Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Bisnis : Pengusaha Batik di Kota Semarang T1 212008057 BAB V

Bab V
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah disampaikan sebelumnya, dapat
disimpulkan

mengenai

aktivitas

entrepreneurial

yang

dilakukan

oleh

entrepreneur batik di kota Semarang yang hanya sebagai pedagang perantara

maupun sebagai pengrajin meliputi pemasaran, jaringan bisnis dan pengembangan
bisnis. Strategi pemasaran yang dilakukan oleh entrepreneur dilakukan dengan

cara tradisional, tetapi mereka juga mulai beradaptasi dengan teknologi yang ada.
Sedangkan untuk pemilihan jaringan bisnis, dibina entrepreneur batik di
kota Semarang dengan supplier dari kota Pekalongan dengan pertimbangan
bahwa di kota Pekalongan merupakan sentra batik yang telah eksis sejak dahulu
dan dapat menyediakan produksi batik tulis, cap dan printing dalam kapasitas
yang besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar entrepreneur batik
di kota Semarang hanya merupakan pedagang perantara, mereka membeli barang
jadi untuk kemudian dijual kembali, hanya entrepreneur di Kampung Batik yang
melakukan proses produksi, namun hal tersebut masih dilakukan dalam kapasitas
produksi yang kecil.
Selain itu aktivitas batik di kota Semarang tidak terlokalisasi pada satu
tempat saja, hal ini dilakukan oleh entrepreneur dari etnis Tionghoa yang
membuka tempat usaha dikarenakan adanya peluang bisnis di tempat tersebut.
Namun, ada pula Kampung Batik yang mulai dibentuk pada tahun 2006 oleh
Dekranasda bekerjasama dengan Pemerintah kota Semarang. Di Kampung Batik
aktivitas batik memang dipusatkan di daerah tersebut dan mulai dicanangkan
sebagai pusat sentra industri batik di kota Semarang. Hal ini merupakan wujud
kepedulian Pemeintah kota Semarang untuk mengembangkan batik di Semarang.
Aktivitas lainnya yang dilakukan adalah mengenai pengembangan usaha
yang dilakukan oleh entrepreneur. Entrepreneur batik di kota Semarang dalam

mengembangkan usaha melakukan ekspansi lokasi pemasaran, perluasan tempat
usaha, penambahan jenis dan jumlah produk.
31

Hal lain yang dihadapi oleh entrepreneur batik di kota Semarang adalah
hambatan usaha dalam menjalankan bisnisnya, hambatan itu dapat berupa
kesulitan memasuki pasar ketika awal merintis, kesulitan modal, membangun
kepercayaan dan kurangnya pemahaman mengenai produk. Sedangkan untuk
entrepreneur sekaligus pengrajin di Kampung Batik menghadapi hambatan seperti

kurangnya Sumber Daya yang terampil dalam proses pembuatan batik dan
ketersediaan bahan-bahan pembuatan batik yang harus dibeli dari daerah di luar
Semarang.
Dari penelitian ini, kemudian muncul beberapa saran untuk penelitian
berikutnya, yaitu penelitian yang akan datang dapat menggunakan metodologi
lain, sehingga dapat mendapatkan informasi yang lebih mendalam lagi dengan
entrepreneur batik di kota Semarang, karena keterbukaan entrepreneur sangat

penting dalam penelitian. Kemudian, penelitian yang akan datang dapat melihat
sisi entrepreneurial activity secara luas, seperti tantangan, hambatan dan

pengalaman yang dialami entrepreneur dari merintis sampai bisnisnya bertahan
sekarang. Kemudian melakukan penelitian mengenai peluang keberlangsungan
usaha batik di kota Semarang dari waktu ke waktu.

32