Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Warisan Budaya Bangsa Indonesia Ditinjau Dari Perspektif Hukum Internasional

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM

INTERNASIONAL

SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH

NAOMI ANA RISANTI NIM : 070200416

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM

INTERNASIONAL

SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH

NAOMI ANA RISANTI NIM : 070200416

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum INTERNASIONAL

ARIF, S.H. M.Hum. NIP. 196403301993031001

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.Ningrum Natasya, SH.MLI Dr.Jelly Leviza, SH.MH NIP.196201171989032002 NIP.197308012002121002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Kasih Karunia-Nya, Penulis mampu untuk menjalani perkuliahan sampai pada tahap penyelesaian skripsi pada Departemen Hukum Internasional di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini. Karena tanpa pertolongan-Nya Penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini, tetapi oleh karena hikmat yang diberikan-Nya akhirnya Penulis dapat menyelesaikan semuanya dengan baik.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah ”PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL”. Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, Penulis akan sangat berterima kasih jika ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini kedepan dan terlebih-lebih kepada Penulis sendiri.

Selain itu, Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua Penulis, Bakti Pardede dan Susi Yernita Sihombing yang telah memberikan dukungan kepada Penulis. Mudah-mudahan semua yang Penulis lakukan dapat membahagiakan dan membanggakan keluarga tercinta.

Dalam proses penulisan skripsi ini, Penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, Penulis tidak lupa mengucapkan


(4)

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Arif, SH.MH selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Prof. Ningrum Natasya, SH. M.LI selaku Dosen Pembimbing I Penulis yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Dr.Jelly Leviza, SH.M.Hum selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sekaligus sebagai Sekretaris Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan I dan sekaligus sebagai Dosen Penasehat Akademik Penulis dari semester I hingga semester terakhir di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH. MH. DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak M. Husni, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.MH, Sutiarno MS, SH.M.Hum, Deni Amsari Purba, SH.LLM, Rosmi Hasibuan, SH.MH, dan seluruh dosen departemen hukum internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak bisa Penulis ucapkan satu persatu.

9. Kepala Sekolah, Seluruh Guru, Staf Pegawai, Karyawan dan Teman-teman Penulis mulai dari, SD Negeri Jalupang Jakarta, SMP Swasta Tarakanita Citra Raya Tangerang, SMP Katolik Budi 1, dan SMA Katolik Budi


(5)

Murni-1 yang telah membimbing dan memberi dukungan kepada Penulis hingga akhirnya dapat melanjut ke jenjang PTN.

10. Opung ku tercinta JM.Sihombing /S.Br.Hasibuan (+) R.Br Hutauruk yang telah membimbing dan selalu mendoakan saya.

11. Teman-teman yang selalu menyemangati, menemani, dan membantu ku menyelesaikan skripsi yaitu Ardy Purwanto Manurung dan Obbie Afri Gultom.SH….

12. Sahabat-sahabat terbaik Penulis yaitu Diana Anggreni, Putri Sion Kembaren, Merlinawati Sinaga, Roseria Gultom, wiltrida Silalahi, Rolly Fransiska Situmorang, Linda C.O.S, Ayu Napitupulu, Almawida Afni, Novasella, yang memberikan semangat dan dukungan kepada Penulis. Thank you for ur bestfriend…love and miss u all…

13. Teman-teman seperjuangan ku di SMA Budi Murni-1 yaitu Agung Halomoan, Theodora Barus, Riris Sitinjak, Diana Meliana, Meryanti Limbong, Maria Siregar, Alvy Siahaan terimakasih buat kehangatan yang selama ini sudah terjalin. Jesus Love Me and You.... Syaloom,

14. semua teman-teman Departemen Hukum Internasional Tahun 2010 Stambuk 2007 yang tergabung dalam Ikatan International Law Student Association (ILSA) Tahun 2010. Hidup ILSA….!!!

15. Seluruh Stambuk ‘07 yang merupakan teman-teman Penulis yaitu Isabella Bangun, Abde, Sasha, Evelin, Andy, Berlin, Daulat, Chandra, Agnes, Finita, Dilla, Sarah Nauli serta banyak lagi yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, thanks all.


(6)

Akhir kata, Penulis ucapkan terimakasih atas semua partisipasi dari berbagai pihak lain, dan Penulis juga minta maaf apabila masih ada pihak yang mendukung Penulis tetapi belum sempat dimuat namanya. Dan untuk itu semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2011

Penulis,


(7)

ABSTRAKSI

Kebudayaan merupakan suatu ciri khas dari suatu bangsa. Kebudayaan merupakan warisan luhur budaya bangsa. Kesadaran akan pentingnya perlindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, warisan budaya suatu bangsa harus dilindungi dan dilestarikan oleh bangsa itu sendiri. Namun dalam perlindungan dan pelestariannya warisan budaya tidak hanya dilakukan oleh bangsa itu sendiri, warisan budaya bangsa juga harus dihormati dan dilindungi oleh bangsa lain. Dalam hal ini, dibutuhkan lembaga internasional yang dapat menaungi dan melindungi warisan budaya yang dimiliki setiap bangsa–bangsa di dunia. Lembaga yang menangani tentang kebudayaan secara internasional antara lain United

Nations Educational Scientific And Cultural Organization (UNESCO), yang

menghasilkan beberapa konvensi untuk melindungi warisan budaya suatu bangsa di seluruh dunia. Selain UNESCO lembaga internasional yang juga melindungi hak cipta terhadap warisan budaya bangsa yaitu World Trade Organization (WTO) yang mencakup

Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dilihat bahwa UNESCO dan lembaga internasional lainnya mempunyai peranan penting dalam melindungi warisan budaya bangsa. Sehingga peneliti tertarik meneliti permasalahan ini dikarenakan peneliti ingin mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa Indonesia ditinjau dari perspektif hukum internasional dan seperti apa penerapan hukumnya di Indonesia, apakah sudah memadai menurut undang-undang No.19 tahun 2002 dalam memberikan perlindungan warisan budaya bangsa.

Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) disertai dengan mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan perundang-undangan, internet dan sumber lainnya. Metode yang digunakan adalah metode penelitin deskriptif. Dimana penelitian diseleksi menjadi data-data yang layak untuk mendukung penelitian.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah UNESCO dan lembaga internasional lainnya mengharuskan supaya warisan budaya yang dimiliki hendaknya langsung didftarkan ke UNESCO guna mendapatkan perlindungan hukum internasional. Seharusnya Indonesia membangun persepsi dan perspektif baru. Dimana kita harus sadar bahwa kita memiliki budaya yang sangat beraneka ragam, dan dengan kekayaan itu kita harus sadar untuk melindungi dan menjaga warisan budaya tersebut bagi generasi Bangsa Indonesia selanjutnya.

Kata kunci : Perlindungan Hukum hak cipta terhadap warisan budaya bangsa ditinjau dari perspektif hukum internasional,


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN………...1

A. Latar Belakang ………...……….…...………1

B. Perumusan masalah ………..…..…...……….5

C. Tinjauan Kepustakaan ………...……….…………6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….11

E. Keaslian Penulisan……….12

F. Metode Penulisan……….………..…13

G.Sistematika Penulisan……….………14

BAB II : TINJAUAN UMUM WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA………. A. Kebudayaan………..………..16

1. Pengertian Kebudayaan………16

2. Pengertian Kebudayaan Nasional………...…….21

3. Pengertian Warisan Budaya……….……25

B. Ruang lingkup warisan budaya bangsa Indonesia……….27

C. Tujuan perlindungan warisan budaya Nasional……….29


(9)

2. Memahami konsep tradisi dalam pelestarian warisan budaya

Indonesia……….……….31

3. Memahami konsep sejarah dalam pelestarian warisan budaya Indonesia………34

BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARISAN BUDAYA BANGSA DI INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL………. A. PBB………...……….36

1. Sejarah lahirnya PBB………...…36

2. Asas dan tujuan PBB………...……….37

3. Perkembangan Hubungan antar RI dan PBB………...………38

4. Peran Indonesia terhadap PBB……….…………40

B. UNESCO………41

1. Sejarah terbentuknya UNESCO……….…………..41

2. Konvensi yang dihasilkan UNESCO untuk melindungi warisan budaya Indonesia……….……….42

3. Peranan UNESCO dalam perlindungan warisan budaya Indonesia…49 C. Perlindungan hukum hak cipta terhadap warisan budaya bangsa Indonesia berdasarkan TRIP’s………..………..51

BAB IV : PENERAPAN HUKUM DI INDONESIA………55

A. Pengaturan mengenai perlindungan hukum warisan budaya bangsa Indonesia berdasarkan undang-undang No.19 tahun 2002 tentang hak cipta………55


(10)

1. Kedudukan warisan budaya bangsa Indonesia berdasarkan pasal 10 undang-undang No.19 tahun 2002……….57 2. Efektivitas undang-undang No.19 tahun 2002 dalam memberikan

perlindungan terhadap warisan budaya bangsa Indonesia…………..62 B. Peraturan pemerintah Indonesia terhadap warisan budaya bangsa

Indonesia………70 C. Perlindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa Indonesia……….

BAB V : PENUTUP……….78

A. Kesimpulan………78

B. Saran...………79


(11)

ABSTRAKSI

Kebudayaan merupakan suatu ciri khas dari suatu bangsa. Kebudayaan merupakan warisan luhur budaya bangsa. Kesadaran akan pentingnya perlindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, warisan budaya suatu bangsa harus dilindungi dan dilestarikan oleh bangsa itu sendiri. Namun dalam perlindungan dan pelestariannya warisan budaya tidak hanya dilakukan oleh bangsa itu sendiri, warisan budaya bangsa juga harus dihormati dan dilindungi oleh bangsa lain. Dalam hal ini, dibutuhkan lembaga internasional yang dapat menaungi dan melindungi warisan budaya yang dimiliki setiap bangsa–bangsa di dunia. Lembaga yang menangani tentang kebudayaan secara internasional antara lain United

Nations Educational Scientific And Cultural Organization (UNESCO), yang

menghasilkan beberapa konvensi untuk melindungi warisan budaya suatu bangsa di seluruh dunia. Selain UNESCO lembaga internasional yang juga melindungi hak cipta terhadap warisan budaya bangsa yaitu World Trade Organization (WTO) yang mencakup

Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dilihat bahwa UNESCO dan lembaga internasional lainnya mempunyai peranan penting dalam melindungi warisan budaya bangsa. Sehingga peneliti tertarik meneliti permasalahan ini dikarenakan peneliti ingin mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa Indonesia ditinjau dari perspektif hukum internasional dan seperti apa penerapan hukumnya di Indonesia, apakah sudah memadai menurut undang-undang No.19 tahun 2002 dalam memberikan perlindungan warisan budaya bangsa.

Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) disertai dengan mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan perundang-undangan, internet dan sumber lainnya. Metode yang digunakan adalah metode penelitin deskriptif. Dimana penelitian diseleksi menjadi data-data yang layak untuk mendukung penelitian.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah UNESCO dan lembaga internasional lainnya mengharuskan supaya warisan budaya yang dimiliki hendaknya langsung didftarkan ke UNESCO guna mendapatkan perlindungan hukum internasional. Seharusnya Indonesia membangun persepsi dan perspektif baru. Dimana kita harus sadar bahwa kita memiliki budaya yang sangat beraneka ragam, dan dengan kekayaan itu kita harus sadar untuk melindungi dan menjaga warisan budaya tersebut bagi generasi Bangsa Indonesia selanjutnya.

Kata kunci : Perlindungan Hukum hak cipta terhadap warisan budaya bangsa ditinjau dari perspektif hukum internasional,


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang terdiri dari berbagai macam suku dan sangat kaya akan keragaman tradisi dan budaya, Indonesia tentunya memiliki kepentingan tersendiri dalam perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual masyarakat asli tradisional. Akan tetapi karena perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual masyarakat asli tradisional masih lemah, potensi yang dimiliki oleh Indonesia tersebut justru lebih banyak dimanfaatkan oleh pihak asing secara tidak sah.

Kesadaran akan pentingnya perlindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa merupakan hal yang sangat penting. Bahkan, banyak di antara pencinta warisan budaya yang berkeyakinan bahwa sumber daya budaya itu tidak saja merupakan warisan, tetapi lebih-lebih adalah pusaka bagi bangsa Indonesia. Artinya, sumber daya budaya itu mempunyai kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk membantu dan melindungi bangsa ini dalam menapaki jalan ke masa depan. Sebagai pusaka, warisan budaya itu harus tetap di jaga agar kekuatannya tidak hilang dan dapat diwariskan kepada generasi penerus tanpa berkurang nilainya.1

Menurut Sunaryati Hartono, isu budaya inilah yang merupakan masalah terbesar abad ke-21 yang dihadapi bersama, baik oleh pemimpin-pemimpin maupun seluruh rakyat Indonesia, yaitu menemukan pola dan nilai-nilai hidup dan

1

Daud A Tanudirjo, Warisan Budaya Untuk Semua : Arah Kebijakan Pengelolaan


(13)

budaya bersama yang akan memungkinkan bangsa Indonesia melompat jauh (great leap) ke masa depan dan mencapai dalam waktu lima atau sepuluh tahun, apa yang dicapai oleh bangsa-bangsa lain dalam 300-400 tahun.2

Pemerintah Indonesia belum melaksanakan tindakan hukum atas pelanggaran yang dilakukan oleh pihak asing terhadap penggunaan/pemanfaatan kebudayaan tradisional Indonesia karena pemerintah Indonesia juga memiliki kekhawatiran takut akan digugat kembali oleh negara lain karena tindakan pembajakan yang selama ini sering dilakukan. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia pun telah terkenal sebagai negara yang sering melakukan peniruan atau pembajakan terhadap karya cipta dari negara lain. bahkan sempat termasuk dalam daftar sebagai negara pelaku pembajakan karya intelektual asing dalam tingkat yang mengkhawatirkan.3

Kebudayaan merupakan suatu identitas dan ciri khas dari suatu bangsa, dimana kebudayaan dapat menunjukkan ciri dari suatu bangsa yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Sehingga sudah sangat jelas bahwa kebudayaan perlu untuk dilindungi baik oleh pemerintah maupun masyarakat bangsa tersebut. Pada masa sekarang ini, kebudayaan sudah sering dilupakan dan diabaikan pelestariannya, baik oleh pemerintah maupun masyarakat yang. Oleh karena kebudayaan– kebudayaa yang ada di Indonesia umumnya telah banyak dilupakan dan tidak ada upaya untuk melindungi kebudayaan tersebut, maka dapat menimbulkan akibat yang buruk bagi negara Indonesia, yaitu adanya pengklaiman terhadap kebudayaan Indonesia yang dilakukan oleh negara lain. Pengklaiman ini tentu saja

2

C.F.G. Sunaryati Hartono, Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Asas Hukum bagi Pembangunan


(14)

menimbulkaan dampak yang sangat merugikan bagi Indonesia, baik dari segi ekonomi, pariwisata, sosial, dan kebudayaan.

Berhubung pelaku pemerintahan Republik Indonesia adalah bangsa sendiri, maka warisan budaya bangsa yang ada merupakan milik bersama seluruh Bangsa Indonesia. Ini berbeda situasinya dengan negara Australia dan Amerika yang warisan budayanya menjadi milik penduduk asli secara eksklusif, sehingga penduduk asli mempunyai hak untuk melarang setiap kegiatan pemanfaatan yang akan berdampak buruk pada warisan budaya mereka.

Sejak beberapa tahun yang lalu sampai saat ini, masyarakat dunia telah memiliki suatu lembaga yang bersifat internasional dan universal untuk mengurus berbagai kepentingan antara negara dengan negara serta hubungan antara negara dengan individu yang termasuk klasifikasi subyek hukum internasional sebagai salah satu pencerminan kerjasama antar negara.

Salah satu badan internasional yang bersifat universal adalah PBB (Perserikatan Bangsa–Bangsa) yang tujuannya ingin menegakkan perdamaian dunia. Dalam mewujudkan tujuan itu PBB mempunyai badan khusus (specializedagencies), yang dibentuk dengan perjanjian antara pemerintah dan mempunyai tanggung jawab internasional yang luas seperti terumus di dalam dokumen dasarnya, dalam bidang ekonomi, sosial, kulturil, pendidikan, kesehatan serta bidang yang bertalian lainnya, yang akan diperhubungkan dengan PBB, dan perjanjian itu harus disetujui oleh Majelis Umum PBB dan lembaga itu sendiri.4

4

Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1994, hal.108.


(15)

Badan khusus PBB yang mengurus pendidikan, ilmu pengetahuan dan bidang kulturil diantaranya adalah UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization), didirikan pada tanggal 4 Nopember 1946, yang dalam perencanaanya atau proyek utama digambarkan usaha-usaha UNESCO, serta mencari input dengan jalan mencari masalah–masalah praktis dinegara–negara anggota (These plans, as known as “Major Project” represent a concentration of UNESCO efforts and resources on practical problems of concerns to member state).5

1. Riset ilmu pengetahuan pada tanah kering;

Perwujudan dari program di atas, sejak tahun 1955 UNESCO melancarkan program yang tercakup di dalam 3 (tiga) bidang, yaitu :

2. Penghargaan yang sama terhadap nilai budaya Timur dan Barat. 3. Melancarkan pendidikan dasar yang ekstensif di Amerika Latin.6

Sebagai langkah untuk menindak lanjutinya yang berhubungan dengan hal tersebut, UNESCO telah mengirimkan tenaga ahli dan bantuan internasional untuk meminta bantuan dalam menangani warisan budaya bangsa dalam hubungannya dengan masalah yang timbul dari pelaksanaan ataupun penerapan konvensi warisan budaya bangsa tersebut. Di sinilah faktor hukum memainkan peran yang penting agar pemanfaatan warisan budaya bangsa ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak asing yang tidak berwenang. Oleh karena itu, hukum juga memandang warisan budaya bangsa dari aspek perlindungannya,

5


(16)

bagaimana memberikan perlindungan hukum yang tepat dan benar, serta dapat dipahami oleh anggota masyarakat itu sendiri.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap warisan Budaya Bangsa Indonesia ditinjau dari perspektif hukum internasional ?

2. Bagaimana penerapan hukum yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam melindungi warisan budaya Bangsa Indonesia ?

3. Apakah Undang-undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sudah memadai dalam memberikan perlindungan terhadap warisan budaya Bangsa Indonesia ?

C. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Dalam melakukan sebuah penulisan maka dibutuhkan suatu tinjauan kepustakaan, yang bertujuan sebagai bahan pemikiran penulis mengenai hal-hal apa saja yang nantinya akan menjadi bahasan terhadap penulisan ilmiah ini, dan merupakan pembimbing atau petunjuk apabila penulis memerlukan teori–teori dari para ahli mengenai objek yang sedang diteliti penulis yang nantinya akan diambil menjadi sebuah kutipan untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam penulisan karya ilmiah.


(17)

Tinjauan kepustakaan dalam penulisan ini menggunakan Library Research, yaitu mempelajari serta mengumpulkan data yang diperoleh dari buku – buku yang menulis tentang perlindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa baik karangan dalam negeri maupun luar negeri dan peraturan–peraturan yang mengaturnya secara internasional seperti PBB, konvensi–konvensi mengenai warisan Budaya Bangsa, maupun yang secara nasional. Teori yang dibahas meliputi teori kebudayaan dan teori organisasi internasional.

Teori kebudayaan secara garis besar membahas tentang terbentuknya budaya. Dimana kebudayaan merupakan hal kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat–istiadat, dan kebiasaan lain yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.7

1. Memandang kebudayaan sebagai kata benda

Berikut ada empat teori dan pendekatan kebudayaan, yaitu:

Kata kebudayaan (culture) berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan : hal–hal yang bersangkutan dengan akal, Ada sarjana yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Demikianlah budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa itu.

2. Memandang kebudayaan sebagai kata kerja

7


(18)

Pendekatan ini dikemukakan oleh Pleh Van Peursen. Pendekatan ini juga penting untuk dipahami, karena akan mampu menjelaskan kepada kita bagaimana proses-proses budaya itu terjadi di tengah kehidupan kita. Produk-produk budaya yang kita pahami lewat pendekatan pertama di atas ternyata juga menyiratkan adanya proses-proses budaya manusia yang oleh Van Peursen disebut ada tiga terminal proses budaya. Kehidupan mistis dimana mitos berkuasa, atau kuasa mitos mengemudikan arah kebudayaan suatu masyarakat, dilanjutkan dengan hadirnya kehidupan ontologis dan yang terakhir adalah kehidupan fungsional yang hari-hari ini lebih mendominasi kehidupan budaya kita.

3. Memandang kebudayaan sebagai kata sifat

Hal ini untuk membedakan mana kehidupan yang berbudaya dan tidak berbudaya, membedakan antara kehidupan manusia yang berbudaya dan makhluk lain seperti hewan dan benda-benda yang tidak memiliki potensi budaya. Dalam memandang kebudayaan sebagai kata sifat maka unsur nilai-nilai menjadi sangat penting. Kebudayaan dikonstruksi sebagai konfigurasi nilai-nilai atau sebagai kompeksitas nilai-nilai yang kemudian beroperasi pada berbagai level kehidupan. Konfigurasi nilai yang dimiliki berbagai komunitas budaya yang berbeda kemudian melahirkan konstruksi budaya yang berbeda-beda pada komunitas budaya itu.

4. Memandang kebudayaan sebagai kata keadaan

Kondisi-kondisi budaya tertentu menentukan wajah kebudayaan. Selanjutnya adalah teori mengenai organisasi internasional. Dalam hukum internasional positif, tidak ada satu pasal pun yang memberikan batasan tentang


(19)

apa yang dimaksud dengan organisasi internasional, namun demikian para ahli berusaha mengemukakan pendapat mereka mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan organisasi internasional.

Menurut D.W.Bowett : “…and no generally accepted definition of the public international union has ever benn reached. In general, however, they are permanent association (i.e., postal or railway administration), based upon a treaty of a multilateral than a bilateral type and with some define criterion of purpose”.8

Starke dalam bukunya An Introduction to International Law, yang membahas secara terpisah“International Institutions”. Ia juga tidak memberikan batasan yang khusus mengenai pengertian organisasi internasional. Ia hanya membandingkan fungsi, hak, dan kewajiban serta wewenang berbagai organ lembaga internasional dengan negara modern. Hal demikian diutarakannya dengan mengatakan bahwa :

(…dan tidak ada definisi organisasi internasional yang diterima secara umum. Pada umumnya, bagaimanapun juga organisasi ini adalah organisasi permanen (misalnya di bidang pos atau administrasi kereta api) yang didirikan atas dasar perjanjian internasional, yang kebanyakan merupakan perjanjian multilateral dari pada perjanjian bilateral dan dengan tujuan tertentu).

9

“In the first place, just as functions of the modern state and the rights, duties, and powers of its instrumentalities are governed by a branch of municipal law called State Constitutional Law, so international institutions are similarly

8

D.W.Bowett. The Law of International Institutions, (London : Butter Worth, 1970) hal.5-6.


(20)

conditioned by a body of rules may will be described as international constitutional law”.

(Pertama – tama, seperti fungsi suatu Negara modern dengan hak, kewajiban dan kekuasaan yang dimiliki berbagai alat perlengkapannya, itu semuanya diatur oleh hukum nasional, yang dinamakan Hukum Tata Negara (State Constitutional Law) sehingga demikian organisasi internasional yang ada, sama halnya dengan alat perlengkapan negara modern yang diatur oleh semacam Hukum Tata Negara).10

Menurut Boer Mauna memberikan pengertian organisasi internasional sebagai berikut: Suatu perhimpunan negara –negara yang merdeka dan berdaulat yang bertujuan untuk mencapai kepentingan bersama melalui organ- organ dari perhimpunan itu sendiri.11

a. Permanent organization to carry on a continuing set of functions

Menurut Leroy Bannet, organisasi internasional mempunyai ciri – ciri sebagai berikut:

b. Voluntary membership if eligble parties.

c. Basic instrument, stating goals, structure and methods of operatio d. A broadly representative consultative conference organ.

e. Permanent secretariat to carry on continuous.

1

D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

10

Ibid 11

Boer Mauna, Pokok-pokok Hukum Organisasi Internasional, (Bandung:Rineka Cipta,1985),hal.5.


(21)

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sebenarnya Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Warisan Budaya Indonesia di Tinjau Dari Perspektif Hukum Internasional. Khususnya untuk pemahaman penulis pribadi dan umumnya warga negara Indonesia yang harus dilestarikan dan tetap dipertahankan agar tidak diklaim oleh negara asing.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Praktis

1) Penelitian ini diharapkan dapat membawa hasil yang dijadikan bahan masukan bagi para pihak berkaitan dengan perlindungan warisan budaya bangsa Indonesia sebagai langkah antisipasi yang berkaitan dengan kemungkinan adanya pengklaiman warisan budaya bangsa Indonesia yang terjadi belakangan ini;

2) Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang akan dibahas yaitu mengenai Perlindungan hukum hak cipta terhadap warisan budaya bangsa ditinjau dari perspektif hukum internasional.

b. Manfaat Teoritis

1) Ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Hukum, terutama pada bidang Hak Kekayaan Intelektual atau lebih spesifik lagi pada bidang Hak Cipta, sehingga


(22)

dapat memberikan kontribusi akademis mengenai gambaran perlindungan hukum hak cipta terhadap warisan budaya bangsa Indonesia ditinjau dari perspektif hukum internasional;

2) Pembentuk Undang-Undang, memberikan masukan tentang pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta terhadap warisan budaya bangsa Indonesia dalam mengantisipasi terjadinya pengklaiman oleh pihak asing.

E. KEASLIAN PENELITIAN

Pembuatan karya ilmiah haruslah merupakan suatu hal yang berasal dari alam pemikiran yang berdasarkan pengetahuan yang dimilik penulis, tidak merupakan suatu hal yang telah ditulis terlebih dahulu oleh orang lain atau yang biasa disebut plagiat. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, keaslian penelitian ini dapat dibuktikan karena sebelum penulisan ini berlangsung penulis telah melakukan pengecekan terhadap judul ini terlebih dahulu ke Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara apakah mengenai judul ini telah dibahas sebelumnya atau tidak, dari hasil penelusuran tersebut diatas, maka dengan demikian penelitian ini adalah asli serta dapat dipertanggungjawabkan keasliannya

F. METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu proses yang menjelaskan tentang cara pelaksanaan kegiatan penelitian mencakup cara pengumpulan data, alat yang


(23)

digunakan, dan cara analisis data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh melalui Penelitian kepustakaan, terutama mengkaji bahan-bahan hukum primer yang berkaitan dengan materi penelitian, dengan kata lain pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data sekunder yaitu pengumpulan data untuk mencari teori-teori, pendapat-pendapat ataupun temuan-temuan yang berhubungan dengan pokok permasalahan, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, karya ilmiah dan sumber-sumber lain serta Bahan hukum tersier yang merupakan bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk, dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun sekunder seperti kamus bahasa, kamus ilmiah, surat kabar, media informasi dan komunikasi lainnya.

Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah metode penelitian deskriptif. Dimana penelitian memaparkan dan membahas data – data yang diperoleh mengenai perlindungan hukum hak cipta terhadap warisan budaya bangsa Indonesia ditinjau dari perspektif hukum internasional, dan penerapan hukum yang berlaku di Indonesia.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika dari suatu tulisan merupakan suatu uraian mengenai susunan penulisan sendiri yang dibuat secara teratur dan rinci. Sistematika penulisan yang dimaksud adalah untuk mempermudah dan memberikan gambaran secara menyeluruh dengan jelas dari isi penulisan tersebut. Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut :


(24)

Bab ini merupakan pengantar yang di dalamnya terurai mengenai Latar Belakang Penulisan Skripsi, Perumusan Masalah, yang dilanjutkan dengan Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, dan diakhiri dengan Sistematika Penulisan Skripsi.

BAB II : TINJAUAN UMUM WARISAN BUDAYA BANGSA

Bab ini membahas mengenai Tinjauan umum terhadap warisan budaya bangsa Indonesia yang meliputi pengertian kebudayaan, ruang lingkup dan tujuan perlindungan warisan budaya bangsa Indonesia.

BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

Pada bab ini dibahas juga mengenai perlindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa Indonesia ditinjau dari perspektif hukum internasional secara umum menguraikan pembahasan mengenai PBB, peranan UNESCO, dan peranan Trip’s dalam perlindungan hak cipta terhadap warisan budaya bangsa Indonesia.

BAB IV : PENERAPAN HUKUM DI INDONESIA

Dalam bab selanjutnya diuraikan mengenai penerapan hukum yang berlaku di Indonesia antara lain meliputi perlindungan hukum hak


(25)

cipta terhadap warisan budaya bangsa Indonesia berdasarkan Undang-Undang No.19 tahun 2002 tentang hak cipta

BAB V : PENUTUP,

Dalam bab ini berisikan kesimpulan mengenai perlindungan hukum hak cipta terhadap warisan budaya bangsa Indonesia khususnya mengenai upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia agar dapat berjalan secara optimal. Pada bagian ini juga dikemukakan beberapa saran-saran baik yang bersifat teori dan praktis.


(26)

BAB II

TINJAUAN UMUM WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA

A.KEBUDAYAAN

1. Pengertian Kebudayaan

Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurut Soerjanto Poespowardojo 1993).12 Selain itu Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.13

Adapun Kebudayaan adalah seperangkat atau keseluruhan simbol yang digunakan atau dimiliki manusia dalam hidupnya untuk bisa melakukan reproduksi dan menghadapi lingkungannya, yang diperoleh lewat proses belajar dalam kehidupannya sebagai anggota suatu masyarakat atau komunitas simbol atau lambang ialah segala sesuatu yang dimaknai dimana makna dari suatu simbol itu mengacu pada sesuatu konsep yang lain. Wujud simbol bisa berupa tulisan, suara, bunyi, gerak, gambar, dan sebagainya. Hukum (dan berbagai institusi sosial lain) ternyata mempunyai nilai lambang (simbolik) dan juga bekerja dalam

12

Soerjanto Poespowardojo, Strategi Kebudayaan Suatu Pendekatan Filosofis, Gramedia Pustaka Utama (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,1993), hal.63.

13


(27)

dataran lambang yang demikian itu. Hukum sudah menjadi lambang yang menjanjikan suatu tingkat kepastian dan prediktabilitas.14

Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditegaskan bahwa hukum merupakan bagian dari kebudayaan atau budaya. Apalagi bila mengacu pada definisi kebudayaan menurut Mochtar Kusumaatmadja15 yang mengartikan kebudayaan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan akal budi manusia. Demikian pula Koentjaraningrat yang menyatakan bahwa usaha lebih serius untuk mengembangkan Hukum Nasional adalah bagian dari Kebudayaan Nasional.16

Definisi lain dikemukakan oleh R.Linton dalam buku : “The Cultural background of personality”, bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku, yang unsur – unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu. Di samping definisi – Adapun ahli antropologi yang merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B.Taylor, yang menulis dalam bukunya : “Primitve Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat – istiadat, dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

14

Mahyudin Al Mudra, Warisan Budaya dan Makna Pelestariannya, (Jakarta : Bumi Aksara,2008), hal.35

15

Mochtar Kusumaatmadja, Tradisi dan Pembaharuan di Negara Yang Sedang Berkembang, Kuliah Perdana Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, 21 Oktober 1996, hal.3.

16


(28)

definisi tersebut di atas, masih banyak definisi yang dikemukakan oleh para sarjana – sarjana Indonesia, seperti :17

1) M. Jacobs dan B.J. Stern

Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan sosial.

2) Dr. K. Kupper

Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.

3) Robert H Lowie

Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.

4) William H. Haviland

Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para

17

Linton, R. The Cultural Background of Personality. (New York:Syracruse University Press,1945), hal.30.


(29)

anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.

5) Koentjaraningrat

Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi mengatakan bahwa menurut ilmu antropologi kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.18

a) Bahasa;

Koentjaraningrat (1983) membagi kebudayaan atas 7 unsur:

b) Sistem pengetahuan;

c) Organisasi social;

d) Sistem peralatan hidup dan teknologi;

e) Sistem mata pencaharian hidup,

f) Sistem religi, dan

g) Kesenian.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan


(30)

perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :19

1) Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia, meliputi :

a) Kebudayaan material adalah kebudayaan yang mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata dan konkret. Contoh kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci;

b) Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

2) Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generative (biologis) melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar;

19


(31)

3) Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat kemungkinannya sangat kecil untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia (secara individual maupun kelompok) dapat mempertahankan kehidupannya.20

2. Pengertian Kebudayaan Nasional

Kebudayaan Nasional adalah gabungan dari kebudayaan daerah yang ada di Negara tersebut. Kebudayaan Nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari semua budaya yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia. Tanpa budaya-budaya itu tak ada Kebudaya-budayaan Nasional. Itu tidak berarti Kebudaya-budayaan Nasional sekadar penjumlahan semua budaya lokal di seluruh Nusantara. Kebudayan Nasional merupakan realitas, karena kesatuan nasional merupakan realitas. Kebudayaan Nasional akan mantap apabila di satu pihak budaya-budaya Nusantara asli tetap mantap, dan di lain pihak kehidupan nasional dapat dihayati sebagai bermakna oleh seluruh warga masyarakat Indonesia.21

1) Kelompok pertama yang mengatakan kebudayaan Nasional Indonesia belum jelas, yang ada baru unsur pendukungnya yaitu kebudayaan etnik dan kebudayaan asing. Kebudayaan Indonesia itu sendiri sedang dalam proses pencarian;

Bila dicermati pandangan masyarakat Indonesia tentang kebudayaan Indonesia, ada dua kelompok pandangan, yaitu :

20

Amir Purba, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Medan: Pustaka Press, 2006), hal.107. 21 http: // redu4nebarkaoi.com/ author/ redu4nebarkaoi/ Nunus Supriadi, ”Kebudayaan


(32)

2) Kelompok kedua yang mengatakan mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia sudah ada. pendukung kelompok ketiga ini antara lain adalah Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono mencontohkan, Pancasila, bahasa Indonesia, undang-undang dasar 1945, moderenisasi dan pembangunan.

Adanya pandangan yang mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia belum ada atau sedang dalam proses mencari, boleh jadi akibat:22

1) Tidak jelasnya konsep kebudayaan yang dianut dan pahami;

2) Akibat pemahaman mereka tentang kebudayaan hanya misalnya sebatas seni, apakah itu seni sastra, tari, drama, musik, patung, lukis dan sebagainya. Mereka tidak memahami bahwa iptek, juga adalah produk manusia, dan ini termasuk ke dalam kebudayaan.

Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni: Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwuju dan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.

Disebutkan juga pada pasal selanjutnya bahwa kebudayaan nasional juga mencermikan nilai – nilai luhur bangsa. Tampaklah bahwa batasan kebudayaan

22


(33)

nasional yang dirumuskan oleh pemerintah berorientasi pada pembangunan nasional yang dilandasi oleh semangat Pancasila. Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak – puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional.

Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak – puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang biasa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.23

Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan – kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak – puncak di daerah – daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan bangsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan mengalami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan


(34)

bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.

3. Pengertian Warisan Budaya

Pengertian “warisan budaya” tentulah perlu ditegaskan dulu. Apa yang diwariskan mestinya berasal dari masa sebelum kini. Mengenai sejauh mana “masa sebelum kini” itu, dapatlah bervariasi: dari yang berasal dari ‘kemarin (sore)’, melalui yang “zaman sebelum yang sekarang”, sampai ke berasal dari masa lalu yang jauh silam.24 Warisan Budaya diartikan oleh Davidson25

Pengertian mengenai warisan budaya juga dapat ditemukan pada Konvensi UNESCO tahun 1972 tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Warisan Alam Dunia. Konvensi yang dilakukan pada tanggal 16 November 1972 saat General sebagai “ Produk atau hasil budaya fisik dari tradisi – tradisi yang berbeda dan prestasi – prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jati diri suatu kelompok atau bangsa”. Jadi warisan budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible), dan nilai budaya (intangible), dari masa lalu.

Warisan budaya adalah salah satu bagian dari Pusaka suatu bangsa, yaitu Pusaka Budaya. Pusaka Budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa yang istimewa dari lebih 500 suku bangsa di Tanah Air Indonesia, secara sendiri – sendiri, sebagai kesatuan Bangsa Indonesia, dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjanag sejarah keberadaannya. Pusaka budaya mencakup pusaka berwujud (tangible), dan pusaka tidak berwujud (intangible).

24

http://warisanindonesia.com/2011/05/warisan-budaya,terkahir kali diakses pada tanggal 20 Juni 2011.

25


(35)

Conference UNESCO itu mendefinisikan warisan budaya yaitu sebagai berikut, “Warisan dari masa lampau, yang kita nikmati saat ini dan akan kita teruskan kepada generasi yang akan datang”.

Menurut Agus Sardjono untuk melindungi kekayaan warisan budaya sebagai kekayaan intelektual bangsa terlebih dahulu perlu diberikan pembatasan mengenai konsep warisan budaya itu sendiri. Warisan budaya dapat dilihat sebagai bentuk pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan ekspresi kebudayaan tradisional (traditional cultural expression) dari masyarakat local Indonesia baik dalam bentuk teknologi yang berbasis tradisi maupun ekspresi kebudayaan seperti seni musik, seni tari, seni lukis, arsitektur, tenun, batik, cerita maupun legenda.

Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan adalah bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat yang bersangkutan. Beberapa peristiwa penting dalam kehidupan manusia di dalam kelompok masyarakat tertentu seringkali ditandai dengan ekspresi seni baik yang mengandung dimensi sakral maupun yang profan. Misalnya penggunaan hiasan janur kuning sebagai pertanda adanya pesta perkawinan musik gondang Batak dalam kaitannya dengan upacara adat tertentu, tari-tarian yang dimainkan dalam suatu event tertentu di Kraton Yogyakarta maupun Surakarta dan penggunaan kain batik dengan motif tertentu untuk melaksanakan upacara adat. Dengan demikian, eksistensi pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan itu oleh masyarakat dipahami sebagai bagian integral dari kehidupan sosial dan spiritual mereka.


(36)

Masyarakat Jawa maupun masyarakat Batak sebagai salah satu contoh, tidak memandang warisan budaya secara possessive (bersifat memiliki) bahkan sebaliknya keduanya justru sangat terbuka. Mereka tidak keberatan jika ada orang luar yang bukan anggota kelompok, ingin belajar tentang pengetahuan tradisional tertentu maupun seni tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Falsafah hidup dalam kebersamaan (togetherness) membuat tradisi “berbagi” (sharing) menjadi sesuatu yang hidup dan menjadi kebiasaan. Kebudayaan berbagi (ethic of sharing) menjadi salah satu ciri dari kehidupan sosial yang sangat menghargai keserasian dan keharmonisan kehidupan bersama.

B.RUANG LINGKUP WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA

Untuk mengetahui bahwa ilmu budaya termasuk kelompok pengetahuan budaya lebih dahulu perlu diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan. Prof.Dr.Harsya Bactiar mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu : 26

1. Ilmu–ilmu Alamiah (natural scince).

Ilmu–ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hokum yang berlaku mengenai keteraturan– keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil analisis ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi. Hasil penelitian 100% benar dan 100% salah.

2. Ilmu–ilmu sosial (social scinc ) .

26

http://prittadesica.blogspot.com/2011/02/ibd-bab-1-isd-sebagai-salah-satu-mkdu.html, terakhir kali diakses pada tanggal 24 Juni 2011.


(37)

Ilmu–ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan–keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu–ilmu alamiah. Tapi hasil penelitiannya tidak 100% benar, hanya mendekati kebenaran. Sebabnya ialah keteraturan dalam hubungan antara manusia ini tidak dapat berubah dari saat kesaat.

3. Pengetahuan budaya (the humanities).

Bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan–kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan kenyataan–kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti. Adapun beberapa contoh warisan budaya yang dimiliki Bangsa Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Tari–tarian, misalnya Tari Pendet, Tari Remo, Tari Lilin, Tari Jaipong, Tari Kecak, dll;

b. Candi, misalnya Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Mendut, dll; c. Lagu Daerah, misalnya Sayonara, Soleram, Ampar – ampar pisang, Apuse,

dll.

d. Masakan, misalnya Tumpeng, Rendang, Gudeg, Lodho, Soto, Sate, Ruja, dll;

e. Pakaian adat, misalnya Baju Bodho, Kebaya, Jarit, Kain Songket, Batik, dll;

f. Upacara adat, misalnya Ngaben, Kasodo, Sekaten, Larung Sajen, Nyadran, dll;


(38)

g. Alat musik daerah, misalnya Angklung, Seruling, Tifa, Rebana, Kulintang, Gamelan, dll;

h. Rumah adat, misalnya Joglo, Gadang, Limas, dll.

C. Tujuan Perlindungan Warisan Budaya Bangsa Indonesia

Adapun yang dimaksud dengan perlindungan dalam hal ini menurut Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Bangsa adalah

Pasal 2 ayat (3) :

"Perlindungan" adalah tindakan–tindakan yang bertujuan memastikan kelestarian warisan budaya bangsa, termasuk identifikasi, dokumentasi, penelitian, preservasi, perlindungan, pemajuan, peningkatan, penyebaran, khususnya melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal, serta revitalisasi berbagai aspek warisan budaya tersebut.

1. Prinsip Konsep Pelestarian Warisan Budaya Bangsa Indonesia

Kata pelestarian sudah dikenal umum baik dikalangan akademis, birokrat, dan masyarakat luas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menurunkan tiga arti untuk kata “lestari”:27

a. seperti keadaan semula; b. tidak berubah;

c. kekal.

27

http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, terakhir kali diakses pada tanggal 24 Juni 2011.


(39)

Ketiga arti kata ini mungkin masih tepat digunakan dalam pemahaman terhadap produksi budaya bersifat fisik (tangible) seperti Benda Cagar Budaya. Akan tetapi produk budaya yang bersifat tan benda (intangible) seperti dalam bentuk seni dan tradisi (yang lebih menekankan dalam bentuk ide, konsep, norma) ketiga arti tersebut sangat berlawanan dengan sifat seni dan tradisi yang hidup. Bila arti kata lestari itu kita terapkan kepada pelestarian seni maupun tradisi, maka kebudayaan suatu masyarakat akan tidak bergerak, tidak hidup sejajar dengan perkembangan budayanya. Sebab kesenian, maupun tradisi apapun tidak ada yang tidak mengalami perubahan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia juga menurunkan tiga kata “melestarikan” yaitu :28

a. menjadikan (membiarkan) tetap tidak berubah; b. membiarkan tetap seperti keadaan semula; c. mempertahankan kelangsungan (hidupnya).

Arti yang pertama dan kedua tidak mengembangkan kreativitas seni, maupun tradisi. Sedangkan arti yang ketiga masih dapat ditafsirkan bagaimana kreativitas seni maupun tradisi berkiprah untuk melangsungkan hidup suatu jenis kesenian maupun tradisi lainnya.

Bagi masyarakat yang mengartikan pelestarian sebagai usaha dalam membuat sesuatu tidak berubah, seperti keadaan semula, mungkin produk budaya harus seperti keadaan semula. Peninggalan budaya nenek moyang yang berupa fisik (Benda Cagar Budaya) sajalah yang cocok diperlakukan seperti itu. Misalnya


(40)

candi, pura, puri, rumah adat, keris, peralatan dari perunggu, atau mas dan perak dan lain sebagainya. Tetapi tidak untuk tari, sastra, musik, tatacara, upacara dan lain sebagainya. Golongan yang kedua ini ada yang memang harus memeng dijaga kelestariannya sedapat mungkin, tetap digunakan sebagai bahan baku karya seni baru. Artinya pelestarian yang dimaksudkan dalam hal ini adalah membuat sesuatu berkelanjutan.

1) Memahami Konsep Tradisional dalam Pelestarian Warisan Budaya

Bangsa Indonesia

Dalam percakapan sehari–hari “tradisi” sering dikatikan dengan pengertian kuno, ataupun dengan sesuatu yang bersifat sebagai warisan nenek moyang. Edward Shils29 dalam bukunya yang berjudul Tradision telah membahas pengertian “tradisi” itu secara panjang lebar. Pada intinya ia menunjukkan bahwa hidupnya suatu masyarakat senantiasa didukung oleh tradisi, namun tradisi itu bukanlah sesuatu yang statis. Kalau kita berbicara tradisi hal – hal yang harus diperhatikan : 30

a. Waktu atau masa.

Arti yang paling dasar dati kata tradisi, yang berasal dari kata terditium adalah sesuatu yang diberikan atau diteruskan dari masa lalu ke masa kini. Dari arti dasar ini dapat dipermasalahkan selanjutnya, seberapa panjangkah waktu/masa yang menjadi satuan untuk melihat penerusan tradisi tersebut. Ternyata panjangnya waktu atau masa ini relatif. Satuan masa itu bisa sangat

29

Edward Shils, Tradition, (New York : Peryphery, 1995), hal.90.

30


(41)

panjang seperti misalnya suatu zaman yang ditandai oleh sistem kepercayaan atau system sosial yang berbeda. Contoh dari satuan yang sangat panjang ini terdapat pada ungkapan seperti: “Penghormatan kepada raja pada jaman Islam di daerah itu untuk sebagian masyarakat masih meneruskan tradisi zaman Hindu–Budha”. Satuan masa itu dapat pula lebih pendek, misalnya meliputi masa pemerintahan seorang raja, seperti yang dapat dicontohkan oleh ungkapan : “Sultan HB IX mengembangkan tradisi tari Yahya dengan menciptakan Beksan Golek Menak sebagai varian tekhnik baru atas dasar tehnik tari Yogya yang telah mantap”

Disamping satuan–satuan masa yang kurang lebih berkaitan dengan kesatuan–kesatuan politis kenegaraaan itu, istilah tradisi juga dapat digunakan untuk satuan yang lebih kecil, seperti angkatan murid dalam suatu sekolah.

b. Batas wilayah cakupan.

Tradisi itu, disamping dapat dibahas dari sudut panjangnya rentang waktu yang diliputinya, juga dapat dilihat dari segi batas–batas wilayah cakupnya. Suatu tradisi dapat dilihat sebagaian mempunyai pusat tertentu, dan dari pusat itulah ia memancarkan, selama proses pemancaran itu dapat terjadi penganekaragaman variasi. Semakin kepinggir semakin banyak perbedaan dengan apa yang terdapat di pusat tradisi.

Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa jarak antara hal ini perlu diperhatikan bahwa jarak antara pusat dan pinggir itu tidak selalu ditentukan oleh geografis, melainkan juga oleh tingkat sarana komonikasi antara keduanya, baik dalam hal kecepatannya maupun ketepatannya. Dikawasan pinggiran terdapat kemungkinan untuk membaurnya ciri–ciri berbatasan pinggiran. Pembauran antar


(42)

tradisi di kawasan pinggir (dari dua tradisi berdampingan) itu cenderung bersifat evolusionistik dan tanpa dorongan pembaruan secara sadar. Tumbuhnnya tradisi khas perbatasan ini tampak misalnya pada apa yang terdapat di Bali dan Sasak seperti tradisi lisan Cakepung dan sebagainya.

c. Pertemuan tradisi dan pusat tradisi.

Berbeda dengan itu adalah pertemuan dua tradisi yang terjadi di pusat. Masuknya suatu pertemuan dua tradisi biasanya terlihat dengan jelas sebagai perhadapan dua tradisi yang berbeda. Apa yang berasal dari luar diterima sebagai suatu warisan baru yang tiba–tiba datang. Masuknya tradisi baru itu mempunyai tiga kemungkinan akibat :

1) yang baru itu menjadi satu khasanah tambahan disamping yang lama; 2) yang baru itu memberi pengaruh ringan kepada tradisi setempat yang telah

mengakar, tanpa mengubah citra dasar tradisi setempat itu ;

3) tradisi baru berpengaruh cukup kuat terhadap tradisi lama dalam bidang yang sama, sehingga menjadi suatu bentuk baru.

Contoh kuat yang dirasakan pada masyarakat Bali yaitu sistem pembakaran mayat dari menggunakan kayu api ke teknologi kompor.

d. Perubahan

Suatu hal yang perlu disadari dalam melihat masalah tradisi ini adalah kenyataan bahwa sesungguhnya dalam rangka perjalanan suatu tradisi senantiasa terjadi perubahan internal. Kalau perubahan itu masih dirasakan berada dalam batas–batas toleransi, maka orang merasa atau beranggapan bahwa tradisi yang ini seharusnya membuka mata untuk mengakui bahwa memelihara tradisi, atau


(43)

ketakanlah memelihara warisan budaya bangsa pada khususnya, tidak harus berarti membekukannya.

3) Sejarah Pelestarian Warisan Budaya Bangsa Indonesia

Dalam memahami sejarah bangsa tercakup dua pengertian di dalamnya yaitu masa lampau dan rekontruksi tentang masa lampau. Masa lamapau hanya terdapat dalam ingatan orang–orang (ingatan kolektif) yang pernah mengalaminya. Kenyataan ini baru bisa diketahui oleh orang lain apabila diungkapkan kembali dengan adanya komonikasi dan dokumentasi yang menjadi kisah atau gambaran tentang peristiwa masa lampau. Proses ini disebut rekontruksi sejarah atau dalam ilmu sejarah disebut dengan Historiografi.

Dalam pengelolaan pelestarian sejarah, bukan sejarahnya maupun peristiwanya yang harus dilestarikan. Melainkan nilai–nilai sejarah yang terdapat dalam peristiwa tersebut. Peristiwa sejarah cukup sekali terjadi, akan tetapi nilai– nilai dari peristiwa tersebut akan hidup sepanjang jaman. Hal ini sangat dipengaruhi oleh umat manusia sebagai cermin hidup.

Di dalam pengelolaan pelestarian yang sifatnya tak berwujud yang diharapkan adalah menghasilkan :

a) Kualitas produk budaya (bukan jumlah produk budaya); b) Konsep–konsep , nilai–nilai, norma–norma;

c) Pencitraan suatu pemikiran dari suatu masyarakat pendukung kebudayaan yang bersangkutan;


(44)

d) Untuk menghasilkan pengelolaan pelestarian yang optimal tentu didasari oleh kajian.


(45)

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARISAN BUDAYA BANGSA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

A. PBB

1. Sejarah Lahirnya PBB

PBB didirikan di San Fransisco pada 24 Oktober 1945 setelah Konferensi Dumbarton Oaks di Washington, DC, namun Sidang Umum pertama yang dihadiri wakil dari 51 negara baru berlangsung pada 10 Januari 1946 di Church House, London. PBB adalah organisasi universal dimana semua Negara dapat menjadi menjadi anggota.31 Mahkamah International pernah menyatakan dalam Reparations for Injuries Case, bahwa Mahkamah mengakui pembentukan PBB oleh anggota-anggota dalam masyarakat internasional menghasilkan suatu entitas yang memiliki objective personality. Keanggotaan dari PBB , bersama dengan berbagai fungsi-fungsi yang luasnya, telah membuat posisi PBB di atas organisasi-organisasi international lainnya.32 Sejak didirikan hingga tahun 2007, sudah tercatat ada 192 negara yang menjadi anggota PBB. Markas pertama PBB berada di San Francisco, namun sejak tahun 1946 sampai sekarang kantor pusatnya terletak di New York ( Amerika Serikat ).33

2. Asas dan Tujuan PBB

Asas Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai berikut :

1. Persamaan derajat dan kedaulatan semua negara anggota.

31

Dr. Boer Mauna, Hukum Internasional 1, Edisi Ke-10, (Jakarta : Sinar Grafika,2004), hal. 462-463

32

Richard K. Gardiner, International Law, (England: Pearson Education Limited, 2003),hal.224

33


(46)

2. Persamaan hak dan kewajiban semua negara anggota. 3. Penyelesaian sengketa dengan cara damai.

4. Setiap anggota akan memberikan bantuan kepada PBB sesuai ketentuan Piagam PBB.

5. PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara anggota.

Tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai berikut:34 1. Memelihara perdamaian dan keamanan dunia.

2. Mengembangkan hubungan persahabatan antarbangsa berdasarkan asas-asas persamaan derajat, hak menentukan nasib sendiri, dan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain.

3. Mengembangkan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi, sosial, budaya, dan kemanusiaan.

4. Menyelesaikan perselisihan dengan cara damai dan mencegah timbulnya peperangan.

5. Memajukan dan menghargai hak asasi manusia serta kebebasan atau kemerdekaan fundamental tanpa membedakan warna, kulit, jenis kelamin, bahasa, dan agama.

6. Menjadikan pusat kegiatan bangsa-bangsa dalam mencapai kerja sama yang harmonis untuk mencapai tujuan PBB.

Disamping itu PBB sebagai organisasi internasional wajib melaksanakan kehendak negara-negara anggota yang dituangkan dalam suatu perjanjian

34


(47)

internasional. Oleh karena itu PBB melalui bermacam-macam ikatan,sangat dekat dengan negara yang mendirikannya dan dalam banya hal sangat tergantung pada negara-negara tersebut.35

3. Hubungan Antara RI dengan PBB

Untuk pertamakalinya hubungan RI dengan PBB adalah ketika PBB ikut campur dalam persoalan Indonesia – Belanda pada waktu Agresi Militer Belanda Pertama pada tanggal 21 Juli 1947. Terbentuknya Komisi Jasa – Jasa Baik atau yang kemudian dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN) mempunyai tugas yang dibebankan Dewan Keamanan PBB yaitu membantu menyelesaikan sengketa antara RI dan Belanda secara damai.36 Atas prakarsa KTN maka tercapailah perundingan Renville. Ketika Belanda melakukan Agresi Militernya II pada tanggal 19 Desember 1948, Dewan Keamanan PBB mengubah KTN menjadi Komisi Perserikatan Bangsa – Bangsa untuk Indonesia (UNCI = United Nations Comission for Indonesia) yang bertugas melancarkan perundingan antara RI dan Belanda. Atas prakarsa UNCI ini maka tercapailah Perundingan Roem – Royen, di mana perundingan ini merupakan satu jenjang menuju Konferensi Meja Bundar (KMB). Walaupun melalui KMB Indonesia diakui kedaulatannya secara resmi tanggal 27 Desember 1949, akan tetapi permasalahan antara RI dan Belanda tuntas karena masalah Irian Barat (sekarang Papua) masih diduduki Belanda.37

35

Ibid, hal.463

36

Widhisejarahblog.blogspot.com/2010/09/perjuangan-bangsa-indonesia-merebut, terakhir kali diakses pada tanggal 25 Juni 2011


(48)

Oleh karena itu RI selain berjuang dengan cara damai dan diplomasi baik pendekatan langsung dengan Belanda, juga melalui forum internasional. Sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada PBB maka pada tanggal 27 September 1950 Indonesia masuk menjadi anggota PBB sebagai anggota yang ke-60. Ketika Belanda masih tetap menduduki Irian Barat sehingga habis kesabaran bangsa Indonesia, oleh Presiden Soekarno dikumandangkan Trikora (Tri Komando Rakyat) pada tanggal 19 Desember 1961. dengan operasi militer maupun tekanan Belanda melalui diplomasi maka Belanda terpaksa melepaskan Irian Barat. Melalui Pemerintahan Sementara PBB (UNTEA = United Nations Temporary Executive Authority) maka Irian Barat kembali ke pangkuan NKRI pada tanggal 1 Mei 1963. Dengan demikian PBB berperan penting dan berjasa dalam menjaga keutuhan wilayah RI .

4. Peran Indonesia Terhadap PBB

Republik Indonesia tidak hanya menerima bantuan dari PBB akan tetapi juga berperan aktif baik secara tidak langsung maupun secara langsung terhadap PBB, yakni sebagai berikut :38

1. Secara tidak langsung, Indonesia ikut menciptakan perdamaian dunia melalui kerja sama dalam konferensi Asia Afrika, ASEAN maupun gerakan Non Blok. Republik Indonesia tidak hanya menerima bantuan dari PBB akan tetapi juga berperan aktif baik secara tidak langsung maupun secara langsung terhadap PBB, yakni sebagai berikut.

38


(49)

2. Secara langsung yakni Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda sebagai sumbangan terhadap PBB untuk menciptakan perdamaian dunia.

3. Pada tahun 1985 Indonesia membantu PBB yakni memberikan bantuan pangan ke Ethiopia pada waktu dilanda bahaya kelaparan. Bantuan tersebut disampaikan pada peringatan Hari Ulang Tahun FAO ke- 40.

4. Indonesia pernah dipilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada tahun 1973-1974.

B.UNESCO

1. Sejarah Terbentuknya UNESCO

UNESCO dibentuk pada tanggal 4 November 1946 oleh 43 negara dunia. Lembaga ini bergerak di bidang ilmu, budaya, dan pendidikan. Tujuan pendirian organisasi ini adalah untuk membangun hubungan ilmu dan kebudayaan di antara berbagai negara serta menyebarkan buku-buku dalam berbagai bahasa. Dengan cara ini, diharapkan ikatan kebudayaan dunia semakin meningkat. Di antara poin penting yang tercantum dalam piagam pendirian UNESCO adalah penghormatan terhadap keadilan, pemerintahan hukum, perlindungan HAM, dan kebebasan asasi. Badan utama dalam UNESCO adalah Sekjen, Badan Pelaksana, dan Sidang Umum. Markas UNESCO terletak di Paris.

Landasan tujuan didirikannya UNESCO adalah untuk memberikan kontribusi terhadap perdamaian dan keamanan dengan mempromosikan kolaborasi antara bangsa – bangsa melalui pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya dalam rangka menghormati lebih lanjut untuk keadilan universal, untuk


(50)

aturan hukum dan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental yang menegaskan untuk bangsa di dunia, tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama, berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa – Bangsa.

( “The purpose of the Organization is to contribute to peace and security by promoting collaboration among the nations through education, science and culture in order to further universal respect for justice, for the rule of law and for the human rights and fundamental freedoms which are affirmed for the peoples of the world, without distinction of race, sex, language or religion, by the Charter of the United Nations”.)

2. Konvensi yang Dihasilkan UNESCO Untuk Melindungi Warisan Budaya Bangsa Indonesia.

Misi United Nations Educational. Scientific and Cultural Organization (UNESCO), bersifat unik, karena misinya tersebut meliputi perkembangan umat manusia, yaitu pendidikan, ilmu pengetahuan, pengetahuan social, dan humaniora, serta komunikasi guna menentukan tempat dan mengarahkan manusia dalam gerakan perubahan dunia yang sangat cepat. UNESCO, sebagai satu – satunya badan Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) dengan tugas khusus untuk melindungi warisan budaya bangsa yang berada dalam pengawasan upaya internasional untuk melindungi kreativitas dan keragaman di seluruh dunia.

Berdasarkan Makalah Background Paper for UNESCO meeting Intangable Heritage Beyond Borders : Safeguarding Through International Cooperration dijelaskan bahwa tujuan utama pembentukan Konvensi UNESCO


(51)

2003 antara lain adalah menyediakan media kerja sama dan bantuan internasional untuk mendukung perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).39

Tujuan dari aliansi ini adalah untuk mempromosikan keragaman budaya, pembangunan ekonomi, dan mendorong terciptanya lapangan kerjanya dalam bidang musik, penerbitan, perfilman, kerajinan, dan pertunjukan seni. Konvensi ini telah diratifikasi oleh seratus Negara di seluruh dunia.

Beberapa Konvensi UNESCO untuk melindungi warisan budaya di seluruh dunia antara lain :

a. Konvensi Hak Cipta Dunia (Universal Copyright Convention) tahun 1952, revisi tahun 1971.

Konvensi ini berkomitmen untuk mempromosikan perlindungan hak cipta semenjak keberadaan hak cipta tersebut untuk pertama kalinya (merupakan konvensi pertama yang digunakan dalam bidang budaya). Konvensi ini bertujuan untuk memberikan jaminan secara umum hal – hal yang berhubungan dengan hak cipta dalam bidang industri kreasi dan budaya. Konvensi ini melaksanakan dalam kerangka Aliansi Global untuk Keaneka Ragaman Budaya, peningkatan kesadaran, pelatihan dan peningkatan kemampuan dalam bidang undang – undang hak cipta.

40

Perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini terbagi menjadi General Protection, dan Special Protection. Perlindungan Umum atau General Protection

b. Konvensi Untuk Perlindungan Kekayaan Budaya dalam Konflik Bersenjata pada tahun 1954.

39

Basuki Antariksa, Makalah Kerja Sama Internasional Dalam Perlindungan Warisan


(52)

diberikan pada setiap properti budaya yang ada dalam suatu area konflik bersenjata. Militer tak boleh menggunakan properti tersebut kecuali ada kepentingan militer yang memaksa.

Perlindungan Khusus/spesial diberikan bagi properti budaya yang kemudian telah didaftarkan dalam suatu International Register of Cultural Property under Special Protection, maka pengecualian untuk boleh berlakunya peran militer dalam properti budaya hanyalah dengan alasan ”unavoidable military necessity (kepentingan militer yang tak terhindarkan)”.

c. Konvensi mengenai Cara Untuk Melarang dan Mencegah Impor, Ekspor dan Pengalihan Kepemilikan Kekayaan Budaya yang Tidak Diperbolehkan pada tahun 1970.

Konvensi ini bertujuan melindungi property budaya terhadap ancaman pencurian, eksport ilegal dan alienasi yang salah. Pada tanggal 27 Juni 2003 telah tergabung 100 Negara Anggota dalam Konvensi UNESCO 1970. Konvensi UNESCO 1970 juga melindungi benda budaya dengan cara melakukan kontrol terhadap jalannya perdagangan dan membuat pemerintah bias bekerjasama untuk mengembalikan dan menemukan benda budaya yang telah dicuri dan dipindahkan secara ilegal melintasi batas nasional. Sehingga Konvensi Paris 1970 ini lebih merupakan instrumen diplomasi, tak ada ketentuan pemberian sanksi. 41

Konvensi 1970 menyebutkan bahwa negara harus menyebutkan harta nasionalnya dalam sebuah daftar untuk kemudian dapat dilindungi bila dicuri. Mekanisme penemuan kembali properti yang dicuri disediakan untuk

41


(53)

diadopsioleh negara. Dengan syarat, benda budaya yang dinominasikan adalah milik negara, bukan milik individu ataupun institusi. Untuk menyiasati masalah ini, Konvensi 1970 memerlukan bantuan dari Konvensi lain, yaitu Konvensi UNIDROIT(International Institute for the Unification of Private Law) 1995 atau Konvensi Venice 1995. Bisa dikatakan bahwa konvensi UNIDROIT 1995 dan Konvensi 1970 adalah bersifat saling melengkapi atau komplementer.

d. Konvensi mengenai Perlindungan Warisan Alam dan Budaya Dunia tahun 1972.

Konvensi mengenai Perlindungan Warisan Alam dan Budaya Dunia yang lebih dikenal dengan Konvensi Warisan Dunia disahkan dalam Konferensi Umum UNESCO di Paris tanggal 16 November 1972. Tujuan utama dari Konvensi Warisan Dunia adalah identifikasi, perlindungan dan pelestarian warisan alam dan budaya di seluruh dunia merupakan nilai universal utama terhadap kemanusiaan.

Beberapa manfaat meratifikasi Konvensi Warisan Dunia antara lain :42

Saat ini Indonesia memiliki 7 situs warisan dunia, yaitu 3 situs warisan budaya dan 4 situs warisan alam. UNESCO membedakan situs warisan alam dan situs warisan budaya sebagai berikut :

1. Hak untuk mengumpulkan nominasi; 2. Menjadi milik dari komunitas internasional; 3. Meningkatkan tingkat perlindungan secara umum;

4. Memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan saran dari ahli.

43

42


(54)

Situs warisan budaya berupa monument, bangunan dan situs yang bernilai sejarah, estetis, arkeologis, ilmu pengethauan, etnis, atau antropologis. Misalnya Candi Borobudur dan Candi Prambanan Sedangkan situs alam berupa secara fisik, bentuk biologis dan geologis, habitat spesies hewan dan tumbuhan, serta wilayah yang bernilai ilmu pengetahuan, konservasi, atau estetis. Misalnya Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Ujung Kulon, Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera.44

Konvensi ini adalah yang paling besar peranannya dalam perlindungan benda budaya dunia. Yang menarik dari Konvensi ini adalah bagaimana suatu situs budaya di batas wilayah negara manapun dapat diajukan oleh negara lain ke dalam daftar tersebut, namun konvensi ini juga memiliki kelemahan yaitu apabila negara tidak mengajukan suatu warisan budaya bangsa yang ada di negaranya, sedangkan warisan budaya tersebut mempunyai nilai yang sangat luar biasa. Maka banyak warisan budaya yang luput dari perlindungan hukum internasional. Contohnya adalah Prasasti Batu Tulis di Bogor yang dirusak oleh pihak yang diketahui mendapat instruksi dari pengurus Negara secara diam – diam. Dunia internasional tidak mengetahui adanya properti budaya ini, dan memang tak bisa mendapat perlindungan dari masyarakat internasional karena tidak didaftarkan kedalam daftar Warisan Budaya.

44

Arantzazu Acha De La Presa, Konvensi Warisan Dunia UNESCO, Disampaikan pada International Conference and Seminar di Aceh pada tanggal 11-12 Juli 2010


(55)

e. Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tidak Benda pada tahun 2003.

Konvensi ini mendefinisikan warisan budaya tidak berwujud seabagai praktek – praktek, ekspresi – ekspresi serta pengetahuan dan keahlian yang diakui oleh komunitas/masyarakat, kelompok dan dalam beberapa kasus diakui secara indivivu sebagai bagian dari warisan budaya.45

Upaya utama untuk penyelamatan yang diusulkan dalam konvensi ini adalah membuat daftar warisan budaya. Negara – Negara anggota didukung untuk menggunakan upaya hukum, teknis, administratif dan financial yang sesuaibdengan tujuan :46

Kerajinan tangan tradisional dilihat dari berbagai sisi adalah domain yang paling nyata yang di dalamnya warisan yang tidak berwujud tersebut

a. Pemeliharaan ciptaan atau penguatan lembaga untuk pelatihan dalam pengelolaan warisan budaya tidak berwujud dan penyebaran warisan budaya ini melalui forum – forum dan ruang – ruang yang ditujukan untuk pertunjukan atau ekspresinya.

b. Perlindungan akses terhadap warisan budaya tidak berwujud dalam rangka menghargai praktek – praktek yang lazim untuk mengakses aspek – aspek khusus warisan budaya ini.

c. Pembuatan lembaga – lembaga dokumentasi untuk warisan budaya tidak berwujud dan kemudahan akses terhadap kembaga ini.

Warisan budaya tidak berwujud yang dimiliki oleh Indonesia :

45


(56)

diekspresikan, tetapi penekanan dari konvensi ini tidak pada produk kerajinan itu sendiri, tetapi pada keahlian dan pengetahuan yang sangat diperlukan untuk kelanjutan produksi produk tersebut. Keris Indonesia (2003) dan Pertunjukan Wayang Kulit (2005) diakui oleh UNESCO sebagai Maha Karya Warisan Lisan dan Tidak Berwujud.

f. Konvensi mengenai Perlindungan dan Promosi Keragam Ekspresi

Budaya pada tahun 2005.

Konvensi ini berusaha untuk memperkuat lima jaringan yang menyatu dalam satu rantai, yaitu :47

Secara khusus, konvensi ini memiliki tujuan sebagai berikut : a. Kreasi

b. Produksi

c. Distribusi/penyebaran d. Akses

e. Kesukaan terhadap ekspresi budaya

48

47

1. Menegaskan kembali hak mutlak dari sebuah Negara untuk menentukan kebijakan – kebijakan budayanya.

2. Mengakui sifat – sifat spesifik dari barang dan jasa hasil budaya sebagai

kendaraan/alat pembawa identitas nilai dan makna yang terkandung di dalamnya.

terakhir kali diakses pada tanggal 20 Agustus 2011

48


(57)

3. Memperkuat kerja sama dan solidaritas internasional sehingga sesuai dengan ekspresi budaya di semua Negara.

3. Peranan UNESCO Dalam Perlindungan Warisan Budaya Bangsa Indonesia

Adapun peranan UNESCO adalah sebagai berikut :49

c. Memelihara, meningkatkan dan pengetahuan menyebar, menjamin konservasi dan perlindungan warisan dunia buku, karya seni dan monumen sejarah dan ilmu pengetahuan, dan merekomendasikan kepada bangsa – bangsa yang bersangkutan mengenai konvensi internasional yang diperlukan, mendorong kerjasama antar negara di semua cabang aktivitas intelektual, termasuk

a. Berkolaborasi dalam pekerjaan saling memajukan pengetahuan dan pemahaman masyarakat, melalui semua sarana komunikasi massa dan untuk merekomendasikan bahwa akhir perjanjian internasional seperti mungkin diperlukan untuk mempromosikan arus bebas ide dengan kata dan gambar; b. Memberikan dorongan untuk pendidikan populer dan penyebaran

budaya:pengembangan kegiatan pendidikan; melembagakan kolaborasi antara bangsa-bangsa untuk memajukan cita – cita persamaan kesempatan pendidikan tanpa memperhatikan ras, jenis kelamin atau perbedaan – perbedaan, ekonomi atau sosial; menyarankan metode pendidikan yang paling cocok untuk mempersiapkan anak-anak di dunia untuk tanggung jawab kebebasan ;

49

Adiputra Samuel Valentino, Dalam Skripsi Peranan UNESCO Terhadap Pengklaiman


(58)

pertukaran internasional orang – orang yang aktif di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan pertukaran berita, objek dan karya artistic ilmiah dan bahan informasi lain, memulai metode kerjasama internasional untuk memberikan orang – orang dari semua negara akses ke bahan cetak dan diterbitkan dihasilkan oleh salah satu dari mereka.

Sebagai langkah menindak lanjuti hal tersebut, UNESCO telah banyak mengirimkan tenaga ahli dan bantuan internasional kepada pihak – pihak ataupun Negara – Negara yang membutuhkan. Untuk itu para pihak dapat meminta bantuan kepada UNESCO di dalam penyelenggaraan perlindungan terhadap warisan budaya bangsa ataupun dalam hubungan dengan masalah – masalah lain yang timbul dari pelaksanaan ataupun penerapan konvensi. Warisan budaya bangsa Indonesia yang masuk kedalam daftar ini adalah Wayang, Keris, Batik, dan Angklung.

C. Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Warisan Budaya Bangsa

Indonesia Berdasarkan TRIP’s

Pada tahun 1994, pemerintah membentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization), yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang No. 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights


(59)

Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO) melalui Keputusan Presiden No.19 Tahun 1997.50

Lahirnya Convention on Biological Diversity tahun 1992 rupanya tidak dimaksdukan untuk memberikan perlindungan terhadap kebudayaan dari tindakan misappropriation, tetapi Konvensi tersebut lebih dimaksudka bagi upaya pelestarian sumber daya hayati dari kepunahan.51 Sedangkan pertemuan anggota IPO yang tergabung daam IGC GRTKTCe/GRTKF sampai sekarang masih belum menemukan hasil yang final terkait dengan bagaimana memberikan perlindungan khususnya terhadap warisan budaya atau traditional knowledge. Adapaun ketentuan dalam Ministrieal Declaration tidak ada kejelasan aturan dan sanksi untuk memberikan perlindungan terhadap hasil budaya nasional, hanya saja di dalam ministerial declaration itu dikatakan bahwa perlindungan terhadap kebudayaan dipertimbangkan dalam rangka TRIPs Agreement oleh council fo TRIPs sebagai lembaga WTO.52

Dalam Konvensi Bern maupun TRIP’s perlindungan hukum hak cipta memperhatikan lebih lanjut ketentuan Pasal 1 ayat 1 Konvensi Bern yang mengatur mengenai lingkup karya-karya cipta seni dan sastra, maka yang termasuk dalam karya cipta yang dilindungi antara lain meliputi karya-karya cipta gambar sehingga dapat dikemukakan bahwa warisan budaya bangsa sebenarnya mendapat perlindungan melalui Hak Cipta secara internasional.53

50

Muhammad Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), cetakan ke-III, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2003), hal.12-13

51

Lihat Article 1, Convention on Biological Diversity1992

52

Agus Sardjono, Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, (Bandung : PT Alumni)2006), hal. 60


(60)

Sekalipun Konvensi Bern dan TRIP’s tidak menyebutkan secara eksplisit perlindungan terhadap warisan budaya bangsa suatu negara, namun tidak berarti bahwa negara anggota konvensi tidak memiliki kewenangan untuk mengakomodasi warisan budaya bangsa sebagai suatu karya yang layak diberikan perlindungan melalui Hak Cipta. Hal ini dikarenakan setiap negara mengatur jenis-jenis ciptaan yang dilindungi selain harus berdasarkan kesesuaian dengan ketentuan-ketentuan internasional yang berlaku (Konvensi Bern) juga diberikan kebebasan menetukan ciptaan-ciptaan tertentu yang lain untuk diberikan perlindungan.

Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa pemberian perlindungan terhadap warisan budaya bangsa dalam hukum Hak Cipta Indonesia bukan merupakan suatu pelanggaran terhadap ketentuan Internasional yang ada pada Konvensi Bern maupun TRIP’s.

Dalam praktiknya, warisan budaya bangsa Indonesia kurang diperhatikan keberadaannya dan jarang diperkenalkan kepada Negara-negara lain. Hal seperti ini tidak diatur dalam TRIP’s, namun Konvensi Bern sebagai acuan TRIP’s justru mengaturnya, sebagai contoh di dalam Konvensi Bern ini mengatur hal yang terkait dengan karya kesusasteraan dan kesenian (Literary and Artistic Works).54

54

Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual : Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia,( Bandung : PT Alumni,2003), hal. 4

Jangka waktu perlindungan yang diberikan bagi warisan budaya bangsa oleh Konvensi Bern adalah berakhir selama 50 tahun setelah karya cipta tersebut secara hukum telah tersedia untuk umum. Namun demikian jangka waktu perlindungan terhadap karya cipta tersebut memiliki


(1)

(Intangible Cultural Heritage) di tingkat internasional. Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi Intangible Cultural Heritage melalui Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2007 tentang Pengesahan Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Bangsa.86

86

Achmat Zen Umar Purba, Opcit, hal.34

Peraturan pemerintah ini, merupakan bentuk perlindungan terhadap warisan budaya bangasa yang dimilik Indonesia. Namun Indonesia belum secara khusus mengeluarkan suatu bentuk peraturan seperti Undang – Undang yang secara khusus mengatur mengenai segala macam upaya perlindungan dan pelestarian warisan budaya bangsa. Indonesia masih hanya merupakan sebagai negara anggota pelaksana konvensi Intangible Cultural Heritage tersebut.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan :

1. Ada Beberapa badan organisasi Internasional yang mengatur perlindungan warisan budaya bangsa dalam suatu negara, yang salah satu nya adalah UNESCO, sebagai satu – satunya badan Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) dengan khusus mempunyai tugas untuk melindungi warisan budaya yang berada dalam pengawasan upaya internasional untuk melindungi kreativitas dan keragaman di seluruh dunia, berperan aktif dalam upaya perlindungan terhadap warisan budaya bangsa dalam Negara – Negara di dunia. Dengan cara membuat konvensi – konvensi untuk melindungi warisan budaya yang dimiliki dalam suatu negara.

2. Penerapan Hukum yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam melindungi warisan budaya bangsa, antara lain : Indonesia telah ikut serta dengan meratifikasi Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage 2003 (Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya bangsa) yang diselenggarakan oleh UNESCO dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2007.

3. Perlindungan Terhadap Warisan Budaya Bangsa diatur dalam pasal 10 ayat (2) Undang-undang Hak Cipta tahun 2002. Namun dalam implementasi dilapangan, Undang-undang Hak Cipta tahun 2002


(3)

belum memadai untuk bisa mengakomodir perlindungan hak cipta terhadap warisan budaya bangsa sebagai hasil kebudayaan yang dimilii bangsa Indonesia, hal ini dikarenakan Undang-undang Hak Cipta masih mempunyai beberapa kelemahan bila hendak diterapkan dengan konsekuen guna melindungi warisan budaya bangsa Indonesia, namun bukan berarti warisan budaya bangsa tidak mendapatkan perlindungan dari pemerintah Indonesia. Oleh karena itu diperlukan pengaturan secara khusus terhadap warisan budaya bangsa yaitu dengan dibentuknya suatu kerangka pengaturan tersendiri mengenai pengetahuan tradisional.

B. Saran :

1. UNESCO merupakan salah satu badan organisasi internasional yang cukup aktif dalam upaya perlindungan warisan budaya bangsa. Namun alangkah lebih baik apabila UNESCO mengharuskan suatu Negara apabila mempunyai kebudayaan asli daerahnya untuk langsung didaftarkan ke UNESCO guna mendapatkan perlindungan hukum Internasional.

2. Seharusnya Indonesia membangun persepsi dan perspektif baru. Dimana kita harus sadar bahwa kita memiliki budaya yang sangat beraneka ragam, dan dengan kekayaan itu kita harus sadar untuk melindungi dan menjaga kebudayaan tersebut menjadi warisan budaya bagi generasi Bangsa Indonesia selanjutnya. Sehingga tidak dibajak atau diklam oleh Negara lain.


(4)

3. Berkaitan dengan perlindungan warisan budaya bangsa, Pemerintah Indonesia juga harus melakukan identifikasi tentang kebudayaan dan pengetahuan tradisional yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia dan kemudian dimasukan dalam data base negara. Selain itu dalam pelaksanaannya juga diperlukan perangkat hukum lain yang bersifat teknis. Perangkat hukum yang dimaksud dapat berupa Peraturan Pemerintah Daerah yang mengatur perlindungan terhadap warisan budaya bangsa yang termasuk kebudayaan. Pemerintah juga dapat melakukan beberapa alternatif berkenaan dengan gagasan perlindungan yang dapat diberikan terhadap hak warga masyarakat lokal di Indonesia. Berbagai alternatif yang dapat dilakukan antara lain dengan membentuk perundang-undangan baru atau dengan mengamandemen undang-undang yang sudah ada sebelumnya dengan tuntutan global dan sekaligus aspirasi dan pandangan warga masyarakat Indonesia.

Maka untuk membuat upaya perlindungan terhadap warisan budaya bangsa agar dapat berjalan secara lebih optimal, ada beberapa hal yang dapat dilakukan :

a. Pemerintah memperbaiki Peraturan mengenai warisan budaya bangsa secara total. Perancangan ulang ketentuan-ketentuan mengenai warisan budaya bangsa harus mempertimbangkan penerapan perlindungan dalam format sistem perundang-undangan baru.


(5)

b. Pemerintah harus lebih aktif dalam melakukan upaya perlindungan warisan budaya bangsa minimal dengan mengeluarkan pernyataan atau dokumentasi resmi mengenai hal-hal yang dianggap sebagai warisan budaya bangsa Indonesia. Dokumentasi tersebut seyogyanya dikeluarkan berdasarkan hasil penelitian ilmiah.

c. Pemerintah harus lebih banyak dan lebih kreatif dalam melakukan kegiatan sosialisasi mengenai hak kekayaan intelektual dan khususnya mengenai perlindungan warisan budaya bangsa Indonesia kepada masyarakat, karena sebagian besar masyarakat masih sangat awam dengan itu.

d. Pemerintah harus dapat menempatkan diri secara arif di tengah masyarakat, yaitu minimal dengan menjaga netralitasnya dari berbagai konflik sosial atau sengketa hukum yang terkait hak kekayaan intelektual atau perlindungan warisan budaya bangsa Indonesia.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Tanudirjo Daud A, 2010. Warisan Budaya Untuk Semua : Arah Kebijakan Pengelolaan Warisan Budaya Indonesia Di Masa Yang Akan Datang. Penerbit : UGM Press, Yogyakarta.

Hartono, Sunaryati C.F.G. . 2006. Bhineka Tunggal Ika Sebagai Asas Hukum Bagi Pembangunan Hukum Nasional. Penerbit : PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Penerbit : Rineka Cipta, Jakarta.

Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Penerbit:PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Isyawara. 1972. Pengantar Hukum Internasional. Penerbit : Citra Aditya Bakti, Bandung.

Liliweri. 2001. Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya. Penerbit: Bumi Aksara, Jogjakarta.

Bowett, D.W. 1970. The Law of International Institutions. Penerbit : Butterworth, London.

Starke,J.G. 1992. Pengantar Hukum Internasional. Penerbit : Sinar Grafika, Bandung.

Mauna, Boer. 1985. Pokok-Pokok Hukum Organisasi Internasional. Penerbit : Rineka Cipta, Bandung.

Poespowardojo, Soerjanto. 1993. Strategi Kebudayaan Suatu Pendekatan Filosofis. Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Al Mudra, Mahyudin. 2008. Warisan Budaya dan Makna Pelestariannya. Penerbit: Bumi Aksara, Jakarta.

Linton, R. The Cultural Backround of Personality. Penerbit Syracruse University Press, New York.

Purba, Amir. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi.Penerbit : Pustaka Press, Medan.