Hubungan Luka Episiotomi Terhadap Aktivitas Seksual Pasca Bersalin

(1)

HUBUNGAN LUKA EPISIOTOMI TERHADAP AKTIVITAS SEKSUAL PASCA BERSALIN

OLEH:

IRA META LESTARI NABABAN 105102028

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

HUBUNGAN LUKA EPISIOTOMI TERHADAP AKTIVITAS SEKSUAL PASCA BERSALIN

Karya Tulis Ilmiah

Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya orang lain yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diajukan dalam Karya Tulis Ilmiah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2011


(4)

PROGRAM D IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Ira Meta Lestari Nababan

Hubungan Luka Episiotomi Terhadap Aktivitas Seksual Pasca Bersalin x + 37 hal + 3 tabel + 1 skema + 8 Lampiran

Abstrak

Aktivitas seksualitas pasca bersalin merupakan bagian dari kehidupan seorang wanita normal, dimana hubungan seksual yang nyaman dan memuaskan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam hubungan perkawinan bagi banyak pasangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan luka episiotomi terhadap aktivitas hubungan seksual pasca bersalin di Kelurahan Muliorejo tahun 2011. Desain penelitian ini bersifat deskritif analitik, dengan besar sampel 63 orang dengan metode pengambilan sampel aksidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas

responden adalah ibu primipara sebanyak 46 responden (68,7%), mayoritas responden berpendidikan SMA sebanyak 54 responden (80,6%), dan mayoritas responden adalah pekerja sebanyak 35 responden (52,2%). Analisa data menggunakan analisis product moment. Dari hasil uji statistik dapat disimpulkan nilai P < 0,05 menunjukan adanya

hubungan yang signifikan antara luka episiotomi dengan aktivitas seksual. Didapatkan juga nilai r = -0,560 menunjukkan hubungan cukup kuat antara luka episiotomi terhadap aktivitas seksual, dengan arah negatif menunjukkan jika luka episiotomy meningkat, maka aktivitas seksual akan menurun. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa luka episiotomi berhubungan terhadap aktivitas seksual pasca bersalin, sehingga di harapkan agar bidan lebih memperhatikan kesejahteraan ibu bersalin melalui pelayanan kebidanan dengan mengupayakan pertolongan persalinan tanpa luka episiotomi.

Daftar Pustaka : 22 (2000-2010)


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kasih karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul Hubungan Luka Episiotomi Terhadap Aktivitas Seksual Pasca Bersalin. Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat bagi peneliti untuk menyelesaikan program pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Ketua Program D-IV Bidan Pendidik

sekaligus dosen pembimbing karya tulis ilmiah ini yang dengan penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, serta ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

3. Bapak Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik peneliti.

4. Kedua oarng tua yang yang selalu serta tak henti - hentinya memberikan semangat, dorongan, dukungan, serta perhatian.

5. Kepada seluruh teman - teman D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi banyak bantuan dan semangat.


(6)

6. Seluruh dosen, staf dan pegawai administrasi program studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Medan, Juni 2011


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SKEMA ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan Umum ... 5

2. Tujuan Khusus ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Episiotomi ... 7

1. Defenisi Episiotomi ... 7

2. Tujuan Episiotomi ... 7

3. Waktu Pelaksanaan ... 8

4. Tindakan Episiotomi ... 8

5. Indikasi Episiotomi ... 8


(8)

7. Benang Yang Digunakan Dalam Penjahitan Episiotomi ... 10

8. Penyembuhan Luka Episiotomi ... 11

9. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka ... 11

B. Aktivitas Seksual Pasca Bersalin ... 12

1. Pengertian Aktivitas Seksual Pasca Beralin ... 12

2. Waktu Pelaksanaan Aktivitas Seksual Pasca Bersalin ... 12

3. Siklus Respon Seksual Pada Wanita……….. ... 13

4. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Seksual Pasca Bersalin………... 14

5. Penyebab Apati Terhadap Aktivitas Seksual Pasca Bersalin ... 14

6. Hal-Hal Yang Bermanfaat Untuk Memulai Aktivitas Seksual Pasca Bersalin ... 15

7. Cara Mengatasi Masalah Aktivitas Seksual Pasca Bersalin ... 15

BAB III. KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep ... 17

B. Hipotesa ... 17

C. Defenisi Operasional ... 18

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 19

B. Populasi dan Sampel ... 19

1. Populasi ... 19

2. Sampel ... 19

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18


(9)

2. Waktu Penelitian ... 22

D. Pertimbangan Etik ... 22

E. Instrumen Penelitian ... 23

F. Uji Validitas dan Uji Reabilitas ... 23

G. Prosedur Pengumpulan Data ... 24

H. Analisis Data ... 26

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 28

1. Analisis Univariat ... 28

2. Analisis Bivariat ... 31

B. Pembahasan ... 32

1. Interpretasi dan Diskusi Hasil ... 32

2. Keterbatasan Penelitian ... 35

3. Implikasi Penelitian ... 35

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 37


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 5. 1. Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden yang Bersalin Normal Dengan Luka Episiotomi

di Kelurahan Muliorejo Tahun 2011 ... 29

Tabel 5. 2. Distribusi Responden Berdasarkan Luka Episiotomi dan Aktivitas Seksual Ibu Pasca Bersalin di Kelurahan Muliorejo

Tahun 2011 ... 30

Tabel 5. 3. Hubungan Luka Episiotomi Terhadap Aktivitas Seksual Pasca


(11)

DAFTAR SKEMA


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 2 : Kuesioner

Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 : Surat Izin Balasan Penelitian Lampiran 5 : Lembar Contetnt Validity Lampiran 6 : Lembar Editor Bahasa Indonesia Lampiran 7 : Lembar Konsultasi


(13)

PROGRAM D IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Ira Meta Lestari Nababan

Hubungan Luka Episiotomi Terhadap Aktivitas Seksual Pasca Bersalin x + 37 hal + 3 tabel + 1 skema + 8 Lampiran

Abstrak

Aktivitas seksualitas pasca bersalin merupakan bagian dari kehidupan seorang wanita normal, dimana hubungan seksual yang nyaman dan memuaskan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam hubungan perkawinan bagi banyak pasangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan luka episiotomi terhadap aktivitas hubungan seksual pasca bersalin di Kelurahan Muliorejo tahun 2011. Desain penelitian ini bersifat deskritif analitik, dengan besar sampel 63 orang dengan metode pengambilan sampel aksidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas

responden adalah ibu primipara sebanyak 46 responden (68,7%), mayoritas responden berpendidikan SMA sebanyak 54 responden (80,6%), dan mayoritas responden adalah pekerja sebanyak 35 responden (52,2%). Analisa data menggunakan analisis product moment. Dari hasil uji statistik dapat disimpulkan nilai P < 0,05 menunjukan adanya

hubungan yang signifikan antara luka episiotomi dengan aktivitas seksual. Didapatkan juga nilai r = -0,560 menunjukkan hubungan cukup kuat antara luka episiotomi terhadap aktivitas seksual, dengan arah negatif menunjukkan jika luka episiotomy meningkat, maka aktivitas seksual akan menurun. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa luka episiotomi berhubungan terhadap aktivitas seksual pasca bersalin, sehingga di harapkan agar bidan lebih memperhatikan kesejahteraan ibu bersalin melalui pelayanan kebidanan dengan mengupayakan pertolongan persalinan tanpa luka episiotomi.

Daftar Pustaka : 22 (2000-2010)


(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hakikat pembangunan nasional adalah menciptakan manusia Indonesia seutuhnya serta membangun seluruh masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Visi Indonesia sehat 2015 akan dicapai melalui program pembangunan kesehatan yang tercantum dalam undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional. Sedangkan salah satu misi pembangunan kesehatan 2015 yaitu memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau (Depkes RI, 2008, ¶ 4).

Oleh karena itu, adanya pembangunan di bidang kesehatan perlu dilaksanakan dan terus ditingkatkan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional. Karena pada dasarnya pembangunan nasional di bidang kesehatan berkaitan erat dengan peningkatan mutu sumber daya manusia yang merupakan modal dasar dalam melaksanakan pembangunan (Soleha, 2009, hal. 1).

Salah satu indikator yang dapat menentukan keberhasilan pembangunan disektor kesehatan masyarakat suatu bangsa dapat dilihat dari tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi. Di sini, partisipasi masyarakat dalam memelihara kesehatannya, sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan tersebut. (Yustina, 2008, ¶ 3).

Persalinan merupakan serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari ibu. Menurut Saifuddin (2006), Persalinan dan kelahiran


(15)

merupakan kejadian fisiologis yang normal. Persalinan merupakan suatu proses yang harus dihadapi sebagai puncak masa kehamilan (Rukiyah, et.al. 2009, hal. 1).

Seiring usaha meningkatkan kesejahteraan ibu dalam mendapat pertolongan medis, maka upaya pimpinan persalinan terus diusahakan agar sedapat mungkin dekat pada batas-batas fisiologis. Insisi atau episiotomi diupayakan sebisa mungkin agar tidak dilakukan saat persalinan kala dua. Kecuali, untuk memudahkan persalinan dan mencegah rupture perineum, perlukaan jalan lahir dapat dilakukan dengan cara membuat luka lurus dengan pinggir tajam, yang dimaksudkan untuk mempersingkat kala dua ( Sastrawinata, hal. 294).

Pada akhirnya, kejadian yang dialami oleh ibu-ibu dengan riwayat luka episiotomi menyebabkan ketakutan untuk melakukan hubungan suami istri. Rasa nyeri saat berhubungan selalu terbayang oleh ibu, sehingga membuat rasa takut dan tidak nyaman saat berhubungan seksual. Banyak ibu bahkan pasangan khawatir tentang hal ini, mereka tidak tahu apa mereka sudah merasa aman secara fisik untuk memulai hubungan seksual lagi. Salah satu dari penyebab ketakutan tersebut adalah gangguan nyeri akibat jahitan luka epis, dan ini banyak dialami oleh ibu-ibu pasca bersalin (Stoppard, 2009).

Menurut penelitian Wawandari (2005), berdasarkan survey pada profil Klinik

Edelweis RS Cipto Mangunkusomo, tercatat keluhan ibu dengan gangguan nyeri pasca bersalin mencapai 70,9%.

Salah satu dari penyebab gangguan nyeri adalah jahitan episiotomi (sayatan pada liang senggama untuk mempermudah kelahiran bayi) yang kurang baik. Hal ini banyak dialami ibu-ibu pasca bersalin, sehingga cukup banyak ibu yang tidak mau untuk


(16)

melakukan hubungan seks pada minggu-minggu pertama dan bulan-bulan awal setelah bersalin (Wawandri, 2005, ¶ 1).

Sebuah studi lain menunjukkan bahwa sebagian besar wanita yang melahirkan dengan luka episiotomi memiliki masalah seksual yang lebih berat daripada mereka yang melahirkan tanpa luka episiotomi. Para wanita dalam kelompok postpartum tanpa luka epis, menunjukkan bahwa mereka melanjutkan aktivitas seksual lebih cepat daripada mereka yang mengalami luka epis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa episiotomi mempengaruhi kehidupan seksual wanita selama tahun pertama pasca bersalin.

Ejegard melalui penelitiannya (dalam sexuality after delivery with episiotomi), menunjukkan bahwa perempuan yang menjalani episiotomi melaporkan frekuensi yang lebih tinggi mengalami dispareunia. Meskipun hubungan telah boleh dilakukan setelah minggu ke-6, adakalanya ibu tertentu mengeluh hubungan masih terasa sakit atau nyeri meskipun telah beberapa bulan proses persalinan. Oleh karena itu, rencana perawatan psikososial pada ibu pasca bersalin harus melibatkan semua anggota keluarga. Pasca bersalin merupakan masa yang penting bukan hanya bagi ibu, tapi bagi seluruh anggota keluarga. Karena pada saat seperti ini muncul kemungkinan krisis dalam proses penyesuaian keluarga (Bobak, Lowdermik & Jansen. 2005, hal. 540).

Hal yang paling penting untuk diketahui oleh ibu mungkin adalah mengenai kapan aktivitas seksual dapat dimulai lagi, tentang bahayanya, dan sebagainya. Namun, tidak sedikit bahkan sebagian besar ibu enggan menanyakan hal ini saat akan meninggalkan tempat perawatan. Ditambah lagi beberapa dokter atau tenaga kesehatan yang lain sering tidak membahas masalah ini. Padahal masalah seperti ini penting untuk disampaikan kepada pasien oleh tenaga kesehatan. Masalah hubungan fisik dan


(17)

psikologi akibat melahirkan terhadap hubungan seksual. Informasi ini akan sangat bermanfaat untuk ibu-ibu yang akan memulai aktivitas seksual pasca bersalin yang aman (Walsh, 2008, hal. 393).

Survey pendahuluan peneliti lakukan pada Oktober 2010 terhadap 10 ibu yang memiliki pengalaman bersalin normal dengan luka episiotomi, di wilayah Padang Bulan, peneliti mencari data dan menemukan fenomena mengenai pengalaman ibu-ibu berkaitan dengan luka episiotomi terhadap aktivitas hubungan suami istri. Tujuh orang ibu menyatakan ada rasa takut terhadap kemungkinan jahitan lepas saat berhubungan, sehingga mereka baru mau berhubungan setelah lebih kurang enam minggu. Sedangkan tiga ibu yang lainnya sudah mau berhubungan lagi setelah 4 - 6 minggu pasca bersalin.

Padahal menurut Bobak (2005) ibu dapat dengan aman kembali berhubungan seksual pada minggu ketiga atau keempat pasca bersalin, jika perdarahan telah berhenti dan pulih dari luka episiotomi (Bobak, 2005 hal. 547).

Dari uraian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa ada hubungan luka episiotomi terhadap ketakutan ibu untuk memulai kembali aktivitas hubungan seksualnya. Oleh sebab itu peneliti ingin membuktikan hubungan luka episiotomi terhadap aktivitas hubungan seksual pasca bersalin.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dan hasil survei pendahuluan peneliti, maka peneliti ingin merumuskan masalah penelitian tentang hubungan luka episiotomi terhadap aktivitas hubungan seksual pasca bersalin.


(18)

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi hubungan luka episiotomi terhadap aktivitas hubungan seksual pasca bersalin

2. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah a. Mengidentifikasi karakteristik responden

b. Mengidentifikasi aktivitas hubungan seksual ibu pasca bersalin

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut: a. Bagi Ibu Pasca Bersalin

Sebagai bahan informasi serta masukan khususnya kepada ibu dalam menghadapi masalah seksual pasca bersalin dengan luka episiotomi. b. Bagi Pelayanan Kebidanan

Sebagai bahan informasi bagi tenaga kesehatan khususnya bidan dalam memberikan asuhan kebidanan tentang persalinan.

c. Bagi Pendidikan Kebidanan

Sebagai bahan masukan serta informasi bagi pengembangan ilmu asuhan kebidanan, khususnya mengenai asuhan kebidanan pada masa nifas atau pasca bersalin.

d. Bagi Peneliti Lanjutan

Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya yang sejenis.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Episiotomi

1. Definisi Episiotomi

Menurut Sarwono (2007), episiotomi merupakan suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum (Sarwono, 2007, hal. 171).

Episiotomi adalah insisi pudendum / perineum untuk melebarkan orifisium ( lubang / muara ) vulva sehingga mempermudah jalan keluar bayi (Benson dan Pernoll, 2009, hal 176).

2. Tujuan Episiotomi

Tujuan episiotomi yaitu membentuk insisi bedah yang lurus, sebagai pengganti robekan tak teratur yang mungkin terjadi. Episiotomi dapat mencegah vagina robek secara spontan, karena jika robeknya tidak teratur maka menjahitnya akan sulit dan hasil jahitannya pun tidak rapi, tujuan lain episiotomi yaitu mempersingkat waktu ibu dalam mendorong bayinya keluar (Williams, 2009, hal. 160).

3. Waktu Pelaksanaan Episiotomi

Menurut Benson dan Pernoll (2009), episiotomi sebaiknya dilakukan ketika kepala bayi meregang perineum pada janin matur, sebelum kepala sampai pada otot-otot perineum pada janin matur (Benson dan Pernoll, 2009, hal. 177).


(20)

Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari luka episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu lambat maka laserasi tidak dapat dicegah. sehingga salah satu tujuan episiotomi itu sendiri tidak akan tercapai. Episiotomi biasanya dilakukan pada saat kepala janin sudah terlihat dengan diameter 3 - 4 cm pada waktu his. Jika dilakukan bersama dengan penggunaan ekstraksi forsep, sebagian besar dokter melakukan episiotomi setelah pemasangan sendok atau bilah forsep (Williams, 2009, hal. 161).

4. Tindakan Episiotomi

Pertama pegang gunting epis yang tajam dengan satu tangan, kemudian letakkan jari telunjuk dan jari tengah di antaraa kepala bayi dan perineum searah dengan rencana sayatan. Setelah itu, tunggu fase acme (puncak his). Kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka di antara jari telunjuk dan tengah. Gunting perineum, dimulai dari fourchet (komissura posterior) 45 derajat ke lateral kiri atau kanan. (Sarwono, 2006, hal. 457).

5. Indikasi Episiotomi

Untuk persalinan dengan tindakan atau instrument (persalinan dengan cunam, ekstraksi dan vakum); untuk mencegah robekan perineum yang kaku atau diperkirakan tidak mampu beradaptasi terhadap regangan yang berlebihan,

dan untuk mencegah kerusakan jaringan pada ibu dan bayi pada kasus letak / presentasi abnormal (bokong, muka, ubun-ubun kecil di belakang) dengan menyediakan tempat yang luas untuk persalinan yang aman (Sarwono, 2006, hal 455-456).


(21)

6. Jenis - Jenis Episiotomi

Sebelumnya ada 4 jenis episiotomi yaitu; Episiotomi medialis, Episiotomi mediolateralis, Episiotomi lateralis, dan Insisi Schuchardt. Namun menurut Benson dan Pernoll (2009), sekarang ini hanya ada dua jenis episiotomi yang di gunakan yaitu:

a. Episiotomi median, merupakan episiotomi yang paling mudah dilakukan dan diperbaiki. Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani. Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah: perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah. Sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan penyembuhan lebih memuaskan. Sedangkan kerugiannya adalah: dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplet (laserasi median sfingter ani) atau komplit (laserasi dinding rektum).

b. Episiotomi mediolateral, digunakan secara luas pada obstetri operatif karena aman. Sayatan di sini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya.

Panjang sayatan kira-kira 4 cm. Sayatan di sini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah ruptura perinea tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan


(22)

dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris (Benson dan Pernoll, 2009, hal. 176-177).

7. Benang Yang Digunakan Dalam Penjahitan Episiotomi

Alat menjahit yang digunakan dalam perbaikan episitomi atau laserasi dapat menahan tepi – tepi luka sementara sehingga terjadi pembentukan kolagen yang baik. Benang yang dapat diabsorbsi secara alamiah diserap melalui absorbsi air yang melemahkan rantai polimer jahitan. Benang sintetik yang dapat diabsorbsi yang paling banyak digunakan adalah polygarin 910 (Vicryl) yang dapat menahan luka kira-kira 65% dari kekuatan pertamanya setelah 14 hari penjahitan dan biasanya diabsorbsi lengkap setelah 70 hari prosedur dilakukannya.

Ukuran yang paling umum digunakan dalam memperbaiki jaringan trauma adalah 2-0, 3-0, dan 4-0, 4-0 yang paling tipis. Benang jahit yang biasa digunakan dalam kebidanan dimasukkan ke dalam jarum, dan hampir semua jahitan menggunakan jarum ½ lingkaran yang runcing pada bagian ujungnya. Ujung runcing dapat masuk dalam jaringan tanpa merusaknya. (Walsh,2008, hal. 560).

8. Penyembuhan Luka Episiotomi

Menurut Walsh (2008) proses penyembuhan terjadi dalam tiga fase, yaitu:

a. Fase 1: Segera setelah cedera, respons peradangan menyebabkan peningkatan aliran darah ke area luka, meningkatkan cairan dalam jaringan,serta akumulasi leukosit dan fibrosit. Leukosit akan memproduksi enzim proteolitik yang memakan jaringan yang mengalami cedera.


(23)

b. Fase 2: Setelah beberapa hari kemudian, fibroblast akan membentuk benang – benang kolagen pada tempat cedera.

c. Fase 3: Pada akhirnya jumlah kolagen yang cukup akan melapisi jaringan yang rusak kemudian menutup luka.

Proses penyembuhan sangat dihubungani oleh usia, berat badan, status nutrisi, dehidrasi, aliran darah yang adekuat ke area luka, dan status imunologinya. Penyembuhan luka sayatan episiotomi yang sempurna tergantung kepada beberapa hal. Tidak adanya infeksi pada vagina sangat mempermudah penyembuhan. Keterampilan menjahit juga sangat diperlukan agar otot-otot yang tersayat diatur kembali sesuai dengan fungsinya atau jalurnya dan juga dihindari sedikit mungkin pembuluh darah agar tidak tersayat. Jika sel saraf terpotong, pembuluh darah tidak akan terbentuk lagi (Walsh, 2008, hal. 559).

9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka

a. Status nutrisi yang tidak tercukupi memperlambat penyembuhan luka b. Kebiasaan merokok dapat memperlambat penyembuhan luka

c. Penambahan usia memperlambat penyembuhan luka

d. Peningkatan kortikosteroid akibat stress dapat memperlambat penyembuhan luka

e. Ganguan oksigenisasi dapat mengganggu sintesis kolagen dan menghambat epitelisasi sehingga memperlambat penyembuhan luka


(24)

B. Aktivitas Seksual Pasca Bersalin

1. Pengertian Aktivitas Seksualitas Pasca Bersalin

Seksualitas merupakan suatu komponen integral dari kehidupan seorang wanita normal, di mana hubungan seksual yang nyaman dan memuaskan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam hubungan perkawinan bagi banyak pasangan (winkjosastro, 2002). Menurut Oruc, et.al (1999, hlm.48) Seksualitas diartikan sebagai sebuah identitas individu yang secara sosial dibangun berdasarkan komponen biologis, kepercayaan, nilai, minat, daya tarik, harapan dan tingkah laku (Wals, Linda V, 2008)

Aktivitas seksual pasca bersalin yang aman maksudnya adalah berhubungan seks dengan menghindari penetrasi (memasukkan penis, jari, atau hal lain ke dalam vagina). Ada pula yang mengatakan bahwa aktivitas seksual pasca bersalin yang aman adalah berhubungan kembali setelah enam minggu dihitung sejak kelahiran anak (Thamrin, 2010, ¶ 1).

2. Waktu Pelaksanaan Aktivitas Seksual Pasca Bersalin

Aktivitas seksual dapat dimulai kembali setelah perdarahan berhenti atau ketika lochea sudah berhenti (Thamrin, 2010, ¶ 2).

Pendapat lain mengatakan bila luka jahitan telah sembuh, atau setelah empat sampai enam minggu setelah bersalin (Walsh, 2008, hal. 393).

3. Siklus Respon Seksual Pada Wanita

Siklus respon seksual pada wanita dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kompleks dan saling berhubungan antara lain psikologis, lingkungan, dan fisiologis (hormon, vaskuler, dan neourologis). Fase awal dari respon seksual


(25)

adalah gairah, kemudian fase terangsang, fase pendataran, fase orgasme, dan fase resolusi.

1. Fase Gairah

Fase gairah adalah motivasi dan hasrat untuk melakukan hubungan seksual. 2. Fase Terangsang

Selama fase ini klitoris dan vagina membengkak, vagina memanjang, melebar dan membuka, serta uterus terangkat keluar dari pelvis.

3. Fase Pendataran

Pada fase ini seorang wanita merasakan ketegangan seksual dan perasaan erotik secara intensif dan pembendungan pembuluh darah mencapai intensitas maksimum.

4. Fase Orgasme

Fase orgasme adalah sensasi seksual yang sangat nikmat. 5. Fase Resolusi

Fase yang mengikuti pelepasan tekanan seksual tiba-tiba yang diakibatkan oleh orgasme, wanita akan lebih santai dan tenang.

Perubahan fisiologis tubuh yang terjadi pada saat terangsang akan kembali ke keadaan semula dan tubuh kembali pada keadaan istirahat (Mastroianni, 1999).

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Seksual Pasca Bersalin

Intensitas respon seksual berkurang karena perubahan tubuh. Tubuh menjadi tidak sesensitif seperti semula. Adanya rasa lelah akibat mengurus bayi mengalahkan minat untuk berhubungan seksual. beberapa wanita merasakan perannya sebagai orang tua sehingga timbul tekanan dan kebutuhan untuk


(26)

menyesuaikan diri dengan perannya. Berurusan dengan bayi, menguras semua kasih sayang ibu sehingga waktu untuk pasangan tidak tersisa lagi.

Ada pula perasaan tidak nyaman secara psikologis yang dialami ibu karena bayi dikamar yang sama. Adanya luka bekas episiotomi juga menjadi salah satu alasan, ibu menjadi lebih takut bila jahitannya akan lepas. Kurangnya informasi tentang seks pasca bersalin. Berhubungan seksual pasca bersalin berbahaya apabila pada saat itu mulut rahim masih terbuka maka akan beresiko. Mudah terkena infeksi, karena kuman yang hidup di luar, akibat adanya hubungan seksual ketika mulut rahim masih terbuka. Adanya respon fisiologis yang menekan ibu, karena ibu menyusui bayi (Bahiyatun, 2009, hal. 83 )

5. Penyebab Apati Terhadap Aktivitas Seksual Pasca Bersalin

Stress dan traumatik, kelahiran bayi bisa menjadi pengalaman yang dapat menimbulkan traumatik terutama jika ibu belum dipersiapkan secukupnya. Banyak ibu yang mempunyai pengharapan yang tidak realistik tentang kelahiran. Misalnya: persalinan berlangsung lama atau persalinan yang memerlukan tindakan.

Adanya luka episiotomi, hal ini bila penjahitan luka episiotomi dilakukan dengan tidak benar maka akan mengakibatkan rasa nyeri dan rasa tidak nyaman di saat ibu berjalan dan duduk. Hal ini bisa berlangsung berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan walaupun mungkin sayatan itu sendiri sudah sembuh.

Keletihan bagi seorang ibu yang baru dan belum berpengalaman selain harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang biasa, ia juga harus menghadapi bayinya yang tidak mau tidur, sering menangis, atau bermasalah dalam menyusu.


(27)

Maka ibu akan menjadi letih dan lemah sehingga gairah seks menjadi menurun. Adanya depresi, penyebabnya adalah keadaan tidak bersemangat akibat lelah pasca persalinan. Perasaan ini biasanya terjadi dalam beberapa minggu setelah kelahiran bayi (Llewellyn, 2005, hal. 282).

6. Hal-Hal yang Bermanfaat Untuk Memulai Aktivitas Seksual Pasca Bersalin Hal-hal bermanfaat yang dapat dilakukan untuk menghidupkan aktivitas seksual pasca melahirkan yaitu menjaga agar badan tetap sehat. Perlu dingat jika badan sehat berarti hubungan seks juga akan sehat, makan makanan yang bergizi cukup, cukup berarti tidak berlebihan dan tidak kurang. Cukup istirahat karena biasanya ibu lebih lelah akibat sering terjaga saat malam hari. Olahraga secara teratur, hindari stres, hindari merokok dan mengkonsumsi alkohol, serta lakukan perawatan diri (Bahiyatun, 2009, hal. 82).

7. Cara Mengatasi Masalah Aktivitas Seksual Pasca Bersalin

Jika pasangan ingin lebih cepat melakukan hubungan dari yang disarankan yaitu enam minggu pasca bersalin, maka dapat menyarankan pada pasangan untuk memakai pelumas atau jelly.

Bila saat berhubungan masih terasa sakit, ibu sebaiknya mengatakan dengan jujur kepada pasangan. Jangan takut untuk berterus terang kepada pasangan. Pastikan jika luka episiotomi sudah pulih atau kering. Ibu serta pasangan juga dapat melakukan konsultasi kepada dokter kandungan atau bidan jika dirasa perlu.(Bahiyatun,2009,hal.84).


(28)

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Konsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara dua variabel, yaitu variabel independen dan variabel dependen ( Nursalam, 2008, hal. 55). Variabel independen dalam penelitian ini adalah luka episiotomi sedangkan variabel dependennya adalah aktivitas hubungan seksual pasca bersalin.

Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel independen Variabel dependen

skema 1. Variabel independen dan variabel dependen

B. Hipotesa

Hipotesa dalam penelitian ini adalah: Hipotesa alternatif (Ha), yaitu: ada hubungan luka episiotomi terhadap aktivitas seksual pasca bersalin.

Luka Episiotomi

Aktivitas seksual pasca bersalin


(29)

C. Definisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala 1. Variabel

independen (Luka Episiotomi)

Insisi atau sayatan yang dibuat dari perineum untuk mencegah ruptur dan memperlebar jalan lahir pada ibu bersalin normal,

Kuesioner sejumlah 10

pertanyaan

Wawancara Skor jawaban responden terhadap kuesioner yang diberikan Rasio

2. Variabel dependen (Aktivitas seksual)

aktivitas seksual yang dilakukan oleh pasangan suami istri, dihitung sejak 40 hari setelah istri bersalin dengan luka episiotomi Kuesioner sejumlah 20 pertanyaan Wawancara dan observasi

Skor jawaban responden terhadap kuesioner yang diberikan Rasio

3. Paritas Jumlah persalinan yang pernah dialami ibu

Kuesioner Wawancara 1 = primipara 2 = multipara 3= grande- multipara

Ordinal

4. Pendidikan Jenjang tingkat yang

tinggi untuk menyelesaikan suatu

pendidikan

Kuesioner Wawancara 1=SD 2=SMP 3=SMA 4=Perguruan Tinggi

Ordinal

5. Pekerjaan Status pekerjaan ibu, apakah Ibu bekerja atau tidak bekerja (ibu rumah tangga

Kuesioner Wawancara 1=Tidak bekerja 2= Bekerja


(30)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, menggunakan desain penelitian deskriptif analitik, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang realitas pada objek yang diteliti secara objektif (Suyanto dan Salamah, 2009. hal 34). Desain digunakan untuk mengidentifikasi hubungan luka episiotomi dengan aktivitas seksual ibu pasca bersalin.

B. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang pernah bersalin normal dengan luka episiotomi, di Klinik Bersalin Bina Kasih Medan, wilayah kerja Puskesmas Muliorejo, Kecamatan Sunggal, selama Mei sampai Oktober 2010 yaitu sebanyak 76 ibu bersalin normal.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang pernah bersalin dengan luka episiotomi, di Klinik Bersalin Bina Kasih Medan, wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.


(31)

Keterangan :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

d = Ketetapan relatif yang ditetapkan oleh peneliti (0,05) Jadi sampel dalam penelitian ini adalah:

Diketahui : N = 76

d =0,05 n =

n = 63

Jadi sampel pada penelitian ini sebanyak 63 orang ibu bersalin dengan luka episiotomi.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik aksidental sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan cara kebetulan bertemu. Ibu-ibu yang kebetulan ditemui dilingkungan Kelurahan Muliorejo akan dijadikan sampel pada penelitian ini. Dengan teknik pengambilan sampling aksidental ini, maka setiap anggota populasi yang memenuhi syarat, mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel pada penelitian ini.


(32)

1. Ibu yang pernah bersalin normal dengan luka episiotomi 2. Ibu adalah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Muliorejo 3. Ibu sudah pernah melakukan hubungan seksual setelah melahirkan 4. Ibu dapat berkomunikasi dengan bahasa Indonesia

5. Ibu bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan secara lisan maupun tulisan 6. Ibu bersedia memberikan persetujuan tanpa adanya paksaan atau dengan

sukarela.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Muliorejo, wilayah kerja Puskesmas Muliorejo, Medan. Peneliti memilih lokasi ini dengan pertimbangan adanya populasi yang mencukupi untuk dijadikan responden, lokasi mudah dijangkau, serta belum pernah dilakukan penelitian yang sama sebelumnya. Peneliti mengambil data dari klinik karena di Puskesmas Muliorejo tidak ada data ibu yang bersalin dengan luka episiotomi.

D. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan September 2010 sampai dengan bulan April tahun 2011.

E. Pertimbangan Etik

Penelitian dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari institusi pendidikan yaitu Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Sumatera Utara dan izin dari kepala Kelurahan Muliorejo. Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan prinsip etik penelitian, yaitu: Memberikan penjelasan kepada calon


(33)

responden tentang tujuan penelitian, menjelaskan manfaat penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian.

Apabila responden bersedia, maka calon responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri dari penelitian. Responden juga berhak mengundurkan diri selama pengumpulan data berlangsung. Responden berhak mendapatkan kebebasan dari tindakan yang merugikan atau beresiko, dan mendapat keadilan tanpa adanya diskriminasi. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrument penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner yang disusun berdasarkan literatur yang ada dan dikonsultasikan kepada pembimbing. Kuesioner terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berupa data demografi ( paritas, pendidikan, dan pekerjaan). Bagian kedua berupa kuesioner tentang luka episiotomi yang terdiri dari 10 buah pertanyaan tertutup. Bagian ketiga berupa kuesioner tentang aktivitas seksual pasca bersalin, yang terdiri dari 20 buah pertanyaan tertutup.

Instrumen penelitian menggunakan skala Guttman, apabila bentuk pertanyaan positif, maka jawaban “tidak“ mendapat nilai 0 (nol), dan jawaban “ya” mendapat nilai 1 (satu). Sedangkan untuk pertanyaan negatif, jawaban “ya “ mendapat nilai 0 (nol), dan untuk jawaban “tidak” mendapat nilai 1 (satu).


(34)

G. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

1. Uji Validitas

Uji validitas adalah uji yang dilakukan untuk menunjukkan tingkat kevalidan dan kesahihan sebuah instrumen, yang mampu mengukur apa yang diinginkan, sehingga dapat mengukur instrumen secara benar. Uji validitas sudah dilakukan secara conten validity, kepada ahlinya yaitu spesialis kandungan dr.Christoffel L. Tobing, SpOG (K). Pengujian ini hanya melihat kesesuaian isi kuesioner, tanpa diberi penilaian.

2. Uji Reliabilitas

Uji realibilitas, dimaksudkan untuk mengukur tingkat kestabilan atau kekonsistenan jawaban yang diberikan responden atas pertanyaan dari kuesioner yang diujikan. Uji reliabilitas telah dilakukan kepada 10 responden di wilayah Padang Bulan yang mempunyai kriteria yang sama dengan responden yang diteliti. Nilai koefisien yang didapatkan dari uji reliabilitas ini adalah 0,85 yang diperoleh dari 30 pertanyaan. Nilai yang didapatkan menunjukkan instrument ini reliabel.

H. Prosedur Pengumpulan Data

Setelah mendapatkan izin penelitian dari kepala Desa Muliorejo, peneliti kemudian mengumpulkan data responden yang peneliti temui pada kegiatan posyandu di lingkungan Muliorejo. Dengan dibantu oleh sekretaris Desa Muliorejo (Ibu Tini), dan beberapa pegawai Puskesmas Muliorejo, peneliti kemudian mendatangi kegiatan Posyandu yang dilakukan di wilayah kerja Muliorejo.


(35)

Hari pertama peneliti melakukan penellitian di puskesmas, karena pada waktu itu jadwal posyandu diadakan di Puskesmas Muliorejo. Peneliti mendapatkan responden ketika responden sedang membawa anaknya untuk imunisasi. Ibu-ibu yang sedang menunggu giliran anaknya untuk diimunisasi menjadi target yang peneliti pilih untuk dijadikan responden. Setelah mendapatkan calon responden, peneliti kemudian menjelaskan kepada calon responden tersebut tentang tujuan penelitian serta prosedur penelitian ini. Selanjutnya peneliti meminta responden untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent), sebelum pengisian kuesioner dilakukan.

Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti kemudian memberikan lembar kuesioner yang telah disusun untuk diisi oleh calon responden tersebut. Di sini, peneliti mendampingi responden selama proses pengisian kuesioner, untuk menjelaskan apabila ada pertanyaan yang kurang jelas dalam lembar kuesioner.

Lembar kuesioner diisi oleh masing-masing responden, kemudian setelah selesai, peneliti mengumpulkan kuesioner kembali, untuk diperiksa kelengkapannya, apabila ada yang tidak lengkap diselesaikan pada saat itu juga. Hari pertama responden yang berhasil diperoleh sebanyak 17 responden.

Hari kedua, peneliti mendatangi dan kemudian melakukan penelitian di Posyandu PDP, di rumah salah seorang penduduk, karena pada waktu itu jadwal posyandu diadakan di salah satu rumah warga Muliorejo. Seperti kegiatan pada hari pertama, peneliti memilih ibu-ibu yang sedang menunggu giliran anaknya untuk diimunisasi menjadi target untuk dijadikan responden. Setelah mendapatkan calon responden, peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan penelitian serta prosedur penelitian. Selanjutnya peneliti meminta responden untuk menandatangani


(36)

mendapatkan persetujuan, peneliti kemudian memberikan lembar kuesioner yang telah disusun untuk diisi oleh ibu-ibu yang datang ke posyandu tersebut. Hari kedua peneliti berhasil memperoleh 15 responden.

Pada hari ketiga, peneliti mendatangi kegiatan posyandu di Jalan Kenduri, di rumah salah seorang penduduk. Seperti kegiatan pada hari pertama dan hari kedua, peneliti melakukan hal yang sama, yaitu mendekati ibu-ibu yang sedang menunggu giliran anaknya untuk diimunisasi, dan meminta kesediaannya untuk menjadi responden. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti kemudian memberikan lembar kuesioner yang telah disusun untuk di isi oleh ibu-ibu yang datang ke posyandu tersebut Peneliti menyebarkan kuesioner hingga jam posyandu selesai. Responden yang berhasil di dapatkan sebanyak 12 responden.

Pada hari keempat, peneliti mendatangi kegiatan posyandu di Dusun 16, Jalan Merak, di rumah salah seorang warga Desa Mulioreja. Seperti kegiatan pada hari pertama sampai hari ketiga, peneliti juga melakukan hal yang sama, yaitu menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan penelitian serta prosedur penelitian. Selanjutnya peneliti meminta responden untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent), sebelum pengisian kuesioner dilakukan. Hingga jam posyandu selesai. Responden yang berhasil ditemui yaitu sebanyak 9 responden

Pada hari kelima, peneliti ditemani oleh bidan dari puskesmas mendatangi kegiatan posyandu di PTP Posyandu, di rumah salah seorang penduduk. Seperti kegiatan pada hari pertama sampai hari keempat, peneliti juga melakukan hal yang sama, hingga mendapatkan sebanyak 10 responden. Hingga hari kelima, tidak ada responden yang mengundurkan diri. Calon responden yang tidak bersedia untuk menjadi responden


(37)

mengatakan ketidaksediaannya dari awal, sehingga tidak ada responden yang dikeluarkan dari penelitian ini.

I. Analisis Data

Setelah seluruh data terkumpul, maka dilakukan analisis data kembali dengan memeriksa semua kuesioner apakah jawaban sudah lengkap atau benar (editing). Kemudian data diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan analisis data dan pengolahan data serta pengambilan kesimpulan data yang dimasukkan kedalam bentuk tabel. Entry data dalam komputer dan dilakukan dengan menggunakan teknik komputerisasi.

Tahap terakhir yang sudah dilakukan yaitu cleaning yakni pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan.

Analisis data dilakukan menggunakan bantuan program yang disesuaikan, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Univariat

Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, yakni mengkaji aktivitas seksual ibu pasca bersalin yang mengalami luka episiotomi. Data yang bersifat kategori akan dicari frekuensi dan prosentasenya yaitu paritas, pekerjaan, dan pendidikan. Sedangkan data yang bersifat numerik akan di cari mean, dan standar deviasinya, yaitu luka episiotomi dan aktivitas seksual ibu pasca bersalin.


(38)

Analisis data ini digunakan untuk menguji besarnya hubungan luka episiotomi terhadap aktivitas seksual pasca bersalin. Teknik analisis korelasi ini digunakan untuk mencari koefisien korelasi atau kekuatan hubungan. Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan dan arah hubungan dua variabel acak. Taraf signifikan (α = 0.05), pedoman dalam menerima hipotesis : jika nilai P < 0.05 maka H0 ditolak, apabila nilai P > 0,05 maka H0 gagal ditolak.

Data disajikan dalam bentuk tabel agar dapat dengan mudah melihat hubungan luka episiotomi terhadap aktivitas hubungan seksual pasca bersalin.


(39)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Pada bab ini diuraikan hasil dan pembahasan penelitian mengenai hubungan luka episiotomi terhadap aktivitas hubungan seksual pasca bersalin di Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal. Jumlah responden yang didapatkan sebanyak 63 ibu yang pernah melahirkan secara normal dengan luka episiotomi, yang kemudian dinilai dengan menggunakan instrument kuesioner.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan luka episiotomi terhadap terhadap aktivitas seksual pasca bersalin, peneliti menggunakan kuesioner yang berisikan 10 pertanyaan mengenai luka episiotomi dan 20 pertanyaan mengenai aktivitas seksual. Berikut ini akan dijabarkan hasil identifikasi karakteristik responden, serta hasil identifikasi hubungan luka episiotomi terhadap aktivitas seksual pasca bersalin di Kelurahan Muliorejo.

Dari hasil uji statistik diperoleh data bahwa mayoritas responden adalah ibu dengan paritas 1 atau disebut sebagai primipara sebanyak 46 orang (73%). Berdasarkan pendidikan responden, di dapatkkan mayoritas responden adalah ibu dengan pendidikan SMA sebanyak 54 orang (85,7%), dan berdasarkan pekerjaan mayoritas responden adalah ibu yang bekerja maksud bekerja di sini adalah responden bekerja diluar rumah


(40)

sebagai pegawai, karyawan, buruh dan sebagainya, yaitu sebanyak 35 orang (55,6%). dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini:

Tabel 5.1

Distribusi Frekwensi Berdasarkan Karakteristik Data Demografi Responden yang Bersalin Normal dengan Luka Episiotomi

di Kelurahan Muliorejo Tahun 2011

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Paritas : - Primipara - Multipara - Grandemultipara 46 15 2 73 23,8 3,2

Total 63 100

Tingkat Pendidikan: - SD - SMP - SMA - PT 2 5 54 2 3,2 7,9 85,7 3,2

Total 63 100

Pekerjaan:

- Tidak Bekerja - Bekerja

28 35

44,4 55,6


(41)

Dari hasil uji statistik pada luka episiotomi pada ibu pasca bersalin, dapat digambarkan dengan nilai mean = 7,11; dengan standar deviasi = 1,19; luka episiotomi dengan skor terendah = 5, dan skor tertinggi = 9. Dari hasil uji statistik aktivitas seksual dapat digambarkan dengan nilai mean = 16,11; dengan standar deviasi = 5,24 ; aktivitas seksual dengan skor terendah = 3, dan skor tertinggi = 20. dapat dilihat pada tabel 5.2 di berikut ini.

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Luka Episiotomi dan Aktivitas Seksual Ibu Pasca Bersalin di Kelurahan Muliorejo

Tahun 2011

No Variabel Mean SD Min-maks N

1 Luka episiotomi pada ibu yang pernah bersalin normal

7,11 1,19 5 - 9 63

2. Aktivitas

seksual ibu yang pernah bersalin normal dengan luka episiotomi


(42)

2. Analisis Bivariat

Berdasarkan uji statistik hubungan antara variabel luka episiotomi dengan aktivitas seksual diperoleh nilai r = -0,560 yang berarti hubungan antar variabel cukup kuat, dengan arah negatif atau tidak searah. Maksudnya, jika salah satu variabel naik, maka variabel yang lain akan turun, atau jika variabel bebas memiliki nilai besar maka variabel tergantungnya menjadi kecil. Dari hasil uji statistik dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara luka episiotomi terhadap aktivitas seksual pasca bersalin ( nilai P < 0,05 ). Dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini:

Tabel 5.3

Hubungan Luka Episiotomi Terhadap Aktivitas Seksual Ibu Pasca Bersalin di Kelurahan Muliorejo Tahun 2011

No Variabel r Nilai P

1. Hubungan luka episiotomi terhadap aktivitas seksual pasca bersalin


(43)

B. PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini peneliti menguraikan tujuan penelitian ini yaitu bagaimana karakteristik para responden, bagaimana aktivitas seksual ibu pasca bersalin, serta bagaimana identifikasi hubungan luka episiotomi terhadap aktivitas hubungan seksual pasca bersalin.

1. Interpretasi dan Diskusi Hasil

Berdasarkan karakteristik paritas responden, didapatkan bahwa mayoritas responden adalah ibu-ibu dengan jumlah anak < 2 responden (primipara) sebanyak 46 responden (68,7 %), berdasarkan karakteristik pendidikan, didapatkan bahwa mayoritas responden adalah ibu-ibu dengan pendidikan SMA sebanyak 54 responden (80,6%), dan berdasarkan karakteristik bekerja atau tidak, didapatkan bahwa rata-rata responden adalah ibu-ibu yang bekerja sebanyak 35 responden (52,2%).

Berdasarkan 10 pertanyaan kuesioner mengenai luka episiotomi, didapatkan nilai mean = 7,11; standar deviasi = 1,19; luka episiotomi dengan skor terendah = 5 dan skor tertinggi = 9. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden mengerti tentang luka episiotomi yang dialaminya, sehingga responden tahu bagaimana melakukan perawatan, dan tidak mengalami rasa nyeri yang berlebihan akibat luka episiotomi. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas seksual pasca bersalin, luka episiotomi merupakan salah satunya.

Penelitian ini sesuai dengan pernyataan Murkoff,et.al (2007), ibu yang bersalin normal dengan luka episiotomi, secara fisik mengalami banyak hal, diantaranya rasa tidak nyaman pada daerah perineum serta rasa nyeri di sekitar daerah episiotomi, hal ini menunjukkan bahwa luka episiotomi mempengaruhi aktivitas responden.


(44)

Penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan Glazener (2002), luka episiotomi merupakan penyebab perubahan fisik yang terkait dengan kelahiran dan postpartum yang dapat mempengaruhi aktivitas seksual wanita. Jika tidak mengerti dalam perawatannya, maka luka episiotomi dapat menyebabkan rasa sakit dalam setiap aktivitas ibu, termasuk saat berhubungan intim.

Dari 20 pertanyaan tentang aktivitas seksual pasca bersalin pada 63 responden diperoleh nilai mean = 16,11; nilai standar deviasi = 5,24; aktivitas seksual dengan skor terendah = 3, dan skor tertinggi = 20. Dalam hal ini semakin tinggi nilai menunjukkan; adanya penurunan kuantitas dan kualitas dalam hubungan seksual. Adanya rasa tidak nyaman, menyebabkan penurunan gairah, tidak dapat menikmati hubungan seksual, sampai tidak mendapatkan kepuasan terhadap aktivitas seksual tersebut.

Penelitian ini sesuai dengan pernyataan Judicibus, Margaret, et.al (2002), mayoritas perempuan 12 minggu pasca bersalin, telah kembali melakukan hubungan seksual, meskipun banyak mengalami kesakitan dan kesulitan terkait dengan masalah fisik seperti luka episiotomi, atau masalah psikologis seperti dyspareunia.

Hal ini tidak sesuai dengan penemuan Clarkson, et al (2001) yang melaporkan bahwa meskipun masalah seksual sangat umum, namun hubungan seksual tidak bermakna bila dikaitkan dengan luka episiotomi.

Menurut Hyde et.al (2002), hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan sebanyak 84% pasangan mengurangi frekuensi hubungan hingga 4 bulan pasca ibu bersalin, 40% mengeluhkan kesakitan pada aktivitas seksual pada 12 minggu pasca bersalin. Keinginan dan kemauan untuk melanjutkan aktivitas seksual


(45)

mulai muncul, karena luka perineum yang sudah pulih. Keinginan dan kemauan untuk melakukan hubungan seks bervariasi antara masing - masing wanita.

Berdasarkan perhitungan uji statistik terhadap 63 responden, dapat digambarkan hasil yang diperoleh dengan nilai korelasi sebesar -0,560 yang berarti ada hubungan yang cukup kuat antara variabel tersebut, dengan arah negatif atau bersifat tidak searah, maksudnya jika salah satu variabel naik maka variabel yang lain akan turun.

Sesuai dengan hasil penelitian Glezener Bancroft,et.al, (1993), perubahan fisik yang terkait dengan kelahiran dapat mempengaruhi hubungan seksualitas perempuan. Wanita yang mengalami episiotomi biasanya merasakan sakit selama melakukan hubungan intim. Perineum yang sakit telah terbukti berkaitan dengan hilangnya keinginan seksual pada wanita.

Dari hasil pembahasan tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa luka episiotomi mempengaruhi aktivitas seksual pasca bersalin. Adanya luka episiotomi akan mempengaruhi rasa nyaman, gairah, kenikmatan hubungan seksual, dan kepuasan terhadap aktivitas seksual tersebut.

2. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti merasakan masih banyak keterbatasan yang dihadapi dalam melaksanakan penelitian, dari proses pengumpulan data hingga penyajian hasil. Beberapa kesulitan saat pengumpulan data yaitu adanya responden yang tidak bersedia untuk menjawab pertanyaan yang dianggap tabu untuk diungkapkan.


(46)

3. Implikasi Penelitian,

Bagi pelayanan kebidanan diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi tenaga kesehatan khususnya bidan dalam memberikan perhatian terhadap asuhan kebidanan kepada ibu bersalin dan pasca bersalin. Setelah membuktikan bahwa luka episiotomi mempunyai hubungan terhadap aktivitas seksual pasca bersalin, maka diharapkan pada para penolong persalinan untuk mengurangi tindakan episiotomi pada ibu bersalin. Upaya episiotomi sebaiknya dilakukan jika terjadi kemungkinan ruptur yang tidak terkendali.


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian hubungan luka episiotomi terhadap aktivitas seksual ibu pasca bersalin di Kelurahan Muliorejo, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil uji statistik pada 63 responden berdasarkan karakteristik paritas

responden, didapatkan mayoritas berparitas primipara sebanyak 46 responden (68,7%), mayoritas berpendidikan SMA sebanyak 54 responden (80,6%), dan mayoritas adalah ibu yang bekerja sebanyak 35 responden (52,2%).

2. Dari hasil uji statistik pada 63 responden berdasarkan kuesioner luka episiotomi pasca bersalin, dapa digambarkan hasilnya yaitu nilai mean = 7,11; nilai standar deviasi = 1,19; luka episiotomi dengan skor terendah = 5, dan skor tertinggi = 9. 3. Dari hasil uji statistik pada 63 responden berdasarkan kuesioner aktivitas seksual

pasca bersalin dapat digambarkan hasilnya yaitu nilai mean = 16,11; nilai standar deviasi = 5,24; skor terendah dengan nilai = 3, dan skor tertinggi = 20.

4. Dari hasil uji statistik pada 63 responden diperoleh nilai P = 0,000 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara luka episiotomi dengan aktivitas seksual. Nilai r = -0,560 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang cukup kuat, dengan arah negatif, yang berarti jika ada luka episiotomi, maka aktivitas seksual akan turun.


(48)

B. SARAN

1. Diharapkan kepada seluruh ibu bersalin normal yang mengalami proses bersalin dengan luka episiotomi mencari informasi mengenai aktivitas seksual pasca bersalin yang tepat. Mengenai waktu yang tepat untuk melakukan hubungan seksual kembali pasca bersalin dengan luka episiotomi, yaitu dapat dilakukan setelah berhentinya perdarahan, luka telah kering, dan berkurangnya rasa nyeri di sekitar luka episiotomi.

2. Diharapkan kepada petugas pelayanan kesehatan untuk semakin peduli terhadap pemberian informasi kepada ibu pasca bersalin. Hendaknya para penyedia layanan kesehatan memiliki beban tanggung jawab dalam mempromosikan kesehatan seksual khususnya pada ibu pasca bersalin yang bersalin dengan luka episiotomi. Sehingga para ibu serta pasangannya dapat kembali melakukan aktivitas seksual secara normal pasca bersalin.

3. Diharapkan pada peneliti selanjutnya lebih mengembangkan penelitian ini, dengan menambahkan ibu menyusui sebagai kriteria responden, dan dyspareunia sebagai variabel bebas sehingga dapat menemukan informasi baru yang mempengaruhi aktivitas seksual pasca bersalin selain luka episiotomi.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : EGC

Benson,R. C., Pernoll, M. L. (2009). Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi. Ed-9. Jakarta : EGC.

Bobak, I. M., et al. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta : EGC. Depkes RI. (2010). Indikator Indonesia Sehat 2010 Dan Pedoman Penetapan Indikator

Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Diambil 22 Oktober, 2010, dari

Fraser, D. M., Cooper, M. A. (2009). Buku Ajar Bidan Myles. Ed-14. Jakarta : EGC. Hidayat, A. A. (2007). Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta:

Salemba Medika.

Judicibus., Margaret, A., McCabe., Marita, P. (2002). The Journal of Sex Research, 39,

94-103. Diambil 2 Mei, 2011, dari

Leveno, K. J., et al. (2009). Obstetri Williams. Ed-21. Jakarta : EGC.

Llewellyn, D., Jones. (2005). Setiap Wanita. Jakarta : Delapratasa Publishing.

Murkoff, H.,et.al. (2007) Mengatasi Trauma Pasca Persalinan. Jakarta : IMAGE Press Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta : Salemba Medika.

Prawirohardjo, S. (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, A. B. (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, S. (1983). Obstetri Fisiologi Bagian Obstetri & Ginekologi. Bandung : FK UNPAD


(50)

Thamrin, R. (2010). Hubungan Seks Pasca Melahirkan. Diambil 28 September, 2010,

dar

Tim Penyusun USU. (2010). Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Medan : tidak dipublikasikan.

Walsh, L. V. (2007). Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC.

Wawandri. (2005). Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Hubungan Suami Istri Pasca Melahirkan. Diambil 28 Oktober, 2010, dari Williams, L., Wilkins. (2004). Canadian Essentials Of Nursing Research. Philadelphia :

A Wolters Kluwer Company

Yustina, I. (2008). Pemberdayaan Masyarakat Untuk Mewujudkan Indonesia Sehat.


(51)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bernama Ira Meta Lestari Nababan / 105102028 adalah mahasiswa Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.

Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang Hubungan Luka Episiotomi Terhadap Aktivitas Seksual Pasca Bersalin. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam meneyelesaikan tugas akhir di Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.

Untuk keperluan tersebut saya mohon kesedian ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon supaya ibu mengisi kuesioner dan lembar ceklis dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kerelaan ibu.

Partisipasi ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga bebas mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Identitas pribadi ibu dan semua informasi yang ibu berikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini. Terimah kasih atas partisipasi ibu dalam penelitian ini.

Medan, 2011

Peneliti Responden


(52)

KUESIONER DATA DEMOGRAFI

Hubungan Luka Episiotomi Terhadap Aktivitas Seksual Pasca Bersalin.

Pengkajian Data Demografi Petunjuk Pengisian

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda cheklis (√) pada tempat yang sudah disediakan

1. Paritas / jumlah anak

฀ I orang

฀ 2-4 orang

฀ > 5 orang

2. Pendidikan

฀ SD

฀ SMP

฀ SMA

฀ Perguruan Tinggi

3. Pekerjaan

฀ Bekerja


(53)

LEMBAR KUESIONER Aktivitas Seksual Pasca Bersalin

Berikan tanda checklist () pada salah satu pertanyaan (ya / tidak) sesuai pilihan anda. Pertanyaan yang kurang dimengerti dapat ditanyakan kepada peneliti.

Tentang Luka Episiotomi

Ya Tidak 1. Apakah ibu tahu jika luka jalan lahir dibuat untuk mempermudah

proses persalinan?

2. Apakah ibu tahu jika luka jalan lahir dapat mempersingkat waktu proses persalinan?

3. Apakah ibu tahu jika luka jalan lahir dibuat untuk mencegah robekan yang mungkin terjadi?

4. Apakah ibu tahu jika luka jahitan akan pulih dalam waktu 40 hari? 5. Apakah ibu tahu jika memasukkan dua jari kedalam kemaluan

untuk mengeetahui masih ada/tidaknya rasa nyeri? 6. Apakah ibu tahu jika luka jahitan harus dirawat?

7. Apakah ibu tahu jika luka jahitan harus dijaga kebersihannya? 8. Apakah ibu tahu jika luka jahitan tidak dirawat dapat terinfeksi ? 9. Apakah ibu tahu jika air hangat dapat memperlama penyembuhan

luka jahitan?

10. Apakah ibu tahu jika nutrisi yang dikonsumsi mempengaruhi penyembuhan luka jahitan?

NO Aktivitas hubungan seksual

11. Apakah ibu melakukan hubungan suami istri setelah 40 hari pasca bersalin?

12. Apakah luka membuat ibu merasa takut ketika akan melakukan hubungan suami-istri pasca bersalin?

13.2 .

Apakah luka membuat ibu merasa terganggu saat melakukan hubungan suami-istri pasca bersalin?

14. Apakah ada perbedaan antara melakukan hubungan seks saat ini dengan berhubungan sebelum hamil?

15.3 .

Apakah ibu mengalami perasaan terpaksa saat ibu harus melakukan hubungan suami-istri pasca bersalin?

16.4 .

Apakah luka jalan lahir membuat ibu mengalami penurunan gairah melakukan hubungan suami-istri pasca bersalin? 17. Apakah luka jalan lahir membuat pasangan ibu mengalami


(54)

18.a Apakah ibu mengalami nyeri saat berhubungan seksual? 19. Apakah ibu mengalami nyeri setelah berhubungan seksual? 20. Apakah ibu mengalami perasaan “kering”?

21. Pasca bersalin, apakah frekuensi hubungan suami-istri makin jarang dilakukan?

22. Pasca bersalin, apakah frekuensi hubungan suami-istri semakin sering dilakukan?

23. Dengan adanya luka jalan lahir,apakah durasi untuk sekali berhubungan lebih singkat?

24. Dengan adanya luka jalan lahir,apakah durasi untuk sekali berhubungan menjadi lebih lama?

25. Dengan adanya luka jalan lahir, apakah ibu merasa nyaman saat berhubungan seksual?

26.5Dengan adanya luka jalan lahir, apakah ibu dapat menikmati hubungan seksual?

27. Dengan adanya luka lahir, apakah ibu dapat merasakan kepuasan dalam hubungan suami istri?

28. Dengan adanya luka jalan lahir, apakah pasangan merasa nyaman saat berhubungan seksual?

29. Dengan adanya luka jalan lahir, apakah pasangan dapat menikmati hubungan seksual?

30. Dengan adanya luka lahir, apakah pasangan dapat merasakan kepuasan dalam hubungan suami istri?


(55)

(56)

(57)

(58)

(59)

(60)

(61)

(62)

(63)

(64)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ira Meta Lestari Nababan

Tempat / Tanggal lahir : Padang, 26 Mei 1987

Anak Ke : 2 dari 2 Bersaudara

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : B.S Nababan

Nama Ibu : D Nainggolan

Alamat : Bengkong Abadi Blok C, No. 40, Batam-Kepri Riwayat Pendidikan :

SD. K. Immanuel Batam 1993 - 1999 SMP Yos-Sudarso Batam 1999 - 2002 SMU Yos-Sudarso Batam 2002 - 2005 Akademi Kebidanan Universitas Batam 2005 - 2008


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ira Meta Lestari Nababan

Tempat / Tanggal lahir : Padang, 26 Mei 1987

Anak Ke : 2 dari 2 Bersaudara

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : B.S Nababan

Nama Ibu : D Nainggolan

Alamat : Bengkong Abadi Blok C, No. 40, Batam-Kepri Riwayat Pendidikan :

SD. K. Immanuel Batam 1993 - 1999 SMP Yos-Sudarso Batam 1999 - 2002 SMU Yos-Sudarso Batam 2002 - 2005 Akademi Kebidanan Universitas Batam 2005 - 2008