PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN ONLINE SHOP.

(1)

PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN ONLINE SHOP SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Deasy Dwi Cahyaningtyas Arifin B77211098

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2015


(2)

(3)

(4)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Proses Keputusan Pembelian Konsumen Online Shop pada mahasiswa Universitas IslamNegeri Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan triangulasi sebagai validasi data. Subyek penelitian adalah mahasiswa yang pernah melakukan pembelian online shop dalam setahun sebanyak 4-6 kali. Terdapat 3 subyek yang akan dijadikan sumber informasi. Penelitian ini menghasilkan bahwa ketiga subyek untuk melakukan pembelian online Shop, ada 5 proses keputusan pembelian konsumen , yang pertama pengenalan kebutuhan, mencari informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembeli dan perilaku pasca pembeli. Ada beberapa yang tidak dilalui subyek. Rata-rata subyek melakuaka pembelian Online shop, tidak ribet, tidak perlu ke sana kemari dan menghemat waktu. Dan karena kubutuhan akan barang, ketertarikan akan barang.


(5)

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keasliaan Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumen ... 16

1. Definisi Perilaku Konsumen ... 16

2. Keputusan Pembelian ... 18

a. Definisi Keputusan pembelian ... 18

b. Tipe Pengambilan Keputusan Pembelian ... 19

c. Faktor-faktor Keputusan Pembelian ... 22

d. Proses Keputusan Pembelian ... 40

e. Perspektif Model Manusia dalam keputusan Pembelian ... 50

B. Perspektif Teoritis ... 53

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 56

B. Lokasi Penelitian ... 58

C. Sumber Penelitian ... 58

D. Cara Pengumpulan Data ... 59

E. Prosedur Analisis dan Interpertasi Data ... 62

F. Keabsahan data ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek ... 66

B. Hasil Penelitian ... 68

1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 68

2. Analisis Temuan ... 87


(6)

Bab V PENUTUP

1. Simpulan ... 105

2. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 107


(7)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Ellsworth & Ellsworth (1997) internet merupakan jaringan besar yang dibentuk oleh interkoneksi jaringan komputer dan komputer tunggal di seluruh dunia lewat saluran telephon, satelit, dan sistem telekomunikasi lainnya.

Menurut kusama & Septarini (2013) berkembangan jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai angka tiga puluh juta pengguna pada tahun 2010 Berkembangnya penggunaan internet memberikan dampak yang positif yaitu dengan kemudahan melakukan berbelanja secara online, di Indonesia masyarakat yang berbelanja secara online masih minim, berbeda dengan negara-negara lain yang sudah jauh lebih berminat dengan belanja online. Pengguna internet di Indonesia yang pernah melakukan pembelian secara online adalah sebesar 51%, hal tersebut masih kalah dibandingkan dengan negara asia lainnya, Malaysia sebesar 70% dan Thailand 61%. Hal tersebut membawa Indonesia pada peringkat 13 dari 14 negara yang penduduknya pernah melakukan pembelian secara online.

Transaksi online merupakan salah satu aplikasi kemajuan teknologi informasi yang penggunaannya sangat intens akhir-akhir ini. Pada awal munculnya, orang tidak begitu yakin melakukan transaksi online karena dalam transaksi online, seseorang sepenuhnya bergantung pada kepercayaan atas informasi yang disampaikan pemilik dalam website tersebut dan pengunjung website tidak bisa


(8)

2

melihat secara kasat mata tentang produk yang ditawarkan (Buttner & Goritz, 2008 dalam Siagin & Cahyono).

Brand & Marketing Institute (BMI) Research mengeluarkan Online Shopping

Outlook 2015 yang menjelaskan bahwa pertumbuhan pasar belanja online masih

sangat besar, mengingat saat ini pengguna internet di Indonesia yang semakin banyak. "Pada tahun 2014 pengguna belanja online mencapai 24 persen dari total pengguna internet di Indonesia. Dengan bertambahnya pengguna internet dan setiap hari orang-orang online, merupakan market yang sangat empuk bagi online shop," jelas Head of BMI Research Yoanita Shinta Devi, dalam Konferensi Pers, di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (22/1/2015). Menjelaskan, bahwa prediksi pasar belanja online di Indonesia akan tumbuh hingga 57 persen pada tahun 2015, mengingat target pengguna internet yang dicanangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada 2015 mencapai hingga 150 juta. (www. lifestyle.sindonews.com di akses 4 Mei 2015).

Meningkatnya pengguna internet membawa dampak positif pada pasar belanja online yaitu dampak bagi, pedagang dan konsumen, pedagang bisa berjualan melalui internet, yaitu dengan memposting barang dagangnya lewat sosial media dan untuk konsumen mudahkan berbelanja lewat internet tanpa perlu keluar rumah, mengehemat waktu dan menghemat biaya transportasi. Sebelum melakukan pembelian secara online, ada beberapa faktor yang perlu di ketahui konsumen. Mowen dan Minor (dalam janah, 2013) menyatakan bahwa keputusan pembelian konsumen oleh faktor keterlibatan konsumen dengan kepercayaan. Semakin tinggi konsumen terlibat dalam upaya pencarian produk, semakin besar


(9)

3

dorongan konsumen untuk melakukan pembelian. konsumen yang memiliki kepercayaan pada merek tertentu lebih yakin dalam memutuskan pembelian, faktor internal tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap keputusan pembelian. Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian bisa disebabkan adanya faktor kebutuhan, pengalaman masa lalu, adanya informasi, sikap dan gaya hidup

Semakin berkembangnya belanja online, di kalangan remaja tak terkecuali mahasiswa untuk melakukan berbelanja online. Mahasiswa yang sangat dekat dengan internet dan bukan hanya untuk mencari ilmu tetapi juga untuk mencari informasi terbaru tentang kebutuhannya. Dengan internet mahasiswa diberikan beragam fasilitas yang sangat memudahkan dalam pencarian informasi yang diinginkan dan pencarian kebutuhannya salah satunya kemudahan dalam berbelanja melalui internet atau yang lebih di kenal dengan online shop. Online

shop adalah salah satu fasilitas yang ada di internet untuk memudahkan

mahasiswa berbelanja produk yang diinginkan. Sebelum memutuskan untuk berbelanja atau melakukan pembelian di online shop, seseorang akan melalui beberapa proses pengambilan keputusan pembelian.

Menurut Suharno & Sutarso (2010) konsumen dalam melakukan pembelian akan melalui beberapa proses pengambilan keputusan pembelian.


(10)

4

1. Pengenalan kebutuhan adalah proses yang terjadi pada saat konsumen menyadari adanya perbedaan antara keadaan yang ada pada mereka dengan kondisi ideal yang mereka inginkan.

2. Pencarian informasi adalah hal utama yang akan digunakan konsumen dalam mengambil keputusan membeli atau tidak membeli suatu produk. 3. Evaluasi alternatif merupakan tahap proses keputusan pembeli di mana

konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek alternatif dalam sekelompok pilihan.

4. Keputusan pembelian adalah tahap di mana pembeli telah menentukan pilihannya dan melakukan pembelian produk, serta mengkonsumsinya. 5. Perilaku pasca pembelian adalah tahap proses keputusan pembeli di mana

konsumen mengambil tindakan selanjutnya setelah pembelian dan konsumsi dilakukan dan berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan yang mereka rasakan.

Setelah melalui beberapa proses dan mengambil sebuah keputusan pembelian, tahap terakhir adalah perilaku pasca pembelian, pada tahap ini seorang akan mengevaluasi keputusan yang telah ia ambil. Dalam pembelian online shop seseorang akan menilai barang yang telah ia beli, penilaian tersebut akan menentukan puas atau tidaknya seseorang.

Rakuten Smart Shopping Survey mendapati bahwa 78 % belanja online kecewa terhadap pembelian mereka, setelah menerima kiriman barangnya. Seperti kasus yang menimpa Ruby Supriadi, 36 tahun, seorang guru sekolah swasta di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Pada tiga tahun lalu, ungkap Rakuten,


(11)

5

Ruby memesan souvenir pernikahan dari sebuah toko online pribadi, yang pemilik dan tokonya beralamat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Si pemilik toko ternyata penipu karena barang tak pernah diterimanya sampai kini. Lantaran waktu yang mepet, Ruby akhirnya berbelanja di toko lain, juga toko online independen, yang beralamat di Jakarta. Tapi barang yang diterima ternyata tak seperti yang terlihat di gambar. Padahal, jumlah barang yang dibelinya banyak. Untungnya toko online itu menerima pengembalian barang. Hanya saja Ruby terlanjur kecewa karena itu sempat mengganggu proses persiapan pernikahannya. Bagi sebuah toko online, kasus seperti itu adalah publikasi yang buruk. Itu bisa diterjemahkan menjadi penambahan ongkos pengembalian barang, penurunan loyalitas pelanggan, dan terutama penjualan jadi lebih rendah. Foto produk yang berkualitas maupun detil spesifikasi produk juga dapat membantu pembeli merasa lebih aman ketika mengambil keputusan untuk membeli dan memastikan kenyamanan mereka menerima barang yang dipesan. (http://www.merdeka.com di akses 20 April 2015).

Berikut ini data tentang mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang pernah membeli melalui online shop, ada 100 mahasiswa yang merasa puas dan merasa tidak puas dengan membeli melalui online shop.


(12)

6

Tabel 1

Konsumen yang mengetahui tentang Online Shop Mengetahui

Online Shop Frekuensi Persen

Ya 100 100

Total 100 100

Dari tabel 1 terdapat 100 mahasiswa Universitas Islam Negeri Surabaya yang mengetahui tentang online shop sebanyak 100 mahasiswa dengan persentase 100%

Tabel 2

Pernah berbelanja melalui Online Shop Pernah

berbelanja Online Shop

Frequency Percent

Ya 71 71

Tidak 29 29

Total 100 100

0 20 40 60 80 100 120

Frequency

Ya

Ya

Frequency

Ya Tidak


(13)

7

Dari tabel 2 terdapat 100 mahasiswa Universitas Islam Negeri Surabaya bahwa yang pernah berbelanja melalui online sebanyak 71 mahasiswa dengan persentase 71% dan yang tidak pernah berbelanja online sebanyak 29 mahasiswa dengan persentase 29%.

Tabel 3

Berapa kali berbelanja melalui Online Shop berapa kali

berbelanja Online hop

Frekuensi Persen

1 kali 43 61%

2 kali 11 15%

3 kali 9 13%

> 4 kali 8 11%

Total 71 100%

Dari tabel 3 terdapat 71 mahasiswa Universitas Islam Negeri Surabaya pernah berbelanja online sebanyak mahasiswa yang berbelanja online 1 kali sebanyak 61%, mahasiswa yang berbelanja online lebih sebanyak 2 kali sebanyak 11 mahasiswa dengan persentase sebesar 39%, sedangkan mahasiswa yang berbelanja online 3 kali sebanyak 9 mahasiswa dengan persentase 13% dan yang >4 kali 8 orang dengan persentase sebesar 11%

Keempat Dari 71 mahasiswa Universitas Islam Negeri Surabaya yang dalam setahun melakukan berbelanja online shop sebanyak 67 mahasiswa yang 1-3 kali

0 10 20 30 40 50

1 kali 2 kali 3 kali > 4 kali

Frequency

1 kali 2 kali 3 kali > 4 kali


(14)

8

dalam setahun berbelanja online sebanyak 94% dan sebanyak 4 mahasiswa 4-6 dalam setahun berbelanja online sebanyak 6%. kelima dari 71 mahasiswa Universitas Islam Negeri Surabaya merasa puas ataupun tidak puas dengan berbelanja melalui online shop sebanyak 37 mahasiswa merasa puas dengan persentase 52% dan yang tidak puas dengan berbelelanja online shop sebanyak 34 mahasiswa dengan persentase 48%. dan keenam dari 71 mahasiswa Universitas Islam Negeri Surabaya keinginan untuk berbelanja kembali sebanyak 37 mahasiswa dengan persentase 52% dan yang tidak berniat berbelanja lagi sebanyak 34 mahasiswa dengan persentase 48%.

Dari fenomena diatas yang ada di Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya yang diwakilkan sebanyak 100 mahasiswa ditemukan; yang pertama bahwa dari ke-100 mahasiswa tersebut mengetahui online shop ; yang kedua sebagian besar (71%) pernah melakukan pembelian online shop ; yang ketiga mahasiswa yang berbelanja online shop sebanyak satu kali sebesar 61% dan mahasiswa yang berbelanja online shop sebanyak lebih dari satu kali sebesar 39% dari mahasiswa yang pernah melakukan pembelian online shop ; yang keempat mahasiswa yang merasa puas dengan berbelanja online sebanyak 52% dan yang tidak puas sebanyak 48%. ; yang kelima mahasiswa yang berniat membeli kembali sebanyak 52% dan yang tidak berniat membeli kembali sebanyak 48%.

Fenomena ini menarik untuk diteliti karena sekarang banyak mahasiswa yang memilih belanja melalui online, sebagian ada beberapa yang pernah merasa puas dengan belanja online karena efektif tidak buang-buang waktu, sebagian yang lain


(15)

9

dikecewakan dengan barang yang mereka beli tidak sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah untuk mengambarkan bagaimana proses keputusan pembelian konsumen online shop pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan proses keputusan pembelian konsumen online shop pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

D.

Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi. Khususnya psikologi industri dan organisasi tentang proses keputusan pembelian konsumen

online shop.

2. Manfaat praktis

Memberikan dan menambah wawasan kepada masyarakat terutama yang berkaitan dengan proses keputusan pembelian konsumen online shop.


(16)

10

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini menggunakan variabel keputusan pembelian, tapi sebelumnya ada beberapa penelitian mengenai keputusan pembelian yang di kaji dalam penelitian ini. Penelitian tentang pengambilan keputusan konsumen online shop belum banyak dilakukan. Penelitian tentang keputusan pembelian yang pernah di teliti di antaranya adalah :

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Janah (2013) tentang hubungan citra merek dengan keputusan pembelian diketahui bahwa hasil analisis data, diperoleh nilai koefesien korelasi (r) sebesar 0,393 dengan p<0,01, hal ini berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara citra merek dengan keputusan pembelian. Semakin tinggi citra merek maka semakin tinggi keputusan pembelian sebaliknya semakin rendah citra merek maka semakin rendah keputusan pembelian.

Hasil penelitian Wahyuni (2013) tentang persepsi, citra merek dan dukungan layanan purna jual terhadap keputusan konsumen dalam membeli diketahui hasil pengolahan data nilai CR (critical ratio) adalah sebesar 5.079 dengan nilai P

(probability) sebesar 0,000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis III pada

penelitian ini dapat diterima. Hasilnya bahwa persepsi kualitas produk merupakan variabel ketiga yang mempengaruhi terwujudnya keputusan pembelian. Mekanisme keputusan pembelian yang harus berawal pada peningkatan persepsi kualitas produk skuter matik. Dan Moly (2014) tentang citra merek dan kualitas produk terhadap keputusan pembelian diketahui bahwa terdapat pengaruh antara


(17)

11

citra merek dan kualitas produk terhadap keputusan pembelian, yaitu dengan F= 550.295, �2= 0.976, dan p= 0.000. Sumbangsih pengaruh variabel citra merek dan kualitas produk mempengaruhi keputusan pembelian yaitu sebesar 96,7%.

Isyanto (2013) tentang kualitas produk terhadap keputusan pembelian diketahui pengaruh kualitas produk terhadap keputusan pembelian adalah kuat dengan nilai korelasi r = 0,774. Bahwa sumbangan variabel kualitas produk terhadap variabel keputusan pembelian sebesar 59,9 %. Dengan kata lain bahwa sumbangan kualitas produk terhadap keputusan pembelian sebesar 59,9 %. dan sisanya sebesar 40,1 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya yang tidak diteliti. Dengan pengujian hipotesis pada tingkat kesalahan 5% didapat nilai t hitung (16,153) lebih besar dari t tabel (1,645), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak artinya kualitas produk memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian handphone Blackberry pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Singaperbangsa Karawang.

Firdaus (2013) tentang persepsi terhadap keputusan pembelian di ketahui hasil koefisiensi korelasi adalah antara variabel persepsi (X) terhadap keputusan pembelian (Y) sebesar 0,988. Hasil ini menunjukkan adanya hubungan variabel sempurna karena angka korelasinya mendekati 1. Terdapat hubungan antara persepsi seseorang dalam melakukan keputusan pembelian produk yang dikesan dalam ingatannya. Dan dapat disimpulkan hasil penelitian Firdaus bahwa hubungan antara persepsi seseorang dalam melakukan keputusan pembelian produk dikesan dalam ingatannya berdasarkan hasil analisis dengan menghitung nilai skala terbesar, pada variabel X yang terdiri dari dimensi persepsi mengenai


(18)

12

kinerja produk, persepsi kehandalan produk, persepsi mengenai daya tahan produk, kesesuaian produk, kemampuan produk diperbaiki, tampilan produk, dan kualitas yang dirasakan.

Rick (2013) tentang terapi ritail keputusan pembelian untuk mengurangi kesedihan di ketahui bahwa Tiga percobaan memberikan dukungan untuk hipotesis. Membuat pilihan belanja membantu meringankan kesedihan apakah mereka hipotetis (Percobaan 1) atau real (Percobaan 2). Selain itu, semua percobaan ditemukan dukungan untuk mekanisme yang mendasari pemulihan kendali pribadi. Terutama, manfaat kontrol pribadi dipulihkan atas lingkungan seseorang tidak generalisasi marah (Percobaan 2 dan 3), karena kemarahan terkait dengan perasaan bahwa orang lain (bukan kekuatan situasional) cenderung menyebabkan hasil negatif, dan penilaian ini tidak diperbaiki dengan mengembalikan kendali pribadi atas lingkungan seseorang.

Deng (2014) tentang memahami konsumen etnis cina pengambilan keputusan pembelian di ketahui dikumpulkan kuesioner langsung dari responden. Kami menyampaikan total 1200 kuesioner dan pulih 1.093. Setelah uji konsistensi, kita dihapus 64 dan akhirnya terus 1029 kuesioner yang valid; sehingga, tingkat pemulihan adalah 91,08%, dan tingkat berlaku adalah 85,75%. Hal ini berarti bahwa konsumen dengan etnis cina, niat dalam membeli memasukkan aktual toko, menemukan bahwa karakteristik fisik dari sebuah produk kurang mudah dikenali atau kurang nyaman ditempatkan dan mengakibatkan usaha dan biaya tambahan dan menyebabkan mereka untuk meninggalkan niat belanja etnis. Disimpulkan konsumen etnis cina dalam melakukan mengambilan keputusan pembelian sebelumnya memasukin


(19)

13

aktual toko , menentukan karakteristik sebuah produk. Sebelum mengambil sebuah keputusan pembelian.

Azzadina (2012) tentang hubungan tipe kepribadian, faktor pemasaran dan keputusan pembelian diketahui bahwa kepribadian memiliki pengaruh positif pada faktor produk di pemasaran sebanyak 52,1%, pada harga. Faktor 55%, pada faktor tempat 55.9%, dan pada faktor promosi sebanyak 41,7%. Di sisi lain, mengenai keputusan pembelian, kepribadian berpengaruh positif sebanyak 57%, faktor produk 38,1%, faktor harga 26,2%, tempat faktor 23,6%, dan promosi 24,8%. Pelanggan ENFJ dianggap diskon (harga) dan gaya (produk) sebagai yang paling penting faktor dalam keputusan pembelian, sedangkan pelanggan ESFJ dianggap strategi harga (harga) dan INFJ pelanggan dianggap strategi harga beli kredit (harga). Menggunakan regresi berganda dan jalan analisis diagram, dapat disimpulkan bahwa tipe kepribadian berpengaruh positif terhadap faktor pemasaran dan keputusan pembelian. dan disimpulkan tipe kepribadian, faktor pemasar dan keputusan pembelian memiliki pengaruh yang positif ini dapat dilihat dari harga dan gaya hidup itu penting dalam keputusan pembelian.

Wang (2014) tentang aliansi penerbangan global penumpang dapat mempengaruhi keputusan pembelian di ketahui keterlibatan untuk menguji pengaruh moderasi keterlibatan. Yang pertama (µ= 5,75) dan terakhir (µ=2,98) kuartil didefinisikan sebagai tinggi dan rendah kelompok keterlibatan, dan kemudian digunakan untuk menguji hubungan kasual menunjukkan bahwa untuk Kelompok keterlibatan tinggi semua hipotesis yang diuji signifikan. Untuk kelompok keterlibatan rendah, baik efek aliansi global penerbangan pada ekuitas


(20)

14

merek, dan preferensi merek pada niat beli tidak signifikan. Sebaliknya, efek ekuitas merek pada membeli niat, dan ekuitas merek pada preferensi merek, yang signifikan untuk kedua kelompok keterlibatan tinggi dan rendah. Secara keseluruhan, H2, dan H3 yang didukung untuk kedua kelompok, namun H1 dan H4 didukung hanya untuk kelompok keterlibatan tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek moderasi keterlibatan pada jalur global aliansi maskapai / ekuitas merek, preferensi merek / pembelian niat. Ini berarti bahwa penerbangan dapat mempengaruhi pembelian konsumen dengan meningkatkan persepsi pelanggan dari kualitas merek dan preferensi merek melalui bergabung dengan aliansi penerbangan global. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan aliansi penerbangan global penumpang dapat mempengaruhi keputusan pembelian ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan b bahwa efek moderasi keterlibatan pada jalur global aliansi maskapai / ekuitas merek, preferensi merek / pembelian niat.

Dan hasil penelitian Ramzy (2012) tentang pengaruh keputusan pembelian pada anak Amerika dengan anak Mesir diketahui bahwa menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara gaya komunikasi Mesir dan tingkat keterlibatan anak

saat mengambil keputusan pembelian di α kurang dari 05. Hal ini berlaku untuk

gaya komunikasi Amerika juga kecuali untuk produk anak terkait, ada hubungan antara gaya komunikasi Amerika dan tingkat keterlibatan anak dalam keputusan pembelian diambil. Disimpulkan pengaruh keputusan pembelian pada anak Amerika dengan anak mesir, tidak ada hubungan gaya antara anak Mesir dengan anak Amerika ddalam keteribatan mengambil keputusan pembelian.


(21)

15

Dari beberapa penelitian sebelumnya yang telah di kemukakan diatas, terdapat kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan sama-sama membahas mengenai keputusan pembelian. perbedaannya adalah, penelitian ini di gunakan untuk mengetahui proses keputusan pembelian pada online shop.


(22)

16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Perilaku konsumen

1. Definisi Perilaku Konsumen

Menurut Schiffman dan Kanuk (2000, dalam Prasetijo &Ihlauw, 2005) perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Dan menurut Loudon dan Bitta (1995, dalam Suprapti, 2010) perilaku konsumen adalah proses pembuatan keputusan dan aktivitas fisik yang dilakukan seseorang ketika mengevaluasi, mencari, menggunakan, dan membuang barang dan jasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah proses pembuatan keputusan sesesorang dalam mencari, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca pembelian.

Pengertian perilaku konsumen menurut Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007, dalam Suprapti, 2010) perilaku konsumen adalah suatu studi tentang individu, kelompok, organisasi, dan proses yang mereka gunakan untuk memilih, mendapatkan, menggunakan, dan membuang produk, jasa, pengalaman, atau gagasan untuk memenuhi kebutuhan dan dampak dari proses itu pada konsumen dan masyarakat. Sementara Ujang menyimpulkan dari beberapa definisi perilaku konsumen (dalam Sumarwan 2011) perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat


(23)

17

sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setela melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Dan menurut Engel

et al (2006, dalam Sangadji & Sopiah 2013) perilaku konsumen adalah tindakan

yang langsung terlebat dalam pemerolehan, pengonsumsi, dan penghabisan produk atau jasa, termasuk proses yang mendahului dan menyusul tindakan ini.

Dan pengertian perilaku konsumen menurut Griffin(2005, dalam Sangadji & Sopiah 2013) perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Sementara menurut Ariely dan Zauberman ( 2006, dalam Sangadji & Sopiah 2013) perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh indivisu, kelompok, atau organisasi yang berhubungan dengan keputusan pembelian untuk mendapatkan, menggunakan barang-barang, atau jasa ekonomi yang dapat dipengaruhi lingkungan. Sedangkan Mowen (2002, dalam Firdaus & Hazisma, 2013) perilaku konsumen adalah proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan gambaran yang memiliki arti.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku Konsumen adalah proses yang dilakukan seseorang ketika dalam mencari, mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan penghabisan produk dan bertindak pasca pembelian.


(24)

18

2. Keputusan Pembelian

a. Definisi Keputusan Pembelian

Menurut Schiffman dan Kanuk (2010, dalam Sumarwan, 2011) mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki alternatif. Setiadi (2003, dalam Janah, 2013) keputusan konsuemen adalah proses pemecahan masalah yang diarahkan apada sasaran yaitu produk tertentu yang dapat memenuhi dan memuaskan dorongan kebutuhan yang muncul. Menurut Peter dan Olson (2000, dalam Moly, 2014) keputusan pembelian adalah proses mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Kotler dan Amstrong (2008, dalam Moly, 2014) keputusan pembelian merupakan suatu proses pengambilan keputusan akan pembelian yang mencangkup penentuan apa yang akan dibeli atau tindakan melakukan pembelian. Kotler (2005, dalam Moly, 2014) keputusan pembelian adalah suatu proses penyelesaian masalah yang terdiri dari menganalisiss atau pengenalan kebutuhan dan keinginan hingga perilaku setelah pembelian.

Dengan demikian dapat disimpulkan keputusan pembelian adalah proses pemecahan masalah dalam pengambilan keputusan akan produk tertentu, menganalisis atau mengenalin kebutuhan dan keinginan produk yang akan dibeli.


(25)

19

b. Tipe Pengambilan Keputusan Pembelian

Schiffman dan Kanuk (2010, dalam Sumarwan: 2002, Sangjadji & Sopiah 2013 & Howard (1987, dalam Swastha & Handoko, 1987) menyebutkan tiga tipe pengambilan keputusan konsumen: (a) pemecahan masalah yang diperluas

(extensive problem solving) (b) pemecahan masalah terbatas (limeted problem

solving), dan (c) pemecahan masalah rutin (routinized response behavior)

1. Pemecahan Masalah yang Diperluas

Menurut Howard (dalam Swastha & Handoko, 1987) suatu pembelian akan menjadi sangat kompleks jika pembeli menjumpai jenis produk yang difahami dan tidak mengetahu kriteria penggunaannya. Dan menurut Sumarwan (2002), Sangadji & Sopiah (2013) ketika konsumen tidak memiliki kriteria untuk mengevaluasi sebuah kategori produk atau merek tertentu pada kategori tersebut, atau tidak membatasi jumlah merek yang akan dipertimbangkan ke dalam jumlah yang mudah dievaluasi, maka proses pengambilan keputusannya bisa disebut sebagai pemecahan masalah yang diperluas (Schiffinan dan Kanuk, 2010). Konsumen membutuhkan informasi yang banyak untuk menetapkan kriteria dalam menilai merek tertentu. konsumen juga membutuhkan informasi yang cukup mengenai masing-masing merek yang akan dipertimbangkan. Pemecahan masalah diperluas biasanya dilakukan pada pembelian barang-parang tahan lama dan barang-barang mewah, seperti mobil, rumah, pakaian mahal, dan peralatan elektronik. Termasuk di dalamnya adalah keputusan yang dianggap penting seperti berlibur, yang mengharuskan membuat pilihan yang tepat. Dalam


(26)

20

kondisi seperti ini, konsumen akan melakukan pencarian yang intensif serta melakukan evaluasi terhadap beberapa atau banyak alternatif. Proses tidak berhenti sampai pada tahap pembelian. Konsumen juga akan melakukan evaluasi setelah membeli dan menggunakan produk tersebut. Bila ia meresa puas, ia akan mengkomunikasikan kepuasannya tersebut kepada orang-orang sekelilingnya, ia akan merekomendasikan pembelian kepada orang-orang lain. Bila ia kecewa, sering kali kekecewaannya disampaikan kepada orang lain dengan nyaring. Ia akan menghambat orang lain untuk melakukan pembelian barang atau produk yang serupa. Singkatnya, pemecahan masalah yang diperluas adalah tipe pengambilan keputusan yang melalui lima langkah tahapan pengambilan keputusan konsumen.

2. Pemecahan Masalah yang Terbatas

Menurut Howard (dalam Swastha & Handoko, 1987) pembelian akan lebih kompleks jika pembeli tidak mengetahui sebuah merk dalam suatu jenis produk yang disukai sehingga membutuhkan informasi lebih banyak lagi sebelum memutuskan untuk membeli. Dan menurut Sumarwan (2002), Sangadji & Sopiah (2013) pada tipe keputusan ini, konsumen telah memiliki kriteria dasar untuk mengevaluasi kategori produk dan berbagai merek pada kategori tersebut. Namun konsumen belum memiliki preferensi tentang merek tertentu. Konsumen hanya membutuhkan tambahan informasi untuk bisa membedakan antara berbagai merek tersebut. Konsumen menyederhanakan proses pengambilan keputusan. Ia tidak melalui tahapan seperti pada PMD. Hal ini disebabkan konsumen memiliki waktu dan


(27)

21

sumber daya yang terbatas. Pembelian sebagaian besar produk-produk di pasar swalayan dilakukan dengan tipe pengambilan keputusan ini. Iklan dan peragaan produk di tempat penjualan telah membantuk konsumen untuk mengenali produk tersebut. Media ini berperan menstimulasi minat dan mendorong tindakan pembelian.

3. Pemecahan Masa yang Rutin

Menurut Howard (dalam Swastha & Handoko, 1987) jenis perilaku pembelian yang paling sederhana terdapat dalam suatu pembelian yang berharga murah dan sering dilakukan. Dalam hal ini pembeli sudah memahami merk-merek beserta atributnya. Mereka tidak selalu membeli merk yang sama karena dipengaruhi oleh kehabisan persediaan atau sebab-sebab lain. Tetapi pada umumnya kegiatan pembelian dilakukan secara rutin, tidak memerlukan banyak pikiran, tenaga, atau waktu. Dan menurut Sumarwan (2002), Sangadji & Sopiah (2013) konsumen telah memiliki pengalaman terhadap produk yang akan dibelinya. Ia juga telah memiliki standar untuk mengevaluasi merek. Konsumen sering kali hanya me-review apa yang telah diketahuinya. Konsumen hanya membutuhkan informasi yang sedikit. Pada kebanyakan pembelian makanan, seperti membeli mi instan, konsumen biasanya hanya melewati dua tahapan : pengenalan kebutuhan dan pembelian. Jika konsumen telah kehabisan persediaan, maka timbul kebutuhan mi instan dan selanjutnya melakukan pembelian.

Dengan demikian dapat disimpulkan dari beberapa tipe pengambilan keputusan konsumen, pemecahan masalah yang diperluas adalah konsumen


(28)

22

memahami jenis produk yang ia beli, lalu ia mengevaluasi kategori produk, merek yang ia cari dan mempertimbangkan ke dalam jumlah. Pemecahan masalah terbatas konsumen mengetahui sebuah merek yang dalam suatu produk dan mengevalusai berbagai kategori. Pemacahan masalah yang rutin adalah konsumen sudah memahami merek-merek yangakan dibeli dan konsumen sudah mempunyai pengalaman terhadap merek tersebut.

c. Faktor-faktor Keputusan Pembelian

Menurut (Kotler & Armstrong :1993, Kotler: 2005, Setiadi: 2003, Suharno & Sutarso: 2010) terdapat empat faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian. faktor-faktor tersebut adalah faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologi. Keempat faktor ini secara bersama-sama mempengaruhi konsumen baik dalam saat pengenalan masalah, pembelian maupun pada perilaku pasca pembelian. pemasar perlu memahami keempat faktor ini, untuk menemukan pola perilaku pembelia konsumen, sehingga dapat menentukan kebijakan apa yang dapat dilakukan agar konsumen tetap memilih produk yang di tawarkan.

1. Faktor Budaya

Karakteristik faktor kebudayaan, yaitu :

a. Kebudayaan

Menurut Kotler & Armstrong (1993) kebudayaan adalah penyebab keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar. Perilaku manusia


(29)

23

secara luas dipelajar. Ttumbuh dalam suatu masyarakat, seorang anak mempelajari nilai, persepsi, keinginan dn perilaku dasar dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya. Para measar selalu mencoba menempatkan pergeseran budaya dalam rangka mengkhayalkan produk baru yang diinginkan. Sebagai contoh pergeseran budaya menuju perhatian yang lebih besar terhadap kesehatan dan kebugaran telah menciptakan industri raksasa untuk peralatan dan pakaian olahraga, makanan yang lebih sehat dan lebh alami, serta jasa kesehatan dan kebugaran. Pergeseran ke arah informalitas telah meningkatkan permintaan terhadap pakaian casual, peralatan rumah tangga yang lebih mudah, dan hiburan. Dan meningkatnya keinginan untuk memenfaatkan waktu luang telah memperbesar permintaan untuk produk dan jasa yang memudahkan seperti oven microwave dan makanan siap saji. Keinginan itu juga telah menciptakan industri katalog belanja raksasa. Lebih dari 6.5000 perusahaan katalog – dari pengecer raksasa seperti Sears and Spiegel sampai para pengecer khusus seperti L. L..

Bean, Sharper Image, Royal Silk, dan Land’s End- Membombardir rumah

tanggal Amerika dengan 8,5 juta katalog.

Menurut Setiadi (2003) juga mendefinisikan kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Bila makhuk-makhluk lainnya bertindak berdasarkan naluri, maka perilaku manusia umumnya dipelajari. Seorang anak yang sedang tumbuh mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku melalui suatu proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan lembaga-lembaga


(30)

24

sosial penting lainnya. Seorang anak yang dibesarkan di Amerika akan terbuka pada nilai-nilai: presetasi dan keberhasilanya, kegiatan efesiensi dan keperaktisan, kemajuan, kenyamanan dari segi materi, individualisme, kebebasan, kenyamanan diluar, kemanusiaan, dan jiwa muda.

Selanjutnya menurut Kotler (2005) budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling dasar. Anak-anak yang sedang bertumbuh mendapatkan seperangkat nilai-persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lain.

Sedangkan menurutSuharno & Sutarso (2010) budaya adalah kumpulan nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan institusi penting lainnya. Budaya melekat dalam orang, sejarahnya dan keluarga, serta lingkungannya. Seseorang akan dipengaruhi oleh budaya mulai mereka lahir, sehingga budaya akan menancap dalam benak konsumen dengan tidak disadarinya. Aspek ini tercermin pada pola sikap dan pola fikir seseorang, sehingga mereka memiliki pola tertentu yang permanen dalam merespon setiap rangsangan dari luar. Pemasar perlu mengetahui faktor budaya untuk mengetahui pola fikir dan pola sikap seseorang, sehingga dapat menentukan stimulus apa yang tepat untuk mereka. kegagalan dalam memahami faktor ini akan mengakibatkan tidak diterimanya stimulus pemasar oleh pasar. Buadaya barat yang lebih individualistik akan berbeda dengan yang ada di timur yang masih relatif bersifat kekeluargaan. Cara hidup dan keputusan dalam budaya yang pertama lebih banyak ditentukan oleh individu


(31)

25

masing, sedangkan yang kedua dipengaruhi lingkungan sekitar mereka. Mobil Populer di indonesia yang berbentuk mobil keluarga, juga mencerminkan budaya kekeluargaan yang kuat dalam masyarakat Indonesia.

b. Subbudaya

Menurut Kotler & Armstrong (1993) setiap budaya memuat subbudaya yang lebih kecil, atau kelompok-kelompok orang dengan sistem nilai terpisah berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang umum. Kelompok nasionalitas seperti bangsa India, bangsa Polandia, orang Italia dan Hispanik ditemukan dalam komunitas yang lebih besar dan memiliki selera dan kepentingan etnik yang berbeda. Kelompok-kelompok relijius seperti katolik, Mormon, Presbyterian, dan Yahudi adalah subbudaya dengan preferensi dan tabu (hal-hal yang dilarang atau tidak boleh dilanggar) mereka sendiri. Kelompok-kelompok rasial seperti kulit hitam dan bangsa-bangsa Asia memiliki gaya dan sikap budaya yang berbeda. Wilayah-wilayah geografis seperti Selatan, California, dan New England merupakan subbudaya dengan gaya hidup karakteristik yang berbeda. Banyak dari sub-subbudaya ini membentuk segmen pasar yang penting.

Setiadi (2003) juga mendefinisikan setiap kebudayaaan terdiri dari subbudaya-subbudaya yang lebih kecil yang memberikan indentifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Subbudayadadap dibedakan menjadi empat jenis : kelompok nasionalisme, kelompok


(32)

26

Selanjutnya menurut Kotler (2005) subbudaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Subbudaya mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis. Ketika subkultur menjadi besar dan cukup makmur, para perusahaan sering merancang program pemasaran secara khusus untuk melayani mereka.

Sedangkan Suharno & Sutarso (2010) subbudaya adalah pembagian budaya dalam kelompok-kelompok budaya berdasarkan faktor horizontal, yaituberdasarkan kebangsaan, agama, kelompok ras dan daerah geografis. Pengelompokan ini didasarkan kepada pengelompokan horizontal, oleh karena akibat pengelompokan ini tidak menimbulkan perbedaan dalam strata kelompok. Masing-masing kelompok yang terbentuk tidak berarti lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok yang lain. Sub budaya jawa, madura, sunda, dan batak adalah pembagian berdasar suku bangsaa. Muslim, Kristen, Budha dan Hindu merupakan pengelompokan berdasarkan agama. Jawa, Cina, India, Arab, adalah pengelompokan dalam konteks ras. Kelompok-kelompok yang terbentuk dalam sub-budaya ini memiliki ciri sendiri, yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga memerlukan cara yang berbeda dalam mempengaruhi mereka. sub-budaya jawa, lehih halus sehingga pemasar perlu mempertimbangkan bagaimana membuat iklan yang sesuai untuk sub-budaya ini.


(33)

27

c. Kelas Sosial

Menurut Kotler & Armstrong (1993) kelas sosial merupakan bagian-bagian yang secara relatif permanen dan tersusun di dalam masyarakat yang anggotanya memiliki nilai, kepentingan atau minat, dan perilaku yang sama. Para ahli sosial telah mengidentifikasikan tujuh kelas sosial Amerika, yaitu: 1) kelas teratas. 2) kelas atas 3) kelas menegas atas 4) kelas menegah 5) kelas pekerja 6) kelas bawah 7) kelas terbawah. Kelas sosialtidak ditentukan oleh sebuah faktor tunggal seperti penghasilan tetapi diukur sebagai suatu kombinasi dari pekerjaan, penghasilan, pendidikan, kekayaan dan variabel-variabel lain.

Menurut Setiadi (2003) juga mendefinisikan kelas-kelas sosial adalah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan yang keanggotannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa.

Selanjutnya menurut Kotler (2005) kelas sosial, pembagian masyarakat yang relatof homogen dan permanen, yang tersusun secara hirarkis dan yang para anggotanya menganut nilai, minat, dan perilaku yang serupa. Kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan, dan wilayah tempat tinggal. Kelas sosial akan berbeda-beda dalam hal busana, cara bicara, rekreasi yang lebih disuka, dan banyak ciri lain. Para ilmuwan sosial mengidentifikasi tujuh kelas sosial 1) kelas atas 2) atas bawah 3) menengah atas 4) kelas menengah 5) kelas pekerja 6) bawah atas 7) bawah bawah.


(34)

28

Sedangkan Suharno & Sutarso (2010) kelas sosial adalah pembagian kelompok masyarakat berdasarkan faktor horizontal, yang relatif permanen dan berjenjang di mana anggotanya berbagi nilai, minat dan perilaku yang sama. Kelompok-kelompok yang berbentuk dalam kelas sosial ini , akan memiliki sastra yang berbeda, dan memiliki orientasi dan perilaku yang berbeda. Di Indonesia kelas sosial biasanya di bagi menjadi kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah. Kelas atas adalah kelompok orang yang paling kaya dibanding kelompok yang lain. Sekalipun hanya kekayaan saja digunakan untuk membedakan kelas sosial, namun stratifikasi ini berkonotasi kekeyaan. Mereka yang berada dalam kelas yang sama biasanya akan memiliki sikap dan perilaku yang sama. Kelas atas, biasanya tidak rentan terhadap harga, mencari manfaat gengsi, dan menyukai produk aksesoris. Sedangkan kelas bawah akan berkarakteristik yang berbeda, misalnya mereka rentan terhadap harga dan mencari manfaat fungsional. Karakteristik ini akan memberikan konsekuensi yang berbeda dalam memberikan layanan kepada mereka.

2. Faktor Sosial

Karakteristik faktor sosial, yaitu : a. Kelompok

Menurut Kotler & Armstrong (1993) perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil. Kelompok-kelompok yang memiliki pengaruh langsung dan orang-orang yang termasuk dalam kelompok itu disebut kelompok keanggotaan. Sebagian merupan kelompok-kelompok primer


(35)

29

dengan orang-orang yang berinteraksi secara reguler namun informal seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja. sebagian adalah kelompok-kelompok sekunder, kelompok-kelompok yang lebih formal dan memiliki lebih sedikit interaksi reguler. Kelompok referensi adalah kelompok yang bertindak sebagai titik perbandingan langsung (tatap-muka) atau tidak langsung atau referensi dalam pembentukan sikap atau perilaku seseorang. Kelompok aspirasional merupakan kelompok yang ingin dimasuki oleh seseorang, sebagaimana ketika seorang pemain sepak bola muda beraspirasi pada suatu saat ia akan bermain untuk Dallas Cowboy.

Setiadi (2003) juga mengatakan Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Beberapa, diantaranya

kelompok primer, yang dengan adanya interaksi yang cukup

berkesinambungan, seperti keluarga, teman, tetangga dan teman sejawat.

Kelompok sekunder, yang cenderung lebih resmi dan yang mana interaksi

yang terjadi kurang berkesinambungan. Kelompok yang seseorang ingin menjadi anggotanya disebut kelompok aspirasi. Sebuah kelompok

diasosiatif (memisahkan diri) adalah sebuah kelompok yang nilai atau

perilakunya tidak disukai oleh individu. Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok referensi dari konsumen sasaran mereka. orang umumnya sangat dipengaruhi oleh kelompok referensi mereka pada tiga cara, pertama, kelompok referensi memperlihatkan pada sesorang perilaku dan gaya hidup baru. Kedua, mereka juga memengaruhi sikap dan jati diri


(36)

30

seseorang karena orang tersebut umumnya ingi “menyesuaikan diri”.

Ketiga, mereka menciptakan tekanan untuk menyesuaikan diri yang dapat

mempengaruhi pilihan produk dan merek seseorang.

Selanjutnya menurut Kotler (2005) kelompok acuan seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang tersebut. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap seseorang dinamakan kelompok keanggotaan. Beberapa kelompok keanggotaan merupakan kelompok sekunder, seperti kelompok keagamaan, profesi, dan asosiasi perdangangan, yang cenderung lebih formal dan membutuhkan interaksi yang tidak begitu rutin. Kelompok aspirasi adalah kelompok yang dimasuki seseorang. Kelompok dissosiasi adalah kelompok yang nilai atau perilakunya ditolak oleh seseorang.

Sedangkan menurut Suharno & Sutarso (2010) kelompok merupakan dua atau lebih orang yang berinteraksi atas dasar kesaman aktivitas untuk mencapai tujuan pribadi atau tujuan bersama. Dalam kehidupan sehari-hari orang tidak mungkin hidup sendiri, mereka memerlukan orang lain. Interaksi beberapa orang tersebut dalam kehidupan sehari-hari akan membentuk karakteristik bersama dalam kelompok tersebut.

b. Keluarga

Menurut Kotler & Armstrong (1993) keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting didalam masyarakat, dan keluarga telah diteliti secara cermat. Menurut Setiadi (2003) Kita dapat membedakan


(37)

31

dua keluarga yang dalam kehidupan pembeli, yang pertama ialah : keluarga

orientasi, yang merupakan orang tua seseorang. Dari orang tualah seseorang

mendapatkan pandangan tentang agama, politik, ekonomi, dan merasakan ambisi pribadi nilai atau harga diri cinta. Keluarga prokreasi, yaitu pasangan hidup anak-anak seseorang keluarga merupakan organisasi pembeli konsumen yang paling penting dalam suatu masyarakat dan telah diteliti secara intensif.

Selanjutnya menurut Kotler (2005) keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan para anggota kelurga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Keluarga telah menjadi objek penelitian yang luas. Keluarga orientasi terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang. Dari orang tua seseorang mendapatkan orientasi atas agama, politik, dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Keluarga prokreasi yaitu pasangan dan sejumlah anak seseorang.

Sedangkan menurut Suharno & Sutarso (2010) keluarga adalah kelompok sosial yang paling dominan dalam mempengaruhi perilaku konsumen, khususnya pada masyarakat yang memiliki budaya kekeluargaan. Keluarga adalah sekumpulan orang yang mengelompok, tinggal dalam tempat yang sama, dan memiliki perilaku yang relatif sama oleh karena mereka memiliki hubungan darah dan hukum diantara anggotanya.


(38)

32

c. Peran dan status

Kotler & Armstrong (1993) seseorang memiliki banyak kelompok keluarga, klub, organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dpat didefinisikan dalam istilah peran dan status. Peran berisikan kegiatan-kegiatan yang diharapkan seseorang untuk dilakukan mengacu pada orang-orang sekitarnya. Setiap peran membawa status yang mencerminkan pengakuan umum masyarakat sesuai status itu. Setiadi (2003) Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya keluarga, klub, organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diindentifikasikan dalam peran dan status.

Selanjutnya Menurut Kotler (2005) seseorang berpartisipasi ke dalam banyak kelompok sepanjang hidupnya keluarga, klub, organisasi. Kedudukan orang itu masing-masing kelompok dapat ditentukan berdasarkan peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status.

Sedangkan Suharno & Sutarso (2010) peran dan status didefinisikan sebagai posisi seseorang dalam masing-masing kelompok atau dalam lingkungannya. Peran terdiri dari kegiatan yang diharapkan dilakukan seseorang sesuai dengan orang-orang disekitarnya. Masing-masing peran membawa status yang mencerminkan nilai umum yang diberikan masyarakat kepadanya. Mereka yang memimpin akan memiliki peran menjalankan pekerjaan kepemimpinan, dan oleh karenaya mereka akan diacu oleh mereka yang dipimpinnya. Mereka akan mendapatkan status


(39)

33

yang tingi dan diperlakukan istimewa. Oleh karena peran dan status ini akan mempengaruhi perilaku pembelian mereka terhadap produk yang dibutuhkan. Peran dan status yang tinggi berbeda perilakunya dengan yang lebih rendah.

3. Faktor Pribadi

Karakteristik faktor pribadi, yaitu : a. Usia dan tahapan siklus hidup

Menurut Kotler & Armstrong (1993) orang-orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli disepanjang waktu kehidupan mereka. mereka memakan makanan bayi pada tahun-tahun pertama kehidupan, menyantap aneka makanan pada masa-masa pertumbuhan dan pendewasaan, dan melakukan diet khusus pada tahun-tahun terakhir mereka. Setiadi (2003) konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Beberapa penelitian terakhir telah mengidentifikasi tahapan-tahapan dalam

siklus hidup psikologis. Orang-orang dewasa biasanya mengalami

perubahan atau transformasi tertentu pada saa mereka menjalanin

hidupnya. Selera mereka terhadap pakaian, funiture, rekreasi dan juga berkaitan dengan usia. Pembelian juga dibentuk oleh tahap dau hidup keluarga (family life cycle) tahap-tahap yang akan dilalui keluarga ketika mereka tumbuh dewasa.

Selanjutnya menurut Kotler (2005) orang membeli barang dan jasa yang berbeda-beda sepanjang hidupnya. Mereka makan-makanan bayi selama bertahun awal hidupnya, beragam makanan selama


(40)

34

tahun berikutnya. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga. Sedangkan menurut Suharno & Sutarso (2010) usia dan tahapan siklus hidup akan mempengaruhi apa yang dibeli dan bagaimana mereka melakukan pembelian.

b. Pekerjaan

Menurut Kotler & Armstrong (1993) pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibeli. Para pekerja kerah biru cenderung membeli pakain kerja, sepatu kerja, kotak makan siang, dan rekreasi bola gelinding (bowling). Setiadi (2003) para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerjaan yang memiliki minat diatas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu.

Selanjutnya menurut Kotler (2005) pekerjaan seseorang mempengaruhi pola konsumsinya. Pekerjaan kerah biru akan membelu pakaian pekerjaan, sepatu kerja, dan kotak makan siang. Suharno & Sutarso (2010) pekerjaan seseorang akan memberikan pengaruh kepada pilihan produk apa yang di beli. Aktivitas dalam pekerjaan, lingkungan pekerjaan, mobilitas dan karakteristik lingkungan akan menentukan perilaku mereka membeli produk.

c. Status ekonomi

Menurut Kotler & Armstrong (1993) situasi ekonomi seseorang akan sangat mempengaruhi pilihan produk. Penghasilan yang cukup, tabungan, atau kekuatan untuk meminjam. Setiadi (2003) yang dimaksud dengan keadaan ekonomi seseorang adalah terdiri dari pendapatan yang dapat


(41)

35

dibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan dan

hartanya (termasuk presentase yang mudah dijadikan uang), kemampuan

untuk meminjam dan sikap terhadap menguarkan lawan menabung.

Dan menurut Suharno & Sutarso (2010) situasi ekonomi akan mempengaruhi pola pembelian konsumen. Merek yang secara ekonomi baik akan memiliki banyak pilihan, sementara yang ekominya kurang baik akan terbatas pilihannya.

d. Gaya hidup

Menurut Kotler & Armstrong (1993) gaya hidup adalah pola kehidupan seseorang sebagaimana tercermin dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup lebih banyak menjelaskan seseuatu ketimbang kepribadian dan kelas sosial seseorang. Gaya hidup menggambarkan pola tindakan dan interasksi seseorang secara menyeluruh di dunia. Setiadi (2003) gaya hidup seseorang adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat, dan pendapatan seseorang. Gaya hidup mengambarkan “ seseorang secara keseluruhan” yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan sesutau dibalik kelas sosial seseorang.

Selanjutnya menurut Kotler (2005) gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup mengambarkan “ sekeluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan Suharno & Sutarso (2010) gaya hidup adala pola seseorang dalam hidup yang tercermin dalam


(42)

36

aktivitas, minat dan pendapatanna terhadap seseuatu. Gaya hidup seseorang cenderung mempengaruhi perilakunya khususnya dalam kaitan dengan pilihan produk yang agar sesuai dengan gaya hidup yang dipilih. e. Kepribadian dan konsep diri

Menurut Kotler & Armstrong (1993) kepribadian mengacu kepada karakteristik psikologis unik yang mengarah secara relatif pada tanggapan yang konsisten dan abadi pada lingkungan yang dimiliki seseorang. Banyak pemasar menggunakan sebuah konsep yang berhubungan dengan kepribadian konsep diri manusia (disebut pula citra diri). Alasan dasarnya adalah bahwa kepemilikan seseorang memberikan kontribusi dan mencerminkan identitasnya. Setiadi (2003) ang dimaksud dengan kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berbeda dan setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten. Kepribadian marupakan suatu variabel yang sangat berguna dalam menganalisis perilaku konsumen. Biala jenis-jenis kepribadian dapat diklasifikasikan dan memiliki korelasi yang kuat antara jenis-jenis kepribadian tersebut dan berbagai pilihan produk atau merek.

Selanjutnya menurut Kotler (2005) kepribadian adalah ciri bawaan psikologi manusia (human psychologicl traits) yang terberbedakan yang menghasilka tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungannya. Kepribadiaan biasanya digambarakan dengan menggunakan ciri bawaan seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, kehormatan, kemampuan bersosialisasi, pertahanan diri, dan kemampuan


(43)

37

beradaptasi. Konsep diri- aktual seseoran (memandang dirinya seperti apa) berbeda dengan konsep diri idealnya (memandang dirinya ingin seperti apa) dan dengan konsep diri orang lainnya (menggangap orang lain memandang dirinya seperti apa. Sedangkan Suharno & Sutarso (2010) kepribadian adalah sekumpulan karakteristik psikologis yang unik yang secara konsisten mempengaruhi cara seseorang merespon situasi disekelilingnya.

4. Faktor Psikologi

Karakteristik faktor psikologi, yaitu : a. Motivasi

Menurut Kotler & Armstrong (1993) teori motivasi Maslow menjelaskan mengapa orang di dorong oleh kebutuhan tertentu pada waktu tertentu. mengapa seseorang menghabiskan banyak waktu energi pada keamanan pribadi dan yang lain menggunakannya untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain? Jawab Maslow adalah bahwa kebutuhan-kebutuhan manusi tersusun dalam sebuah hirarki, dari yang tekanannya paling besar sampai yang mendorong paling kecil. Menurut Setiadi (2003) beberapa kebutuhan biogenik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, haus, rasa tidak nyaman. Adapun kebutuhan lainnya yang bersifat psikogenik, yaitu kebutuhan yang timbul dari keadaan fisiologis tertentu, seperti kebutuhan untuk diakui, kebutuhan harga diri atau kebutuhan diterima.


(44)

38

Selanjutnya menurut Kotler (2005) seseorang memiliki banyak keutuhan pada waktu tertentu. beberpa kebutuhan bersifat biogenis, kebuuhan tersebut muncul dari tekanan biologis seperti lapar haus, dan tidak nyaman. Kebutuhan yang bersifat psikogenis, kebutuhan itu muncul dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan kelompok. Kebutuhan akan menjadi motif jika ia didorong hinngga mencapai level intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan yang memadai untuk mendorong seseorang. Sedangkan menurut Suharno & Sutarso (2010) motivasi adalah doronan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. b. Persepsi

Menurut Kotler & Armstrong (1993) persepsi adalah sebuah proses yang dengan fase itu orang-orang memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi informasi untuk membentuk gambaran dunia penuh arti. Orang-orang dapat membentuk persepsi yang berbeda dari rangsangan

(stimulus) yang sama karena tiga proses persepsi: eksposur selektif,

distorsi selektif, dan retensi selektif. Eksposur selektif: orang-orang

dihadapkan pada sejumlah besar rangsangan setiap hari. Distorsi selektif: menjelaskan kecenderungan orang-orang mengadaptasi informasi ke dalam pengertian pribadi. Retensi selektif: orang-orang juga akan banyak melupakan apa yang mereka pelajari.

Sedangkan menurut Setiadi (2003) persepsi didefinisikan sebagai proses di mana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan


(45)

39

masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti di dunia ini. Dan Suharno & Sutarso (2010) persepsi adalah proses di mana orang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran dunia yang berarti.

c. Proses belajar

Menurut Kotler & Armstrong (1993) pembelajaran (learning) menjelaskan perubahan-perubahan dalam perilaku individual yang muncul dari pengalaman. Para teoritis pembelajaran mengatakan bahwa sebagian perilaku-perilaku manusia dipelajari. Pembelajaran terjadi melalui

dorongan, rangsangan, petunjuk, tanggapan, dan penguatan kembali yang

saling mempengaruhi. Setiadi (2003) Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.

Selanjutnya menurut Kotler (2005) pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil dari belajar. Ahli pembelajaran yakin bahwa pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, isyarat bertindak, tanggapan, dan penguatan. Suharno & Sutarso (2010) pembelajaran adalah perubahan perilaku seseorang oleh karena pengalaman.

d. Kepercayaan dan sikap

Menurut Kotler & Armstrong (1993) kepercayaan adalah suatu pemikiran deskriptif yang seseorang miliki tentang sesuatu. Sikap menggambarkan evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang yang


(46)

40

secara relatif konsisten terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap menempatkan orang pada suatu kerangka berfikir tentang menyukai atau tidak menyukai sesuatu, bergerak mendekat atau menjauh dari hal itu. Sedangkan Setiadi (2003) Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang memiliki sesorang terhadap sesuatu.

Selanjutnya Kotler (2005) melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya kemudian mempengaruhi perilaku pembelian mereka. keyakinan adalah gambaran pemikiran yang dianut seseorang tentang gambaran sesuatu. Keyakinan orang tentang produk atau merek yang dianut mempengaruhi keputusan pemelian mereka. Dan Suharno & Sutarso (2010) keyakinan adalah suatu pola yang diorganisasi melalui pengetahuan yang kemudian dipegang oleh seorang individu sebagai kebenaran dalam hidupnya. Sikap adalah evaluasi, perasaan, tendasi, yang relatif konsisten dari seseorang terhadap sebuah objek atau ide.

d. Proses Keputusan Pembelian

Dalam keputusan pembelian, ada beberapa tahap-tahap dalam keputusan pembelian, yaitu: a). Langkah-langkah keputusan konsumen b). Proses keputusan pembelian c). Proses keputusan pembelian produk baru. Berikut ini penjelasan tahap-tahap dalam keputusan pembelian :


(47)

41

1. Langkah-langkah keputusan konsumen

Tahap yang pertama adalah langkah-langkah keputusan konsumen, menurut (Sumarwan: 2002, dan Sangadji & Sopiah: 2013) keputusan atau mengonsumsi suatu produk dengan merek tertentu akan diawali dengan langkah-langkah diantaranya adalah, pengenalan kebutuhan, waktu, perubahan situasi, kepemilikan produk, konsumsi produk, perbedaan individu, pengaruh pemasaran, pencarian informasi, pencarian internal, dan pencarian eksternal, berikut penjelasannya:

a. Pengenalan kebutuhan

Menurut Sumarwan (2002) dan Sangadji & Sopiah (2013) pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi masalah, yaitu keadaan di mana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi.

b. Waktu

Menurut Sumarwan (2002) dan Sangadji & Sopiah (2013) konsumen yang terbiasa makan pagi pukul 06.00 secara otomatis akan merasa lapar lagi pada siang hari. Berlalunya waktu akan menyebabkan teraktifnya kebutuhan fisiologis seseorang. Waktu yang akan mendorong pengenalan kebutuhan lain yang diinginkan oleh seorang konsumen. Usia yang lebih tua akan menyebabkan konsumen memiliki aspirasi dan nilai yang berbeda. Konsumen yang lebih tua mungkin akan lebih memperhatikan kesehatannya sehingga membutuhkan makanan-makanan yang sangat selektif agar terhindar dari berbagai penyakit.


(48)

42

c. Perubahan situasi

Menurut Sumarwan (2002) dan Sangadji & Sopiah (2013) perubahana situasi akan mengaktifkan kebutuhan. Konsumen yang masih lajang mungkin akan menghabiskan sebagian besar pengeluarannya untuk hiburan. Jika sudah menikah, konsumen tersebut akan mengenali banyak kebutuhan yang lain, misalnya dia harus menabung lebih banyak untuk persiapan kelahiran anaknya sehingga dia mungkin mengurangi pengeluaran untuk hiburan.

d. Kepemilikan produk

Menurut Sumarwan (2002) dan Sangadji & Sopiah (2013) kepemilikan sebuah produk sering kali mengaktifkan kebutuhan yang lain. Seorang konsumen yang membeli mobil baru akan menyadari perlunya produk lain. Dia membutukan sampo mobil, lap kanebo, peralatan untuk membersihkan mobil, bahkan orang lain yang bisa membantunya mencuci dan membersihkan mobil

e. Konsumsi produk

Menurut Sumarwan (2002) dan Sangadji & Sopiah (2013) jika persediaan buah-buahan dikulkas sudah habis, konsumen akan terpicu untuk membeli lagi buah-buahan untuk kebutuhan konsumsinya. Habisnya persediaan makanan yang ada di rumah sering kali mendorong konsumen untuk menyadari kebutuhannya dan segera membeli makanan agar bisa tersedia untuk konsumsi berikutnya.


(49)

43

f. Perbedaan individu

Menurut Sumarwan (2002) dan Sangadji & Sopiah (2013) konsumen membeli mobil baru karena mobil lamanya sering mogok. Kebutuhan mobil baru timbul karena konsumen merasakan keadaan yang sesungguhnya

(acual state), yaitu bahwa mobil lamanya tidak berfungsi dengan baik.

Namun, ada juga konsumen yang berbeda. Kebutuhan mobil baru muncul bukan karena mobil lama tidak berfungsi dengan baik, namun karena konsumen ingin selalu trendi, ingin memiliki mobil model terbaru, walaupun mobil lamanya baru berusia satu tahun dan masih berfungsi dengan sangat baik.

g. Pengaruh pemasaran

Menurut Sumarwan (2002) dan Sangadji & Sopiah (2013) produk baru muncul hampir setiap hari dan diiklankan atau dikomunikasikan melalui berbagai media oleh perusahaan pembuatnya. Program pemasaran tersebut akan memengaruhi konsumen untuk menyadari kebutuhannya.

h. Pencarian informasi

Menurut Sumarwan (2002) dan Sangadji & Sopiah (2013) pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan di dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi dari luar (pencarian eksternal). Konsumen akan mencari informasi tentang berbagai jenis barang yang


(50)

44

dibutuhkan, banyaknya merek yang ada, harga, tempat pembelian, dan cara pembayaran yang sesuai.

i. Pencarian internal

Menurut Sumarwan (2002) dan Sangadji & Sopiah (2013) langkah pertama yang dilakukan konsumen adalah mengingat kembali semua informasi yang ada di dalam ingatan (memori). Informasi yang dicari meliputi berbagai produk dan merek yang dianggap bisa memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhannya.

j. Pencarian eksternal

Menurut Sumarwan (2002) dan Sangadji & Sopiah (2013) pencarian eksternal adalah proses pencarian informasi mengenai berbagai produk dan merek, pembelian atau konsumsi pada lingkungan konsumen. Konsumen akan bertanya kepada teman, saudara, atau tenaga penjual.

2. Proses keputusan pembelian

Tahap yang kedua adalah proses keputusan pembelian, menurut suharno & Sutarso (2010) menyebutnya sebagai proses keputusan pembelian, Kotler (2005) menyebutnya tahap-tahap proses pengambilan keputusan dan Setiadi (2003) menyebutnya sebagai proses pengambilan keputusan konsumen. konsumen dalam melakukan pembelian akan melalui beberapa proses tertentu. Proses umum dalam melakukan pembelianadalah antara lain pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif , keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Menurut (Kotler & Armstrong :1993, Suharno & Sutarso: 2010, Setiadi: 2003)


(51)

45

a. Pengenalan Kebutuhan

Menurut Kotler & Armstrong (1993) proses pembelian diawali dengan pengenalan masalah – dengan pembeli yang mengenali suatu masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan aktualnya dan sebagian keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan itu dapat dirangsang oleh

rangsangan internal bila salah satu dari kebutuhan normal seseorang –

lapar, haus, seks, -- muncul sampai pda tingkat yang cukup tinggi untuk menjadi dorongan. Dari pengalaman sebelumnya, orang itu telah belajar bagaimana mengatasi dorongan ini dan dimotivasi menuju objek-objek yang dia ketahui dapat memuaskannya. Dan menurut Suharno & Sutarso (2010) pengenalan kebutuhan, merupakan tahap pertama proses keputusan pembeli, di mana konsumen menyadari suatu masalah atau kebutuhan. Pengenalan kebutuhan adalah proses yang terjadi pada saat konsumen menyadari adanya perbedaan antara keadaan yang ada pada mereka dengan kondisi ideal yang mereka inginkan.

b. Pencarian Informasi

Menurut Kotler & Armstrong (1993) seorang konsumen yang tergerak pada suatu produk bisa atau tidak bisa mencari lebih banyak informasi. Jika dorongan konsumen itu kuat dan produk yang dapat memuaskan kebutuhan ada didekatnya, konsumen itu akan membelinya. Jika tidak, konsumen akan denga mudah menyimpan kebutuhan itu dalam ingatannya atau melakukan pencarian informasi yang berkaitan dengan kebutuhan itu. Dan menurut Suharno & Sutarso (2010) informasi adalah hal utama yang akan digunakan


(52)

46

konsumen dalam mengambil keputusan membeli atau tidak membeli suatu produk. Pencarian informasi merupakan tahap proses keputusan pembeli di mana konsumen mencari informasi sebanyak-banyaknya.

c. Evaluasi Alternatif

Menurut Kotler & Armstrong (1993) evaluasi alternatif yaitu bagaimana konsumen memproses untuk sampai pada pilihan-pilihan merek. Sayangnya, tidak ada proses evaluasi yang mudah dan tunggal yang digunakan untuk seluruh konsumen, atau bahkan oleh satu konsumen dalam semua situasi pembelian. Selain itu, beberapa proses evaluasi bekerja. Konsep-konsep dasar tertentu akan membantu menjelaskan proses evaluasi konsumen.

Pertama kita beramsumsi bahwa setiap konsumen melihat produk sebagai

sekumpulan ciri produk (product attribut). Kedua, konsumen akan memberikan derajat kepentingan yang berbeda untuk ciri-ciri yang berlainan; yaitu setiap konsumen mengaitkan pentingnya setiap ciri mengacu pada kebutuhan dan keinginan uniknya. Ketiga, konsumen cenderung mengembangkan seperangkat kepercayaan merek tentang ciri-ciri apa yang menonjol pada setiap merek. Himpunan kepercayaan yang melekat pada merek tertentu disebut citra merek. Mengacu pada pengalaman mereka dan pengaruh dari persepsi selektif, distorsi selektif, dan retensi selektif, kepercayaan konsumen akan berbeda-beda dari ciri-ciri asli produk. Keempat, konsumen diasumsikan memilik fungsi kegunaan

(utility function) untuk setiap ciri. Fungsi kegunaan itu menunjukkan bahwa


(53)

47

dengan tingkat yang berbeda dari produk yang berbeda. Kelima, konsumen tiba pada sikap ke arah merek-merek yng berbeda melalui prosedur evaluasi tertentu. konsumen telah menemukan untuk emnngunakan satu atau lebih dari beberapa prosedur evaluasi, bergantung pada konsumen tersebut dan keputusan pembeliannya. Dan menurut Suharno & Sutarso (2010) evaluasi alternatif merupakan tahap proses keputusan pembeli di mana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek alternatif dalam sekelompok pilihan.

d. Keputusan Pembelian

Menurut Kotler & Armstrong (1993) keputusan pembelian konsumen akan terwujud untuk membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor bisa muncul di antara niat pembelian dan keputusan pembelian. faktor faktor tersebut yaitu : yang pertama faktor sikap orang lain & faktor situasional yang tidak diharapkan. Dan menurut Suharno & Sutarso (2010) keputusan pembelian. Tahap ini adalah tahap di mana pembeli telah menentukan pilihannya dan melakukan pembelian produk, serta mengkonsumsinya. Pembelian sendri secara fisik bisa dilakukan oleh konsumen, namun bisa juga orang lain. Pembelian jasa biasanya dilakukan oleh konsumen sendiri, sedangkan pembelian barang kadang dilakukan oleh orang lain.

e. Perilaku Pascapembelian

Menurut Kotler & Armstrong (1993) perilaku purnabeli pada pemasar. Apa yang menentukan pembeli merasa puas atau tidak puas terhadap pembelian? jawabannya terletak dalam hubungan antara harapan konsumen (consumer


(54)

48

expectation) dan kinerja yang dirasakan (received performance) dari

produk. Jika produk tersebut memenuhi harapan, konsumen merasa puas, jika tidak, konsumen tidak puas. Konsumen mendasrka harapan-harapan mereka pada pesan yang mereka terima dari para penjual, teman-teman, dan sumber-sumber informasi lain. Jika penjual melebih-lebihkan kinerja produk, harapan konsumen tidak akan terpenuhi—situasi yang mengarah pada ketidakpuasan. Semakin lebar jurang antara harapan dan kinerja, semakin besar ketidak-puasan konsumen. Fakta ini menyarankan bahwa penjual seharusnya membuat klaim produk yang dengan penuh keyakinan menampilkan kinerja produk sehingga para pembeli merasa puas. Sebagai penjual bahkan merendahkan tingakat kinerja untuk meningkatkan keputusan konsumen terhadap produk. Dan menurut Suharno & Sutarso (2010) perilaku pasca pembelian. Tahap ini merupakan tahap proses keputusan pembeli di mana konsumen mengambil tindakan selanjutnya setelah pembelian dan konsumsi dilakukan dan berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan yang mereka rasakan.

3. Proses keputusan pembelian produk baru

Tahap yang ketiga adalah proses keputusan pembelian produk baru. Menurut (dalam Kotler & Armstrong:1993, & Suharno & Sutarso: 2010) Produk baru adalah produk yang berupa barang, jasa, atau ide yang dianngap baru oleh konsumen potensial. Keputusan pembelian pada produk baru memiliki ciri dan tahapan yang khusus dibandingkan dengan produk yang lama. Proses pembelian dimulai dari munculnya kebutuhan hingga menjadi pengguna dilalui melalui


(55)

49

tahapan-tahapan tertentu. Tahap-tahap dalam proses pembelian produk baru yang dilalui oleh konsumen, kesadaran, minat, evaluasi, mencoba dan adopsi, antara lain adalah :

a. Kesadaran

Menurut Kotler & Armstrong (1993) konsumen menjadi sadar akan prosuk baru tetapi kekurangan informasi. Suharno & Sutarso (2010) di mana konsumen menyadari adanya produk baru, tetapi belum memiliki informasi tentang produk tersebut.

b. Minat

Menurut Kotler & Armstrong (1993) konsumen dirangsang untuk mencari informasi tentang produk baru baru tersebut. Suharno & Sutarso (2010) di mana konsumen mencari informasi tentang produk baru.

c. Evaluasi

Menurut Kotler & Armstrong (1993) konsumen mempertimbangkan apakah mencoba produk baru itu memberikan manfaat. Suharno & Sutarso (2010) di mana konsumen mempertimbangkan apakah mencoba produk baru itu merupakan tindakan yang masuk akal.

d. Mencoba

Menurut Kotler & Armstrong (1993) konsumen moncoba produk baru dalam skala kecil untuk memperbaiki perkiraannya atas nilai produk tersebut. Suharno & Sutarso (2010) di mana konsumen mencoba produk baru dalam skala kecil untuk meningkatkan estimasinya tentang nilai produk itu.


(56)

50

e. Adopsi

Menurut Kotler & Armstrong (1993) konsumen memutuskan untuk menggunakan produk baru itu secara penuh dan teratur. Suharno & Sutarso (2010) di mana konsumen memutuskan untuk memakai produk baru itu secara penuh dan teratur.

e. Perspektif Model Manusia dalam Keputusan Pembelian

Menurut Schiffman dan Kanuk (dalam Sumarwan: 2002, dan Sangjadji & Sopiah: 2013) mengemukakan empat macam perspektifdari model manusia

(model of man). Manusia yang di maksud disni adalah suatu model tingkah laku

keputusan dari seorang individu berdasarkan empat perspektif, yaitu manusia ekonomi (economi man), manusia pasif (passive man), manusia koqnitif

(cognitive man), dan manusia emosional (emotional man). Model manusia ini

menggambarkan bagaimana dan mengapa seorang individu berperilaku seperti apa yang mereka lakukan.

1. Manusia Ekonomis

Menurut Sumarwan (2002), Sangadji & Sopiah (2013) manusia di pandang sebagai individu yang memutuskan secara rasional. Agar dapat berfikir secara rasional, seorang individu harus menyadari berbagai alternatif produk yang tersedia. Dia juga harus mampu memeringatkan alternatif tersebut berdasarkan kabaikan dan keburukan, dan mampu memilih yang terbaik dari alternatif yang tersedia. Konsep manusia ekonomi dianggap terlalu ideal dan sederhana. Manusia ekonomi tidak menggambarkan manusia yang sebenarnya. Manusia memiliki kemampuan dan keahlian yang terbatas


(57)

51

sehingga tidak selalu memiliki informasi yang sempurna mengenai produk dan jasa. Keterbatasan sering kali menjadikan manusia tidak mau mengampil keputusan yang intensif dengan mempertimbangkan banyak faktor. Manusia hanya mengandalkan keputusan yang memberikan kepuasan yang cukup, bukan kepuasan yang maksimum.

2. Manusia Pasif

Menurut Sumarwan (2002), Sangadji & Sopiah (2013) model ini menggambarkan sebagai indivisu yang mementingkan diri sendiri dan menerima berbagai macam promosi yang ditawarkan pemasar. Konsumen digambarakan sebagai pembeli yang irasional dan kompulsif, yang siap menyerah pada usaha dan tujuan pemasar. Konsumen sering kali dianggap sebagai objek yang bisa di manipulasi. Model manusia pasif dianggap tidak realitis. Model tidak menggambarkan peran konsumen yang sama dalam banyak situasi pembelian. peran adalah pencarian informasi mengenai alternatif produk dan pemilihan produk yang bisa menberikan kepuasan terbesar. Dalam situasi yang sebenarnya konsumen jarang menjadi objek manipulasi.

3. Manusia koqnitif

Menurut Sumarwan (2002), Sangadji & Sopiah (2013) model manusia kognif menggambarkan konsumen sebagai individu yang berfikir untuk memecahkan masalah (a thinking problem solver). Konsumen sering kali pasif untuk menerima produk dan jasa apa adanya, tetapi sering kali juga sangat aktif untuk mencari alternatif produk yang dapat memenuhi


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

106

B. Saran

1. Bagi subyek, sebelum melakukan pembelian barang pada online shop, sebaiknya terlebih dahulu melakukan proses-proses pembelian.

2. Untuk penelitian selanjutnya dengan tema yang sama agar lebih fokus kepada proses yang dilalui dalam keputusan pembelian


(2)

105

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang didapat dari ketiga subyek, adalah bahwa ketiga subyek dalam melakukan proses keputusan pembelian konsumen online shop, dari cara pengenalan kebutuhannya sampai pasca pembelian

Pada subyek I dalam proses keputusan pembelian konsumen terdapat lima indikator, dari kelima indikator terdapat satu indikator yang tidak telihat yaitu pengenalan kebutuhannya, subyek tidak mengenali kebutuhannya karna subyek membeli karna ketertarikannya, kesukaan terhadap barang yang dibeli.

Pada subyek II dalam proses keputusan pembelian konsumen diketahui dari kelima indikator terdapat 1 indikator yang tidak terlihat, yaitu waktu keputusan pembelian, subyek mengambil keputusan pembelian karna faktor situasional.

Pada subyek III dalam proses keputusan pembelian konsumen diketahu dari kelima indikator terdapat 1 indikator yang tidak terlihat, yaitu evaluasi alternatif, subyek tidak mengevaluasi sebuah merek yang akan dibelinya, subyek hanya mencari informasi dan setelah mencari informasi subyek memutuskan untuk membelinya.


(3)

106

B. Saran

1. Bagi subyek, sebelum melakukan pembelian barang pada online shop, sebaiknya terlebih dahulu melakukan proses-proses pembelian.

2. Untuk penelitian selanjutnya dengan tema yang sama agar lebih fokus kepada proses yang dilalui dalam keputusan pembelian


(4)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

107

DAFTAR PUSTAKA

Azzadina, I., & Huda, A. ( 2012). Understanding Relationship Between Personality Types, marketing-Mix Faktors, And Purchasing Decisions. Jurnal Procedia- Social and Behvioral Sciences 65 2012: 352-357.

Bunguin, B. (2007). Penelitian kualitatif. Jakarta: Kencana

Caesarlita, D. (2015, 23 Januari). Tahun 2015, Pertumbuhan Online Shopping Akan Mencapai 57 Persen. Di akses pada tanggal 4 Mei 2015 dari http://lifestyle.sindonews.com

Deng, X. (2014). Understanding Chinese Consumers’ Ethical Purchasing Decision-Making Process: A Combination of Qualitative and Quantitative Study. Jurnal Homopage oktober 2014.

Ellsworth, M., & Ellsworth, J. (1997). Marketing On The Internet Pemasaran di Internet. Jakarta: PT. Grasindo.

Firdaus, Y., & Hazisma, S. (2013). Pengaruh Persepsi terhadap Keputusan Pembelian Produk Fleksi pada CV. Satu Utama Cipta Mandiri. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntasi (JENIUS) Vol 3 No. 1 Januari 2013. Herdiansyah, H. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial.

Jakarta: Salemba Humanika.

Isyanto, P., Eman., & Herligiani. (2012). Pengaruh Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian Handpone Blackberry pada Mahasiswa Ekonomi Universitas Singa Perbangsa karawang. Jurnal Manajemen Vol 9 No. 4 Juli 2014

Janah, M,R. (2013). Hubungan Antara Citra Merek Mobil Suzuki dengan Keputusan Pembelian pada Konsumen di Dealer Sumber baru Mobil Purwokerto. Jurnal Talenta Psikologi Vol 2 No. 2 Agustus 2013. Kotler, P. (2005). Manajemen Pemasaran Jilid 1. Indonesia: PT Intan Sejati

klaten.

Kotler, P., & Armstrong ,G. (1997). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga

Muhadjir, N. (1996). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika

Moleong, Lexy.J. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

108

Moly, V. (2014). Pengaruh Citra Merek dan Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian Handpone Nokia. e Journal Psikologi, 2 (2) 2014 : 258-268

Persetiji, R & Ihlauw, J. (2005). Perilaku konsumen. Yogyakarta: Andi

Petiyo, A. (2014, 19 Januari). 78 persen pembeli online kecewa pada produk belanjaannya. Di akses pada tanggal 20 April 2015 dari http://www.merdeka.com

Poerwandari, K. (2005). Pendekatan Kualitatif. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).

Rahmat, P. (2009). Penelitian Kualitatif. Equilibrium, vol .5 No. 9 2009: 1-8 Ramzy, O., Ogden, D., Ogden, J., & Zakaria, M. (2012). Perceptions Of

Children’s Influence on Purchase Decision Empirical Investigation for the U.S. and Egyption Families. Jurnal of Management Vol 4 No. 1 March 2012 : 30-50.

Rick, S., Pereira, B., & Burson, K. (2014) .The Benefits of Retail Therapy: Making Purchase Decisions Reduces Residual Sadnes. Jurnal of Consumer Psychology 24, 3, 2014 : 373-380.

Sangadji, E., & Sopiah. (2013). Perilaku Konsumen. Yogyakarta :Andi

Septrani, B., & Kusuma, D. (2013). Pengaruh Orientasi Belanja Terhadap Intesitas Pembelian Produk Pakaian secara Online pada Pengguna Online Shop. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi. Vol II, No 1 Februari 2013.

Saryono., & Anggraeni, M. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika Setiadi, J, N. (2003). Perilaku Konsumen. Jakarta:Kencana.

Siagian, H., & Cahyono, E. (2014). Analisis Website Quality, Trust dan Loyalty Pelanggan Online Shop. Jurnal Manajemen Pemasaran Vol 8 No 2 Oktober 2014

Suharno & Sutarso, Y. (2010). Marketing in Practice. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sumarwan, U. (2011). Perilaku Konsumen dan Teori Penerapan dalam

Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Suprapti, N, W. (2010). Perilaku Konsumen: pemahaman dasar dan Aplikasinya dalam staregi pemasaran. Denpasar: Udayana University


(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

109

Tohirin. (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Wahuni, S . (2013). Analisis Pengaruh Persepsi Kualitas Produk, Citra Merek dan Dukungan Layanan Purna Jual terhadap Keputusan Konsumen dalam Membeli Skuter Matic Honda di Kota Semarang. Jurnal Pengembangan Humaniora Vol 13 No 2 Agustus 2013.

Wang, S. (2014). Do Global Airline Alliance Influence the Passengger’s Purchase Decision. Jurnal of Air Transprot Management 37 2014: 53-59.