Penentuan Nilai Reaktivity Residu (RR) O2 Untuk Pengendalian Kualitas Anoda Di PT Inalum Kuala Tanjung

(1)

PENENTUAN NILAI REAKTIVITY RESIDU (RR) O2 UNTUK

PENGENDALIAN KUALITAS ANODA

DI PT INALUM KUALA TANJUNG

KARYA ILMIAH

PARNI

072409035

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMTIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PENENTUAN NILAI REAKTIVITY RESIDU (RR) O2 UNTUK PENGENDALIAN KUALITAS ANODA

DI PT INALUM KUALA TANJUNG KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

PARNI 072409035

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN NILAI REAKTIVITY RESIDU (RR)

O2 UNTUK PENGENDALIAN KUALITAS ANODA DI PT INALUM KUALA TANJUNG

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : PARNI

Nomor Induk Mahasiswa : 072409035

Program Studi : D3 KIMIA INDUSTRI Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Juli 2010

Diketahui / Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua, Dosen Pembimbing

DR. Rumondang Bulan, MS Drs. Syamsul Bachri Lubis,M.Si Nip. 195408301985032001 NIP : 195108181980031002


(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN NILAI REAKTIVITY RESIDU (RR) O2 UNTUK PENUNJANG KUALITAS ANODA

DI PT INALUM KUALA TANJUNG

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing sumbernya disebutkan.

Medan, Juli 2010

Parni 072409035


(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat dan karunianya sehingga penulisan karya ilmiah ini yang berjudul PENENTUAN NILAI REAKTIVITY RESIDU (RR) O2 UNTUK PENGENDALIAN KUALITAS ANODA DI PT INALUM KUALA TANJUNG, akhirnya dapat penulis selesaikan.

Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil kerja praktek yang dilaksanakan di PT INALUM dari tanggal 21 Desember s/d 29 Januari 2010, dengan menerapkan ilmu pengetahuan yang penulis peroleh selama menuntut ilmu di bangku kuliah dan didukung teori-teori dari literatur dan buku-buku bacaan.

Selama penulisan karya ilmiah ini, banyak kendala yang penulis hadapi. Berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnyan penulisan dapat diselesaikan tepat waktu. Oleh karena itu, tiada kata yang lebih patut untuk penulis sampaikan kecuali ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Keluargaku tercinta, Ayahanda Saun dan Ibunda Paisah, yang telah mencurahkan kasih sayang, dukungan serta do’a yang tiada henti kepada penulis.

2. Bapak Drs. Syamsul Bachri Lubis,M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah berkenaan meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan dorongan.

3. Ibu DR. Rumondang Bulan, MS, selaku ketua Departemen Kimia F.MIPA USU. 4. Bapak Prof.Drs.H.Harry Agusnar Msc MPhill, selaku ketua program studi Kimia

Industri.

5. Bapak DR.Eddy Marlianto,Msc, selaku Dekan F.MIPA USU.

6. Bapak Kusnandar, Bapak Akmal, selaku pembimbing lapangan yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan banyak masukan kepada penulis.

7. Bapak pimpinan staff dan para karyawan PT INALUM yang telah membimbing dan menyediakan fasilitas selama penulis melaksanakan kerja praktek.


(6)

9. Teman-teman tersayang Lisik, Hendra, Lia, Reni, Putri, Leni dan lain-lain. Semua hari yang telah kita lalui baik selama kuliah ataupun selama PKL adalah hari yang terindah yang selalu penulis kenang.

10. Teman-teman Stambuk 2007 yang telah memberikan suasana kuliah yang menyenangkan dan teman-teman OJT yang selalu memberikan dukungan dan perhatiannya.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Semoga segala bantuan dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis akan memperoleh balasan dari Allah SWT.

Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyajian karya ilmiah ini, baik dari segi teknis penulisan maupun substansinya, masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis tidak menutup kemungkinan bagi para pihak untuk memberikan saran maupun kritik yang bersifat membangun guna penyempurnaan karya ilmiah ini.

Medan, Mei 2010 Penulis


(7)

ABSTRAK

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas anoda yaitu Reactivity Residu (RR) terhadap gas O2. Reaktivity Residu (RR) O2 yaitu parameter yang menyatakan seberapa banyak anoda karbon yang tinggal setelah bereaksi dengan gas O2. Nilai Reaktivity Residu (RR) O2 yang diperoleh harus diatas 88 %, karena apabila Reaktivity Residu (RR) O2 dibawah 88 % anoda tersebut lebih cepat teroksidasi dan banyak menghasilkan debu karbon sehingga anoda lebih mudah retak dan pemakaian anoda tidak optimal.

Dari hasil pengamatan diperoleh nilai Reactivity Residu (RR) O2 yaitu 90,75 %, 91,95 %, 90,76 %, 89,53 %. Hal ini menunjukkan bahwa anoda yang dihasilkan masih memenuhi standar mutu yang telah ditentukan yaitu diatas 88 %.


(8)

THE DETERMINATION OF VALUE REACTIVITY RESIDU (RR) O2 TO RESTRAINT THE QUALITY OF ANODE

ON PT INALUM KUALA TANJUNG

ABSTRACT

One of the factors effecting the quality of anode is Residual Reactivity (RR) of O2. Residual Reactivity (RR) of O2 is the parameter of the amount of carbon anode left after the reaction of O2. The value of Residual Reaktivity (RR) of O2 obtained must be over 88 %, because if the Residual Reactivity (RR) of O2 is below 88 %, the anode is more suscaptible to oxidation and will yield carbon dust so that the anode is easier crack and the use of anode is not optimum.

For the observation obtained the value Residual Reactivity (RR) of O2 are 90,75 %, 91,95 %, 90,76 %, 89,53 %. This is show that the anode produced still the supply standardized have the certained must be over 88 %.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Aluminium 4

2.2 Aluminium 4

2.2.1 Mekanisme Proses Elektrolisa 8

2.2.2 Sifat-sifat dan Pemakaian Aluminium 10

2.3 Produksi Aluminium 11

2.3.1 Elektrolit 12

2.3.2 Alumina 12

2.3.3 Katoda 13

2.3.4 Anoda Karbon 14

2.4 Proses Pembuatan Anoda 17

2.4.1 Green Plant 17

2.4.1.1 Kokas 18

2.4.1.2 Coal Tar Pitch 20

2.4.1.3 Butt (Puntung Anoda) 22

2.4.1.4 Green Scrap (Skrap Mentah) dan

Baked Scrap (Scrap Masak) 22

2.4.2 Baking Plant 24

2.5 Pengendalian Kualitas Anoda 26

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 28

3.1.1 Alat 28

3.2.2 Bahan 28


(10)

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data 30

4.2 Perhitungan 31

4.2 Pembahasan 32

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 34

5.2 Saran 34


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 : Sifat-sifat Fisik dan Kimia dari Aluminium 8 Tabel 2.2 : Sifat-sifat Fisik Material Karbon 10

Tabel 2.3 : Spesifikasi Kokas PT INALUM 18

Tabel 2.4 : Spesifikasi dari CTP (Coal Tar Pitch) yang digunakan

oleh PT INALUM untuk menghasilkan anoda yang bagus 21

Tabel 2.5 : Standar Mutu Karakteristik Anoda 25

Tabel 4.1 : Data Hasil Pengamatan Untuk Kereaktifan Anoda

Terhadap O2 30

Tabel 4.2 : Data Hasil Perhitungan Nilai Reaktivity Residu O2 32


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 : Sel Elektronik yang Digunakan dalam Proses

Hall-Heroult untuk Memproduksi Aluminium 6

Gambar 2.2 : Skema Penghasilan Coal Tar 20


(13)

ABSTRAK

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas anoda yaitu Reactivity Residu (RR) terhadap gas O2. Reaktivity Residu (RR) O2 yaitu parameter yang menyatakan seberapa banyak anoda karbon yang tinggal setelah bereaksi dengan gas O2. Nilai Reaktivity Residu (RR) O2 yang diperoleh harus diatas 88 %, karena apabila Reaktivity Residu (RR) O2 dibawah 88 % anoda tersebut lebih cepat teroksidasi dan banyak menghasilkan debu karbon sehingga anoda lebih mudah retak dan pemakaian anoda tidak optimal.

Dari hasil pengamatan diperoleh nilai Reactivity Residu (RR) O2 yaitu 90,75 %, 91,95 %, 90,76 %, 89,53 %. Hal ini menunjukkan bahwa anoda yang dihasilkan masih memenuhi standar mutu yang telah ditentukan yaitu diatas 88 %.


(14)

THE DETERMINATION OF VALUE REACTIVITY RESIDU (RR) O2 TO RESTRAINT THE QUALITY OF ANODE

ON PT INALUM KUALA TANJUNG

ABSTRACT

One of the factors effecting the quality of anode is Residual Reactivity (RR) of O2. Residual Reactivity (RR) of O2 is the parameter of the amount of carbon anode left after the reaction of O2. The value of Residual Reaktivity (RR) of O2 obtained must be over 88 %, because if the Residual Reactivity (RR) of O2 is below 88 %, the anode is more suscaptible to oxidation and will yield carbon dust so that the anode is easier crack and the use of anode is not optimum.

For the observation obtained the value Residual Reactivity (RR) of O2 are 90,75 %, 91,95 %, 90,76 %, 89,53 %. This is show that the anode produced still the supply standardized have the certained must be over 88 %.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di PT. Inalum, aluminium dapat dibuat dengan menggunakan proses Hall-Heroult yang mereduksi alumina dengan bantuan anoda karbon, dan juga anoda melalui proses elektrolisa.

Anoda adalah elektroda tempat terjadinya reaksi oksidasi dalam proses elektrolisa. Anoda yang dipakai dalam proses elektrolisa yaitu anoda karbon. Karbon merupakan bahan pembentuk anoda yang akan terkonsumsi menjadi karbon dioksida selama proses elektrolisis. Selain berfungsi sebagai reaktan yang menjadi reduktor pada reaksi elektrolisis alumina menjadi aluminium, anoda karbon juga berfungsi sebagai penghantar arus listrik menuju katoda melalui elektrolit.

Konsumsi anoda yang terjadi di tungku reduksi tidak sesuai dengan konsumsi anoda teoritis. Konsumsi berlebih dari anoda dipengaruhi oleh performansi dari tungku reduksi (current efficiency) dan performansi dari anoda sendiri (excess consumption). Konsumsi anoda yang berlebih terjadi secara kimia dan fisika. Secara kimia, anoda akan terkonsumsi karena pada karbon terjadi reaksi dengan udara (airburn) dan reaksi dengan karbon dioksida (carboxy attack).

Untuk Mendapatkan kualitas anoda yang baik, maka kualitas anoda karbon harus ditingkatkan terutama kualitas yang menyangkut kereaktifan anoda karbon


(16)

terhadap gas O2. Karena apabila reaksi yang dilakukan anoda karbon terhadap gas O2 besar maka anoda karbon akan cepat habis dan pemakaiannya tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan dan akan merugikan pihak pabrik yaitu PT. Inalum. Untuk meningkatkan kualitas anoda karbon terutama yang menyangkut kereaktifannya terhadap gas O2 maka perlu diketahui nilai Reaktivity Residu (RR) O2. Nilai Reaktivity

Residu (RR) O2 adalah parameter yang menyatakan seberapa banyak anoda karbon yang hilang karena bereaksi dengan gas O2 (Hume, 1999).

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul :

PENENTUAN NILAI REAKTIVITY RESIDU (RR) O2 UNTUK PENGENDALIAN KUALITAS ANODA DI PT INALUM KUALA TANJUNG

1.2Permasalahan

1. Berapa persentase nilai Reaktivity Residu (RR) O2 yang dihasilkan dari suatu anoda .


(17)

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh nilai Reaktivity Residu (RR) O2 terhadap kualitas anoda di PT INALUM.

2. Untuk mengetahui secara tepat berapa persentase nilai Reaktivity Residu (RR) O2 dari anoda yang diproduksi PT INALUM

1.4 Manfaat

Dapat mengetahui kualitas anoda yang sesuai dengan standart PT INALUM terutama terhadap nilai Reaktivity Residu (RR).


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Aluminium

Orang pertama yang telah berhasil memisahkan aluminium adalah H.Davy yaitu pada tahun 1808. Pada tahun 1825 Oersted dapat menghasilkan aluminium yang lebih murni dengan jalan memanaskan natrium amalgama dan natrium aluminium klorida. Pada tahun 1854, Henari Saint Clavil Deauville memproduksi aluminium dari natrium aluminium klorida dengan pemanasan menggunakan logam natrium sebagai katalisator. Proses ini telah berlangsung kurang lebih 35 tahun.

Pada tahun 1886 Charles Hall dari USA menghasilkan aluminium dari proses elektrolisa alumina yang dipisahkan dari campuran kriolit (Na3AlF6). Pada tahun yang sama Poult Heroult dari Prancis mendapatkan hak paten dari negaranya untuk proses yang sama dengan Hall. Pada tahun 1983 kapasitas produksi aluminium dengan metode Hall-Heroult ini meningkat dan berkembang pesat.(Grjotheim K,C,Krohn, 1982).

2.2 Aluminium

Aluminium ialah unsur melimpah ketiga terbanyak dalam kerak bumi (sesudah oksigen dan silikon), mencapai 8,2% dari massa total. Keberadaannya umumnya


(19)

bersamaan dengan silikon dalam aluminosilikat dari feldspar dan mika dan di dalam lempung, yaitu produk pelapukan batuan tersebut. Bijih yang paling penting untuk produksi aluminium ialah bauksit, yaitu aluminium oksida terhidrasi yang mengandung 50 samapai 60% Al2O3; 1 sampai 20% Fe2O3; 1 sampai 10% silika; sedikit sekali titanium, zirkonium, vanadium, dan oksida logam transisi yang lain; dan sisanya (20 sampai 30%) adalah air. Bauksit dimurnikan melalui proses Bayer, yang mengambil manfaat dari fakta bahwa oksida alumina amfoter larut dalam basa kuat tetapi besi(III) oksida tidak. Bauksit mentah dilarutkan dalam natrium hidroksida

AL2O3(s) + 2 OHˉ(aq) + 3 H2O(l → 2 Al(OH)‾4(aq)

dan dipissahkan dari besi oksida terhidrasi serta zat asing terlarut lainnya dengan penyaringan. Aluminiun oksida terhidrasi murni mengendap bila larutan didinginkan sampai lewatjenuh dan dipancing menjadi kristal dari produk:

2 Al(OH)¯4(aq) Al2O3.3H2O(s) + 2 OHˉ(aq) Air hidrasi dibuang melalui kalsinasi pada suhu tinggi (1200ºC).

Dibandingkan dengan tembaga, besi, emas, dan timbal, yang telah dikenal sejak zaman kuno, aluminium relatif merupakan pendatang baru. Sir Humphry Davy menemukannya sebagai aloi besi dan membuktikan sifat-sifat logamnya pada tahun 1809. Materi ini pertama kali dibuat dalam bentuk relatif murni oleh H. C. Oersted pada tahun 1825, melalui reduksi aluminium klorida dengan amalgam kalium yang dilarutkan dalam merkurium,

AlCl3(s) + 3 K(Hg)x(l) 3 Kcl(s) + Al(Hg)3x(l)

sesudah itu merkurium dipisahkan dengan penyulingan. Aluminium terutama masih sekadar menjadi bahan penelitian di laboratorium sampi tahun 1886, ketika Charles Hall di Amerika Serikat (lulusan Oberlin College yang berusia 21 tahun) da Paul


(20)

Heroult (berkebangsaan Prancis, berusia sama) secara sendiri-sendiri menemukan proses yang efisien untuk memproduksinya. Pada tahun 1990-an produksi aluminium di seluruh dunia yang menggunakan proses Hall-Heroult mencapai sekitar 1,5 × 107 ton metrik.

Proses Hall-Heroult melibatkan pengendapan aluminium secara katodik, dan leleha kriolit (Na3AlF6) yang mengandung Al2O3 terlarut, dalam sel elektrolisis. Setiap sel terdiri dari kotak baja persegi panjang yang pajangnya sekitar 6 m, lebar 2 m, dan tinggi 1 m, yang berfungsi sebagai katode, dan grafit pejal sebagai anode yang mencuat melewati atap sel hingga ke bak lelehan kriolit. Arus yang sangat besar (50.000 sampai 100.000 A) dilewatkan dalam sel, dan sebanyak 100 sel seperti ini dapat disusun secara seri.

Kerak +

elektrolit Anoda grafit Elektrolit beku

Lapisan Al2O3 dalam Na3AlF6(l) karbon Katode baja Al (l)

Gambar 2.1 Sel elektrolitik yang digunakan dalam proses Hall-Heroult untuk memproduksi aluminium.

Lelehan kriolit, yang berdisosiasi sempurna menjadi ion-ion Na+ dan AlF63-, merupakan pelarut yang baik untuk aluminium oksida, menghasilkan distribusi kesetimbangan dari ion-ion seperti Al3+, AlF2+, AlF2+,..., AlF63-, dan O2- dalam elektrolit. Kriolit meleleh pada suhu 1000°C, tetapi titik lelehnya turun dengan adanya


(21)

aluminium oksida terlarut, sehingga suhu operasi sel hanya sekitar 950°C. Dibandingkan dengan titik leleh Al2O3 murni (2050°C), suhu tersebut merupakan suhu yang rendah, dan inilah sebabnya proses Hall-Heroult bisa berhasil. Lelehan aluminium memiliki kerapatan yang sedikit lebih besar dari pada lelehannya pada suhu 950°C sehingga materi ini mengumpul di dasar sel, untuk selanjutnya disadap secara berkala. Oksigen merupakan produk anode yang utama, tetapi zat ini bereaksi dengan elektrode grafit menghasilkan karbon dioksida. Reaksi sel secara keseluruhan ialah

2 Al2O3 + 3 C → 4 Al + 3 CO2

Aluminium dan aloinya telah digunakan dalam berbagai hal. Banyak di antaranya memanfaatkan kerapatan aluminium yang rendah (2,702 g cm-3 pada kondisi kamar), suatu keunggulan dibandingkan besi atau baja jika diinginkan materi yang lebih ringan–seperti untuk industri transportasi, yang menggunakan aluminium untuk kendaraan mulai dari mobil samapi satelit. Konduktivitas listrik aluminium yang tinggi dan kerapatannya yang rendah membuatnya sangat berguna untuk digunakan dalam kabel transmisi listrik. Untuk penggunaannya dalam bangunan dan gedung, ketahanannya terhadap korosi merupakan sifat yang penting, seperti halnya kenyataan bahwa materi ini menjadi lebih kuat pada suhu di bawah nol. (Baja dan besi adakalanya menjadi rapuh pada kondisi tersebut.) Produk rumah tangga yang mengandung aluminium antara lain foil, kaleng minuman ringan, dan perabot dapur. (Oxtoby.,G.,N., 2003)

Aluminium diperoleh dari jenis-jenis tanah liat tertentu (bauksit). Bauksit mula-mula dipisahkan lebih dahulu tanah-tawas murninya (oksida aluminium). Setelah itu pada oksida aluminium cair itu dikalsinasikan suatu prosedur elektrik. Oleh


(22)

karena suhu lumer oksida-aluminium sangat tinggi yaitu 2050oC maka pengolahan aluminium sangat sukar. Logam aluminium mempunyai rumus kimia Al, mempunyai berat jenis 2,6 – 2,7 dengan titik cair sebesar 659 oC. Aluminium adalah logam lunak, dan lebih keras dari pada timah putih, tetapi lebih lunak dari pada seng. Warna dari aluminium adalah putih kebiru-biruan.

Aluminium dapat dihasilkan melalui proses elektrolisis. Proses elektrolisis yang dikembangkan untuk produksi industrial adalah proses elektrolisis Hall-Heroult. Proses tersebut merupakan elektrolisis larutan alumina (Al2O3) di dalam lelehan kriolit (Na3AlF6) pada temperature 960oC sehingga dihasilkan aluminium cair.

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik dan Kimia dari aluminium

(PT INALUM, 1988)

2.2.1. Mekanisme Proses Elektrolisa

Elektrolisis adalah peristiwa kimia yang melibatkan dua atau lebih spesies kimia yang berbeda, yang terjadi pada kedua elektroda (anoda dan katoda), dan berlangsung bila

Item Kualifikasi

Nomor atom 13

Nomor massa 26,9815

Bentuk Kristal (25oC) Kubus pusat muka

Density 2,699 g/cm3

Struktur atom terluar 3S23P1 Titik leleh (1 atm) 660,1oC Titik didih (1 atm) 2327 oC Panas peleburan 94,6 kal/g Panas jenis 0,280 kal/ g oC


(23)

aliran listrik searah, DC (Direct Current), dialirkan kedalam suatu pelarut elektrolit. Reaksi yang terjadi pada persamaan adalah reaksi sebagai berikut :

2Al2O3 (s) + 3C (s) 4Al (l) + 3CO2 (g)

Mekanisme yang terjadi dalam proses tersebut adalah alumina diumpankan ke dalam elektrolit dan terpisah ion alumunium yang bermuatan positif (Al3+) dan ion oksigen yang bermuatan negatif (O2-). Arus searah dialirkan ke dalam tia-tiap sel, sehingga menggerakkan ion-ion menuju arah yang berlawanan. Ion oksigen bergerak kearah anoda, lalau bereaksi dengan karbon membentuk karbondioksida (CO2), sedangkan ion alumunium bergerak kearah katoda, lalu akan kehilangan muatannya membentuk alumunium (Al).

Reaksi alumina yang terjadi pada saat proses elektrolisa adalah sebagai berikut:

2Al2O3(s) 4Al3+ (l) + 6O2-(g)

Reduksi (katoda) :4Al3+ + 12e 4Al

Oksidasi (anoda) : 6O2- 3O2 + 12e

3C + 3O2 3CO2 +

Total : 2Al2O3 (s) + 3C (s) 4Al (l) + 3CO2 (g)

Bahan baku dalam proses Hall-Heroult terdiri dari alumina, elektrolit, katoda dan anoda. Proses Hall-Heroult memproduksi aluminium dengan mereduksi aluminium dari bahan baku alumina dalam proses elektrolisis yang digerakkan oleh


(24)

arus searah yang mengalir dari anoda ke katoda dengan kriolit sebagai elektrolit. Kedua elektroda yang digunakan terbuat dari bahan karbon.

Tabel 2.2 Sifat-sifat Fisik Material Karbon

Sifat Fisik Satuan Nilai

Nomor atom Nomor massa Titik cair Titik didih Densitas Kecepatan Kekerasan Isomer - - K K Gr/cm3 m/s - - 6 12,001 3823 4098 2,267 18350 0,5 2 (Donnet, 1976)

2.2.2. Sifat – Sifat dan Pemakaian Aluminium

Titik cair aluminium 6600C dan titik didihnya 18000C. Untuk bahan penghantar kemurniannya mencapai 99,5 % dan sisanya terdiri dari unsur besi, silicon dan tembaga. Aluminium murni sangat lemah dan lunak ( tembaga lebih kuat dibanding aluminium), Untuk menambah kekuatan biasanya digunakan dengan menggunakan logam campuran.

Aluminium lebih menguntungkan dibanding tembaga bila digunakan untuk hantaran yang tidak memerlukan penyekat (misalnya hantaran transmisi diatas tanah) sebab daya hantar panas/daya hantar listrknya kira-kira 60 % daya hantar listrik tembaga sehingga untuk mendapatkan tahanan yang sama dengan tembaga (yang panjang dan penampangnya sama) dibutuhkan penampang 60 % lebih besar namun demikian beratnya sangat ringan dibanding tembaga.


(25)

Aluminium adalah logam yang sangat ringan (berat jenis aluminium 2,56 atau 1/3 berat jenis tembaga) dan tahanan jenis 2 X 10-8 atau 1,25 kali tahanan jenis tembaga, sifat tahan tarik aluminium dalam keadaan dingin 17-20 kg / mm2. Oleh sebab itu aluminium hanya dapat dipakai untuk lebar tegangan yang pendek, Untuk tegangan yang panjang dipakai kabel aluminium (beberapa kawat yang dipilih) dengan kawat baja sebagai intinya. Aluminium tidak baik untuk dipatri, tetapi dapat dilas, las dapat menyebabkan tegangan tariknya menjadi turun karena panas yang ditimbulkan. Oleh karena itu hantaran tegangan aluminium dengan sambungan patri atau las harus diberikan jepitan.

Aluminium yang tipis sekarang dapat menggantikan kertas perak (yang dipakai antara lain pada kondensor). Aluminium juga biasanya dipakai untuk chasis pesawat radio. Barang-barang aluminium dapat terlapis oleh oksida aluminium. Dalam udara terbuka dapat melindungi bagian bawah aluminium dari zat asam dan mencegah oksidasi lebih lanjut. Lapisan ini merupakan tahanan yang sangat tinggi. (Sumanto.M.A, 1994)

2.3. Produksi Aluminium

Aluminium merupakan logam yang sangat reaktif yang memiliki energi tinggi terhadap ikatan kimia dengan oksigen, dibandingkan dengan kebanyakan logam lainnya. Maka sulit untuk dipisahkan dari bijih, seperti bauksit, karena energi yang diperlukan untuk mereduksi aluminium oksida (Al2O3). Misalnya, dengan pengurangan langsung karbon, seperti yang digunakan untuk memproduksi besi, karena aluminium zat lebih kuat yang digunakan untuk mengurangi karbon.


(26)

Aluminium oksida memiliki titik lebur sekitar 20000C. Oleh karena itu, pemisahannya harus melalui proses elektrolisa. Dalam proses ini, aluminium oksida ditaburkan dan mencair di dalam larutan kriolit dan kemudian jumlah aluminium oksida dikurangi dengan menggunakan logam murni. Operasional suhu pengurangan sel adalah sekitar 950-9800C. Kriolit (Na3Alf6) adalah senyawa kimia dari aluminium, sodium, dan kalsium fluorida.

Dalam produksi Aluminium digunakan bahan baku, yaitu :

2.3.1. Elektrolit

Kriolit adalah elektrolit yang banyak dipilih karena kriolit kapasitasnya yang khas sebagai pelarut dari alumina. Elektrolit tidak bereaksi selama proses elektrolisis tetapi beberapa hilang karena proses penguapan dan hidrolisa. Temperatur elektrolit selama operasi pot normal adalah antara 9550C dan 9650C. (Thinstad, J, 1932).

2.3.2. Alumina

Alumina merupakan bahan baku di dalam proses elektrolisa dan digunakan sesuai dengan keseimbangan stoikiometri, yang banyaknya mencapai 1,89 Kg dalam suatu massa. Alumina mempunyai morfologi bubuk berwarna putih dengan berat molekul 102, titik lelehnya pada suhu 20500C dan spesifik gravity 3,5 - 4,0 gr/cm3.

Alumina diproduksi dalam jumlah besar setiap tahun akan digunakan untuk membuat logam aluminium. Dalam tahun 1980, 90 % dari bahan bakunya, bauksit didatangkan ke Amerika Serikat, Republik Dominika, Suriname, Guyana, dan


(27)

Australia merupakan Negara sumber impor buksit ke Amerika Serikat. Konsumsi total meliputi 15,6 x 106 ton, kira – kira 96 % diantaranya digunakan untuk produksi alumina. Pengguna lainnya adalah untuk abrasi, pembuatan bahan kimia, dan serat keramik.

Alumina (Al2O3) merupakan senyawa oksida dari aluminium yang diperoleh dari proses pemurnian bauksit (Al2O3. x H2O) yang disebut sebagai Proses Buyer. Proses ini terbagi ke dalam 3 tahap yaitu :

1. Proses ekstraksi memakai sodium hidroksida (NaOH) 2. Proses pengendapan (presipitasi) alumina trihidrat 3. Proses kalsinasi pada temperatur 12000C

Di dalam industri peleburan aluminium pada proses elektrolisa, alumina dipakai sebagai :

1. Bahan baku utama produksi aluminium

2. Insulasi untuk menjaga suhu proses sehingga panas yang hilang pada permukaan elektrolit dapat dikurangi

3. Bahan untuk menyelubungi anoda dari oksidasi udara panas 4. Penyerap emisi gas-gas Florida dari elektrolit

2.3.3. Katoda

Katoda adalah elektroda dengan muatan listrik negatif pada proses elektrolisis. Ditinjau dari bahan baku dan proses pembuatannya, blok katoda dibagi dalam empat jenis yaitu :


(28)

1. Blok katoda amorphous, bahan bakunya antrasit, dipanggang pada temperature 12000C

2. Blok katoda semigraphiti, bahan bakunya grafit, dipanggang pada temperatur 12000C

3. Blok katoda semigraphitized, bahan bakunya grafit, mengalami proses heat treatment sampai temperature 23000C.

4. Blok katoda graphitized, bahan bakunya kokas, mengalami proses grafitasi sampai temperature 30000C

Pemilihan jenis katoda ditentukan oleh desain pot dan arus listrik yang digunakan. Pada pot jenis PAF (Prebaked Anoda Furnace) dengan arus listrik yang tinggi, biasanya digunakan blok anoda graphitized.

Reaksi utama yang terjadi di dalam katoda adalah reaksi penangkapan electron oleh ion aluminium (Al3+) menjadi aluminium (Al), ini diperlihatkan menurut persamaan reaksi sebagai berikut :

Al3+(s) + 3e- Al (l)

2.3.4. Anoda Karbon

Anoda adalah elektroda dengan muatan listrik positif dalam proses elektrolisa. Anoda merupakan elektroda tempat terjadinya reaksi oksidasi (sebagai reduktor). Anoda yang digunakan pada proses Hall-Heroult adalah anoda karbon. Karbon yang merupakan bahan dasar pembentuk anoda akan diubah menjadi karbon dioksida selama proses


(29)

elektrolisis alumina menjadi alumunium, anoda karbon juga berfungsi sebagai penghantar arus listrik menuju katoda melalui elektrolit.

Karbon merupakan bahan baku pembuatan anoda yang terdiri dari kokas, puntung anoda, dan sekrap mentah sebagai filter serta hard pitch sebagai binder. Material karbon dipilih sebagai anoda dengan alasan sebagai berikut :

1. Memiliki daya panas yang tinggi dimana titik Sublimasi mencapai 4200 oC pada 1 atm dan titik leleh mencapai 3700 oC pada tekanan 100 atm. Kekuatan mekanik bahan lebih tinggi pada temperatur yang tinggi dibandingkan pada temperatur yang rendah

2. Konduktifitas elektrik yang tinggi (4-10. 10-3 ohm/cm)

3. Konduktifitas panas yang tinggi (sama dengan logam rata-rata) 4. Ekspansi panas yang rendah (0,5 kali tembaga)

5. Ketahanan yang tinggi terhadap perubahan panas yang mendadak

6. Densitas yang rendah yaitu apprent density : 1,4-1,7, Spesific grafity max 2,6

7. Ketahanan yang tinggi terhadap bahan-bahan kimia

8. Harga relatif murah, namun demikian material karbon memiliki kelemahan, karena karbon mudah teroksidasi oleh perlakuan sebagai berikut :

a. Oksigen pada temperatur 500 oC

b. Karbon dioksida pada temperatur 900 oC

c. Air pada temperatur 700 oC Anoda juga berfungsi untuk menghantarkan arus listrik dari sumber arus listrik menuju katoda melalui elektroda. Green Plant adalah proses pembuatan anoda


(30)

mentah (Green Anode Block), adapun komosisi anoda yaitu coarse 1 (kokas dengan ukuran 5-18 mm) sebanyak 18 %, coarse 2 (kokas dengan ukuran 1-5 mm) sebanyak 29 %, coarse 3 (kokas dengan ukuran 0,5-1 mm) sebanyak 18 % atau dapat disebut juga medium, Fine (kokas dengan ukuran 0-0,2 mm) atau disebut juga dengan dash.

Tujuan pembuatan anoda di PT. INALUM adalah untuk menyediakan kebutuhan sumber anoda karbon bagi keperluan proses peleburan alumunium dimana anoda sangat mempengaruhi kualitas alumunium yang dihasilkan. Anoda yang digunakan pada peleburan alumunium sesuai dengan proses Hall-Heroult merupakan material karbon. Berdasarkan keperluan anoda untuk proses peleburan alumunium, jenis pot reduksi dibagi menjadi dua jenis yaitu :

1. Sodenberg Anode Furnace (SAF) 2. Prebaked Anode Furnace (PAF)

SAF adalah sistem pot yang menggunakan anoda pasta tercetak dalam bentuk briket. Anoda pada sistem ini secara berkesinambungan dan pemanggangan pasta anoda berasal dari panas yang ditimbulkan oleh bath dan dialiri arus listrik pada anoda jenis ini mengalir secara vertikal.

Keuntungan SAF adalah :

1. Tidak diperlukannya adanya baking plant dan rodding plant

2. Radiasi sinar panas bagian atas anoda lebih kecil dibandingkan PAF 3. Tidak diperlukan penggantian anoda

PAF adalah sistem pot yang menggunakan anoda pasta yang dicetak dan dipanggang (baked) di Anode Baking Furnace pada temperatur 1100-1200 oC. Anoda


(31)

panggang (Baking Block), kemudian diberi tangkai (rod) yang berfungsi sebagai penyangga dan penghantar arus listrik dalam proses elektrolisa.

Keuntungan PAF adalah :

1. Dapat dibuat dalam ukuran besar

2. Kemudian pelaksanaan operasi yaitu dengan mekanisasi dan otomisasi 3. Pemakaian listrik yang lebih kecil dibandingkan dengan SAF

4. Kondisi ruangan kerja lebih baik

5. Konsumsi karbon lebih rendah dibandingkan dengan SAF

(Grjotheim, Kai and Halvor Kvande,1993)

2.4. Proses Pembuatan Anoda

Anoda adalah bahan yang digunakan untuk memisahkan aluminium dari alumina dengan proses elektrolisa. Pembuatan anoda dilakukan dengan beberapa tahap:

1. Proses pencetakan anoda ( Green Plant ) 2. Proses pemanggangan anoda ( Baking Plant ) 3. Proses penangkaian anoda ( Rodding Plant )

2.4.1. Green Plant

Green plant adalah pabrik pembuatan anoda mentah (green anoda block) untuk

kebutuhan proses elektrolisa di pot reduksi. Proses pembuatan anoda mentah menggunakan beberapa bahan baku, antara lain:


(32)

2.4.1.1Kokas

Kokas adalah bahan yang digunakan untuk membuat anoda yang berasal dari sisa-sisa destilasi batu bara dan minyak bumi.

Tabel 2.3 Spesifikasi kokas PT INALUM

No Parameter Unit Guaranted Value

HS LS

1 Real density g/cc 2,06 2,06

2 Fixed carbon % 99,6 99,3

3 Ask content % 0,25 0,25

4 Collatile Meter % 0,45 0,45

5 Moisture Content % 0,3 0,3

6 Chemical Analysis : Sulfur Ppm 2-3 0,5-1

Vanadium Ppm 225 100

Nikel Ppm 250 250

Silikon Ppm 250 250

Iron Ppm 250 300

Sodium Ppm 200 250

Calcium Ppm 125 125

7 1. Vibrated Bulk Density

Chiser Methode (8-14 mesh) g/cc 0,80 0,80

GLCC Methode(20-48 mesh) g/cc 0,84 0,84

2. Tapped Bulk Density(0,841,41mesh) g/cc 0,85 0,85

8 CO2 Reactyviti lose 1000 C % 15 15

9 Air Reactivity at 525 C % 0,3 0,2

10 Grand Stability % 84 84


(33)

Dalam pembuatan anoda dilakukan pengayakan sehingga kokas terbagi atas ukuaran fisiknya yaitu:

a. Kokas dengan ukuran 18-5 mm disebut kokas kasar 1(C1) b. Kokas dengan ukuran 5-1mm disebut kokas kasar 2 (C2) c. Kokas dengan ukuran 1-0,2 mm disebut kokas medium d. Kokas dengan ukuran dibawah 0,2 mm disebut fine

Kokas yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan anoda tersusun dari beberapa material. Pemakaian kokas ini dicampur dengan presentase yang tepat agar kualitasnya bagus. ( PT INALUM,2003)

Bahan kimia kokas dari proses pembuatannya sangat mempengaruhi kualitas kokas tersebut. Dampaknya dapat diringkas sebagai berikut :

1. Komposisi kimia dapat menunda pembentukan kokas khususnya senyawa aromatis. Hal ini mempengaruhi kandungannya dan kondisi pembentukan kokas dan juga mempengaruhi struktur dan karakteristik kokas mentah.

2. Kandungan kimia dan fisika yang terdapat dalam kokas yang berukuran kecil dan titik uap dari kokas.

3. Kemurnian vanadium dan sulfur dari minyak mentah atau kalsium dan sodium dari proses penggaraman melalui reaktivitas anoda. Kualitas anoda diperoleh melalui kombinasi kandungan kimia dan fisika kokas yang mana mempengaruhi standarisasi anoda di pabrik anoda.


(34)

2.4.1.2Coal Tar Pitch

Coal tar pitch adalah campuran kompleks dari aromatik polycyclic dan senyawa

heterocyclic. Coal tar pitch terdiri dari 3-7 senyawa cincin aromatik. Komposisi dan Sifat coal tar pitch tergantung pada kondisi pengolahannya.

Coal tar pitch yang digunakan untuk pembuatan anoda dihasilkan dari destilasi coal tar pitch pada temperatur yang tinggi atau residu minyak bumi. Kualitas tar

terutama sangat dipengaruhi oleh operasi tungku pembuat kokas seperti terhadap temperatur, waktu pemasakan, pemanasan awal, ukuran dan kondisi fisik dari tungku. Coal Tar (Gas)

Phusher

Oven

Gambar 2.2 Skema penghasilan coal tar .

Destilasi

Thermal treatment

Coal

Dehydrasi Cooling Granulation

Gambar 2.3 Skema Pembuatan Pitch. Kokas panas


(35)

Adapun syarat-syarat penting pada pitch yang digunakan sebagai binder adalah sebagai berikut:

1. Kekuatan daya rekatnya (kesatuan ikatannya) 2. Sifat pembasahan yang sangat bagus

3. Cooking value yang tinggi akan menghasilkan struktur kokas yang kuat

sehingga menghasilkan anoda yang lebih kuat 4. Kandungan debu yang rendah

5. Terjadinya penguapan yang baik pada saat anoda dipanggang. (Hulse.,2000)

Tabel 2.4 Spesifikasi dari CTP (Coal Tar Picth) yang digunakan oleh PT INALUM untuk menghasilkan anoda yang bagus.

No Parameter Unit Guaranted Value

1 Softening Oil oC 111-117

2 Fixed Carbon % - 60

3 Ask Content % + 0,30

4 Toluen Insoluble % - 36

5 Quiline Insoluble % 8-15

6 Spesific Grafity g/cc - 1,30

7 Distillation test

F.D 0-369oC % + 6

8 Chemical Analysis

Sodium Ppm + 180

Calcium Ppm + 80

Silicon Ppm + 400


(36)

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisika dan kimia pada coal tar pitch dapat diringkaskan sebagai berikut :

1. Proses karbonisasi dari coal tar pitch dan tar yang kasar khususnya komposisi

tar tersebut

2. Metode destilasi tar, bertahap atau kontinue

3. Efisiensi destilasi ( destilasi pitch pada temperature yang rendah)

4. Penambahan perlakuan pitch seperti meniupkan udara, perlakuan panas, destilasi dengan tekanan rendah

2.4.1.3Butt ( Puntung Anoda )

Didalam sel prebaked, anoda tidak mungkin untuk dikonsumsi secara kesuluruhanya selama proses elektrolisa karena potensial metal akan terkontaminasi akan menjadi masalah ditungku reduksi. Sisa dari anoda disebut “Butt”. Butt direcycle untuk ditambahkan kedalam pembuatan anoda yang baru. Natrium bisa timbul didalam kuantitas yang signifikan jika bath (Na3AlF6) tidak habis dibuang dari recycle butt. Hal ini dapat menyebabkan kontaminasi terhadap anoda yang baru dicetak. Tingkat kebersihan butt berpengaruh terhadap sifat fisika anoda termasuk kekuatan mekanik (

mechanical strength), penyerapan udara ( air permeability ) dan reaktivitas CO2. Sifat-sifat butt yang baik untuk digunakan pada proses pembuatan anoda adalah sebagai berikut :

Butt yang keras

• Kandungan sodium yang rendah • Temperatur pembakaran yang tinggi


(37)

Butt yang lembut dihasilkan dari CO2 yang berlebihan dan udara panas (air

burning) terhadap siklus anoda yang terakhir. Hal ini sebenarnya dapat menimbulkan

masalah pada kualitas anoda atau terlalu banyak pemakaian anoda di tungku reduksi.

2.4.1.4 Green Scrap (Sekrap Mentah) dan Baked Scrap ( Sekrap Masak) Selama proses pembuatan anoda, bahan sekrap dihasilkan dari proses start-up (awal), pemberhentian operasi, variasi operasi dan yang reject ( green dan baked ) dari pencetakan anoda. Hal ini disebut green scrap (green mentah) atau baked skrap ( skrap masak) yang tidak jadi. Green dan baked scrap adalah recycle pasta dalam pabrik pembuatan anoda. Green scrap dapat dihasilkan karena pemakaian pitch yang berlebihan. Green scrap ini ditambahkan sebagai penambahan bahan pembuatan anoda. Green scrap merupakan pasta yang belum layak dicetak.

Selain menggunakan bahan baku diatas pembuatan anoda juga menggunakan minyak. Minyak yang digunakan antara lain:

1. Minyak Marlotherm

Minyak Marlotherm adalah minyak yang digunakan untuk memanaskan CTP. Minyak marlotherm juga digunakan sebagai media pemanas preheater,dan kneader.

2. Minyak Heavy Oil

Minyak ini digunakan untuk memanaskan minyak Marlotherm. Selain itu juga digunakan untuk bahan bakar pada saat proses pemanggangan GB(Green Block). (Hulse.,2000)


(38)

2.4.2 Baking Plant

Baking plant adalah tempat untuk memanggang green block (anoda mentah) yang berasal dari green plant. Tujuan pemanggangan untuk mengkalsinasi pitch yang ada didalam green block (GB) yang kemudian pitch tersebut akan membentuk ikatan dengan kokas dan butt. Bahan baku utama anoda panggang (BB) adalah blok anoda mentah yang dihasilkan oleh green plant.

Pabrik pemanggangan terdiri dari 2 gedung yaitu gedung A dan gedung B. Gedung A terdiri dari 2 bagian yaitu gedung A1 dan gedung A2. Demikian juga gedung B terdiri dari 2 bagian yaitu gedung B1 dan B2. Jumlah seluruh tungku pemanggangan dibaking plant adalah 106 tungku.

Gedung pemanggangan(Baking Plant) mempunyai 7 rantai bakar : 1. Gedung A1 terdiri dari 2 rantai bakar

2. Gedung A2 terdiri dari 2 rantai bakar 3. Gedung B1 terdiri dari 2 rantai bakar 4. Gedung B2 terdiri dari 1 rantai bakar

Dimana 1 rantai bakar tediri dari 15 Furnace (tungku) dan khusus di B2, 1 rantai bakar untuk 16 furnace. Sistem pengaturan operasi firing adalah sebagai berikut :

1. 4 tungku tertutup : mengalami preheating 2. 3-4 tungku tertutup: mengalami firing 3. 2-3 tungku tertutup: mengalami cooling

4. 4 tungku terbuka : mengalami pengeluaran BB dan pemasukan GB serta perawatan tungku.


(39)

Proses pemanggangan anoda meliput i tiga tahap penting : 1. Preheating ( pemanasan awal )

Preheating merupakan pemanasan awal dengan temperatur yang dimulai pada temperature (150-250 ºC) hingga temperature (800-900ºC). Setelah mencapai temperatur tersebut, proses berlanjut ke tahap berikutnya.

2. Firing ( pembakaran ) and Soaking

Tahap firing dimulai pada temperature (800-900 ºC) hingga mencapai temperatur (1225 – 1250 ºC) . Tahap soaking yaitu menjaga temperatur (1225 - 1250 ºC).

3. Cooling ( pendinginan )

Pada tahap ini BB (baked block) yang telah dipanggang mengalami pendinginan dari temperatur (1225 – 1250 ºC) sampai temperatur (300 - 400 ºC)

Tabel 2.5 Standar mutu Karakteristik anoda

Item Satuan Standar

Apprent Density Tahanan Jenis Tahan Energi Listrik Kekuatan Bengkok Kekuatan Tekan

Reaktivitas Residu CO2 Reaktivitas Residu O2 Density In Xylene

g/cc µΩm J / m Kg / cm2 Kg / cm2

% % g/cc 1,575 (minimum) 58 (maksimum) 250 (minimum) 110 (minimum) 370 (minimum) 90 (minimum) 88 (minimum) 2,02 (minimum)


(40)

Pada proses firing, tungku pemanggangan mendapatkan panas 1225 - 1250 ºC dengan bantuan alat pembakaran Bosch Pump. Didalam Bosch Pump terdapat minyak berat (Heavy oil) yang akan membantu proses pemanggangan GB. Jumlah produksi anoda (BB) yang dihasilkan dapat dihitung dengan formula sederhana.

BB production = H/Fp x n x Y x €

Dimana : H adalah waktu (jam) dalam satu hari

Fp adalah fire progression ( laju pembakaran dalam jam) n adalah jumlah anoda dalam 1 tungku

Y adalah rantai bakar yang beroperasi

€ adalah efisiensi operasi pemanggangan (0,995%) Fire Progression 36 jam

BB production = 24/36 x 75 x 30 x 2 x 0,995% = 2985 anoda panggang

2.5 Pengendalian Kualitas Anoda

Pengujian kualitas dipabrik karbon meliputi pemeriksaan bahan baku (kokas, pitch, dan bola keramik) dan blok anoda. Standar operasi untuk pengukuran / pengujian mutu blok anoda menyangkut proses penentuan apparent density blok anoda mentah untuk mengetahui sifat fisik maupun kimia. Adapun ruang lingkup pengukuran/pengujian mutu blok anoda mentah dan blok anoda panggang meliputi : 1. Apprent Density

Kerapatan diukur dari sampel kokas dengan ukuran 0,84 – 1,41 mm. Kerapatan dihitung dengan membandingkan massa sampel dan volume kokas setelah digetarkan.


(41)

2. Daya hantar listrik

Daya hantar listrik mempengaruhi unjuk kerja anoda dalam proses elektrolisa alumina. Semakin kecil hambatan listrik yang dimiliki oleh anoda, kehilangan arus listrik akan semakin kecil.

3. Daya Hambat listrik

Daya hambat listrik mempengaruhi unjuk kerja anoda dalam proses elektrolisa alumina. Semakin kecil hambatan listrik yang dimiliki blok anoda, kehilangan arus listrik semakin kecil. Pengukuran kekuatan lentur anoda dilakukan dengan mengukur berat beban yang dapat ditahan oleh anoda hingga anoda tersebut patah. Kekuatan tekan diukur dengan menggunakan gaya anoda hingga anoda pecah. Nilai kekuatan tekan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut : Cs = P/A dimana : Cs = kekuatan tekan

P = berat beban, A = Luas penampang (cm2) 4. Reaktivitas terhadap O2

Reaktivitas terhadap O2 adalah parameter yang menyatakan seberapa banyak anoda karbon yang hilang karena bereaksi dengan gas O2. Dengan adanya reaksi ini maka konsumsi anoda karbon akan meningkat sehingga menurunkan efisiensi proses elektrolisa. Reaktivity Residu (RR) O2 adalah parameter yang menyatakan seberapa banyak anoda karbon yang tinggal karena bereaksi dengan gas O2. Reaktivity Residu (RR) O2 harus diatas 88 % karena apabila dibawah 88 % akan mengakibatkan banyak anoda menghasilkan debu karbon sehingga proses peleburan akan terganggu (Hume, M. S.,1999).


(42)

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

1. RDC-142 (untuk mengukur kereaktifan kokas terhadap gas O2). 2. RDC-181 (Tumbling Apparatus).

3. RDC-151 (untuk mengukur kereaktifan terhadap gas O2 pada temperature 550oC)

4. Diamond Wheel Saw 5. Drying Oven

6. Bench Drilling Machine 7. Desicator

8. Digital Weighing

9. Borring Machine / RDC-180 10. Tang penjepit


(43)

3.1.2 Bahan

1. Gas O2

2. Core Blok Anoda Panggang

3.2 Prosedur Percobaan

1. Core block anoda panggang hasil boring dipotong dengan menggunakan

Diamond Wheel saw dengan ukuran diameter 50 ± 0,4 mm dan panjang 60 ±

0,1 mm dan ditimbang core dengan neraca digital sebagai Wo

2. Core block dicuci sampai bersih, lalu dipanaskan dengan menggunkan drying

oven pada temperature 120 ºC selama 12 jam

3. Sampel didinginkan di dalam desicator sampai mencapai suhu kamar dan ditimbang dengan neraca digital sebagai W1

4. Sampel yang telah ditimbang dimasukkan kedalam sample holder yang ada didalam alat RDC-146 dan dipanaskan sampai temperature 960 ºC.

5. Gas O2 dialirkan ke dalam tungku dengan laju 200NL/jam selam 7 jam 6. Sampel didinginkan selama 2 jam hingga mencapai suhu kamar

7. Dilakukan proses thumbling ( pemisahan anoda dari debu karbon) 8. Core yang bersih dari debu ditimbang dengan neraca digital sebagai W2 9. Dicatat data yang diperoleh

10. Dihitung nilai Reactivity Residu (RR) O2


(44)

BAB 4

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

Dari hasil kerja praktek yang dilaksanakan di unit pembuatan anoda, dilakukan pengamatan langsung ke lapangan dan memperoleh data-data berat dari masing-masing sample. Adapun data yang diperoleh dapat dilihat pada table berikut ini :

Tabel 4.1 Data hasil pengamatan untuk kereaktifan anoda terhadap O2 Nomor Waktu

Soaking (jam)

Temperatur (oC)

Wo (g)

W1 (g)

W2 (g)

1 72 1225 178,44 162,43 161,93

2 78 1225 185,49 170,90 170,55

3 84 1225 184,73 169,09 167,67

4 90 1225 179,70 161,43 160,88

Sumber : PT Indonesia Asahan Aluminium

Keterangan :

Wo : Berat awal core anoda (g)

W1 : Berat core anoda setelah dipanaskan selama 12 jam (g) W2 : Berat core anoda setelah proses Thumbling (g)


(45)

4.2 Perhitungan

Nilai Reaktivity Residu (RR) terhadap O2 adalah parameter yang menyatakan seberapa banyak anoda karbon yang hilang karena bereaksi dengan gas O2

= 90,75 %

= 0,28 %

= 8,97 %

Dimana : RR O2 = Reaktivity Residu O2 RD O2 = Reaktivity Dust O2 RL O2 = Reaktivity Lost O2

Dengan cara perhitungan yang sama seperti diatas, maka hasil perhitungan nilai RR, RD, RL terhadap O2 pada tiap tanggal dapat dilihat pada table berikut :


(46)

Tabel 4.2 Data hasil perhitungan nilai Reaktivity Residu O2 No Waktu Temperatur

(oC)

Wo W1 W2 RR O2

%

RD O2 %

RL O2 % 1 22 Februari

2010

1225 178,44 162,43 161,93 90,75 0,28 8,97

2 23 februari 2010

1225 185,49 170,90 170,55 91,95 0,19 7,87

3 24 februari 2010

1225 184,73 169,09 167,67 90,76 0,22 9,02

4 25 februari 2010

1225 179,70 161,43 160,88 89,53 0,31 10,17

4.3 Pembahasan

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas dari suatu anoda yaitu kereaktifannya terhadap O2. Tinggi atau rendahnya kereaktifan anoda terhadap O2 tergantung dari besar kecilnya nilai Reaktivity Residu RR yang diperoleh.

Kemurnian yang tinggi dari satu anoda, terutama pengurangan dari unsure-unsur yang berperan sebagai katalis terhadap terjadinya reaksi O2 dengan karbon akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan kualitas anoda, terutama pengaruhnya terhadap menurunnya konsumsi anoda oleh O2.

Apabila nilai Reaktivity Residu (RR) anoda yang dihasilkan besar maka kereaktifannya terhadap O2 semakin rendah dan sebaliknya, apabila nilai reactivity residu (RR) anoda yang dihasilkan kecil maka kereaktifan anoda terhadap O2 akan semakin tinggi. Sehingga apabila kereaktifan anoda terhadap O2 tinggi maka anoda


(47)

akan lebih mudah teroksidasi menghasilkan debu karbon dan ini akan mengakibatkan temperature di tungku reduksi akan naik serta anoda akan lebih mudah terkikis sehingga anoda akan jatuh ke bawah. Hal ini mengakibatkan konsumsi anoda akan meningkat sehingga PT INALUM akan mengalami kerugian dalam biaya produksi dan proses elektrolisa di pot reduksi juga tidak akan berjalan dengan baik, karena dapat mengakibatkan naiknya tegangan listrik di dalam pot reduksi serta mengakibatkan terjadinya air burn (bunga api) yang berlebihan.

Dari hasil perhitungan diatas, dihasilkan nilai Reaktivity Residu (RR) anoda terhadap O2 yaitu . Hal ini menandakan bahwa anoda yang dihasilkan di PT INALUM nilai Reaktivity Residu (RR) O2 anodanya masih sesuai dengan standart mutu karakteristik anoda yang diinginkan yaitu 90,75 %, 91,95 %, 90,76 %, 89,53,%. Hal ini menandakan bahwa anoda yang dihasilkan di PT INALUM nilai Reaktivity Residu (RR) O2 anodanya masih sesuai mutu karakteristik anoda yang diinginkan yaitu 88 %.


(48)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Nilai Reaktivity Residu (RR) yang dihasilkan dari hasil analisa sampel yaitu : 90,75 %, 91,95 %, 90,76 %, 89,53 %.

2. Nilai Reaktivity Residu (RR) O2 di bawah 88 % debu anoda karbon yang terbentuk semakin banyak sehingga anoda lebih cepat habis, nilai Reaktivity Residu (RR) O2 di atas 88 % debu anoda karbon yang terbentuk sedikit sehingga pemakaian anoda lebih optimal dan berat anoda akan semakin berkurang.

5.2Saran

3. Untuk mendapatkan kualitas anoda yang baik maka perusahaan perlu mengukur Reaktivitas anoda terhadap CO2.

4. Untuk mendapatkan anoda yang sesuai dengan standar mutu maka perusahaan harus lebih meningkatkan pengujian terhadap pengukuran kekuatan lentur, ketahanan tekanan dan keelastisan terhadap anoda.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Donet, J. B. 1970. Carbon Black, Physics, Chemistry, and Reinforcemenr, Marcel Dekker: New York

Grjotheim, K. and B.L. Welc. 1988. Aluminium Smelter Technology. Second Edition. Aluminium Verlag: Dusseldorf

Hulse,K.L. 2000. Anode Manufacture. Switzerland : R & D Carbon Ltd

Hume, M. S. 1999. Anode Reactivity Influence of Row Material Properties. R & D Carbon Ltd: Switzerland

Oxtoby,D.W. 2003. Prinsip – Prinsip Kimia Modern. Jilid 2. Jakarta: Erlangga

PT INALUM. 1988. Produksi Aluminium dengan Proses Elektrolisa, PT INALUM: Asahan

PT INALUM. 2003. Manual Operasi Green Plant, Baking Plant and Rodding Plant. Seksi Karbon

Sumanto, M. A. 1994. Pengetahuan bahan untuk mesin dan listrik. Edisi pertama. Andi offset: Yogyakarta

Thinstad, J. 1932. Aluminium Electrolysis Fundamental of The Hall-Heroult Process. Third Edition. USA: Aluminium Verlag Marketing and Communication


(1)

BAB 4

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

Dari hasil kerja praktek yang dilaksanakan di unit pembuatan anoda, dilakukan pengamatan langsung ke lapangan dan memperoleh data-data berat dari masing-masing sample. Adapun data yang diperoleh dapat dilihat pada table berikut ini :

Tabel 4.1 Data hasil pengamatan untuk kereaktifan anoda terhadap O2

Nomor Waktu Soaking

(jam)

Temperatur (oC)

Wo (g)

W1

(g)

W2

(g)

1 72 1225 178,44 162,43 161,93

2 78 1225 185,49 170,90 170,55

3 84 1225 184,73 169,09 167,67

4 90 1225 179,70 161,43 160,88

Sumber : PT Indonesia Asahan Aluminium

Keterangan :

Wo : Berat awal core anoda (g)

W1 : Berat core anoda setelah dipanaskan selama 12 jam (g) W2 : Berat core anoda setelah proses Thumbling (g)


(2)

4.2 Perhitungan

Nilai Reaktivity Residu (RR) terhadap O2 adalah parameter yang menyatakan

seberapa banyak anoda karbon yang hilang karena bereaksi dengan gas O2

= 90,75 %

= 0,28 %

= 8,97 %

Dimana : RR O2 = Reaktivity Residu O2

RD O2 = Reaktivity Dust O2

RL O2 = Reaktivity Lost O2

Dengan cara perhitungan yang sama seperti diatas, maka hasil perhitungan nilai RR, RD, RL terhadap O2 pada tiap tanggal dapat dilihat pada table berikut :


(3)

Tabel 4.2 Data hasil perhitungan nilai Reaktivity Residu O2

No Waktu Temperatur (oC)

Wo W1 W2 RR O2

%

RD O2

%

RL O2

% 1 22 Februari

2010

1225 178,44 162,43 161,93 90,75 0,28 8,97

2 23 februari 2010

1225 185,49 170,90 170,55 91,95 0,19 7,87

3 24 februari 2010

1225 184,73 169,09 167,67 90,76 0,22 9,02

4 25 februari 2010

1225 179,70 161,43 160,88 89,53 0,31 10,17

4.3 Pembahasan

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas dari suatu anoda yaitu kereaktifannya terhadap O2. Tinggi atau rendahnya kereaktifan anoda terhadap O2 tergantung dari

besar kecilnya nilai Reaktivity Residu RR yang diperoleh.

Kemurnian yang tinggi dari satu anoda, terutama pengurangan dari unsure-unsur yang berperan sebagai katalis terhadap terjadinya reaksi O2 dengan karbon akan

memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan kualitas anoda, terutama pengaruhnya terhadap menurunnya konsumsi anoda oleh O2.

Apabila nilai Reaktivity Residu (RR) anoda yang dihasilkan besar maka kereaktifannya terhadap O2 semakin rendah dan sebaliknya, apabila nilai reactivity

residu (RR) anoda yang dihasilkan kecil maka kereaktifan anoda terhadap O2 akan


(4)

akan lebih mudah teroksidasi menghasilkan debu karbon dan ini akan mengakibatkan temperature di tungku reduksi akan naik serta anoda akan lebih mudah terkikis sehingga anoda akan jatuh ke bawah. Hal ini mengakibatkan konsumsi anoda akan meningkat sehingga PT INALUM akan mengalami kerugian dalam biaya produksi dan proses elektrolisa di pot reduksi juga tidak akan berjalan dengan baik, karena dapat mengakibatkan naiknya tegangan listrik di dalam pot reduksi serta mengakibatkan terjadinya air burn (bunga api) yang berlebihan.

Dari hasil perhitungan diatas, dihasilkan nilai Reaktivity Residu (RR) anoda terhadap O2 yaitu . Hal ini menandakan bahwa anoda yang dihasilkan di PT INALUM

nilai Reaktivity Residu (RR) O2 anodanya masih sesuai dengan standart mutu

karakteristik anoda yang diinginkan yaitu 90,75 %, 91,95 %, 90,76 %, 89,53,%. Hal ini menandakan bahwa anoda yang dihasilkan di PT INALUM nilai Reaktivity Residu (RR) O2 anodanya masih sesuai mutu karakteristik anoda yang diinginkan yaitu 88 %.


(5)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Nilai Reaktivity Residu (RR) yang dihasilkan dari hasil analisa sampel yaitu : 90,75 %, 91,95 %, 90,76 %, 89,53 %.

2. Nilai Reaktivity Residu (RR) O2 di bawah 88 % debu anoda karbon yang

terbentuk semakin banyak sehingga anoda lebih cepat habis, nilai Reaktivity Residu (RR) O2 di atas 88 % debu anoda karbon yang terbentuk sedikit

sehingga pemakaian anoda lebih optimal dan berat anoda akan semakin berkurang.

5.2Saran

3. Untuk mendapatkan kualitas anoda yang baik maka perusahaan perlu mengukur Reaktivitas anoda terhadap CO2.

4. Untuk mendapatkan anoda yang sesuai dengan standar mutu maka perusahaan harus lebih meningkatkan pengujian terhadap pengukuran kekuatan lentur, ketahanan tekanan dan keelastisan terhadap anoda.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Donet, J. B. 1970. Carbon Black, Physics, Chemistry, and Reinforcemenr, Marcel Dekker: New York

Grjotheim, K. and B.L. Welc. 1988. Aluminium Smelter Technology. Second Edition. Aluminium Verlag: Dusseldorf

Hulse,K.L. 2000. Anode Manufacture. Switzerland : R & D Carbon Ltd

Hume, M. S. 1999. Anode Reactivity Influence of Row Material Properties. R & D Carbon Ltd: Switzerland

Oxtoby,D.W. 2003. Prinsip – Prinsip Kimia Modern. Jilid 2. Jakarta: Erlangga

PT INALUM. 1988. Produksi Aluminium dengan Proses Elektrolisa, PT INALUM: Asahan

PT INALUM. 2003. Manual Operasi Green Plant, Baking Plant and Rodding Plant. Seksi Karbon

Sumanto, M. A. 1994. Pengetahuan bahan untuk mesin dan listrik. Edisi pertama. Andi offset: Yogyakarta

Thinstad, J. 1932. Aluminium Electrolysis Fundamental of The Hall-Heroult Process. Third Edition. USA: Aluminium Verlag Marketing and Communication