Penyelidikan Lanjutan Bitumen Padat Nangasilat

PENYELIDIKAN LANJUTAN BITUMEN PADAT
DI DAERAH NANGASILAT DAN SEKITARNYA
KABUPATEN KAPUAS HULU
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
Soleh Basuki Rahmat1
1

Kelompok Kerja Energi Fosil

SARI
Lokasi daerah penyelidikan endapan bitumen padat terletak di dalam wilayah Kecamatan Silat
Hulu dan Silat Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Timur. Luas daerah penyelidikan
sekitar 75.000 Ha dengan koordinat antara 111°42’00” - 111°57’00” Bujur Timur dan 00°08’00” –
00°23’00” Lintang Utara.
Stratigrafi di daerah penyelidikan terdiri dari Kelompok Selangkai, Formasi Ingar, Batupasir
Dangkan, Serpih Silat, Batuan Terobosan Sintang, dan Endapan Aluvial. Endapan serpih bitumen
sebagian besar tersingkap pada Formasi Serpih Silat yang menempati sekitar 50% daerah penyelidikan.
Secara umum struktur geologi yang terdapat di daerah penyelidikan relatif sederhana, hanya
berupa perlipatan sinklin asimetris dengan sayap utara curam, tegak sampai membalik sedangkan sayap
selatan memiliki kemiringan lebih landai, struktur antiklin umumnya kurang berkembang.
Endapan serpih bitumen umumnya berwarna abu-abu tua kehitaman, berlapis, agak pejal,

setempat karbonan. Ketebalan dari singkapan serpih bitumen berkisar dari beberapa meter sampai 13
meter. Endapan bitumen padat di daerah penyelidikan memiliki kemiringan yang relative landai, yaitu
dibawah 20°.
Hasil analisis bakar (retort) menunjukkan bahwa kandungan minyak yang terdapat dalam batuan
serpih tersebut sangat bervariasi yaitu berkisar dari 0.2 Liter sampai 40 Liter minyak per 1 Ton batuan,
bahkan dibeberapa tempat kandungan minyak tersebut tidak terdeteksi. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh tingkat kematangan (maturity) minyak didaerah penyelidikan tersebut tidak merata, bahkan
dibeberapa tempat mungkin telah mengalami perpindahan atau penguapan minyak.
Sumberdaya endapan serpih bitumen dihitung berdasarkan ketebalannya, sedangkan sebaran
kearah jurus dihitung sepanjang 500 m dari sebelah menyebelah singkapan batuan serpih yang
diketemukan. Dengan berat jenis batuan yang beragam, maka sumberdaya serpih bitumen ini
dikatagorikan tereka dan berjumlah lebih dari 22Juta Ton.

1. PENDAHULUAN
Salah satu upaya pemerintah dalam
mengantisipasi makin menipisnya cadangan
minyak bumi adalah dengan mengeluarkan
kebijakan divesifikasi energi dengan cara
mendorong pemakaian dan pencarian energi lain
di luar minyak bumi. Bitumen padat adalah

salah satu sumber energi yang diharapkan akan
dapat dimanfaatkan di masa depan, mengingat
keterdapatannya
yang diperkirakan cukup
potensial pada beberapa cekungan sedimentasi
di Indonesia.
Endapan bitumen padat (oil shale)

didefinisikan sebagai batuan sedimen klastik
halus dan/atau karbonat yang mengandung
komponen organik dalam kuantitas yang
signifikan. Biasanya berupa serpih yang kaya
akan kandungan bahan organik dan bisa
diekstrasi menghasilkan hidrokarbon cair seperti
minyak bumi. Berdasarkan penyelidikan
terdahulu, daerah Nanga Silat berpotensi
mengandung endapan bitumen padat.
Daerah penyelidikan terletak di daerah
Nanga Silat dan sekitarnya, Kabupaten Kapuas
Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Secara

geografis daerah penyelidikan terletak diantara
koordinat 111°42’00” - 111°57’00” Bujur

Timur dan 00°08’00” – 00°23’00” Lintang
Utara dengan luas daerah penyelidikan sekitar
75.000 ha.

2. GEOLOGI UMUM
Secara
umum,
geologi
daerah
penyelidikan termasuk ke dalam Peta Geologi
Lembar Sintang, Kalimantan, skala 1 : 250.000,
terbitan Puslitbang Geologi Bandung (R.
Heryanto, dkk, 1993).
Lembar Sintang terletak di bagian
tengah Provinsi Kalimantan Barat, secara
fisiografi dicirikan oleh dataran rendah,
kelompok perbukitan bergelombang rendah

serta pegunungan yang mempunyai ketinggian
hingga 1.100 m. Secara tektonik pada lembar ini
terdapat tiga cekungan daratan muka yaitu
Cekungan Ketungau dan Cekungan Mandai di
bagian utara dan Cekungan Melawi di bagian
selatan. Kedua bagian cekungan ini dipisahkan
oleh Punggungan Semitau berumur Pra Tersier.
Pada Eosen Akhir diperkirakan cekungancekungan tersebut awalnya menyatu, proses
tektonik pada Oligo-Miosen membentuk
Punggungan Semitau sehingga cekungan yang
luas tersebut terbagi menjadi tiga bagian.
Daerah penyelidikan secara geologi
termasuk ke dalam Cekungan Melawi. Secara
umum batuan penyusun Cekungan Melawi
terdiri atas batuan-batuan berumur Tersier dan
Kuarter yang dialasi oleh batuan dasar Pra
Tersier.
Batuan Pra Teriser terdiri atas batuanbatuan berumur Karbon hingga Kapur Akhir
yaitu Komplek Semitau, Komplek Busang,
Batuan Gunungapi Jambu, Batuan Gunungapi

Betung, Komplek Mafik Danau, Komplek
Kapuas, Granit Menyukung dan Kelompok
Selangkai.
Batuan Tersier terdiri atas Batupasir
Haloq; Satuan tak terbedakan dari Serpih Silat,
Formasi Ingar dan Batupasir Dangkan; Formasi
Ingar; Batupasir Dangkan; Serpih Silat; Formasi
Payak; Formasi Tebidah dan Batupasir
Sekayam.
Endapan Aluvial adalah endapan paling
muda berumur Kuarter yang merupakan endapan
permukaan.

3. GEOLOGI DAERAH
INVENTARISASI
Dilihat dari morfologinya, daerah
penyelidikan dapat dipisahkan menjadi satuan
morfologi perbukitan bergelombang dan satuan
morfologi perbukitan curam. Satuan morfologi
bergelombang menempati sebagian besar daerah

penyelidikan. Pola aliran sungai yang
berkembang adalah dendritik. Litologi yang
menyusun morfologi satuan ini adalah Formasi
Ingar, Kelompok Selangkai dan Serpih Silat.
Satuan morfologi perbukitan curam umumnya
terdapat pada bagian tengah daerah penyelidikan
yang menyebar hampir berarah barat – timur,
dengan pola aliran sungai dendritik hingga
paralel. Menempati sekitar 30% daerah
penyelidikan, umumnya berupa hutan lebat dan
ladang penduduk. Satuan morfologi ini
didominasi oleh batuan dari Formasi Batupasir
Dangkan dan Batuan Terobosan Sintang.
Stratigrafi di daerah penyelidikan,
disusun berdasarkan urutan umur batuan dari
yang tertua hingga yang termuda, terdiri dari
Kelompok Selangkai, Formasi Ingar, Batupasir
Dangkan, Serpih Silat, Batuan Terobosan
Sintang, dan Endapan Aluvial.
Berdasarkan hasil pengamatan dan

pengukuran jurus kemiringan lapisan batuan di
lapangan, daerah penyelidikan membentuk
monoklin yang sumbunya berarah baratlauttenggara. Kemiringan lapisan batuan berkisar
dibawah 20o.

4. ENDAPAN BITUMEN PADAT
Penyelidikan lapangan yang dilakukan
terutama difokuskan terhadap Satuan Serpih
Silat, dan Formasi Ingar. Untuk memperoleh
data lapangan di daerah penyelidikan, harus
melalui beberapa tahapan pekerjaan, yaitu
pengamatan, pengukuran, pengambilan contoh
batuan dan pencatatan atau plotting data
singkapan endapan serpih di lapangan, baik data
mengenai ketebalan, stratigrafi dan struktur
sedimen serta penyebarannya ke arah lateral.
Berdasarkan data lapangan,ditemukan
53 singkapan batuan, baik itu berupa serpih
maupun batuan lainnya. Singkapan umumnya
banyak ditemukan pada tebing – tebing jalan

yang telah terkupas, juga pada tebing sungai.

Lebih lanjut akan diuraikan dan ditabulasikan
pada tabel dibawah ini. Dari 53 singkapan
batuan yang ada, batuan serpih (shale) yang
diperkirakan berpotensi merupakan bitumen
padat hanya ditemukan pada Satuan Serpih Silat.
Selain itu juga dilakukan pemboran
(outcrop drilling) sebanyak 6 (enam) titik untuk
mengetahui ketebalan dan penyebaran dari
serpih yang ada. Semua titik bor yang ada
berada pada Formasi Serpih Silat. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran dari
batuan serpih (shale) dalam Formasi Serpih Silat
yang diduga merupakan formasi pembawa
bitumen padat.
Berdasarkan data dari singkapan dan hasil
dari pemboran dangkal, lapisan batuan yang
dianggap sebagai bitumen padat, adalah
batulempung menyerpih (shale), abu-abu

kehitaman, keras, getas.
Bitumen padat didaerah Nangasilat
membentuk monoklin yang berarah baratlauttenggara. Apabila dilihat dari kenampakkan
secara visual dari hasil pemboran, lapisan serpih
bitumen padat hamper tidak bisa dibedakan dari
lapisan pengapitnya yang berupa lempung atau
lanau. Ini dikarenakan semuanya terdiri dari
parallel laminasi dengan ketebalan kurang dari 3
cm.
Makin kearah sebelah Barat daerah
penyelidikan, batulempung menyerpih (shale)
makin jarang ditemukan. Digantikan dengan
batulempung – batupasir sedang hingga
batupasir kasar. Batulempung menyerpih makin
banyak ditemukan kearah sebelah Timur daerah
penyelidikan. Hal ini kemungkinan besar
disebabkan
oleh
bedanya
lingkungan

pengendapan di bagian sebelah Timur dan Barat
daerah penyelidikan.
Jumlah lapisan bitumen padat pada
beberapa tempat diketahui dari singkapan dan
penampang bor. Pada penampang bor NS-01,
ditemukan 2 (dua) lapisan yang terdiri dari
shale, dengan tebal berkisar 2 – 7.2 m, panjang
sebaran kearah jurus diperkirakan sekitar 1000
m. Kemudian pada bor NS – 02 ditemukan 2
(dua) lapisan yang terdiri dari shale, dengan
tebal berkisar 4 – 27.2 m dengan panjang
sebaran kearah jurus diperkirakan sekitar 1000
m. Sedangkan pada bor NS – 03 ditemukan 2
(dua) lapisan yang terdiri dari shale, dengan

tebal berkisar 3 – 7 m, panjang sebaran kearah
jurus diperkirakan sekitar 1000 m.
Analisis yang dilakukan adalah analisis
bakar atau analisis Retort. Dari hasil analisis
retort ternyata kandungan minyak di daerah

penyelidikan berkisar antara 0.2 l/ton – 40 l/ton,
yaitu dari conto batuan yang diambil dari
pemboran pada titik NS – 01 sampai NS – 05.
Kandungan minyak pada titik bor NS –
01 adalah sebesar 0.2 l/ton – 40 l/ton. Hasil
kandungan minyak terbesar diketahui dari conto
NS-01-06 pada kedalaman 16.0 m – 18.0 m.
Sedang pada titik NS – 02, kandungan minyak
berkisar antara 0.2 l/ton – 14 l/ton. Pada titik NS
– 03, ditemukan kandungan minyak sebesar 0.2
l/ton – 8 l/ton.
Sumberdaya bitumen padat daerah
Nangasilat dihitung berdasarkan kriteria sebagai
berikut;
1. Tebal lapisan yang dihitung adalah 0,50 m
keatas.
2. Panjang lapisan yang dihitung kearah jurus
dibatasi sampai sejauh 500 m dari titik
informasi paling ujung,dengan asumsi
lapisan yang dihitung memiliki sifat
homogen.
3. Lebar lapisan yang dihitung dibatasi sampai
dengan lebar maksimum sekitar 150 m.
4. Apabila pada suatu titik informasi tidak ada
data kemiringan lapisan, maka data
kemiringannya diambil dari titik informasi
terdekat.
5. Spesific gravity (SG) yang dihitung adalah
berdasarkan hasil analisis.
6. Berdasarkan Klasifikasi Sumberdaya dan
Cadangan Batubara Standar Nasional
Indonesia (SNI) amandemen 1-SNI 1350141998 dari Badan Standarisasi Nasional,
sumberdaya bitumenpadat daerah Nangasilat
termasuk kedalam sumberdaya tereka.
7. Lapisan yang dihitung sumberdayanya, hanya
merupakan lapisan yang memiliki nilai retort
diatas 5 l/ton.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada
tabel 1. Hasil perhitungan sumberdaya,
menunjukkan bahwa sumberdaya tereka bitumen
padat daerah Nangasilat adalah sebesar > 22 juta
ton.

Ketebalan lapisan batuan yang dianggap
sebagai bitumen padat didaerah Nangasilat
cukup memadai, namun kandungan minyak dari
lapisan-lapisan tersebut tidak memadai. Sebaran
perlapisan tidak terlalu luas karena cekungan
yang dianggap sebagai wadah formasi pembawa
bitumen padat hanya merupakan cekungan kecil.
Lokasi daerah inventarisasi masih agak sulit
untuk dicapai karena jalan masuk kearah Rmbeh
yang jaraknya sekitar 20 km masih merupakan
jalan tanah yang sudah diperkeras namun karena
banyaknya kendaraan berat yang mengangkut
karet dan sawit, maka jalan yang ada
keadaannya rusak berat.
Kandungan minyak dari hasil analisis retort
bitumen padat berkisar antara 0.2 l/ton – 40
l/ton, dengan kebanyakan lapisan hanya
menghasilkan minyak < 14 l/ton. Bila dilihat
dari data yang ada, bitumen padat daerah
Nangasilat belum layak untuk dikembangkan,
karena bitumen padat dapat dikatakan ekonomis
bila kandungannya > 35 /ton dengan ketebalan >
1 m (Pedoman Teknis Eksplorasi Bitumen
Padat, 2004).
5. KESIMPULAN
1. Daerah Nangasilat masuk kedalam
cekungan Melawi yang disusun oleh
batuan berumur Tersier dan Kuarter.
2. Formasi Serpih Silat yang berumur
Eosen Atas, dianggap sebagai formasi
yang mengandung endapan bitumen
padat terdiri dari batulumpur hitam,
karbonan, serpih, serpih sabakan, sedikit
batulanau warna tua, batupasir berbutir
halus sampai menengah, setempat
lapisan tipis batubara.
3. Secara megaskopis, endapan serpih
bitumen umumnya berwarna abu-abu
tua sampai kehitaman, berlapis, agak
pejal, sebagian bila dibakar bau
menyengat seperti aroma aspal terbakar.
4. Hasil penyelidikan menunjukkan Makin
kearah
sebelah
Barat
daerah
penyelidikan, batulempung menyerpih
(shale) makin jarang ditemukan.
Digantikan dengan batulempung –
batupasir sedang hingga batupasir kasar.
Batulempung menyerpih makin banyak

ditemukan kearah sebelah Timur daerah
penyelidikan. Hal ini kemungkinan
besar
disebabkan
oleh
bedanya
lingkungan pengendapan di bagian
sebelah Timur dan Barat daerah
penyelidikan.
5. Dari hasil pemetaan geologi ditemukan
sekitar 53 singkapan batuan, sedangkan
pemboran yang dapat dikerjakan
sebanyak 6 (enam) lubang bor.
6. Jumlah lapisan bitumen padat pada
beberapa
tempat
diketahui
dari
singkapan dan penampang bor. Pada
penampang bor NS-01, ditemukan 2
(dua) lapisan yang terdiri dari shale,
dengan tebal berkisar 2 – 7.2 m, panjang
sebaran kearah jurus diperkirakan
sekitar 1000 m. Kemudian pada bor NS
– 02 ditemukan 2 (dua) lapisan yang
terdiri dari shale, dengan tebal berkisar
4 – 27.2 m dengan panjang sebaran
kearah jurus diperkirakan sekitar 1000
m. Sedangkan pada bor NS – 03
ditemukan 2 (dua) lapisan yang terdiri
dari shale, dengan tebal berkisar 3 – 7
m,
panjang sebaran kearah jurus
diperkirakan sekitar 1000 m.
7. Sumberdaya Tereka endapan serpih
bitumen di daerah penyelidikan
diperkirakan lebih besar dari 16.9 juta
Ton, dengan kandungan minyak secara
kualitatif berkisar dari 0.2 sampai 40
Liter minyak per Ton batuan, meskipun
dibeberapa tempat tidak teridentifikasi.
8. Ketebalan lapisan batuan yang dianggap
sebagai bitumen padat didaerah
Nangasilat cukup memadai, namun
kandungan minyak dari lapisan-lapisan
tersebut tidak memadai. Karena bila
dilihat dari data yang ada, bitumen padat
daerah Nangasilat belum layak untuk
dikembangkan, karena bitumen padat
dapat
dikatakan
ekonomis
bila
kandungannya > 35 //ton dengan
ketebalan > 1 m (Pedoman Teknis
Eksplorasi Bitumen Padat, 2004).

6. DAFTAR PUSTAKA.
Hutton A.C.; A.J. Kantsler; A.C. Cook; 1980,
Organic Matter in Oil Shale, APEA, Jurnal Vol
20.
Mark P.; Stratigraphic Lexicon of Indonesia,
Publikasi Keilmuan Seri Geologi, Pusat Jawatan
Geologi, Bandung.
Sukardi, N. Sikumbang dkk, 1995, Peta Geologi
Lembar Sangata, Kalimantan. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Teh Fu Yen and George V. Chilingarian.;1976,
Introduction to Oil Shale, Developments in
Petroleum Science Vol 5, Amsterdam.
Untung Triono, Eddy R. Sumaatmadja, 2000,
Penyelidikan Endapan Serpih Bitumen Daerah
Sepaso, Direktorat Sumberdaya Mineral,
Bandung.

Daerah Penyelidikan

Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penyelidikan

U

Gambar 2. Morfologi daerah Nangasilat dan sekitarnya

Gambar 3. Peta Geologi Daerah Nanga Silat dan Sekitarnya

Keterangan :
Qa

Toms

Tesi

Endapan Aluvial

Tei

Formasi Ingar

Bat. Terobosan Sintang

Kse

Kelompok Selangkai

Serpih Silat

Ted

Batupasir Dangkan

Tabel 1. Perhitungan Sumberdaya Tereka Bitumen Padat Daerah Nangasilat dan sekitarnya
Titik 
Informasi 
NS – 01 
NS – 02 
NS – 03 
SS‐03, SS‐
04, SS‐15 








Tebal 
Lapisan 
(m) 
7,2 
2,0 
4,0 
23,2 
7,0 
3,0 

Panjang 
Lapisan 
(m) 
1.000 
1.000 
1.000 
1.000 
1.000 
1.000 

Lebar 
Lapisan 
(m) 
150 
150 
150 
150 
150 
150 



5,0 

3.500 

150 

Nomor 
Lapisan 

Total Sumberdaya Tereka 

SG 
(Ton/m3) 

Sumber 
Daya (Ton) 

2,33 
2,51 
2,46 
2,39 
2,66 
2,43 

2.520.000
753.000
1.476.000
8.317.200
2.789.500
1.093.500

2,30 

6.037.500
22.986.700

Gambar 4. Peta Geoloi dan Sebaran Bitumen Padat Daerah Nangasilat dan sekitarnya