D. Keterbatasan Analisis Rasio
Menurut Harahap 2007: 298 keterbatasan analisis ratio terdiri dari: 1.
Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya.
2. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi
keterbatasan teknik ini seperti: a.
Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak mengandung taksiran dan judgment yang dapat dinilai bias atau subjektif.
b. Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai
perolehan cost bukan harga pasar. c.
Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka rasio. d.
Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bisa diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda.
3. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia, akan menimbulkan kesulitan
menghitung rasio. 4.
Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron. 5.
Dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak sama. Oleh karenanya jika dilakukan perbandingan bisa
menimbulkan kesalahan.
Universitas Sumatera Utara
E. Rasio Likuiditas
1. Pengertian Likuiditas
Harahap 2007: 301 mengatakan bahwa likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban
finasial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Riyanto 2003: 25
mengatakan bahwa masalah likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran alat-alat likuid yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat tertentu
merupakan “kekuatan membayar”, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah “likuid”. Dengan kata lain dapatlah dikatakan bahwa pengertian likuiditas
dimaksudkan sebagai perbandingan antara jumlah uang tunai dan aktiva lain yang dapat disamakan dengan uang tunai di satu pihak dengan utang lancar di pihak
lain likuiditas badan usaha, juga dengan pengeluaran-pengeluaran untuk menyelenggarakan perusahaan di lain pihak likuiditas perusahaan.
2. Kegunaan Analisis Likuiditas
Wild, Subramanyam Halsey dalam Ernawati 2007 memberi pendapat mengenai pentingnya analisis likuiditas bagi perusahaan. Pentingnya likuiditas
dapat dilihat dengan mempertimbangkan dampak yang berasal dari ketidakmampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Jika suatu
perusahaan gagal memenuhi kewajiban lancarnya, maka kelangsungan usahanya dipertanyakan. Kurangnya likuiditas menghalangi perusahaan untuk memperoleh
keuntungan dari diskon atau kesempatan dan tindakan manajemen. Masalah
Universitas Sumatera Utara
likuiditas yang tidak baik mencerminkan ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancar. Masalah ini dapat mengarah pada penjualan
investasi dan aktiva dengan terpaksa, dan dalam bentuk yang tidak baik, mengarah pada insolvensi dan kebangkrutan. Untuk pemegang saham , kurangnya
likuditas seringkali diawali dengan keuntungan yang rendah dan berkurangnya kesempatan. Kurangnya likuiditasnya dapat mengakibatkan hilangnya
pengendalian pemilik atau kerugian investasi model. Untuk kreditor perusahaan, kurangnnya likuiditas dapat menyebabkan penundaan pembayaran bunga dan
pokok pinjaman atau bahkan tidak dapat ditagih sama sekali. Pelanggan dan pemasok produk dan jasa perusahaan juga merasakan masalah likuiditas jangka
pendeknya. Implikasinya antara lain mencakup ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kontrak serta merusak hubungan dengan pelanggan dan pemasok
penting. Dipandang dari sisi lain, semua ukuran analisis menjadi kurang penting dibanding likuiditas.
Menurut Riyanto 2003: 94 kas adalah unsur modal kerja yang paling tinggi tingkat likuiditasnya. Makin besar jumlah kas yang ada di dalam
perusahaan berarti makin tinggi tingkat likuiditasnya. Ini berarti bahwa perusahaan mempunyai resiko yang lebih kecil untuk tidak dapat memenuhi
kewajiban finansialnya. Tetapi ini tidak berarti bahwa perusahaan harus berusaha untuk mempertahankan persedian kas yang sangat besar, karena makin besarnya
kas berarti makin banyaknya uang yang menganggur sehingga akan memperkecil profitabilitasnya. Sebaliknya kalau perusahaan hanya mengejar
profitability saja akan berusaha agar semua persediaan kasnya dapat diputarkan atau dalam keadaaan bekerja. Kalau perusahaan menjalankan tindakan tersebut
Universitas Sumatera Utara
berarti menempatkan perusahaan itu dalam keadaan likuid apabila sewaktu-waktu ada tagihan.
Masalah penentuan besarnya investasinya atau alokasinya modal dalam persediaan juga mempunyai efek yang langsung terhadap keuntungan perusahaan.
Kesalahan dalam penetapan besarnya investasi dalam persediaan yang terlalu besar dibandingkan dengan kebutuhan akan memperbesar beban bunga,
memperbesar biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, memperbesar kemungkinan kerugian karena kerusakan, turunnya kualitas, keusangan, sehingga
semuanya ini akan memperkecil keuntungan perusahaan, demikian pula sebaliknya.
3. Rasio-rasio Likuiditas Menurut Harahap 2007:301 Ratio Likuiditas terdiri dari:
a. Current Ratio Rasio Lancar
Rasio ini menghitung kemampuan perusahan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang tersedia. Current Ratio dapat
dihitung dengan membandingkan aktiva lancar current asset di satu pihak dengan utang lancar current liabilities di lain pihak.
Current Ratio Rasio Lancar 100
Lancar Hutang
Lancar Aktiva
x
Aktiva lancar pada umumnya terdiri dari kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan. Sedangkan hutang lancar terdiri dari hutang dagang, hutang wesel,
hutang pajak, hutang gajiupah, dan hutang jangka pendek lainnya. Riyanto 2003: 26 berpendapat secara kasar dapatlah dikatakan bahwa bagi
perusahaan-perusahaan yang bukan perusahaan kredit, current ratio dari 2:1
Universitas Sumatera Utara
dianggap kurang baik. Pedoman current ratio 2:1 atau 200 bukanlah pedoman yang mutlak. Apabila suatu perusahaan menetapkan bahwa suatu
perusahaan adalah 3:1 atau 300, ini berarti bahwa setiap utang lancar sebesar Rp 1,00 harus dijamin dengan Rp 3,00 aktiva lancar. Menurut
Munawir dalam Abdullah 2005: 45, current ratio 200 kadang-kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan tetapi jumlah modal kerja dan
besarnya suatu rasio tergantung pada beberapa factor. Suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Dengan
demikian tidak dapat dirumuskan suatu standar rasio likuiditas yang pasti, karena sifatjenis perusahaan dan kualitas aktiva lancar ikut menentukan
kondisi likuiditas suatu perusahaan. b.
Cash Ratio Rasio Kas Atas Utang Lancar Cash Ratio merupakan perbandingan antara kas dan setara kas dengan
kewajiban lancar yang dipakai untuk menghitung kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban yang segera harus dipenuhi dari kas dan setara
kas yang tersedia. Cash
Ratio 100
Lancar Hutang
Kas Setara
dan Kas
x
Kas dan setara kas terdiri kas, bank dan semua investasi yang jatuh tempo dalam waktu tiga bulan atau kurang dari tanggal perolehannya dan yang tidak
dijamin serta tidak dibatasi penggunaannya. c.
Acid Test Ratio Quick Ratio Ratio ini menghitung kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
jangka pendek dengan aktiva yang lebih likuid. Ratio ini disebut Quick Ratio rasio cepat.
Universitas Sumatera Utara
Acid Test Ratio 100
Lancar Hutang
Persediaan -
Lancar Aktiva
x
Elemen persediaan barang inventory tidak diperhitungkan, karena persediaan dipandang sebagi elemen aktiva lancar yang tingkat likuiditasnya rendah dan
sering mengalami fluktuasi harga. Apabila suatu perusahaan menggunakan acid test ratio untuk menentukan tingkat likuiditasnya, maka secara umum
dapat dikatakan bahwa suatu perusahaan yang mempunyai “quick ratio”.
F. Rasio Profitabilitas
Keuntungan kegiatan operasional perusahaan merupakan elemen penting bagi perusahaan, karena dengan tingkat keuntungan yang tinggi perkembangan
perusahaan akan berlangsung. Sawir 2005: 17 berpendapat bahwa kemampulabaan profitabilitas merupakan hasil akhir bersih dari berbagai
kebijakan dan keputusan manajemen. Rasio profitabilitas akan memberikan jawaban akhir tentang efektifitas manajemen perusahaan, rasio ini memberikan
gambaran tentang tingkat efektifitas pengelolaan perusahaan. Harahap 2007:304 mengatakan bahwa rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan
untuk memperoleh laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada pada perusahaan.
Horne 2005: 222 mengatakan bahwa rasio profitabilitas profitability ratio terdiri atas dua jenis yaitu ratio yang menunjukkan profitabilitas dalam
kaitannya investansinya. Bersama-sama, rasio-rasio ini akan menunjukkan efektivitas operasional keseluruhan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
1. Profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan a.
Gross Profit Margin Margin Laba Kotor Rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga pokok biaya produksi,
mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien.
Gross Profit Margin 100
Bersih Penjualan
Penjualan Pokok
Harga -
Bersih Penjualan
x
Rasio tersebut merupakan pengukuran efisiensi operasi perusahaan, serta merupakan indikasi dari cara produk ditetapkan harganya. Semakin besar
rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu menekan kenaikan harga pokok penjualan pada presentase dibawah kenaikan penjualan Abullah,
2005: 55. b.
Net Profit Margin Margin Laba Bersih Pengukuran yang lebih spesifik untuk profitabilitas penjualan adalah
margin laba bersih. Margin laba bersih adalah ukuran profitabilitas perusahaan dari penjualan setelah memperhitungkan semua biaya dan
pajak penghasilan. Net Profit Margin =
100 Bersih
Penjualan Pajak
Setelah Bersih
Laba x
2. Profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi Salah satu pengukurannya adalah dengan tingkat pengembalian atas investasi
Return on Asset ROI =
100 Aktiva
Total Pajak
Setelah Bersih
Laba x
Universitas Sumatera Utara
ROI adalah pendekatan Du Pont : Dengan mengalikan margin laba bersih perusahaan dengan perputaran total aktiva diperoleh pengembalian atas investasi
atau daya untuk menghasilkan laba earning power atas total aktiva. Earning Power =
Aktiva Total
Bersih Penjualan
Bersih Penjualan
Pajak Setelah
Bersih Laba
x Riyanto 2003: 39 mengatakan bahwa earning power dalam suatu periode
tertentu dapat diperbesar dengan memperbesar “profit margin” maupun “Turnover of operating asses”. Ada dua alternatif dalam usaha memperbesar
“profit margin”, yaitu dengan menaikkan sales. Sedangkan “Operating Asset” dapat di pertinggi dengan dua cara, yaitu dengan memperbesar sales relative lebih
besar daripada tambahnya operating asset dan dengan mengurangi operating asset relatif lebih besar daripada penurunan sales.
G. Return on Investment ROI