahun l967, namanya diganti dengan Joko Adiwijoyo, dan
memiliki anak 3 orang. Joko kawin cerai hingga sampai tiga kali dan terakhir menikah
dengan pesinden dan penyanyi campur sari ternama Nurhana, dan mempunyai putra 2
orang.
Ketika di temui SM menjelang pentas 4 dalang di Alu-alun Utara Kraton Surakarta,
mengatakan bahwa dalam pentas wayang kali ini dia membawa wiyogo dan warunggono
sejumlah 64 orang, perangkat gamelan dan peralatan musiknya diangkut dengan
menggunakan 3 truk, 2 buah bus dan 2 jip dari Ungaran, Semarang. Alat musik
pendukungnya adalah gamelan lengkap, drum band, bedug, samroh, biola, piano,gitar,
serulung, terompet dan lain sebagainya. Alat musik yang dimainkan biasanya bisa
memukau penonton dan membuat sugesti bagi para pemirsanya, kenapa karena lagu,
instrumen, ilustrasi karawitan, sastra digabungkan dengan dangdut, rock, pop dan barat.

Biasanya setiap pentas selalu memberikan ilustrasi segar dan lucu, sehingga penonton
betah menyaksikan aemalam suntuk, apalagi ketika pentas 4 dalang bersama Ki Manteb
Sudarsono yang di juluki dalang setan, Ki. Gusti Pangeran Haryo Benowo, putra Ingkang
Sinuwun Sunan Pakubuwono XII, dan Ki Permono Dosen STSI Solo, suasananya sangat
meriah, disamping di dukung oleh penyanyi Nurhana, Laura, pelawak Basyir, Pentet, dan
penari latar dari mahasiswa STSI Surakarta. Penonton mulai dari tamu VVIP hingga
masyarakat kelas bawah tumplek blek di Alun-alun utara Kraton Solo mulai dari awal
hingga akhir semalam suntuk tidak bergeser, termasuk Ketua MPR RI, Prof.DR.H.M.
Amien Rais, MA beserta Ibu, Walikota Solo, Wakil Ketua DPR RI, Drs. AM Fatwa,
kerabat Kraton Solo dan lain lain.
Joko Edan bisa memainkan wayang dengan sangat piawai, berkat ketekunannya sejak
kecil, ketika usia 5 tahun Joko kecil sudah sering diajak menonton wayang kult oleh
bapaknya di daerah Pudakpayung, Genuk, Semarang. Sehingga ketika usia remaja sudah
sering pentas wayang di desanya. Joko yang menempuh pendidikan mulai dari SD
Kanisius, SMP Suralaya dan jebolan klas I di SMA Negeri Ungaran ini disamping
terkenal jadi dalang, ternyata juga rajin menjalankan ibadah lima waktu hingga sekarang.
Untuk setiap pentas wayang semalam suntuk jam setengah lima pagi harus bubaran,
karena segera menjalankan shalat subuh. Joko sekarang sudah melakukan pentas ratusan
kali, karena rata-rata dalam satu bulan 7 kali pentas, kecuali bulan Ramadhan libur total.
Ketika ditanya tentang kesan-kesannya, Joko mengatakan bahwa sekarang ini jamannya

reformasi, sehingga pentas wayang tidak dibatasi oleh lakon, sehingga bisa
mengekspresikan kemampuannya, juga bisa mengeritik siapa saja yang tidak beres dalam
menjalankan pemerintahan negara ini. “Dulu ketika Orde Baru berkuasa saya tidak berani

mengkritik siapa-siapa, kecuali hanya mengikuti pesan sponsor. Jadi sekarang saya bisa
nglakokake lelakon ora mung nglakokake lakon,” tuturnya.
Jadi setiap pentas selalu menggambarkan suasana dan menyinggung situasi negera RI
saat ini. Di samping itu juga menyelipkan dakwah Islam dalam setiap pentas, melakukan
amar makruf nahi munkar seperti yang diajarkan oleh Persyarikatan Muhammadiyah.
Membangun Generasi Muda, dan masa depan bangsa. Bahkan lewat lagu ciptaannya,
syairnya selalu mengandung kritikan-kritikan tajam, seperti “ Jaelangkung, Togel,
Narkoba, Wakil Rakyat, Salahe Sopo, Burisrowo Loro Jiwo dan lain-lain. Ton Martono.
Sumber: SM-19-2002