Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia memang diciptakan oleh Allah Swt. untuk berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami isteri, maka setiap diri akan cenderung untuk mencari pasangan hidup dari lawan jenisnya untuk menikah dan melahirkan generasi baru yang akan memakmurkan kehidupan di muka bumi ini. Pernikahan merupakan ikatan suci dari dua insan yang saling mencintai dan mengharapkan kebahagiaan yang kekal dalam menjalani kehidupan rumah tangganya. Namun, dalam menjalankannya sangatlah tidak mudah, karena dalam membangun rumah tangga akan banyak ujian dan cobaan yang menghalangi terwujudnya keluarga yang kekal dan bahagia. Perkawinan atau pernikahan dalam literatur bahasa Arab disebut dengan dua kata yaitu nikah dan zawaj. Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari- hari orang Arab dan banyak terdapat dalam al-Quran dan hadits Nabi. Kata na-ka- ha banyak terdapat dalam al-Quran dengan arti kawin, seperti dalam surat an- Nisa‟ ayat 3 yaitu: 1 Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. ” QS. al- Nisa‟4: 3 Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam al-Quran dalam arti kawin, seperti pada surat al-Ahzab ayat 37 yaitu: 1 37 Artinya: “Yaitu orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan Menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan. ” QS. al-Ahzab33: 37 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2 Sedangkan perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mistaaqon ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya 1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, Jakarta: Prenada Media, 2006, Ed.1, Cet. Ke-2, h. 35 2 Undang-undang Pokok Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, Cet. 5, Pasal 1, hal. 1 merupakan ibadah. 3 Berbicara tentang perkawinan lebih menarik jika melihat definisi yang diberikan oleh Tahir Mahmood yang mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita masing-masing menjadi suami dan isteri dalam sinaran Ilahi. Lebih jelas ia mengatakan: “Marriage is a relationship of body and soul between a man and a woman as husband and wife for the purpose of establishing a happy and lasting family founded on belief in God Almighty. ” 4 Dalam Undang-undang Hukum Perdata juga dinyatakan bahwa undang- undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata. 5 Dari sini dapat dipahami bahwa pasal tersebut menganut sistem terbuka, meskipun kemudian di dalam pelaksanaannya perumusan mengenai perkawinan itu sendiri dicari dari doktrin atau ilmu pengetahuan. Pengertian itu lalu dikemukakan sebagai berikut: “perkawinan adalah sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama”, dan sahnya pertalian itu ditentukan oleh persyaratan-persyaratan yang tersebut dalam peraturan hukum perdata. 6 3 Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama R.I., Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 1992, Pasal 2, h. 219 4 Tahir Mahmood, Personal Law In Islamic Countries, New Delhi: Academy Of Law And Religion, 1987, h. 209 5 R. Subekti, dan R. Tjitro Sudibio. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita. 1999, Pasal. 6, h. 8 6 Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995, Cet. 1, Agama Islam menganjurkan perkawinan, anjuran ini diungkapkan dalam berbagai macam ungkapan yang terdapat dalam al-Quran dan Hadits. Ada yang mengatakan bahwa perkawinan itu telah menjadi sunnah para Rasul sejak dahulu dan hendaklah diikuti pula oleh generasi-generasi yang akan datang kemudian. 7 Pada suatu perkawinan terdapat pihak-pihak yang berkepentingan atas perkawinan itu. Pihak-pihak yang berkepentingan itu ialah pihak-pihak yang berhak atas perkawinan tersebut, yakni hak Allah. Di samping itu ada hak-hak orang-orang yang akan melangsungkan perkawinan dan hak wali. Seseorang tidak dapat dipaksa untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan haknya selama tindakannya itu tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan haknya itu. Terserah kepada yang berhak apakah ia akan melaksanakan atau tidak melaksanakan haknya itu. 8 Dalam pandangan Islam perkawinan itu bukanlah hanya urusan perdata semata, bukan pula sekedar urusan keluarga dan masalah budaya tetapi masalah dan peristiwa agama, oleh karena perkawinan itu dilakukan untuk memenuhi sunnah Allah dan sunnah Nabi dan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah dan petunjuk Nabi. Di samping itu, perkawinan juga bukan untuk mendapatkan ketenangan hidup sesaat, tetapi untuk selama hidup. Oleh karena itu, seseorang h. 13. Lihat juga Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan Menurut Undang-undang Perkawinan dan Hukum PerdataBW, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1981, h. 14 7 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan bintang, 1993, Cet. 3, h. 9 8 Ibid, h. 7 mesti menentukan pilihan pasangan hidupnya secara hati-hati dan dilihat dari berbagai segi. 9 Islam memberikan jalan keluar ketika suami istri yang tidak dapat lagi meneruskan perkawinan, dalam arti ketidakcocokan pandangan hidup dan perselisihan rumah tangga yang tidak bisa didamaikan lagi, maka diberikan jalan keluar yang dalam istilah fiqih disebut dengan thalaq perceraian. Agama Islam membolehkan suami istri bercerai, tentunya dengan alasan-alasan tertentu walaupun perceraian tersebut dibenci oleh Allah. Masalah thalaq menjadi hak pihak suami oleh para ulama telah disepakati, karena khitab atau pelaku kata thalaqa dalam ayat al-Quran selalu laki-laki, jadi pelaku hukum thalaq pun tentu pihak suami. Hak thalaq ini dapat digunakan untuk menjadi jalan keluar bagi kesulitan yang dihadapi suami dalam melangsungkan situasi rukun damai dalam kehidupan rumah tangga. Rumah tangga yang dibangun melalui akad nikah harus dilandasi dengan rasa cinta kasih antara dua belah pihak, sehingga apabila rasa cinta menjadi tidak ada di antara mereka dan sulit dipulihkan, tetapi yang ada kemudian hanya benci membenci, terbukalah pintu yang memberi hak talak kepada suami. 10 Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat ditempuh oleh suami istri dalam mengakhiri ikatan perkawinan setelah sebelumnya mengadakan upaya 9 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 48 10 Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, h. 118-119 perdamaian secara maksimal. Perceraian dapat dilakukan atas kehendak suami atau permintaan istri, perceraian yang dilakukan atas permintaan istri disebut dengan cerai gugat. Perselisihan antara suami istri memang sering terjadi, namun di balik perselisihan pasti ada yang menyebabkan perselisihan itu terjadi. Masalah perkawinan yang didapat dari hasil perjodohankawin paksa juga bisa menjadi perselisihan di antara suami istri. Dalam kasus yang berada dalam Pengadilan Agama Jakarta Timur yaitu bahwasanya rumah tangga pemohon dan termohon selalu terjadi perselisihan antara keduanya yang mengakibatkan pemohon mengajukan permohonannya kepada Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk menceraikan istrinya atas dasar alasan tidak adanya rasa cinta karena pernikahan keduanya berasal dari perjodohankawin paksa yang dilakukan oleh orang tua mereka. Dalam kerangka inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap perkara perjodohankawin paksa yang berakibat pada perceraian. Dan pada skripsi ini penulis mengangkat judul “SYIQAQ AKIBAT TIDAK ADANYA NAFKAH BATHIN SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN Kajian Terhadap Putusan Perkara Nomor 229Pdt. G2008PA.JT Pengadilan Agama Jakarta Timur. Dengan harapan bahwa skripsi ini dapat bermanfaat dan sedikit menyumbangkan keterangan mengenai perselisihan yang terjadi antara suami isteri syiqaq yang dapat berakibat pada perceraian.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah