Nasab dan perwalian anak hasil hubungan seksual sedarah (incest) dalam perspektif hukum Islam.

NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL
HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Oleh
SITI RIVQI KHAIRINA NUR FAJRINA
NIM. C01213082

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam (Ahwal Al-Syaksiyyah)
Prodi Hukum Keluarga
SURABAYA
2017

ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian kepustakaan yang berjudul “Nasab
dan Perwalian Anak Hasil Hubungan Seksuak Sedarah (incest ) dalam Perspektif
Hukum Islam”. Adapun rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini adalah:

Pertama, bagaimana nasab anak hasil hubungan seksual sedarah (incest ) dalam
perspektif Hukum Islam. Kedua, bagaimana perwalian anak hasil hubungan
seksual sedarah (Incest) dalam perspektif Hukum Islam.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yang sifatnya library research
(penelitian pustaka). Penelitian ini bersumber dari data-data primer berupa
literatur seperti Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, dan Kitab-Kitab Hukum Islam lainnya. Serta data-data
sekunder seperti buku-buku psikologi dan lain sebagainya. Data yang diperoleh
kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis dengan pola pikir
deduktif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, nasab anak hasil hubungan
seksual sedarah dalam perspektif Hukum Islam itu memiliki status sebagai anak
zina, akan tetapi hal tersebut tidak termasuk pada putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang anak luar nikah, karena anak hasil hubungan
seksual sedarah itu terlahir diluar perkawinan yang sah serta dilarang oleh agama
sebab masih mempunyai hubungan darah, maka nasab anak tersebut hanya
kepada ibunya dan keluarga ibunya. Sedangkan perwalian, adapun yang
dimaksud perwalian disini yaitu perwalian dalam perkawinan, perwalian anak
hasil hubungan seksual sedarah dalam perspektif Hukum Islam jatuh kepada wali
hakim yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Agama, karena anak tersebut tidak

mempunyai hubungan keperdataan dengan bapak biologisnya.
Beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya hubungan seksual
sedarah tersebut adalah faktor kemiskinan, pengangguran, konflik budaya dan
lain sebagainya. Maka harapannya adalah pemerintah seharusnya berperan aktif
dalam hal kesejahteraan masyarakat, misalnya menanggulangi terjadinya
kemiskinan, menambah pengetahuan masyarakat tentang hak-hak reproduksi,
serta meningkatkan taraf pendidikan masyrakat.

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ……………………………………………………… i
PERNYATAAN KEASLIAN …………………………………………... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………………. iii
PENGESAHAN …………………………………………………………

iv


ABSTRAK ………………………………………………………………. v
KATA PENGANTAR …………………………………………………..

vi

DAFTAR ISI ……………………………………………………………. ix
DAFTAR TRANSLITERASI …………………………………………..

xi

MOTTO …………………………………………………………………. xiii
PERSEMBAHAN ……………………………………………………….

ix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah …………………………… 7
C. Rumusan Masalah …………………………………………… 8
D. Kajian Pustaka ………………………………………………. 8

E. Tujuan Penelitian ……………………………………………. 11
F. Kegunaan Penelitian ………………………………………… 12
G. Definisi Operasional ………………………………………… 13
H. Metode Penelitian …………………………………………… 14
I. Sistematika Pembahasan ……………………………………. 17

ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II NASAB, PERWALIAN, DAN LARANGAN PERKAWINAN
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Nasab dalam Perspektif Hukum Islam ……………………… 19
B. Perwalian dalam Perspektif Hukum Islam ………………….. 27
C. Larangan Perkawinan dalam Perspektif Hukum Islam …….... 39
BAB

III KERAGAMAN KASUS HUBUNGAN
SEDARAH (INCEST) DI INDONESIA


SEKSUAL

A. Kasus Hubungan Seksual Sedarah di Indonesia …………….. 52
B. Sebab Akibat Kasus Hubungan Seksual Sedarah di Indonesia 55
BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN
SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
A. Nasab Anak Hasil Hubungan Seksual Sedarah dalam
Perspektif Hukum Islam ………………………………..
63
B. Perwalian Anak Hasil Hubungan Seksual Sedarah dalam
Perspektif Hukum Islam ………………………………..
66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………….

70

B. Saran ………………………………………………………..


70

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………

72

LAMPIRAN ……………………………………………………………

74

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Nasab atau keturunan artinya pertalian atau perhubungan yang
menentukan


asal-usul

seorang

manusia

dalam

pertalian

darahnya.

Disyariatkannya pernikahan adalah untuk menentukan keturunan menurut
Islam agar anak yang lahir dengan jalan pernikahan yang sah memiliki status
yang jelas. Artinya, anak itu sah mempunyai bapak dan mempunyai ibu.
Akan tetapi, jika anak ini lahir di luar pernikahan yang sah, maka anak itu
statusnya menjadi tidak jelas, hanya mempunyai ibu tetapi tidak mempunyai
bapak. 1 Sedangkan perwalian, adapun yang dimaksud perwalian disini yaitu
perwalian dalam perkawinan, adalah suatu kekuasaan atau wewenang syar’i

atas segolongan manusia, yang dilimpahkan kepada orang yang sempurna
karena

kekurangan

tertentu

pada

orang

yang

dikuasai

itu,

demi

kemaslahatannya sendiri. 2

Fukaha yang mempersyaratkan wali juga beralasan dengan hadis Ibnu
Abbas ra. berikut ini: 3

‫ ﹴ‬ ‫ ﯼ‬

‫ﹺ ﹴ‬‫ ﱠ‬ ‫ﹺ ﹶ‬‫ ﹶ‬

Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil. 4
1

Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqih Munakahat 2, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 157.
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera Basritama, 1996), 345.
3
Mawsu’ah, al-hadist al-syarif al-kitab as-sittah: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Jami’ al
Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan Nasa’I, Sunan Ibnu Majah, (Riyadh: Maktabah Dar as
Salam, 2008), 443.
4
Ibnu Rusyd, Tarjamah Bidayatu>
l Mujtahid Jilid II, (Semarang: Asy-Syifa’, 1990), 371.
2


1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Salah satu tujuan syariat Islam (maqa>
syid syari|’ah) sekaligus tujuan
perkawinan adalah hifzh al-nasl yakni terpeliharanya kesucian keturunan
manusia sebagai pemegang amanah. Tujuan syariat ini dapat dicapai melalui
jalan perkawinan yang sah menurut agama, diakui oleh undang-undang dan
diterima sebagai bagian dari budaya masyarakat. 5
Di dalam hukum Islam untuk menjaga urgensi tujuan pernikahan di
atas, terutama dalam hal menjaga status nasab seseorang, kedua calon
mempelai bebas untuk memilih pasangan hidupnya agar kelak ia
mendapatkan kehidupan yang tenteram serta keturunan yang baik dan jelas
nasabnya. Dalam hal kejelasan nasab tersebut Islam menentukan beberapa
wanita yang haram untuk dinikahi yaitu tujuh diantaranya haram mutlak

m

untuk selama-lamanya dan istilah hukumnya dalam Islam adalah Mah{ra>
mu’abad, mereka itu adalah nasab dari kerabatnya, mushaharah, dan
hubungan sepersusuan. Sedangkan tiga belas jenis lainnya disebabkan dengan
adanya hal tertentu, seperti yang dijelaskan dalam QS. An-Nisa>
’ (3) ayat 23: 6



‫ ﹸ‬ ٰ ‫ ﹺ‬‫ ﹶ‬ ٰ  ‫ ٰ ٰ ﹸ‬ ‫ ٰ ﹸ‬ ‫ ﹶ ٰ ﹸ‬ ‫ ٰ ﹸ‬ ‫ﹸ ٰ ﹸ‬ ‫ ﹶ ﹸ‬ ‫ ﺷﹺ‬

 ‫ﹺﹸ‬

  ٰ‫ ﹼ‬ ‫ﺋ ﹸ‬

◌ ‫ ﹶ ﹸ‬

 ‫ﹺ ﺋ ﹸ‬ ٰ ‫ ﹸ‬

‫ﹶ ﹶ‬ ‫ﹺ ﹺ‬ ‫ ﹾ‬

‫ ﱠ‬◌ ‫ ﹶ‬ ‫ﹶ‬ ‫ ﱠ‬‫ﹺ‬

‫ ﹸ‬‫ﹾ‬ 

 ‫ﺷ‬ ‫ ﹶ ٰ ﹸ‬ ‫ﹸ‬

‫ ﹸ‬ ‫ﱠ‬‫ﹶ ﹾ‬◌ ‫ﹺ ﹺ‬ ‫ ﹾ‬ ٰ‫ ﹼ‬ ‫ﺷﹺ ﺋ ﹸ‬ ‫ ﺷ‬
‫ ﹶ ﹾ‬ ‫ﹺ ﹸ‬‫ ﹶ‬‫ﹶ‬ 
{‫}ﻔﻓ‬

5
6

‫ﹶ‬ۤ ٰ‫ ﹼ‬ ‫ﹸ ٰ ﹸ‬

‫ ﱠ‬ ‫ﹶ ﺋ ﹸ‬‫ﻶﺋ ﹸ‬
 ‫ ﹶﻏ ﹸ‬‫ ﹶ ﹶ‬‫ ﷲ ﺴ‬

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), 220.
Ali Ahmad Al Jurjawi, Falsafah dan Hikmah Hukum Islam, (Semarang: As-Syifa, 1992), 360.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang
perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu
yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibu mu yang menyusukanmu,
saudara perempuan yang sesusuan, ibu-ibu istrimu, anak-anak istrimu yang
dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum campur dengan istrimu itu maka tidak berdosa bagimu, dan
diharamkan bagimu istri-istri anak kandungmu dan menghimpunkan dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 7
Seiring perkembangan peradaban manusia yang semakin maju,
masalah yang ada dalam hukum keluarga pun ikut berkembang, termasuk
masalah perkawinan. Meskipun agama dan undang-undang yang ada di
Indonesia telah mengatur tentang tata cara perkawinan, akan tetapi pada
kenyataanya masih banyak penyimpangan yang terjadi di masyarakat, salah
satunya adalah hubungan seksual sedarah atau hubungan seksual dengan
wanita yang tergolong muhrim dan dilarang untuk dinikahi.
Jika diantara mereka terjadi pernikahan baik disengaja maupun tidak
disengaja, maka pernikahan tersebut batal atau tidak sah, sebab hubungan
mereka telah dilarang oleh agama dan akan menimbulkan masalah
menyangkut ketidakjelasan nasab dan perwalian keturunan mereka. Kedua
konsekuensi tersebut merupakan akibat lahirnya anak yang dihasilkan dari
hubungan seksual sedarah (incest ). Perlu diperhatikan juga anak yang lahir
akibat perkawinan tersebut, pada dasarnya tidak ada seorang pun terlahir di
dunia dalam keadaan berdosa, dan tidak ada pula anak yang terlahir tanpa

7

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Surabaya: Mahkota,
1989), 120.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

memiliki bapak, kecuali Nabi Isa yang dilahirkan dari Bunda Maryam yang
sudah menjadi kehendak Allah swt.
Tidak jarang kita temui kasus-kasus mengenai hubungan seksual
sedarah diantaranya kasus seorang sarjana psikologi lulusan Perguruan Tinggi
swasta terkenal di Surabaya. Sejak kelas IV SD ia menjadi korban kelakuan
bejat si Ayah kandung yang selama ini menyandang status sosial terhormat
sebagai Ketua RW di salah satu wilayah Kecamatan Taman, Sidoarjo.
Sampai ia hamil. 8 Di daerah Kampung Kaibi Distrik Wondiboi, Kabupaten
Teluk Bintuni, Papua Barat, juga terjadi kasus serupa. Seorang pria berumur
64 tahun dilaporkan ke polisi karena diduga telah memerkosa 2 anak
kandungnya sendiri hingga melahirkan 7 anak. 9
Hubungan seks yang demikian itu merupakan hubungan seks luar
nikah yang dilarang agama. Sebab pada dasarnya hubungan seks hanya
diperbolehkan apabila perempuan dan laki-laki itu berada dalam ikatan
perkawinan. 10 Dasar-dasar perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal
2 yang berbunyi “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu
akad yang sangat kuat atau mitha>
qan ghali>
da{n untuk mentaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan ibadah. 11 Pernikahan merupakan sunatullah
yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia,

8

Bagong Suyanto, “Membangun Empati kepada Anak-anak Korban Incest”, Surya (11 Desember
2004), 18.
9
Kompas, “Ayah Tega Perkosa 2 Putrinya Hingga Melahirkan 7 Anak”, dalam
http://regional.compas.com/read/2014/02/26/2120238/Ayah.Tega.Perkosa.2.Putrinya.hingga.Mela
hirkan.7.Anak, diakses pada 02 Oktober 2016.
10
Gatot Supramono, Segi-segi Hukum Hubungan Luar Nikah, (Jakarta: Djambatan, 1998), 1.
11
Tim Permata Press, Kompilasi Hukum Islam, (t.t.: Permata Press, t.t.), 2.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Pernikahan adalah suatu cara yang dipilih
oleh Allah swt sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak dan
melestarikan hidupnya. 12
Allah swt tidak menghendaki manusia itu seperti makhluk lainnya,
yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara seorang lakilaki dengan perempuan secara bebas dan seenaknya sendiri tanpa adanya
suatu aturan yang mengikat, akan tetapi demi menjaga kehormatan dan
martabat kemuliaan manusia, maka Allah swt membuat hukum sesuai dengan
martabatnya, sehingga hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan
diatur secara terhormat dan berdasarkan saling ridha, dengan upacara akad
nikah sebagai lambang dari adanya saling ridha itu. Bentuk pernikahan
tersebut telah memberi jalan yang aman pada naluri masing-masing orang,
dapat memelihara keturunan dengan baik dan menjaga para perempuan agar
tidak terjerumus dalam permainan dari para kaum laki-laki yang
menginginkannya. 13 Hal ini adalah sebagaimana yang telah dinyatakan oleh
Nabi Muhammad saw dalam hadisnya yang berasal dari Abdullah ibn
Mas’ud, ucapan Nabi: 14

 ‫ﹶ‬

‫ ﹾ ﹶ ﺝﹺ‬

‫ ﹾ ﹺ ﹶ‬ ‫ﹶ ﹶﻏ‬ ‫ﹶﹺﺈ‬‫ﺝ‬

‫ﹶ ﹾ‬‫ ﹾ ﺴء ﹶ‬ ‫ ﹸ‬ ‫ﹶ‬
*‫ ﹺ ٌء‬ ‫ﹶ‬ ‫ﹶﹺﺈ‬‫ﹺ‬

‫ ﹺ‬‫ﹺ‬
‫ﹺ‬ ‫ﹶ ﹶ‬



12
H.M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat , (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2010), 6.
13
M. Thalib, Perkawinan Menurut Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), 1.
14
Mawsu’ah, al-hadist al-syarif al-kitab as-sittah: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Jami’ al
Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan Nasa’I, Sunan Ibnu Majah, …, 438.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu telah mampu
hendaknya menikah, karena menikah dapat menundukkan pandangan dan
memelihara kemaluan, barang siapa belum mampu hendaknya berpuasa,
sebab ia dapat mengendalikanmu. (Muttafaqun Alaih) 15
Keinginan yang dimiliki oleh manusia untuk menyalurkan hasrat
seksualnya sudah merupakan fitrah yang telah digariskan oleh Allah SWT
sebagaimana firman-Nya dalam QS. A>
li Imra>
n (3) ayat 14:

‫ﹺ‬ ‫ ﹾ‬ ‫ ﹾ‬‫ ﱠ ﹺ‬  ‫ ﹾ ﹶ ﹶ‬‫ ﹾ ﹶ ﹺﲑ‬‫ ﹾ ﹺﲔ‬‫ ِء‬  
‫ﹺ‬

‫ﹾ‬



 ‫ ﱠ‬  ◌ 



‫ ﹾ‬   ٰ‫ ﹶ‬  ◌ 



‫ﹺ‬

 

‫ ﹾ‬ ‫ ﹾﹶ ﹺ‬

‫ﹾ‬

{١٤}
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas
dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga)". 16
Berdasarkan kenyataan yang ada, maka sudah sepatutnya dibutuhkan
pembahasan yang lebih jauh untuk menganalisis nasab dan perwalian anak
hasil hubungan seksual sedarah (incest ) dalam perspektif hukum Islam guna
mengetahui sejauh mana status atau kedudukan anak tersebut dalam hukum
Islam, sehingga hak-hak anak tersebut dapat diperjuangkan sebagaimana
yang seharusnya dia terima, serta mengetahui dampak yang timbul terhadap
hubungan seksual sedarah, baik dari sisi dampak sosial maupun dampak
psikologi. Tentu saja permasalahan ini tidak mengesampingkan kaul fukaha
dan undang-undang lain yang terkait dengan hukum perkawinan Islam,

15
16

ghul Mara>
m, (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), 398.
Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulu>
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, …, 77.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

seperti Kompilasi Hukum Islam serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah yang dilakukan untuk menjelaskan kemungkinankemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian dengan
melakukan identifikasi dan inventarisasi sebanyak mungkin yang dapat
diduga sebagai masalah. 17
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
1. Teori nasab dalam perspektif hukum Islam
2. Teori perwalian dalam perspektif hukum Islam
3. Teori hubungan seksual sedarah dalam perspektif hukum Islam
4. Mengetahui orang-orang yang dilarang untuk kawin, dalam hal ini

mah{ra>
m mu’abad.
5. Status nasab anak hasil hubungan seksual sedarah dalam perspektif
hukum Islam
6. Status perwalian anak hasil hubungan seksual sedarah dalam perspektif
hukum Islam
7. Dampak sosial dan dampak psikologi hubungan seksual sedarah terhadap
anak yang dilahirkan

17

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis
Penulisan Skripsi Edisi Revisi, (Surabaya : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel

Surabaya, 2014), 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

Dari beberapa masalah yang mungkin dapat dikaji tersebut, maka
untuk memberikan arah yang jelas dalam penelitian ini, penulis membatasi
pada masalah-masalah berikut:
1. Nasab anak hasil hubungan seksual sedarah dalam perspektif hukum Islam
2. Perwalian anak hasil hubungan seksual sedarah dalam perspektif hukum
Islam

C. Rumusan Masalah
Setelah penulis memaparkan latar belakang, identifikasi dan batasan
masalah, maka untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini,
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana nasab anak hasil hubungan seksual sedarah (incest ) dalam
perspektif hukum Islam?
2. Bagaimana perwalian anak hasil hubungan seksual sedarah (incest ) dalam
perspektif hukum Islam?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
topik yang akan diteliti dengan penelitian relevan yang dilakukan oleh
peneliti sebelumnya, agar tidak terjadi pengulangan materi penelitian secara
mutlak. Seperti beberapa skripsi berikut yang pernah dikaji adalah:
1. Skripsi yang ditulis oleh Moh. Zainur Rahman yang berjudul “Perkawinan

Incest dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia”.
Skripsi ini membahas tentang perkawinan incest dalam perspektif Hukum

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Islam dan Hukum Positif di Indonesia (Burgelijk Wetboek), perbedaan
perkawinan incest dalam Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia
(Burgelijk Wetboek), serta implikasi hukum dalam perspektif Hukum
Islam dan Hukum Positif di Indonesia (Burgelijk wetboek) terhadap
perkawinan incest . 18
Skripsi yang akan saya teliti tidak membahas mengenai
perkawinan Incest .
2. Skripsi yang ditulis oleh M. Adhitrisna yang berjudul “Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Hak Hadanah Anak Hasil Incest (Studi Kasus di P3A
Sidoarjo”. Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan pelimpahan hak
hadanah anak hasil incest yang ditangani oleh Pusat Perlindungan
Perempuan dan Anak (P3A) Sidoarjo dengan menempuh jalur adopsi
dalam hal pelimpahan hak hadanah anak hasil incest supaya lebih aman
dan ada kepastian hukum. 19
Ada kesamaan objek dalam skripsi ini nantinya, yakni anak hasil
hubungan seksual sedarah, akan tetapi berbeda dalam permasalahannya.
3. Skripsi yang ditulis oleh Abdur Rohim yang berjudul “Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Larangan Perkawinan Antara Canggah Sedarah di Desa
Mayarejo Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik”. Skripsi ini membahas
tentang larangan perkawinan antara canggah sedarah di Desa Mayarejo
Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik adalah suatu larangan perkawinan
18

Moh. Zainur Rohman, “Perkawinan Incest dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif
di Indonesia”, (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2002), 51.
19
M. Adhitrisna, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak Hadanak Anak Hasil Incest”, (Skripsi-IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2006), 81.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

yang dilakukan oleh keturunan keempat yang masih mempunyai
hubungan darah apabila ditarik garis lurus ke atas maka keduanya akan
bertemu dalam satu keluarga. 20
Sedangkan skripsi yang akan saya teliti tidak membahas
perkawinan canggah sedarah.
4. Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Fuad yang berjudul “Kewarisan Anak

Hasil Incest dalam Perspektif Hukum Islam”. Skripsi ini membahas
tentang status anak incest dalam Hukum Islam serta kewarisan anak

incest tersebut bisa mendapatkan kewarisan dari bapak biologisnya
apabila tidak dih{ijab oleh ahli waris yang lain, yaitu golongan ahli waris

z}awil furu>
d}dan ahli waris as}abah. 21
Sedangkan skripsi yang akan saya teliti tidak membahas
kewarisan anak hasil incest .
5. Skripsi yang ditulis oleh Anif Rahmawati yang berjudul “Kedudukan

Anak Hasil Perkawinan Incest dalam Perspektif Perundang-undangan
Perkawinan di Indonesia”. Skripsi ini membahas tentang kedudukan anak
hasil

perkawinan

incest

dalam

perspektif

perundang-undangan

perkawinan di Indonesia serta akibat hukum yang ditimbulkan seperti hak
nafkah, hadanah, nasab dan hak waris. 22

20

Abdur Rohim, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Larangan Perkawinan Antara Canggah
Sedarah di Desa Manyarejo Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik”, (Skripsi--UIN Sunan Ampel,
Surabaya, 2014), 72.
21
Ahmad Fuad, “Kewarisan Anak Hasil Incest dalam Perspektif Hukum Islam”, (Skripsi--UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009), i.
22
Anif Rahmawati, “Kedudukan Anak Hasil Incest dalam Perspektif Perundang-undangan
Perkawinan di Indonesia”, (Skripsi--UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2012), i.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

Sedangkan skripsi yang saya teliti tidak membahas tentang hal-hal
tersebut.
Untuk permasalahan yang akan saya bahas dalam skripsi ini nanti
berbeda dengan pembahasan yang ada pada kelima skripsi sebelumnya yang
tersebut di atas, dari segi permasalahan, seperti perkawinan incest dalam
perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia (Burgelijk Wetboek),
tinjauan hukum Islam terhadap hak hadanah, larangan perkawinan antara
canggah sedarah, kewarisan anak hasil incest , kedudukan dalam perspektif
perundang-undangan perkawinan.
Dari segi objek, seperti orang yang hanya mengetahui tentang
perkawinan incest , pelaku larangan perkawinan antara canggah sedarah, dan
ada kesamaan objek skripsi ini dengan skripsi yang pernah dikaji sebelumnya
dari skripsi yang ditulis oleh M. Adhitrisna tentang anak hasil incest , akan
tetapi tetap ada perbedaan dari sisi permasalahannya karena skripsi yang
ditulis oleh M. Adhitrisna membahas hak hadanah dan adopsi anak hasil

incest , sedangkan dalam skripsi ini nanti membahas tentang nasab dan
perwalian anak hasil hubungan seksual sedarah (incest ) yang difokuskan
dalam perspektif hukum Islam, serta dampak sosial dan dampak psikologi
hubungan seksual sedarah terhadap anak yang dilahirkan
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang peneliti lakukan ini
adalah:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

1. Untuk mengetahui nasab anak hasil hubungan seksual sedarah (incest )
dalam perspektif hukum Islam.
2. Untuk mengetahui perwalian anak hasil hubungan seksual sedarah
(incest ) dalam perspektif hukum Islam.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih keilmuan
dalam bidang Hukum Keluarga. Agar penelitian ini benar-benar berguna
untuk pengembangan ilmu pengetahuan, maka perlu dikemukakan kegunaan
dari penelitian ini. Adapun kegunaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan teoritis
Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam
penelitian hukum perkawinan yang terkait dengan nasab dan perwalian
anak hasil hubungan seksual sedarah dalam perspektif hukum Islam.
2. Kegunaan praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pegangan bagi mereka
para pelaku hubungan seksual sedarah agar mereka mengetahui tentang
nasab dan perwalian dari anak yang dilahirkannya, serta menjauhkan
penyimpangan ini yang bertentangan dengan syariat Islam. Begitu pula
bagi Pemerintah agar berperan aktif melihat problematika yang timbul di
masyarakat.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

G. Definisi Operasional
Definisi operasional disini memuat beberapa penjelasan tentang
pengertian yang bersifat operasional dari konsep atau variabel penelitian
sehingga bisa dijadikan acuan dalam menelusuri, menguji atau mengukur
variabel tersebut melalui penelitian. 23 Beberapa istilah dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Nasab
Ialah pertalian atau perhubungan yang menentukan asal-usul
seorang manusia dalam pertalian darahnya. 24
2. Perwalian
Ialah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk
melakukan perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas
nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua, atau mempunyai
kedua orang tua, atau orang tua yang masih hidup tidak cakap melakukan
perbuatan hukum. 25
3. Hubungan seksual sedarah (incest )
Ialah hubungan seks antara keluarga dekat. 26
4. Hukum Islam
Ialah peraturan-peraturan yang berkenaan dengan kehidupan
berdasarkan alquran dan hadis yang terhimpun dalam pendapat-pendapat

23

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis

Penulisan Skripsi Edisi Revisi,…, 9.
24

Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqih Munakahat 2, …, 157.
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, …, 258.
26
Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), 264.

25

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

para imam mazhab di kitab-kitab fikih. 27 Dalam penelitian ini Hukum
Islam yang dimaksud adalah kaul fukaha, Kompilasi Hukum Islam dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

H. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yang sifatnya library

research (penelitian pustaka). Dengan cara melakukan kegiatan membaca,
mengkaji, menelaah sumber kepustakaan, yaitu berupa data-data primer dan
data-data sekunder yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.
Dalam hal ini peneliti mengkaji dari segi Hukum Islam tentang nasab
dan perwalian anak hasil hubungan seksual sedarah, berikut rangkaian
metode dalam penelitian ini:
1. Data-data yang dikumpulkan
a. Data mengenai kasus-kasus hubungan seksual sedarah.
b. Data mengenai sebab akibat terjadinya kasus hubungan seksual
sedarah.
2. Sumber data
a. Sumber data primer
Sumber data primer yaitu sumber data utama yang dapat dijadikan
jawaban terhadap masalah penelitian. 28 Data primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data dari surat kabar dan website.

27
28

Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), 169
Tajul Arifin, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 158.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang secara langsung
atau tidak langsung berkaitan dengan masalah penelitian. 29
1) Masalah Anak Dalam Hukum Islam, karangan Fuad Mohd.
Fachruddin
2) Psikologi Keluarga, karangan Sri Lestari
3) Psikoseksual, karangan Anton Indracaya dan Ita Sembiring
4) Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, karangan Sawitri
Supardi
5) Relasi Anak dan Orang Tua, karangan Nilam Widyarini
3. Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data dalam penyusunan skripsi ini nantinya
digunakan metode studi kepustakaan, merupakan teknik pengumpulan
data dengan mengadakan studi penelaah terhadap buku-buku, literaturlitratur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya
dengan masalah yang dipecahkan. 30 Dalam penelitian ini yang digunakan
adalah pendapat para imam mazhab di kitab fiqih, dan perundangundangan yang ada di Indonesia, yakni Kompilasi Hukum Islam dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan literatur
yang relevan lainnya.
4. Teknik pengolahan data

29
30

Ibid.
M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), 27.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

Tahapan dalam pengelolaan data pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Organizing yaitu suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,
pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian. 31 Dalam hal
ini mengenai nasab dan perwalian anak hasil hubungan seksual
sedarah dalam perspektif Hukum Islam.
b. Editing yaitu kegiatan pengeditan akan kebenaran dan ketepatan data
tersebut, 32 serta memeriksa kembali semua data-data yang diperoleh
dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang
meliputi kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya,
keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan. Teknik
ini digunakan peneliti untuk memeriksa kelengkapan data-data
meliputi nasab dan perwalian anak hasil hubungan seksual sedarah
dalam perspektif Hukum Islam yang sudah diperoleh.
c. Analyzing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil

editing dan organizing data yang diperoleh dari sumber-sumber
penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya,
sehingga diperoleh kesimpulan. 33
5. Teknik analisis data
Berdasarkan penelitian ini yang menggunakan penelitian bersifat
deskriptif analisis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan

31

Sony Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 89.
Ibid., 97.
33
Ibid., 95.
32

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

kualitatif terhadap data primer dan data sekunder yang dijadikan rujukan
dalam menyelesaikan penelitian, 34 yakni mengenai nasab dan perwalian
anak hasil hubungan seksual sedarah dalam perspektif Hukum Islam. Pola
pikir yang digunakan adalah pola berpikir deduktif, menarik suatu
kesimpulan dimulai dari pernyataan umum menuju pernyataan-pernyataan
khusus sehingga mendapatkan gambaran yang jelas mengenai masalah
yang akan diteliti, 35 yakni menarik kesimpulan mengenai teori-teori nasab
dan perwalian untuk membuat pernyataan khusus terhadap anak hasil
hubungan seksual sedarah (incest ) dalam perspektif Hukum Islam.

I. Sistematika Pembahasan
Demi

mempermudah

pembahasan

dan

pemahaman

terhadap

permasalahan yang diangkat, maka pembahasan dalam skripsi ini disusun
secara sistematis sesuai tata urutan pembahasan dari permasalahan yang
muncul.
Bab pertama berisi tentang pendahuluan yang memaparkan latar
belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah,
kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi
operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua merupakan ketentuan mengenai nasab dan perwalian
menurut kaul fukaha, Kompilasi Hukum Islam, dan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974, ketentuan larangan perkawinan dalam perspektif Hukum Islam.

34
35

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 107.
Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 111.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

Bab ketiga pembahasan di bab ini mengenai keragaman kasus-kasus
hubungan seksual sedarah yang pernah terjadi di Indonesia dan sebab
akibatnya.
Bab keempat berisi tentang analisis Hukum Islam terhadap nasab dan
perwalian anak hasil hubungan seksual sedarah.
Bab kelima merupakan penutup yang memuat hasil akhir dari
penelitian yaitu berupa kesimpulan yang menjawab rumusan masalah serta
memberikan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
NASAB, PERWALIAN, DAN LARANGAN PERKAWINAN DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Nasab dalam Perspektif Hukum Islam
Menurut konsep Hukum Islam, hubungan kekeluargaan dikenal
dengan istilah nasab. 1 Nasab adalah salah satu fondasi kuat yang menopang
berdirinya sebuah keluarga, karena nasab mengikat antar anggota keluarga
dengan pertalian darah. Seorang anak adalah bagian dari Ayahnya dan
Ayahnya adalah bagian dari anaknya. Pertalian nasab adalah ikatan sebuah
keluarga yang tidak mudah diputuskan karena merupakan nikmat agung yang
Allah berikan kepada manusia. Tanpa nasab, pertalian sebuah keluarga akan
mudah hancur dan putus. Karena itu, Allah memberikan anugerah yang besar
kepada manusia berupa nasab. 2
Menurut Ibnu Arabi, nasab ibarat hasil percampuran air antara
seorang laki-laki dengan seorang wanita menurut keturunan-keturunan

Islam. 3 Allah swt berfirman dalam QS. Al-Furqa>
n (25) ayat 54:


{٥٤}

 ‫ ﹶ ﹶ‬ ◌



 ‫ﹶ ﹶ‬

 ‫ ـ ِء‬

 ‫ ﹶ‬

‫ﱠ‬

‫ﹶ‬

Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan
manusia itu (mempunyai) keturunan dan mushaharah dan Tuhanmu adalah
Mahakuasa. 4
1
D.Y. Witanto, Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin, (Jakarta: Pretasi
Pustaka, 2012), 78.
2
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk)
Jilid 10, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 25.
3
D.Y. Witanto, Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin, …, 78.

19
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Syariat melarang orang tua mengingkari nasab anak mereka sendiri
atau menisbatkan anak pada selain Ayahnya sendiri. Syariat Islam juga
melarang para anak bergantung pada nasab selain orang tua mereka sendiri.
Rasulullah saw bersabda: 5

*

 ‫ ﹶ‬‫ﹶ ﹾ ﹸ‬ ‫ﹶﹺ‬ ‫ ﹶ‬ ‫ﹶ‬ ‫ ﹶ‬

 ‫ﹶﹺ‬‫ ﹶ ﹺ‬‫ﹺﹶﯽ‬‫ ﯽ‬‫ﹺ‬

Siapa mengaku nasab pada lain ayahnya, padahal ia mengetahui
bahwa itu bukan ayahnya, maka haram baginya masuk surga. 6
1. Sebab-sebab penetapan nasab
Untuk menentukan nasab seorang anak maka kita harus
mengetahui batas minimal dan batas maksimal kehamilan.
Seluruh mazhab fiqh, baik Sunni maupun Syi’i, sepakat bahwa
batas minimal kehamilan adalah enam bulan. Sebab, dalam QS. Al-Ah|qa>
f
(46) ayat 15 menentukan bahwa masa kehamilan dan penyusuan anak
adalah tiga puluh bulan:

 ‫ٰﹸ‬

’ ‫ﹸ‬

◌ ‫ ﹸ‬

  ‫ ﹸ‬’ ‫ﹸ‬ ‫ ﹶ‬◌

‫ﹺ‬

‫ﹺ‬‫ﹶ‬
٠٠٠

‫ﹾ ِﻹ‬
‫ﹶ ٰﹸ ﹶ‬

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada
dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah
(pula). Mengandungnya sampai menyapihnya yaitu tiga puluh bulan … 7

4

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, …, 567.
…, Mawsu’ah al-hadist al-syarif al-kitab as-sittah: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Jami’ al
Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan Nasa’I, Sunan Ibnu Majah, …, 445.
6
An-Nawawy, Tarjamah Riadhus Shalihin II, (Bandung: Al-Ma’arif, 1987), 595.
7
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, …, 824.
5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Menyapih ialah menghentikan masa penyusuan. Sedangkan dalam
QS. Al-Luqma>
n (31) ayat 14 menegaskan bahwa masa menyusu itu
lamanya dua tahun penuh:

۰۰۰‫ ﹺ‬  ’ ‫ٰﹸ‬

‫ ﹴ‬ٰ 

’ ‫ﹸ‬ ‫ ﹶ‬۰۰۰

… ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun … 8
Kalau kita lepaskan waktu dua tahun itu dari waktu tiga puluh
bulan, maka yang tersisa adalah enam bulan, dan itulah masa minimal
kehamilan. 9
Sedangkan mengenai batas maksimal kehamilan, Abu Hanifah
berpendapat, batas maksimal kehamilan adalah dua tahun, berdasarkan
hadis Aisyah yang mengatakan bahwa, kehamilan seorang wanita tidak
akan melebihi dua tahun. Maliki, Syafii, dan Hambali, masa kehamilan
maksimal seorang wanita adalah empat tahun. Para ulama mazhab ini
menyandarkan pendapatnya pada riwayat bahwa istri Ajlan hamil selama
empat tahun. Anehnya istri anaknya, Muhammad, juga hamil selama
empat tahun, bahkan semua wanita suku Ajlan hamil selama empat tahun
pula, Allah sematalah yang mengatur seluruh ciptaan-Nya seperti itu. 10
‘Ibad bin Awam mengatakan, batas maksimal kehamilan adalah
lima tahun, sedangkan az-Zuhri mengatakan tujuh tahun, dan Abu Ubaid
mengatakan bahwa kehamilan itu tidak mempunyai batas maksimal.

8

Ibid., 654.
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, … , 385-386.
10
Ibid., 387.
9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Mazhab Imamiyah, mayoritas mereka berpendapat bahwa batas maksimal
kehamilan adalah sembilan bulan, ada pula yang sepuluh bulan, ada yang
lain lagi mengatakan satu tahun penuh. Tetapi mereka seluruhnya sepakat
bahwa batas maksimal kehamilan itu tidak boleh lebih satu jam dari satu
tahun. Kalau wanita dicerai atau ditinggal mati suaminya, kemudian
sesudah satu tahun lebih, sekali pun lebihnya hanya satu jam, maka anak
tersebut tidak bisa dipertalikan dengan bekas suaminya itu. 11
Nasab seorang anak dari ibunya tetap bisa diakui dari setiap sisi
kelahiran, baik yang Islam maupun yang tidak. Adapun nasab seorang
anak dari ayahnya hanya bisa diakui melalui nikah yang shahih atau fasid,
atau wathi syubhat (persetubuhan yang samar status hukumnya), atau
pengakuan nasab itu sendiri. Islam telah membatalkan adat yang berlaku
pada zaman jahiliyyah yang memberlakukan nasab anak hasil zina. 12
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada
Pasal 42 menjelaskan bahwa, anak yang sah adalah anak yang dilahirkan
dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Pasal 43 ayat (1), anak
yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
ibunya dan keluarga ibunya.
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010
tentang status anak luar nikah yang mengabulkan uji materiil UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang diajukan Hj.
Aisyah Mochtar alias Machica binti H. Mochtar Ibrahim yang meminta
11
12

Ibid., 387-389.
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, …, 27.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

puteranya Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono agar diakui
sebagai anak Almarhum Moerdiono. Uji materiil pada Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 43 ayat (1) dikabulkan karena hubungan anak
dengan seorang laki-laki sebagai bapak tidak semata-mata karena adanya
ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga didasarkan pada pembuktian
adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai
bapak. Terlepas dari soal prosedur atau administrasi perkawinannya, anak
yang dilahirkan harus mendapat perlindungan hukum. Jika tidak
demikian, maka yang dirugikan adalah anak yang dilahirkan di luar
perkawinan, padahal anak tersebut tidak berdosa karena kelahirannya
diluat kehendaknya. Berdasarkan uraian tersebut, maka Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 43 ayat (1) harus dibaca: 13
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai
ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan
darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.”
Begitu juga Kompilasi Hukum Islam Pasal 99 dan Pasal 100:
Pasal 99
“Anak yang sah adalah:
a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah;
b. hasil perbuatan suami isteri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh
isteri tersebut.”

13

Syafran Sofyan, “Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Status Anak Luar Kawin”, dalam
http://www.jimlyschool.com/read/analisis/256/putusan-mahkamah-konstitusi-tentang-statusanak-luar-kawin/, diakses pada 27 Maret 2017.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Pasal 100
“Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab
dengan ibunya dan keluarga ibunya.”
2. Ketentuan-ketentuan nasab
a. Anak syubhat
Percampuran syubhat

ialah manakala seorang laki-laki

mencampuri seorang wanita lantaran tidak tahu bahwa wanita
tersebut haram dia campuri. Sejalan dengan uraian tersebut, maka
orang yang dilahirkan melalui hubungan syubhat seperti itu, dia
merupakan anak sah sebagaimana hal nya dengan anak yang lahir
melalui perkawinan yang sah, tanpa ada perbedaan sedikit pun. 14
Ulama Sunni dan Syi’I berpendapat bahwa, manakala
kesyubhatan telah terjadi, maka si wanita harus menjalani iddah
sebagaimana layaknya wanita yang dierai, sebagaimana halnya
dengan kewajiban membayar mahar secara penuh kepadanya. Wanita
tersebut dihukumi sebagaimana halnya dengan seorang istri (yang
sah) dalam hal iddah, mahar, dan penentuan nasab. 15
b. Anak hasil mut’ah
Anak mut’ah adalah anak sah berdasarkan syara. Dia memiliki
semua hak yang dimiliki anak-anak sah lainnya, tanpa ada
pengecualian, baik hak-hak Islam maupun moral. 16

14

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, …, 389.
Ibid., 391.
16
Ibid., 394.

15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

c. Anak zina
Para ulama mazhab sepakat bahwa, tidak ada hak warismewarisi antara anak yang dilahirkan melalui perzinaan dengan
orang-orang yang lahir dari mani orang tuanya, sebab anak tersebut
secara Islam tidak memiliki kaitan nasab yang sah dengannya. 17
d. Anak temuan
Anak temuan adalah apabila seseorang menemukan seorang
anak yang belum bisa memenuhi kebutuhan dirinya dan belum pula
bisa menjaga dirinya dari bahaya, lalu anak itu diambil dan
dipeliharanya sebagaimana layaknya anggota keluarga lainnya.
Seluruh ulama mazhab sepakat bahwa tidak ada hak waris mewarisi
antara orang yang menemukan dengan anak yang ditemukan itu.
Sebab, apa yang dilakukan orang tersebut semata-mata merupakan
perbuatan baik dan bijak, serta merupakan cerminan dari sikap saling
tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. 18
e. Adopsi
Pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap
anak yang jelas nasabnya, lalu anak itu dia nasabkan kepada dirinya.
Syariat Islam tidak menjadikan adopsi sebagai sebab bagi terjadinya
hak waris mewarisi, sebab adopsi pada hakikatnya tidak dapat
mengubah fakta, bahwa nasab anak itu bukan kepada dirinya, tetapi

17
18

Ibid., 396.
Ibid., 397.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

kepada orang lain. Nasab tidak pernah bisa dihapuskan dan tidak pula
bisa diputuskan. 19 Ini berdasarkan QS. Al-Ahzab (33) ayat 4-5:

‫ ﹸ ﹸ‬‫ ﷲ‬ ◌ ‫ ﹸ‬ ‫ﹺﹶ ﹾ‬ ‫ﹶ ﹸ ﹸ‬ ‫ ٰ ﹸ‬ ◌  ‫ﹶ ﻐ ﺴء ﹸ‬ ‫ ﻐ ﺴء ﹸ‬ ‫ﹶ‬‫ﹶ‬

 ...

… dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai
anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu
di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenar-benarnya dan
Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah (anak-anak angkat
itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih
adil pada sisi Allah …
3. Penentuan nasab
Garis nasab keturunan bisa ditentukan dengan tiga cara sebagai
berikut: 20
a. Pernikahan yang sah ataupun fasid (rusak)
Pernikahan yang sah dan pernikahan yang fasid termasuk salah
satu sebab penentu garis nasab keturunan. Secara prakteknya, garis
nasab ditentukan setelah pernikahan meskipun fasid, atau nikah urfi,
yaitu akad nikah yang dilakukan tanpa ada bukti nikah di catatan
sipil.
b. Pengakuan
Seorang anak yang sah dapat ditetapkan melalui pengakuan
dengan syarat: 21

19

Ibid., 398.
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, …, 38.
21
D.Y. Witanto, Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin, …, 83.
20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

1) Orang yang diakui tidak dikenal keturunannya.
2) Adanya kemungkinan orang yang diakui itu sebagai anak bagi
orang yang mengakui.
3) Pengakuan itu dibenarkan oleh anak yang mengakuinya.
c. Pembuktian (bayyinah)
Pembuktian adalah dalil yang tidak hanya berlaku bagi orang
yang mengaku atau berikrar, namun juga bagi orang lain. Penentuan
nasab dengan pembuktian lebih kuat dari pada hanya dengan
pengakuan, karena pembuktian sampai saat ini alasan yang paling
kuat untuk menentukan dan memutuskan suatu perkara. Adapun
pembuktian yang bisa dijadikan penentuan nasab adalah kesaksian
dua orang lelaki, atau seorang lelaki dan dua orang perempuan
menurut Abu Hanifah dan Muhammad. Akan tetapi, menurut
Malikiyyah cukup dengan kesaksian dua orang lelaki, sedangkan
menurut Syafiiyah, Hanafiyah, dan Abu Yusuf, harus dengan
kesaksian seluruh ahli waris. 22

B. Perwalian dalam Perspektif Hukum Islam
1. Pengertian perwalian
Menurut Amir Syarifuddin, wali dalam perkawinan adalah
seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu
akad nikah. Akad nikah dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak laki-laki

22

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, …, 41-42.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

yang dilakukan oleh mempelai laki-laki itu sendiri dan pihak perempuan
yang dilakukan oleh walinya. 23 Ia tidak boleh membiarkan wanita itu
melangsungkan akad tanpa dirinya. 24
Dalam ketentuan umum Pasal 1 Kompilasi Hukum Islam huruf h
dikemukakan, perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada
seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil
untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua
orang tua, atau mempunyai kedua orang tua, atau orang tua yang masih
hidup tidak cakap melakukan perbuatan hukum. 25
2. Kedudukan wali
Keberadaan seorang wali dalam akad nikah adalah suatu yang
mesti dan tidak sah akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali.
Wali itu ditempatkan sebagai rukun dalam perkawinan menurut
kesepakatan Ulama secara prinsip. Dalam akad perkawinan itu sendiri,
wali bertindak atas nama mempelai perempuan dan dapat pula sebagai
orang yang diminta persetujuannya untuk kelangsungan perkawinan
tersebut. 26 Ada beberapa ayat yang dapat dirujuk untuk menjelaskan
keberadaan wali. QS. Al-Baqarah (2) ayat 282:

23

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), 69.
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, Jilid 4, (Jakarta: Pustaka AtTazkia, 2006), 183.
25
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), 258.
26
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, …, 69.
24

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

‫ﹺ ﹾ ﹺ‬’ ‫ﹾ‬

‫ ﹶ ﹾ‬‫ ﱠ‬‫ﹶ ﹾ‬

‫ﹶ ﹶ‬ ‫ﹰ‬

‫ﹶ‬

 ‫ ﹾ‬ ‫ ﹶ‬ ‫ ﱠ‬‫ ﹶ ﹶ‬‫ﹶ ﹾ‬...

… jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau