PERKAWINAN MISYAR ANTAR TKI : PERSPEKTIF HUKUM ISLAM : STUDI KASUS TKI ASAL SAMPANG MADURA.

(1)

PERKAWINAN MISYAR ANTAR TKI : PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM ( STUDI KASUS TKI ASAL SAMPANG MADURA)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah

Oleh Sofiani Hartatik NIM. F0.9.2.14.113

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi

ABSTRAK

Sofiani Hartatik. 2016. Perkawinan Misya>r Antar TKI : Perspektif Hukum Islam ( Studi Kasus TKI Asal Sampang Madura). Tesis, Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Perkawinan, Misya>r

Tesis yang berjudul perkawinan misyar antar TKI : Persperktif Hukum Islam ini merupakan analisis kajian hukum Islam terhadap Perkawinan Misya>r antar TKI . Tesis ini disusun untuk menjawab dua pertanyaan : Bagaimana Makna perkawinan

misya>r menurut TKI asal Sampang Madura dan bagaimana Tinjauan hukum Islam terhadap Perkawinan misya>r antar TKI asal Sampang Madura.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan melalui pembacaan teks (text reading) serta wawancara dengan orang yang berkompeten dalam permasalahan yang penulis kaji, yaitu TKI dan mantan TKI asal Sampang Madura pelaku kawin misya>r. dan selanjutannya hasil penelitian dianalisis menggunakan pendekatan Interaksionis simbolik dan Sosiologi Hukum Islam.

Hasil Penelitian ini Menyimpulkan bahwa Makna Perkawinan misya>r menurut TKI asal Sampang Madura adalah Perkawinan yang didalamnya terdapat penghapusan kewajiban nafkah oleh suami, misya>r adalah perkawinan yang sah secara agama sehingga boleh dilakukan, selain itu motif misya>r yang dilakukan para TKI terdapat 3 pandangan yaitu Motif misy>ar dengan siimbol agama, biologis dan sosial.

Adanya Perkawinan misya>r menimbulkan banyak kontroversi di kalangan ulama’

kontemporer, namun dari hasil analisis penulis menyimpulkan bahwa praktik perkawinan misya>r antar TKI hukumnya haram. Hal ini dikarenakan kawin misya>r

tidak sesuai dengan dishariatkan hukum Islam. Terdapat beberapa penyimpangan sehingga perkawinan jenis misya>r berujung perceraian. Diantaranya adalah perkawinan misya>r membolehkan penghapusan nafkah oleh suami hal ini bertentangan dengan aturan Al-Qur’an, hadith dan undang-undang, selain itu perkawinan misya>r yang dilakukan TKI asal Sapang Madura tidak dicatatkan sehingga pula bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.


(7)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

HALAMAN ABSTRAK ... vi

HALAMAN PENGANTAR ... vii

HALAMAN DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Kegunaan Penelitian ... 8

F. Kerangka Teoritik ... 9

G. PenelitianTerdahulu ... 14

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 20

BABII TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERKAWINAN YANG DILARANG A. Definisi Perkawinan ... 22

B. Dasar Hukum Perkawinan ... 26


(8)

D. Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Perkawinan ... 34

E. Macam-macam Perkawinan Dalam Islam ... 47

BAB III FENOMENA PERKAWINAN MISYAR ANTAR TKI ASAL SAMPANG MADURA A. Demografi Kabupaten Sampang Madura ... 62

B. Fenomena Perkawinan Misyar Antar TKI Asal Sampang Madura .. 64

C. Makna Perkawinan Misyar Menurut TKI Asal Sampang Madura ... 67

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERKAWINAN MISYAR ANTAR TKI ASAL SAMPANG MADURA A. Analisis Makna Perkawinan Misyar Antar TKI... 78

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Kawin Misyar Antar TKI ... 83

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 98

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluknya, pada manusia hewan maupun tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluknya untuk berkembang biak, dan melestarikan kehidupannya, pernikahan akan berperan setelah masing masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan pernikahan tersebut.1

Dalam Islam kata yang paling sering dipakai untuk perkawinan adalah nikah yang secara literal adalah hubungan seksual, sebagai sebuah istilah hukum kata ini menunjukan situasi yang diakibatkan dari perjanjian akad khusus antara pria dan wanita yang dengan perjanjian ini hubungan seksual diantara mereka menjadi sah di mata tuhan dan masyarakat.2

Islam mengenal beberapa macam jenis perkawinan yang dapat dikatakan model perkawinan yang tidak umum, yang seringkali masih dijadikan perdebatan oleh para ulama, diantaranya adalah perkawinan model Misya>r. Perkawinan Misya>r adalah model perkawinan dimana seorang istri diperkenankan untuk melepaskan hak mendapatkan nafkah dari suami. Kawin misya>r ini seringkali terjadi ketika seorang perempuan telah melewati batas usia perkawinan dan mapan secara ekonomi sehingga perempuan tersebut tidak lagi seseorang yang

1

Slamet Abidin, Fikih Munakahat, ( Bandung Pustaka Setia, 1999), 9.

2

Sachiko Murata, Temorary Marriage In Islamic Law, Terj. Lebih Jelas Tentang Mut’ah Perdebatan Sunni Syiah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 1.


(10)

2

dipandang membutuhkan nafkah dari suami tetapi lebih cenderung hanya memerlukan kebutuhan batiniah dari suami tersebut.

Fenomena perkawinan misya>r sebenarnya bukanlah hal baru yang terjadi di dunia Islam, kawin misya>r telah banyak dijumpai pada masyarakat dahulu dan sekarang. Orang-orang Qatar dan orang di negara Teluk lainnya seringkali bepergian sampai berbulan-bulan, sebagian dari mereka ada yang kawin dengan wanita afrika, Asia dan wanita-wanita kaya ditempat mereka bepergian. Hal ini dilakukan selain untuk memenuhi kebutuhan biologis juga untuk mempertahankan hidup mereka di perantauan.3

Istilah Kawin misya>r ini pertama kali dipopulerkan oleh Muhammad Yu>suf al-Qard{a>wi> melalui fatwanya yang membolehkan adanya kawin misya>r, menurut al-Qardhawi yang dikatakan Misya>r adalah laki-laki yang mendatangi rumah perempuan yang dinikahi tetapi mereka tidak tinggal dalam satu rumah.

Cenderungnya, laki-laki yang menikah misya>r tersebut mempunyai istri terlebih dahulu dirumahnya, bisa dikatakan bahwa kawin misya>r biasa terjadi pada istri kedua yang dianggap mampu secara ekonomi tetapi melebihi batas usia perkawinan. Sehingga laki-laki yang dinikahi tersebut hanya singgah beberapa waktu ditempat tinggal istri misya>r dan laki-laki tidak dibebankan kewajiban menafkahi istri Misya>r tersebut.4

Sebagian pengkaji menyimpulkan bahwa penggunaan istilah Misya>r pembatasan penggunaannya di distrik najed saja, yakni kerajaan Saudi Arabiah. Menurut sebagian pakar bahasa, kata “misya>r” merupakan kata tidak baku yang

3

Yususf al-Qardhawy, Hady al-Islam Fatawi Mu’asirah ( T. kt : Dar al-Qalam, 1421 H), 390-413

4


(11)

3

dipakai di Najed, dengan pengertian kunjungan di siang hari. Lantas nama ini dipakai untuk jenis pernikahan yang mana sang suami menemui istrinya di siang hari saja, layaknya mengunjungi tetangga-tetangga.5

Berangkat dari pemaknaan misya>r diatas, sebenarnya fenomena perkawinan Misya>r seringkali terjadi ditengah masyarakat, bukan hanya di wilayah Arab Saudi. Bahkan saat ini kawin misya>r juga sudah di praktikan di Indonesia di kota besar sepeti Jakarta Semarang Bandung dan Surabaya, biasanya di kota besar kawin Misya>r dilakukan oleh wanita karir dimana wanita tersebut tidak ingin terkekang dengan laki-laki sehingga perkawinan model Misya>r merupakan sebuah solusi.

Adapun kajian yang menjadi fokus penulis adalah perkawinan Misya>r yang dilakukan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), TKI dalam pengertiannya menurut pasal 1 undang-undang nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.6

Penulis memfokuskan penelitian pada TKI asal Sampang Madura. Hal ini dikarenakan wilayah Sampang Madura adalah salah satu wilayah mayoritas masyarakat yang penduduknya berimigrasi ke negara lain untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia. Adapun tujuan seseorang menjadi TKI adalah faktor ekonomi, sempitnya lapangan pekerjaan dan terdesaknya pemenuhan kebutuhan

5

Ahmad Tami>mi>, Zawa>j al-Misya>r, “ artikel yang diterbitkan oleh majalah al-Usrah, edisi Muharram 1418 H.

6


(12)

4

menyebabkan distribusi pendapatan yang tidak seimbang sehingga Masyarakat bermigrasi ke daerah yang lebih menguntungkan dalam arti dengan tujuan utama memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, hal ini jelas sekali akan menimbulkan konsekuensi. Konsekuensi yang harus diterima bagi TKI pada umumnya adalah mereka harus meninggalkan keluarga.

Berdasarkan penelitian sebelumnya atas faktor yang mempengaruhi keputusan migran bekerja di luar negeri ialah bahwa fakta menunjukan status pernikahan memiliki kecenderungan negatif dan signifikan terhadap seseorang yang ingin bekerja di negara lain, seorang yang menikah akan cenderung memilih bekerja didalam negeri karena dalam hal ini adanya pernikahan akan menimbulkan pertimbangan-pertimbangan berupa komitmen dan kesepakatan atas pernikahan yang dilakukan.7 Tetapi, apabila TKI tersebut terikat hubungan pernikahan maka akan ada kesepakatan dan komitmen berbeda dari keduanya. Hubungan jarak jauh ini lah yang seringkali menimbulkan akibat, seperti adanya perselingkuhan dan pada akhirnya timbulnya keretakan rumah tangga yang menyebabkan perceraian.

Adapun perkawinan merupakan suatu upaya dalam hukum Islam yang bisa dilakukan oleh siapa saja laki-laki atau perempuan yang telah mampu untuk melaksanakan ikatan pernikahan, seperti halnya pernikahan yang dilakukan oleh TKI yang menikahkan dirinya di negara tempat ia bekerja.

7Tri Andias, “Analisi Faktor

-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Migran Bekerja Di Dalam Negeri Dan Luar Negeri ( Studi Kasus Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang)” Universitas Brawiajaya Malang, ( Malang, 2014), 12.


(13)

5

Apabila dilihat dari segi seksualitas dimana perkawinan ini dilakukan untuk menjauhi zina, pada dasarnya Islam memberikan kebebasan penuh pada manusia untuk menjalani kehidupan seksual, yang tidak hanya berdimensi duniawi, tetapi kebahagiaan dalam arti trasedental. Islam mengkonsepsikan bahwa kebahagiaan seksual akan dicapai manusia bila dia sebagai umatnya, mengikuti segala tata aturan seksual Islam.8

Untuk mencapai kehidupan seksual yang bersih suci halal dan masuk dalam kategori ibadah Islam mengkonsepsikan agar seorang muslim yang telah mampu segalanya untuk segera mengadakan perkawinan. Disini perkawinan dipandang sebagai lembaga yang dapat menetralisir dorongan seksual manusia sehingga menjadi suatu rahmah yang tidak terhingga nilainya. Islam juga memandang perkawinan sebagai lembaga yang dapat mengantisipasi terjadinya perilaku seksual menyimpang.9

Dalam praktiknya untuk mendukung keberadaan lembaga perkawinan ideal, Hukum Islam juga mengkontruksikan beberapa model perkawinan yang dilarang. Yang dikonsepsikan sebagai model yang tidak ideal.secara sosio kultural pemberlakuan model perkawinan tersebut menyiratkan bahwa status halal seks dalam perkawinan juga dapat beralih menjadi haram bila tidak di praktikan melalui kontitusi yang telah ditentukan. 10 Seperti halnya perkawinan misya>r, model perkawinan ini cenderung menjadi kontroversi di dunia Islam saat ini karena model perkawinan misya>r cenderung memberikan kewajiban nafkah pada

8

Ahmad Sudirman, Kontruksi Seksualitas Islam Dalam Wacana Sosial, (Yogyakarta : Media Pressindo, 1999), 149.

9

Sudirman, Kontruksi Seksualitas,57.

10


(14)

6

seorang istri sedangkan suami hanya diberi kewajiban atas kebutuhan bologis istri. Beberapa ulama kontemporer memperdebatkan mengenai masalah hukum nikah misya>r seperti yusuf Qard{a>wi yang memberikan kelonggaran atas diperbolehkannya nikah misya>r berbeda pula dengan Syeikh Abdul Sattar al-jubali yang menharamkan nikah misya>r karena menurut beliau nikah misya>r menyebabkan suami tidak memiliki rasa tanggung jawab akibatnya suami akan dengan mudah menceraikan istri semudah dia melakukan pernikahan. Selain itu praktik misya>r banyak dilakukan secara diam-diam tanpa wali sehingga hal ini akan menjadi suatu jalan bagi sesseorang yang menjalankan perkawinan atas dasar kebutuhan biologis semata.11

Kawin misya>r adalah salah satu perkawinan berjangka waktu atau model nikah siri yang seringkali dipraktikan oleh para TKI di tempat ia bekerja, model kawin misya>r ini menjadi suatu hal yang biasa di kalangan TKI karena jenis perkawinan ini tidak mengikat satu sama lain, dalam perkawinan yang dilakukan pada umunnya adanya perkawinan membawa sebab akibat bagi suami istri seperti suami diwajibkan memberikan mahar serta memenuhi kewajiban kepada istri baik nafkah lahir maupun bathin, dalam pernikahan tersebut perempuan harus menyertai wali dalam pernikahannya. Berbeda dengan kawin misya>r ini, suami tidak dituntut untuk memenuhi kewajiban nafkah lahir serta tempat tinggal dan ketika akad terjadi laki-laki tidak diwajibkan memberikan mahar, suami hanya

11Chomim Thohari, “Fatwa Ulama Tentang Hukum Nikah Misya>

r Perspektif Maqa>sid Shari’ah” , Al-Tahrir, Voi. 13, No. 2 (November 2013), 215, Baca Pula : Diktat Akwal Syakhsiya Fi Syariah Islamiyah Sebuah

Diktat Yang Dijadikan Rujukan Kuliah Di S1 Tingkat 2 Jur Hukum Islam Universitas Al-Azhar Cairo


(15)

7

diwajibkan memberikan nafkah bathin atau kebutuhan biologis untuk istri tersebut.

Dalam kaitannya dengan kawin misya>r, Qard{a>wi mengatakan bahwa perkawinan misya>r memang bukanlah perkawinan yang dianjurkan dalam Islam, tetapi hal itu diperbolehkan dilakukan oleh para wanita kaya raya yang masih lajang yang tidak memiliki waktu untuk perkawinan sementara usia wanita tersebut sudah memasuki usia untuk membangun rumah tangga.12

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Bertolak dari paparan di atas, diketahui bahwa masalah pokok dalam penelitian ini adalah mengenai perkawinan misya>r antar TKI ditinjau dari hukum Islam. Dari pernyataan ini muncul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, diantaranya :

1. Pengertian Perkawinan 2. Makna perkawinan misya>r

3. Makna Perkawinan misya>r antar TKI 4. Fenomena kawin misya>r antar TKI 5. Pandangan ulama tentang kawin misya>r 6. Kawin misya>r ditinjau dari segi hukum Islam

Mengingat begitu kompleksnya permasalahan yang teridentifikasi, maka dalam penelitian ini perlu ada batasan yang spesifik. Batasan masalah dilakukan agar kajian ini dapat memenuhi target dengan hasil yang maksimal. Batasan

12

Nasiri, “Meneropong Pelaku Kawin Misya>r Di Surabaya”, Ijtihad Jurnal Wacana Hukum Islam Dan Kemanusiaan, Volume 15, No 2 (Desember 2015), 203.


(16)

8

masalah yang dimaksud, yaitu akan terkonsentrasi pada makna perkawinan misya>r menurut TKI asal Sampang Madura dan Tinjauan hukum Islam terhadap perkawinan misya>r antar TKI Asal Sampang Madura. Batasan masalah yang dimaksud ini mengacu pada poin nomor tiga dan enam dari beberapa persoalan yang teridentifikasi.

C. Rumusan Masalah

Untuk memberikan arahan yang jelas terhadap permasalahan yang akan diteliti, maka perlu kiranya perumusan masalah yang harus dicari jawabannya. Rumusan masalah yang dimaksud, adalah:

1. Bagaimana makna perkawinan Misya>r menurut TKI asal Sampang Madura? 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap perkawinan Misya>r antar TKI Asal

Sampang Madura?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian

Karena itu tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Menjelaskan makna perkawinan misya>r menurut TKI asal Sampang Madura.

b. Menjelaskan tinjauan hukum Islam terhadap perkawinan misya>r TKI asal Sampang Madura.


(17)

9

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk hal-hal sebagaimana berikut:

a. Penelitian ini akan memperkaya wawasan pemikiran ilmu hukum khususnya dan khazanah pemikiran hukum Islam pada umumnya. Juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan wacana dan penelitian yang sejenis.

b. Selain itu, juga akan menggarisbawahi atau membenarkan argumen-argumen yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

c. Dengan penelitian ini kiranya dapat mendiskripsikan mengenai fenomena perkawinan misya>r antar TKI.

E. Kerangka Teoritik

Untuk mememahami adanya interaksi sosial dalam penyampaian makna perkawinan Misya>r TKI, penulis menggunakan pendekatan Interaksionisme Simbolik, pendekatan ini diusung oleh seorang filosof George Herbert Mead.

Dalam pandangan interaksionis simbolis manusia bukan dilihat sebagai produk yang ditentukan oleh struktur atau situasi obyektif, tetapi paling tidak sebagian merupakan aktor aktor yang bebas. Pendekatan kaum interaksonis menekankan perlunya sosiologi memperhatikan definisi atau interpretasi subyektif yang dilakukan aktor terhadap stimulus obyektif, bukan melihat aksi sebagai tanggapan langsung terhadap stimulus sosial.13

13

Margharet M Piloma, Contemporary Sosiological Theory, Terj. Sosiologi Kontemporer, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), 256.


(18)

10

Interaksionis simbolis dilakukan dengan menggunakan bahasa, bahasa sebagai satu-satunya simbol yang terpenting, dan melalui syarat, simbol bukan merupakan fakta yang sudah jadi, simbol berada pada posisi yang kontinu. Proses penyampaian makna inilah yang merupakan subject matter dari sejumlah analisa kaum interaksionis simbolis.14

Dengan mengikuti Mead, toritisi interaksionisme simbolik cenderung menyetujui pentingnya sebab musabab interaksi sosial. Dengan demikian makna bukan berasal dari proses mental yang menyendiri, tetapi berasal dari interaksi.15 Perhatian utama bukan tertuju pada bagaimana cara mental manusia menciptakan arti dan simbol, tetapi bagaimana cara mereka mempelajarinya selama interaksi pada umumnya dan selama proses sosialisasi pada khususnya.16

Dalam proses interaksi sosial, manusia secara simbolik mengomunikasikan arti terhadap orang lain yang terlibat. Orang lain mengartikan symbol komunikasi itu dan mengorientasikan tindakan balasan mereka berdasarkan penafsiran mereka. Dengan kata lain dalam interaksi sosial para actor terlibat dalam proses saling mempengaruhi.

Dalam hal ini Dorothy Thomas membantu menekankan kemampuan kreativ manusia dalam konsep mereka tentang definisi situasi, menurut Thomas bila manusia mendefinisikan situasi sebagai sesuatu yang nyata maka akibatnya pun

14

Margharet M Piloma, Contemporary Sosiological Theory, Terj. Sosiologi Kontemporer, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), 126

15

George Ritzer, Douglas J Goodman, Modern Socilogical Theory, Terj. Teori Sosiologi Modern, ( Jakarta : Kencana, 2004), 288.

16


(19)

11

adalah nyata.17 Selain situasi sosial, konsep diri merupakan konsep yang sangat penting bagi teoriitisi interaksionisme simbolik.

Blumer menyatakan bahwa diri adalah sebuah proses bukan benda, diri membantu manusia bertindak tak hanya memberikan tanggapan semata atau stimuli dari luar. Dengan demikian bagi Blumer, studi masyarakat harus merupakan studi bersama ketimbang prasangka terhadap apa yang dirasanya. Masyarakat merupakan hasil interaksi simbolis. Bagi Blumer keistimewaan pendekatan kaum interaksionisme simbolis ialah manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi tindakan mereka dan bukan hanya saling bereaksi terhadap segala tindakan melalui respon. Mediasi ini sama dengan penyisipan suatu proses penafsiran diantara stimulus dan respon. Walau semua sosiologi berhubungan dengan prilaku manusia ia sering mengabaikan analisa penafsiran atau makna yang dikaitkan pada perilaku tersebut.18

Dalam kaitannya, dengan perkawinan misya>r TKI asal Sampang Madura, peneliti menganggap bahwa teori interaksionisme simbolik yang diangkat oleh George Herbert Mead adalah teori yang cocok untuk digunakan sebagai pisau analisis. Hal ini tak luput dengan adanya interaksi sosial yang berjalan secara terus menerus sehingga pemaknaan tersebut dijadikan sebuah symbol yang membolehkan adanya perkawinan misya>r.

Selain menggunakan pendekatan interaksionisme simbolik penulis juga menggunakan pendekatan sosiologi hukum Islam. Soejono Soekanto berpendapat bahwa sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara

17

Thomas, 1985 : 53.

18


(20)

12

analitis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainya.19 Maksudnya sejauh mana hukum itu mempengauhi tingkah laku sosial dan pengaruh tingkah laku sosial terhadap pembentukan hukum.

Pemikiran hukum Islam telah berkembang sejak kurun waktu yang cukup lama. Dalam perkembangannya terlihat keragaman yang amat tajam, baik berkenaan dengan teori-teori yang bersifat mendasar maupun aspek hukum yang besifat parsial. Keragaman diatas layak menjadi bukti bahwa hukum Islam dari generasi ke generasi ternyata telah mengalami perubahan yang cukup santer. Subhi Mahmashani mengemukakan bahwa perkembangan tuntutan masyarakat dan pendapat umum tentang hukum acapkali lebih cepat pejalanannya, jika dibanding dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi pada hukum.20

Hal ini menandakan bahwa sebuah hukum tidak terlepas dari pengaruh sosial budaya yang hidup disekelilingnya. Dari hal ini bisa dikatakan bahwa hukum Islam adalah manifestasi dari proses adaptasi dan fikiran fikiran atau idea-idea manusia dan sistem lingkungan kultural masyarakat. Dari segi norma ia memberikan arti bahwa intervensi idea-idea dan ketetapan tuhan tidak bisa dihindari dalam pembentukannya. Dari sini kita mampu melihat uniknya hukum Islam apabila dilihat dari sosiologi hukum Islam.21

Hukum Islam dalam sosiologi memiliki fungsi ganda pertama fungsi

“basyira” yaitu fungsi penggembira pemotifasi dan pendorong kedua, fungsi

19

Soejono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Pesada, 2002), 24.

20

Roibin, Sosiologi Hukum Islam Telaah Sosio Historis Pemikiran Imam Syafii, ( Malang : UIN Malang Press, 2008), 44.

21


(21)

13

“nadzira” yaitu fungsi peringatan dan ancaman. Dengan demikian pada langkah awal bisa jadi manusia merasakan adanya kekangan atas peringatan dan ikatan dalam wahyu Allah. Namun karena fungsi Basyira, pada langkah berikutnya manusia akan menyadari akan pentingnya peringatan. Disanalah akan tejadi poroses tansaksional suatu hukum, yaitu antara hukum tuhan yang bersifat ancaman dan peringatan tuhan yang bercorak balasan dan pahala. Transaksi tesebut bukan berati kemungkinan melakukan perubahan-perubahan teks Tuhan tetapi perubahan tuntutan sesuai perkembangan zaman.22

Apabila kita menengok pada suatu larangan dan ancaman yang dijelaskan diatas yaitu sebagai contoh larangan berbuat zina, hal ini dijelaskan Allah melalui teks wahyu-Nya bahwa hukum pelaku zina adalah dosa besar. Dari hal inilah fikiran manusia beradu yang disebut “ Basyiran” diatas maka adanya hukum perkawinan berperan sebagi “basyiran” yang bersifat pahala dan balasan. Tetapi terkadang adakalanya manusia masih sulit untuk menerima suatu yang bersifat mudah, contoh seperti untuk menjadikan perkawinan itu sah maka harus ada rukun dan syarat dalam pekawinan yang harus dilakukan. Selain itu pula disamping hukum Islam atas dasar untuk menghindari kemudharatan dalam pernikahan maka diperlukan adanya legal system seperti pernikahan yang harus di catat.

Hukum Islam berubah mengikuti fakta dan realitas di masyarakat selain itu pedebatan sengit diantara beberapa madzhab yang belum tentu menyisakan suatu ketidakpuasan dalam masyarakat Islam tersendiri. Untuk itu dalam

22

Roibin, Sosiologi Hukum Islam Telaah Sosio Historis Pemikiran Imam Shafii, ( Malang : UIN Malang Press, 2008), 46.


(22)

14

pengembangannya diperlukan teori sadd adz-dzari’ah yaitu perbuatan yang dilakukan seseorang yang sebelumnya mengandung kemaslahatan tetapi berakhir dengan suatu kerusakan 23

Menurut imam Al-Shatibi ada kriteria yang menjadikan suatu perbuatan itu dilarang, yaitu : perbuatan yang tadinya boleh dilakukan itu mengandung kerusakan, kemafsadatan lebih kuat daripada kerusakan, perbuatan yang dibolehkan syara’ mengandung lebih banyak unsur kemafsadatannya.24

F. Penelitian Terdahulu

Sebelum sebuah penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu harus melakukan proses telaah pustaka. Hal ini dilakukan untuk menggambarkan hasil sebuah kajian atau penelitian terdahulu. Tujuannya agar tidak mengganggu nilai orisinilitas penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, telaah pustaka yang telah dilakukan menemukan beberapa karya tulis yang membahas masalah yang serupa dengan penelitian ini, di antaranya:

1. Disertasi Nasiri IAIN Sunan Ampel Surabaya yang berjudul “ Kawin Misya>r : Pandangan kiai NU tentang praktek kawin misya>r di Surabaya, dalam disertasi ini dijelaskan bagaimana fenomena kawin misya>r di surabaya serta faktor yang melatarbelakangi wanita karir surabaya melakukan kawin misya>r serta bagaimana pandangan kiai NU terhadap hal tersebut.

2. Skripsi Yahya Afriandi Univesitas Islam Negeri Sunan Kalijaga yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam terhadap pemenuhan Hak dan Kewajiban suami Isti

23

Rahmat Syafei, Ilmu Ushul Fikih, ( Bandung :Pustaka Setia, 1999), 117.

24


(23)

15

dalam keluarga TKI tahun 2005-2008 dalam skripsi ini lebih menekankan atas bagaimana hak dan kewajiban diberikan oleh keluarga TKI dalam penikahannya.

3. Tesis Ahmad Subail UIN Sunan Kalijaga yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam terhadap nikah Misya>r( Studi terhadap fatwa Yusuf Al-Qard{a>wi tentang Nikah Misya>r) dalam thesis ini dijelaskan mengenai fatwa yusuf Qard{a>wi yang membolehkan adanya nikah Misya>r.

4. Tesis Nasiri UIN Sunan Ampel Surabaya yang berjudul “Kawin Misya>r : Analisa Hukum Islam terhadap Pendapat Yu>su>f al-Qard{awi> dalam Kitab Zawaj al- Misya>r Haqi>qatuh wa H{ukmuh. Dalam tesis ini lebih difokuskan kepada biografi serta pemikiran Qa>rd{awi> atas fatwa terbarunya tentang perkawinan misya>r.

Dari beberapa telaah pustaka yang telah dilakukan secara seksama, penelitian ini memiliki kesamaan dan perbedaan dengan penelitian di atas yang tidak mengurangi orisinilitas penelitian yang hendak diangkat di sini. Kesamaan dengan penelitian yang telah disebutkan di atas adalah penelitian diatas mengenai perkawinan misya>r serta hak dan kewajiban keluarga TKI pembeda dengan penelitian terdahulu adalah bahwa dalam penelitian ini penulis lebih menekankan pada fenomena perkawinan misya>r antar TKI apabila ditinjau dari perspektif hukum Islam.

G. Metode Penelitian


(24)

16

a. Sumber Primer

Yaitu data yang diperoleh penulis secara langsung dari sumbernya, dalam hal sumber data penelitiannya adalah melalui wawancara terhadap beberapa informan yang meliputi TKI aktif Asal Sampang Madura, mantan TKI asal Sampang Madura, Kepala Desa Tlagah Sampang Atau bisa disebut Kampung TKI, Kepala Dinsosnakertrans Sampang. Selain wawancara data yang diperoleh melalui laporan dalam bentuk dokumen seperti Undang-undang dan data mengenai jumlah TKI asal Sampang.

b. Sumber Sekunder

Yaitu penelitian kepustakaaan (library reseach). Artinya data penelitian yakni berupa data yang sudah tersedia (dalam bentuk laporan penelitian, karya ilmiah, atau selainnya).25 Data utama yang digunakan dalam penelitian adalah berupa buku, karya tulis.

Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder berupa buku-buku yang terkait dengan pembahasan ini, yaitu:

1) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 2) Kompilasi Hukum Islam.

3) Ahmad sudirman, menulis buku berjudul Kontruksi Seksualitas Islam dalam wacana social dalam buku ini ahmad sudirman menjelaskan secara detail mengenai nilai-nilai seksualitas dalam Islam dimana hal itu harus terjadi tanpa mengenyampingkan aturan hukum Islam maupun norma yang berlaku.

25

Balai Penelitian Pada Pusat Penelitian Dan Pengabdian Pada Masyarakat (P3M) IAIN Syarif Hidayatullah: Buku Pedoman Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah IAIN Jakarta, (Jakarta: Balai Penelitian, 1996), 10.


(25)

17

4) Yusuf Al-Qard{a>wi menulis buku Zawaj al-Misya>r Haqiqatuh Wa Hukmuh, dalam buku ini terdapat beberapa pendapat yusuf Qard{a>wi yang membolehkan adanya nikah Misya>r.

5) Nasiri menulis buku Praktik Prostitusi Gigolo Ala Yusuf al-Qardhawi, dalam buku ini menjelaskan bahwa fatwa Yusuf al-Qardhawi tentang kebolehan kawin Misya>r menimbulkan kontroversi di kalangan ulama dan buku ini juga menyatakan bahwa Misya>r menyerupai praktik prostitusi sewa gigolo.

1. Jenis Penelitian

Jenis sebuah penelitian dapat ditinjau dari data yang dikumpulkan. Sebagaimana telah disebutkan, data penelitian berupa data primer dan sekunder yang sudah tersedia dari hasil dokumentasi orang lain. Karena itu, ditinjau dari proses keberlangsungan memperolehnya maka penelitian ini dikategorikan sebagai jenis penelitian kualitatif. Dikategorikan demikian karena data yang menjadi objek penelitian berupa pernyataan verbal yang tertuang dalam bentuk tulisan dan tidak dapat diangkakan,26 atau menurut Haidar Nawawi “data yang dinyatakan dalam bentuk kalimat atau uraian”.27

2. Teknik pengumpulan dan pengolahan data

Dalam rangka memperoleh data yang diperlukan, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah secara khas melibatkan wawancara terhadap individu yang telah mengalami fenomena tersebut. Akan tetapi wawancara

26

Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 19.

27

Haidar Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), 97.


(26)

18

dalam hal ini bukan ciri yang universal, karena pengumpulan data dalam studi fenomenologis ini bisa melibatkan beragam sumber data misalnya pengamatan, dan dokumen.28

Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data meliputi: a. Editing, yaitu memeriksa kembali secara cermat data-data yang diperoleh

terutama dari segi kelengkapan, kejelasan, kesesuaian, relevansi, dan keragamannya.

b. Pengorganisasian, yaitu menyusun dan mensistematikakan data-data yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya sesuai dengan rumusan masalah.

3. Teknik analisis data

Mengingat data yang dikumpulkan adalah data kualitatif (data berupa informasi yang tidak dapat diangkakan), maka data tersebut akan dianalisis secara kualitatif pula. Karena itu untuk menelaah dan mengkaji isi kandungan data utama dan yang lain digunakan teknik content analysis (kajian isi). Hal ini didasarkan pada pendapat Lexy J. Moloeng. Ia mengatakan “untuk memanfaatkan dokumen yang padat isinya, biasanya digunakan metode tertentu. Metode yang paling umum adalah content analysis atau dinamakan kajian isi”.29

Dari tiga macam metode content analysis: deskriptif, eksplanatif, dan prediktif,30 yang selaras dengan tujuan penelitian di sini

28

John W Creshwell, Qualitative Inquiry And Research Desain, Terj. Penelitian Kualitatif Dan Desain Riset, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 109.

29

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), 163.

30


(27)

19

adalah deskriptif. Yaitu prosedur sistematis yang bergerak dari satuan analisis yang sempit ( misalnya pernyataan penting) menuju satuan yang lebih luas ( misalnya satuan makna) kemudian meuju deskripsi yang detail yang merangkum dua unsur yaitu apa yang telah dialami individu dan bagaimana mereka mengalaminya.31

Pendekatan yang digunakan dalam menjelaskan berbagai permasalahan dilakukan melalui pendekatan fenomenologis, studi fenomenologis mendeskripsikan pemaknaan umum dari sejumlah individu terhadap berbagai pengalaman hidup mereka terkait dengan konsep atau fenomena. Tujuan utama dari fenomenologi adalah untuk mereduksi pengalaman individu pada fenomena menjadi deskripsi tentang esensi atau intisari universal. ( van manen. 1990 hal 177) untuk tujuan ini para peneliti kualitatif mengidentifikasi fenomena. Peneliti kemudian mengumpulkan data dari individu yang telah mengalami fenomena tersebut dan mengembangkan deskripsi gabungan tentang esensi dari pengalaman tersebut bagi semua individu. Deskripsi ini terdiri dari “apa” yang mereka alami dan “bagaimana” mereka mengalaminya. ( Moustakes, 1994).32

1. Deskriptif: Analisis Isi Yang Dimaksudkan Untuk Menggambarkan Secara Detail Suatu

Pesan Dan Suatu Teks Tertentu.

2. Eksplanatif: Analisis Isi Yang Yang Di Dalamnya Terdapat Pengujian Hipotesis Tertentu. 3. Prediktif: Analisis Isi Yang Berusaha Memprediksi Hasil Seperti Tertangkap Dalam

Analisis Isi Dengan Variabel Lain.

Lihat: Eriyanto, Analisis Isi: Pengantar Metodologi Untuk Penelitian Ilmu Komunikasi Dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta; Kencana, 2011), 45-47.

31

Qualitative Inquiry...., Ibid, 109.

32


(28)

20

4. Sistematika Pembahasan

Dalam penelitian ini penulis akan membahas berbagai aspek yang berhubungan dengan perkawinan TKI secara umum dan beberapa aspek pembeda dari studi terdahulu yang lain.

Bab pertama, penulis memberikan suatu gambaran mengenai latar belakang masalah sehingga penulis melakukan penelitian tentang tinjauan hukum Islam terhadap perkawinana misya>r antar TKI, dengan beberapa bagian terkait, rumusan masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, keangka teoritik, kajian terdahulu dan metode penelitian. Dengan adanya hal ini bisa mempermudah jalannya penelitian yang dilakukan.

Bab kedua, penulis menyampaikan secara umum tentang pernikahan menurut padangan ulama madzhab, macam-macam pernikahan yang dilarang, pandangan ulama atas penikahan yang dilarang.

Bab yang ketiga, penulis memberikan gambaran secara umum mengenai setting penelitian dan fakta di lapanganan yaitu mengenai adanya suatu fenomena kawin misya>r dikalangan TKI, makna kawin misya>r menurut TKI tujuan misya>r serta alasan TKI melakukan praktik kawin misya>r.

Bab yang keempat, dalam bagian ini penulis akan menganalisa serta mendialogkan kontroversi pendapat mengenai kawin misya>r ditinjau dari perspektif hukum Islam berdasarkan fakta yang dipeoleh dilapangan atas kawin misya>r yang dilakukan TKI dengan beberapa pendekatan yaitu fenomenologi dan pendekatan sosiologi hukum Islam.


(29)

21

Bab kelima, lazimnya dalam sebuah laporan hasil penelitian, maka dalam bagian ini dikemukakan beberapa kesimpulan tentang tinjauhan hukum Islam tehadap status makna perkawinan yang didasarkan atas pembahasan sebelumnya. Dalam bagian ini juga terdapat bagian tentang kesimpulan, implikasi, keterbatasan studi dan rekomendasi.

Buku yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan tesis ini adalah

Buku Pedoman Penulisan Makalah, Proposal, Tesis, dan Desertasi Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, terbitan IAIN Sunan Ampel, tahun 2014.


(30)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN MACAM PERKAWINAN DALAM ISLAM

A. Definisi Perkawinan

Secara etimologi, nikah berarti kumpul atau menyatu seperti perkataan :

tana@kah{at al-ashja>r, artinya ketika pohon-pohon itu condong dan satu sama lain

saling menyatu. kata al-nika>h juga bisa bermakna al-zawa>j, seperti perkataan

berikut : Nakah}tu al-mar’atan atau nika>h{an, artinya : aku telah memperistri

wanita itu.33 Allah SWT berfirman :











….

“ ..maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ....” ( Qs.al-Nisa‟

:3)34

Orang arab menggunakan lafaz{ al-nika>h{ dengan arti berikut : al-Akdu

(ijab-qabu>l) atau bermakna al-Wat{’u atau istimta>’. Pada hakikatnya terminologi

nikah dimutlakan atas akad. Mereka menggunakan kata nikah atau akad sebagai

bentuk konotatif dari kata al-wa{t’u. Al-Zamarkasyi berkata : “tiadalah kata

al-Nika>h{ disebutkan didalam al-Qur‟an melainkan bermakna al-Akdu, karena jika di

eksplisitkan kata al-nika>h tersebut bermakna al-wat’u ( hubungan seks). Oleh

karena itu barang siapa hendak menjadikannya sebagai kinayah ( kata sindiran)

maka kata al-wat{’u bisa didatangkan dengan lafadz al-mula>misah atau

al-muma>sah ( menyentuh/ jimak). Jadi barang siapa melakukan perzinaan dengan

33 Muhammad Zuhaily, al-Mu’tamad Fi Al-Fiqh Al-Shafi’i, terj. Fiqh Munakahat: Kajian Fiqh Pernikahan Dalam Perspektif Madzhab Shafi‟i, Mohammad Kholison ( Surabaya : CV Imtiyaz, 2013), 15.


(31)

23

seorang wanita ( hubungan seks yang dilakukan sebelum akad nikah dilangsungkan) maka wanita tersebut tidak haram atas ayah ( orang berzina dengannya) dan anaknya (untuk dinikahi) karena zina bukan termasuk nikah yang

diperbolehkan.35

Para ulama memerinci makna lafal nikah ada empat macam. Pertama, nikah diartikan akad dalam arti yang sebenarnya dan diartikan pencampuran suami istri dalam arti kiasan. Kedua sebaliknya, nikah diartikan percampuran suami istri dalam arti sebenarnya dan akad berarti kiasan. Ketiga, nikah lafal

musytarak ( mempunyai dua makna yang sama). Keempat, nikah diartikan

adh-dhamm meliputi gabungan fisik yang satu dengan fisik yang lain dan gabungan

ucapan satu dengan ucapan yang lain, yang pertama gabungan dalam

bersenggama dan yang kedua gabungan dalam akad.36

Dari keterangan diatas jelas bahwa nikah diucapkan pada dua makna yaitu akad pernikahan dan hubungan intim antara suami istri. Nikah menurut syara‟

maknanya tidak keluar dari dua makna tersebut. ulama us{u>liyu>n telah menukil

dari imam Al-Shafi‟i bahwa nikah diartikan akad dalam makna yang sebenarnya dan hubungan intim dalam makna kiasan adalah pendapat yang kuat, karena

dalam al-Qur‟an tidak ada kata nikah diartikan hubungan intim37 kecuali seperti

firman Allah :





35 Zuhaily, Fiqih Munakahat, 16.

36 Abdul Aziz Muh{ammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, al-Usrotu wa ahka>muha> fi>

tashri’ al-islamiy, terj. Fiqh munakahat abdul majid khon, ( Jakarta : Amzah, 2011), 38.


(32)

24

“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.

“ (al-Baqarah: 230)38

Sebaliknya ulama h{anafiyah berpendapat bahwa kata nikah itu

mengandung arti secara hakiki untuk hubungan kelamin, bila berarti juga untuk

yang lainnya seperti untuk akad adalah dalam arti majazi yang memerlukan

penjelasan untuk maksud tersebut.39 Ulama golongan hanabila berpendapat bahwa

penunjukan kata nikah untuk dua kemungkinan tersebut adalah dalam arti

sebenarnya.40

Secara terminologi terdapat beberapa definisi mengenai perkawinan

diantaranya adalah Abu> Yah{ya zakaria al-Ansh{a>ry mendefinisikan tentang nikah

yaitu :

وأ حاكنا ظفلب ئطو ةح ابا نمضتي دقع و اعرش ح اك لا

وحن

Nikah menurut syara‟ adalah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata yang semakna

dengannya. 41

Selain itu Muh{ammad Abu> Ishrah memberikan definisi yang lebih luas,

yaitu :

قوقح نم امهيكل ام دحيو امهنو اعتو ةارملاو لجرلا نيب ةرشعلا لح ديفي دقع

نم يلع امو

ابجاو

38 Al-Qur‟an, 2 :230.

39 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Indonesia, ( jakarta kencana, 2009), 37 40 Ibid, 37.

41 Abu Yahya Zakariya al-Ansha>ry, Fath alwahhab, ( singapura : Sulaiman Mar‟iy, t.t), juz 2 hal. 30.


(33)

25

Akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi

masing-masing.42

Disamping definisi diatas Undang-Undang No 1 tahun 1974 dalam pasal 1 merumuskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.43

Selain definisi yang diberikan oleh Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tersebut diatas kompilasi hukum islam di Indonesia pada pasal 2 memberikan definisi lain yang tidak mengurangi arti dari definisi Undang-Undang tersebut namun bersifat menambah penjelasan, dengan rumusan sebagai berikut : perkawinan menurut Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau

mi>thaqan ghali>z{an untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah.44

Prof Amir Syarifuddin dalam bukunya hukum perkawinan di Indonesia menjelaskan arti makna dari dua definisi yang ada dalam Undang-Undang No 1 tahun 1974 dan kompilasi hukum Islam yaitu Ungkapan akad yang sangat kuat

atau mi>thaqan ghali>z{an merupakan penjelasan dari ungkapan “ikatan lahir bathin”

yang terdapat dalam rumusan undang-undang yang mengandung arti bahwa akad

perkawinan itu bukanlah semata perjanjian yang bersifat keperdataan.45

42 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, ( Jakarta : Kencana, 2012), 9. 43 UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

44 Kompilasi Hukum Islam.


(34)

26

Selain itu ungkapan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah merupakan penjelasan dari ungkapan berdasarkan ketuhanan yang maha esa dalam Undang Undang hal ini lebih menjelaskan bahwa perkawinan bagi umat Islam merupakan peristiwa agama dan oleh karena itu

orang yang melaksanakan telah melakukan ibadah.46

B. Dasar Hukum Perkawinan

Perkawinan merupakan perbuatan sakral yang menjadikan ikatan lahir bathin antara sepasang suami istri dan perantara penyatu dua keluarga, perkawinan juga memiliki peranan penting dalam kehidupan, pentingnya perkawinan tersebut juga mempunyai dasar hukum dan alasan yang kuat sehingga adanya perkawinan merupakan suatu anjuran yang sangat harus di perhatikan. Adapun dasar hukum perkawinan terdapat dalam firman Allah SWT yaitu

diantaranya Al-Dha>riya>t ayat 49 yaitu :47







Artinya :

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat

kebesaran Allah. ( al-Dha>riya>t :49)

QS: al- Nu>r : 32,48



















46 Ibid, 41.

47 Al-Qur‟an., 51 :4. 48 Al-Qur‟an, 24: 32.


(35)

27

Artinya :

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.

( QS: al-Nu>r : 32)

QS: al-Ru>m ayat 21 yaitu :49













Artinya :

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

( QS : al- Ru>m : 21)

Selain firman Allah SWT dalam al-Qur‟an, dasar hukum dianjurkannya perkawinan juga terdapat hadith- hadith Nabi Saw yang berisi anjuran pernikahan serta pentingnya suatu perkawinan dalam kehidupan.

بابشلا رشعم اي : ملسو يلع ها ىلص ها لوسر لاق ع ها يضر دوعسم نبا ها دبع نع

طتسا نم

يلعف طتسي مل نمو ج رفلل نصحاو رصبلل ضغا ناف جو زتيلف ةء ابلا مك م عا

ب

يلع قفتم ( ءاجو ل ناف م وصلا

(

Dari Abd Alla>h bin Mas‟u>d r.a., Ia berkata : Rasulullah saw bersabda kepada kami

: “ wahai kaulah muda! Barang siapa diantara kamu sekalian ada yang mampu kawin, maka kawinlah. Maka sesungguhnya kawin itu lebih memejamkan mata (

menundukkan pandangan ) dan lebih memelihara farji, barang siapa yang belum

mampu kawin sedangkan ia sudah menginginkannya. Maka berpuasalah, karena

puasa itu dapat melemhkan shahwat. ( HR. Bukhori dan Muslim)50

49 Al-Qur‟an, 30 :21.


(36)

28

لاقو يلع ى ثاو ها دمح ملسو يلع ها ىلص يب لا نا ع ها يضر كلام نبا سنا نع

ا جوزتاو رطفاو موصاو مانا و ىلصأ انأ نكل

ى م سيلف يت س نع بغر نمف ءاس ل

Dari Anas bin Malik r.a bahwa Nabi saw memuji Allah SWT dan

menyanjung-NYA. Kemudian beliau bersanda :” akan tetapi aku sa>lat, aku tidur, aku puasa dan

aku pun mengawini perempuan. Maka barang siapa yng tidak suka akan sunnahku, maka ia bukan dari golonganku. ( HR. Bukhari Muslim)

C. TUJUAN PERKAWINAN

Tujuan nikah pada umumnya tergantung pada masing-masing yang menjalani pernikahan tersebut, karena sebenarnya tujuan pernikahan bersifat subjektif. Islam sangat menganjurkan adanya pernikahan, jelas ada tujuan yang jelas dalam perkawinan yang dilakukan.

Al-Ghaza>li membagi lima tujuan adanya pernikahan yaitu : mendapat

keturunan, menyalurkan syahwat, menghibur diri, pengelolaan rumah tangga, dan

berjuang melawan kecenderungan nafsu atas masalah dalam keluarga.51

1. Memperoleh Keturunan

Hal ini merupakan tujuan utama disyariatkan perkawinan agar dunia tidak menjadi kosong dari jenis manusia. harapan untuk mendapatkan keturunan juga dimiliki oleh pria maupun wa

nita. Akan tetapi perlu diketahui bahwa mempunyai anak bukanlah suatu kewajiban melainkan amanat dari Allah SWT. Walaupun dalam kenyataannya

ada seorang yang ditakdirkan utnuk tidak mempunyai anak.52

51 Al-Ghazali, Adab al-Nika>h, ( Bandung : Kharisma, 1997), 24. 52 Slamet abidin, Fikih Munakahat, 13.


(37)

29

Allah berfirman dalam al-Qur‟an yaitu :















Artinya :

Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. ( Qs.

al-Syu>ra> : 49-50)53

Dalam hal ini menurut al-Ghaza>li upaya ingin memperoleh keturunan

adalah salah satu mencari keridhaan Rasulullah yakni dengan memperbanyak keturunan yang dengannya dapat membanggakan umatnya diantara umat-umat lain. Seperti yang pernah dinyatakan oleh beliau sendiri. Hal ini seperti yang dirawikan Umar r.a : aku sering menikah semata-mata karena ingin mempunyai banyak anak. Juga adanya beberapa riwayat yang menyatakan

bahwa kemandulan adalah hal yang tidak disukai pada wanita.54 Antara lain

sabda nabi SAW, :

دلت ا ةارما نم ريخ تيبلا ةيح ان يف ريصحل

53 Al-Qur‟an, 42 : 49-50.


(38)

30

“ Sehelai tikar disuatu sudut rumah lebih baik daripada seorang istri yang

mandul”55

Selain itu Rasulullah bersabda :

دود ولا د لولا مكءاسن ريخ

“Yang terbaik diantara istri istri kalian ialah yang banyak memberikan anak

dan sangat berkasih sayang kepada suami”56

2. Menyalurkan Syahwat

Pada hakikatnya, diciptakannya syahwat seksual pada diri manusia ialah sebagai pembangkit dan pendorong dalam mencapai tujuan perkawinan, pihak laki-laki diberikan tugas menyediakan benih, sementara wanita sebagai lahan yang siap ditanami. Adapun syahwat dalam diri mereka merupakan upaya lembut dan halus guna menggiring mereka menghasilkan anak melalui

hubungan kelamin ( jima‟).57 Menurut al-Ghaza>li seperti halnya menebarkan

biji-bijian yang disenangi burung-burung sebagai upaya halus mengiring ke

arah jala atau perangkap.58

Dalam al-Qur‟an Allah mengisyaratkan hal tersebut melalui firman Allah SWT yaitu :







Artinya :

55 Dirawikan oleh Abu Bakar Al-Tauqaniy dalam buku Mu‟asyarat al-ahlin behenti ( mauquf) pada Umar bin Khat{{tab. Menurut al-„Iraqy : tidak kujumpai ucapan ini marfu‟ ke Rasulullah.

56 HR Al-Baihaqiy dengan sanad s{ah{ih 57 Al- ghazali, adab al-nika>h, 24. 58 Ibid, 24.


(39)

31

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu

kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) unt uk dirimu.59

Tapi lebih dari hal tersebut perkawinan merupakan amal salih, keberhasilan seseorang mengontrol seksualitasnya berarti merupakan kemenangan moral, pembiakan dari kepentingan seksual serta jiwa yang sehat, yang menadapatkan kepuasan pikiran, maka dari itu perkawinan harus dilihat sebagai rahmat

Allah.60

Hal-hal tersebut diisyaratkan dalm sabda nabi saw :

ي ها قتيلف , هنيد فصن نصح دقف حكن نم

رخ اا رطشلا

Barang siapa kawin. Sesungguhnya ia telah membentengi separuh dari agamanya, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah dalam menjaga separuh lainnya.

3. Menghibur Hati

Dalam hidup berkeluarga perlu adanya ketentraman, kebahagiaan, dan ketenangan lahir batin. Dengan keluarga yang bahagia dan sejahtera akan dapat mengantarkan pada ketenangan ibadah.

Allah berfirman yaitu :







Artinya :

Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia

menciptakan isterinya, agar Dia merasa senang kepadanya. ( Qs : al-A‟ra>f :

189)61

59 Al-Qur‟an, 2 : 223.

60 Hammuda „abd al‟ ati, the family structure in Islam, ( Surabaya : PT Bina Ilmu), 74. 61 Al-Qur‟an, 7 :189.


(40)

32

Ali r.a pernah berkata : “ hiburlah hatimu sesaat, sebab apabila terus menerus dipaksa ia akan menjadi buta”

Dalam salah satu hadits disebutkan :

اهيف بس احي ةع اس و بر اهيف ىج ا ي ةعاس , ةع اس ث اث ل نوكت نا لق اعلا لع

, سفن

برشمو معطمب اهيفولخي ةع اسو

“Seorang berakal haruslah mempunyai tiga saat. Satu saat untuk bermunajat dengan tuhannya, satu saat untuk melakukan perhitungan ( muhasabah) dengan dirinya sendiri, dan satu saat lagi untuk beristirahat dengan akan dan

minum.”62

Abu darda pernah berkata : adakalanya hatiku kuistirahatkan dengan sedikit hiburan, agar setelah itu itu kembali gairahnya untuk beribadah.

Rasulullah saw pernah bersabda :

ةاصلا يف ى يع ةرق تلعجو , ءاس لاو بيطلا : ثاث مك ايند نم يلا ببح

“tiga hal dari dunia kalian ini yang mebuat hatiku disukakan kepadana : wangi-wangian dan wanita, serta salat yang dijadikan sumber utama

kebahagiaanku.”63

Hal yang mampu diambil dari beberapa diatas, bahwasannya adanya perkawinan adalah salah satunya untuk menghibur diri, tetapi menghibur diri ini dilakukan demi melepas lelah dan memperbarui semangat untuk beribadah kepada Allah, karena setiap manusia memiliki gejolak dan setiap gejolak akan mereda kembali.

4. Pengelolaan Dalam Keluarga

Keluarga atau rumah tangga adalah sebuah lembaga yang pada mulanya dimaksudkan sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram,

62 HR. Ibu Hibban dari Abu dzar.


(41)

33

aman , damai dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara mereka didalamnya. Sepasang suami istri seharusnya dapat menemukan

ketenangan jiwa, kepuasaan batin, dan gairah cinta didalam rumahnya.64

Menurut al-Ghaza>li seorang istri yang solihah adalah yang pandai mengatur

rumah tangga guna memenuhi kewajiban agama. Sedangkan terbengkalainya

urusan rumah tangga pasti membuat risau hati. Menurut abu> sulaiman

al-Darani berkata : seorang istri solihah tidak termasuk kemewahan dunia justru dialah yang mampu memusatkan perhatianmu untuk kehidupan akhiratmu dengan adanya istri yang pandai mengatur rumah tangga dan saluran aktifitas

seksual halal.65

Dalam perjalanan perkawinan, bisa saja terjadi suatu pertengkaran, tetapi al-Qur‟an memperingatkan agar setiap pasangan itu mentaati perintah Allah untuk saling berbuat baik serta sama-sama menjalankan perintah Allah.

Menurut hammudah abd al- lat‟i mengatakan bahwa antara laki-laki dan wanita sama derajatnya dalam pernikahan amat dianjurkan jika secara relatif ekonomi keduanya menjamin kehidupan mereka. Bagi wanita faktor ekonomi tidak dimasalahkan. Tapi bukan berarti lalu perkawinan menurut Islam itu bisa digambarkan sebagai transaksi ekonomi. Menjadi tugas lelakilah untuk menjamin keamanan ekonomi keluarga ia harus membantu istri dengan berbagai kebaikan, sedang tugas istri adalah mengerjakan tugas-tugas rutin

rumah tangga yang diperluan keluarga.66

64 Husein Muhammad, Fikih perempuan, ( Lkis : Yogyakarta, 2007), 150. 65 Al-Ghazali, adab al-nikah, 44.


(42)

34

D. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI 1. Hak dan kewajiban suami Istri

a. Hak bersama suami Istri

Yang dimaksud hak bersama suami istri adalah hak bersama secara timbal balik dari pasangan suami istri terhadap yang lain. Adapun hak bersama itu adalah sebagai berikut :

1) Bolehnya bergaul dan bersenang senang diantara keduanya, karena hal

ini merupakan hakikat sebenarnya dari perkawinan.

2) Timbulnya hubungan suami istri dengan keluarga istrinya dan sebaliknya

hubungan istri dengan keluarga suaminya yang disebut mushaharah.

3) Hubungan saling mewarisi diantara suami istri. Setiap pihak berhak

mewarisi pihak lain bila terjadi kematian.67

4) Sah menasabkan anak kepada suami

5) Berlaku pula dengan baik. Kewajiban bagi suami istri memperlakukan

pasangannya dengan baik sehingga dapat menumbuhkan kemesraan dan

kedamaian.68 Allah berfirman yaitu :









dan pergaulilah mereka (istri) dengan baik...” ( An-nisa :19)69

b. Kewajiban Suami Istri

67 Syarifuddin, Hukum perkawinan di Indonesia, 163

68 Sayyid sabiq, fikih Sunnah, ( Bandung : PT al-Ma‟arif, 1980), 53. 69 Al-Qur‟an, 4 :19.


(43)

35

Mengenai kewajiban suami istri dalam perkawinan, kompilasi hukum Islam menjelaskan secara rinci sebagai berikut yaitu dalam pasal 77 :

1) Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah

tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

2) Suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.

3) Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara

anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya.

4) Suami istri wajib memelihara kehormatannya.

5) jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat

mengajukan gugatan kepada pengadilan Agama.70

Kewajiban suami istri Dalam hal diatas dilanjutkan dalam pasal 78 kompilasi hukum Islam yang berbunyi :

1) Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap

2) Rumah kediaman yang dimaksud ditentukan oleh suami istri bersama.71

c. Hak dan Kewajiban Suami Terhadap Istri a. Hak Suami atas Istri

Hak seorang suami terhadap istri tidak ada yang berbentuk materi secara langsung, yang ada adalah kewajiban dalam bentuk non materi, kewajiban yang bersifat non materi itu adalah :

70 Kompilasi Hukum Islam. 71 Kompilasi hukum Islam.


(44)

36

1) Menggauli suaminya secara layak sesuai dengan kodratnya. Hal ini

dapat dipahami dari ayat yang menuntut seorang suami menggauli istrinya secara baik.

2) Memberikan rasa tenang dalam rumah tangga untuk suaminya dan

memberikan rasa cinta dan kasih sayang kepada suaminya dalam batas-batas yang berada dalam kemampuannya.

3) Taat dan patuh kepada suaminya selama suaminya tidak menyuruhnya

untuk melakukan perbuatan maksiat.72

Kewajiban mematuhi suami dapat dilihat dari isyarat firman Allah dalam yaitu :























Perempuan-perempuan yang saleh ialah perempuan yang taat

kepada Allah (dan patuh kepada suami) memelihara diri ketika

suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara mereka. (

al-Nisa>‟ : 34)73

72 Amir syarifudin, Hukum Perkawinan, 162. 73 Al-Qur‟an, 4 : 34


(45)

37

b. Kewajiban Suami terhadap Istri

Adapun mengenai kewajiban suami terahadap istri yaitu mencakup kewajiban materi berupa kebendaan dan kewajiban non materi yang

bukan berupa kebendaan atau disebut kewajian rohaniah.74

Dalam kewajiban berupa kebendaan Sesuai dengan penghasilannya suami mempunyai kewajiban terhadap istri yaitu : memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal, biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan istri dan anak serta biaya pendidikan anak. Kewajiban tersebut mulai berlaku setelah ada tamkin yaitu istri mematuhi suami, khususnya ketika suami ingin menggaulinya. Disamping itu nafkah bisa gugur apabila ia ( istri) nusyuz.

Dalam kompilasi hukum Islam kewajiban suami terhadap istri dijelaskan secara rinci pada pasal 80 yaitu :

1. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan

tetapi mengenai hal-hal rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama.

2. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

3. Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan memberi

kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama dan bangsa.

4. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :

74 Sayyid sabiq, fikih Sunah, 53.


(46)

38

a. Nafkah kiswah dan tempat kediaman bagi istri.

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi

istri dan anak.

c. Biaya pendidikan anak.

d. Kewajiaban suami terhadap istrinya seperti tersebut diatas mulai

berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.

e. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap

dirinya.

f. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat 2 gugur apabila istri

nusyuz.75

c. Hak Istri Terhadap Suami

adapun mengenai hak-hak istri yang wajib dilaksanakan oleh suami adalah sebagai berikut :

1. Mahar

Mahar atau mas kawin adalah nama bagi harta yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada perempuan karena terjadinya akad

perkawinan.76

Salah satu dari usaha Islam ialah memperhatikan dan menghargai kedudukan wanita, yaitu memberinya hak untuk memegang urusannya. Mahar secara etimologi artinya mas kawin. Menurut imam

Ibn al-Qasi>m mahar disebut juga dengan istilah shadaq yang secara

etimologi adalah sebutan suatu benda yang wajib diberikan sebab

75 Kompilasi hukum Islam.


(1)

99

semata-mata untuk pembangkit serta pendorong mencapai tujuan dalam perkawinan. Dengan adanya seksualitas syahwat akan tercipta suatu keharmonisan di dalam perkawinan. Adapun menurut TKI perkawinan

Misya>r adalah langkah untuk menghindari perbuatan zina, hal ini dikarenakan TKI merupakan seseorang yang dalam perjalanan dan jauh dari keluarga, biasanya TKI laki-laki yang menikah secara Misya>r memiliki keluarga di kampung halaman, sehinga menurut mereka jalan satu-satunya untuk menghindari dari perbuatan yang dilarang adalah menikah Misya>r.

Yang ketiga, makna Misya>r dilihat dari motif sosial, sosial merupakan masalah pokok dalam perkawinan tersebut, menurut beberapa TKI asal Sampang Madura, dilakukannya Misya>r dikarenakan adanya faktor-faktor tertentu seperti faktor ekonomi, selain itu bagi TKI asal Sampang Madura di Arab Saudi membutuhkan perlindungan mahram.

2. Praktik perkawinan Misya>r antar TKI asal Sampang Madura merupakan

perkawinan yang sah secara agama karena terpenuhi adanya ijab dan qabul, tetapi keabsahan perkawinan dalam misya>r antar TKI bisa berubah menjadi

batalnya keabsahan perkawinan karena perkawinan yang dilakukan tidak sesuai dengan tujuan perkawinan dalam Islam, tujuan perkawinan yang dilakukan antar TKI ini cenderung bertujuan kesenangan semata dan bersifat tidak kekal hal ini jelas akan mendatangkan mudharat bagi salah satu pihak, perkawinan

misya>r antar TKI ini cenderung seperti perzinahan terselubung yang diberi


(2)

100

Selain hal tersebut diatas, perkawinan misya>r antar TKI bertentangan dengan

ayat al-Qur’an QS. Al-Talaq 6-7 serta kompilasi hukum islam mengenai anjuran nafkah dan tempat tinggal bagi istri.

B. Saran-saran

1. Perlu adanya sosialisasi bagi TKI bahwa perkawinan jenis misya>r merupakan

perkawinan membahayakan serta merugikan salah satu pihak, sehingga perlu adanya ketegasan aturan mengenai perkawinan bagi TKI.

2. Hendaknya para peneliti, baik individu maupun kolektif, untuk melakukan penelitian lanjut tentang maraknya dan bahayanya kawin Misya>r itu sendiri.


(3)

101

BIBBLIOGRAFI

‘abd al’ ati , Hammuda. the family structure in Islam. Surabaya : PT Bina Ilmu.

Ahmad Ichsan. Hukum Perkawinan Bagi Yang Beragama Islam Suatu Tinjauan Dan Ulasan Secara Sosiologi Hukum, Pradnya Paramita:Jakarta. 1987.

Al- Qardhawi, Yusuf . Hady al-Islam Fa>tawi> Mu’a>s{irah. kairo : Dar al-Qalam li al Nah wa al Tawz. 2001.

---.Fa>ta>wa> al-Mu’a>s{irah. Risalah Gusti : Surabaya. 1996.

Qard{awi>, Yu>suf. Zawaj Al-Miya>r H{aqi>qatuh Wa H{ukmuh. Kairo: Maktabah wahbah 2005.

Al-Zuhayliy , Wahbah. Tafsi>r al-Mun>ir. Bairut Dae al-Kutub. 2000.

---. Fiqih Isla>miy Wa Adillatuhu>. Jakarta : Darul Fikir. 2011. Al-Amir Al-Shan’ani, Muh{ammad bin Ismail. Subul Al-Sala>m. Jakarta : Darus Sunnah.

2009.

Al-Asyqar , Usa>mah. Mustajida>t al-Fiqihiyyah fi> Qadha>ya al-Zawaj wa al-Thalaq. Damaskus: Da>r al-Ilmiyyah, 1422 H.

---. Mustajidat, fi Qadhaya al zawaj wa al Thalaq Damaskus : Dar al-Ilmiyah. 1422 H.

Al-Duraywish , Yusu>f. Al zawa>j al-Urf. Riyadh : Dar> al-Asi>mah. Al-Ghazali. Adab al-Nika>h. Bandung : Kharisma. 1997.

Al-Safi’ii. Al-Umm Juz V . Bairut : Dar al-kutub Al-Ilmiah, t, th. al-Sha>fi’i>. Muh}ammad bin Idri>s Al Umm, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1403 H.\

Arikunto, Suharsimi. 1998. Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek Jakarta: Rineka Cipta.

Ash Shabuni , Muhammad Ali. Tafsir Ayat Ahkam. Jakarta : Bina Ilmu. Betty R Scarf. The Sosiological Study Of Religion. Jakarta : Kencana, 2004.


(4)

102

CreshWell, John W 2013. Qualitative Inquiry And Research Desain. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Darmawan. 2007. Eksistensi Mahar dan Walimah. Surabaya: Srikandi.

Djubaedah, Neng. Pencatatan Perkawinan Dan Perkawinan Tidak Dicatat. Jakarta : Sinar Grafika, 2010.

Eriyanto. 2011. Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta; Kencana.\

Francis Fukuyama. Goncangan Besar, Kodrat Manusia Dan Tata Sosial Baru. Gramedia Pustaka Utama. 2005.

George Ritzer, Douglas J goodman. 2004. Modern Socological Theory, terj. Teori Sosiologi Moder,. Jakarta : Kencana.

Ghazali, Abdul Rahman, Fiqh Munakahat. Jakarta : Kencana. 2012.

Glasse , Cyrill. Ensiklopedi Islam. terj : Ghufron A. Mas’adi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Hajar, Ibnu. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif Dalam Pendidikan

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1999.

Haroen , Nasrun. Ushul Fiqh 1. Jakarta : PT Logos, 2001.

Hidayatullah, Haris. ‚ Analisis Terhadap Pro Kontra Nikah Mut’ah Dalam Persperktif Maqashid Al- Sari’ah‛ Religi Vol. V No. 1 .

Hidayatullah. Balai Penelitian pada Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) IAIN Syarif, 1996. Buku Pedoman Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah IAIN Jakarta, (Jakarta: Balai Penelitian.

Ibnu Humam, Syarh Fath al-Qadir. kairo : Mustafa al-Halabi. 1970 Ibnu Qasim al-Ibad. Hashiyah al-Sharwani. Beirut Dar al-Fikr. 1996.

Ibnu Rusyd. Bida>yatu>l mujtahid Wa Niha>yatu>l Muqtashi>d. Jakarta : Pustaka Amani. Imam al-Bukha>ri>. S{ah{ih{ al- Bukha@ri, ( Bairut Da>r al- Kutub al-ilmiah, 1992), 429 .


(5)

103

Imam Uyayni, Umdat al-Qari’ bi Sharh al-Bukhari. bairut : Dar al-kutub.

Indira Acintia Hapsar. Nikah siri dan dan nikah kontrak dalam persperktif hukum positif di Indonesia, Fakutas Hukum UNS

Margharet M piloma. 2004. Contemporary Sosiological theory. terj. Sosiologi kontemporer. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Muh{ammad Azzam, Abdul Aziz, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, al-Usrotu wa

ahka>muha> fi> tashri’ al-islamiy, terj. Fiqh munakahat abdul majid khon. Jakarta : Amzah, 2011.

Muhammad , Husein. Fikih Perempuan. Lkis : Yogyakarta, 2007. 150.

Murata, Sachiko. Temorary In Islamic Law. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Nasiri, ‚Meneropong Pelaku Kawin Misya>r di Surabaya‛, Ijtihad Jurnal Wacana

Hukum Islam Dan Kemanusiaan, Volume 15, No 2 , Desember 2015.

Nawawi, Haidar. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Qulyubi, Imam. al-Muhalla. Bairut : Dar al-Kutub.

Rahmat, Syafei. 1999. Ilmu Ushul Fikih. Bandung :Pustaka Setia.

Ramulyo, Idris. 1995. Hukum Perkawinan, Kewarisan, Hukum acara pengadilan Agama. Jakarta : Sinar Grafika.

Rohmat, ‚Kedudukan Wali dalam Pernikahan : Studi pemikiran Safi’iyah dan hanafiyah Dan Praktiknya di Indonesia‛, Al-‘Adalah Vol X , No. 2 . Juli, 2011. Roibin. 2008. Sosiologi Hukum Islam Telaah sosio Historis pemikiran Imam syafii.

Malang : UIN malang Press.

Sabiq, Sayyid. Fikhussunnah. Bandung : PT al-Ma’arif, 1980.

Shafra, ‚Nikah kontrak menurut hukum Islam Dan Realitas Indonesia‛, Marwah, Vol. IX No 1. Juni, 2010.

Soekanto, Soejono. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta : PT Raja Grafindo Pesada, 2002.

Soemiyati. Hukum Perkawinan Islam dan undang-undang perkawinan. Yogyakarta: libert. 2007.

Sudikin Basrowi. 2002. Penelitian Kualitatif. Surabaya: Insan Cendekia.

Sudirman Teba. 2003. Sosiologi Hukum Islam. Yogyakarta : UII Press Indonesia. Sudirman, Ahmad. 1999. Kontruksi Seksualitas Islam dalam wacana sosial.

Yogyakarta : Media Pressindo.

Syarifudin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media.

Tami>mi , Ahmad. Zawa>j al-Misya>r. ‚ artikel yang diterbitkan oleh majalah al-Usrah, edisi Muharram 1418 H.


(6)

104

Thohari , Chomim. ‚Fatwa Ulama Tentang Hukum Nikah Misya>r Perspektif Maqa>sid Shari’ah‛ , Al-Tahrir, Voi. 13, No. 2 , November 2013

Timami, HMA. 2010. Fikih Munakahat Kajian Fikih Lengkap. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tri Andias, ‚Analisi Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan Migran Bekerja di Dalam Negeri dan Luar Negeri ( Studi kasus Kecamatan GondangLegi Kabupaten Malang)‛ Universitas Brawiajaya Malang. Malang, 2014.

Zakariya al-Ansha>ry, Abu Yahya. Fath alwahhab. singapura : Sulaiman Mar’iy. t.t. Zawad Mughniyah , Muhammad. Fiqh Lima madzhab. Jakarta : Lentera, 2011.

Zuhaily, Muhammad. al-Mu’tamad Fi Al-Fiqh Al-Shafi’i, terj. Fiqh Munakahat:

Kajian Fiqh Pernikahan Dalam Perspektif Madzhab Shafi’i, Mohammad