Pengaturan Ganti Rugi Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Mahkamah Agung

terdakwa dari segala tuntutan”, maka ia berhak untuk menjalankan proses tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi. 72

A. Pengaturan Ganti Rugi

Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. 73 Berdasar kepada ketentuan permintaan ganti kerugian tersebut, maka alasan yang tepat dijadikan dasar tuntutan ganti kerugian dalam perkara pembunuhan ini adalah kesalahan atau kekeliruan mengenai orangnya atau kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan. 74 Sekiranya seorang terdakwa dituntut dan diadili dalam pemeriksaan sidang pengadilan, kemudian ternyata apa yang didakwakan tidak dapat dibuktikan berdasarkan alat-alat bukti yang sah, sehingga apa yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, dan terdakwa dibebaskan dari tuntutan pidana, maka hal ini berarti, terdakwa telah dituntut dan diadili tanpa dasar alasan hukum. Putusan 72 Martiman Prodjohamidjojo, Loc. Cit. 73 Pasal 1 butir 22 KUHAP. 74 Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 56. Universitas Sumatera Utara pembebasan tersebut, menjadi dasar bagi terdakwa untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian atas alasan telah dituntut dan diadili tanpa berdasarkan undang-undang. 75 Kekeliruan mengenai orangpelaku pembunuhan, pernah terjadi dalam peristiwa peradilan yang telah menghukum Sengkon dan Karta atas dakwaan kejahatan perampokan yang dibarengi dengan pembunuhan. Setelah kedua terdakwa menjalani hukuman lebih kurang dua tahun, barulah tertangkap dan diadili pelaku tindak pidana yang sebenarnya. Dimana dalam kasus ini penuntut umum dan pengadilan telah menuntut dan menghukum orang yang bukan pelaku tindak pidana. Tegasnya, telah terjadi kekeliruan terhadap orang yang bukan pelaku tindak pidana pada tingkat penuntutan dan pemeriksaan pengadilan, yang merupakan tindakan penegakan hukum yang tidak sah menurut hukum dan undang-undang. Dengan demikian, maka memberi hak kepada orang yang bukan pelaku tindak pidana Sengkon dan Karta untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian atas alasan kekeliruan mengenai diri mereka, sebagai orang yang disidik atau diadili. 76 Berdasarkan hal tersebut, negaralah yang harus bertanggungjawab atas tindakan-tindakan yang dilakukan oleh aparatnya. 77 Ganti rugi harus ditujukan kepada negara, karena yang menimbulkan kekeliruan penahanan itu ialah tindakan dari alat penegak hukum. Negara dalam hal ini diwakili oleh jaksa, dikarenakan jaksa 75 Ibid., hlm. 57. 76 Ibid., hlm. 58. 77 Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 39. Universitas Sumatera Utara yang sudah dilibatkan dalam perkara tersebut, disamping itu jaksa sebagai wakil pemerintah dan wakil masyarakat dalam menegakkan hukum. 78 Jumlah ganti kerugian tersebut ditetapkan oleh pengadilan, dengan lambang pengayomannya yang dalam hal ini berarti ia menjalankan fungsinya mengayomi korban dari penegakan hukum. 79 Sedangkan ganti kerugian bagi mereka yang menjadi korban pelanggaran hukum pidana victim of crime, biasanya dikategorikan sebagai masalah perdata Pasal 1365 BW. 80 Menurut Marnoto, pedoman bagi hakim dalam menentukan ganti rugi harus mempertimbangkan syarat-syarat sebagai berikut: 81 a. perkaranya harus diputus oleh pengadilan, baik dengan putusan bebas atau walaupun dengan putusan hukuman, namun menurut jenis perkaranya tidak membolehkan adanya penahanan, b. alasan pemberian ganti rugi ialah kepatutan bilijkheid, jadi bukan keadilan rechtsvaardigheid semata-mata, c. besar ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada hakim, d. yang diganti hanya kerugian material sebagai akibat penahanan, e. besarnya ganti rugi tidak harus penuh, melainkan disesuaikan dengan kemampuan negara, 78 Berdasarkan Pasal 333 ayat 1 KUHP menyatakan, bahwa: “barangsiapa dengan sengaja menahan merampas kemerdekaan orang atau meneruskan tahanan itu dengan melawan hak, dihukum penjara selama-lamanya delapan tahun.”; Pasal 334 ayat 1 KUHP menyatakan, bahwa: “barangsiapa yang karena salahnya hingga orang menjadi tertahan atau terus tertahan dengan melawan hukum; dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,- empat ribu lima ratus rupiah.” 79 Harris, Rehabilitasi serta Gantirugi Sehubungan Dengan Penahanan yang Keliru atau Tidak Sah, Jakarta: Binacipta, 1983, hlm. 130. 80 Djoko Prakoso, Masalah Ganti Rugi Dalam KUHAP, Jakarta: Bina Aksara, 1988, hlm. 106. 81 Harris, Op.Cit., hlm. 128. Universitas Sumatera Utara f. dalam mempertimbangkan unsur kepatutan, harus diperhatikan sikap tertuduh sebelum dan sesudahnya ditahan, g. tuntutan ganti rugi bisa dilakukan oleh tertuduh sendiri atau ahli warisnya, dalam jangka waktu 3 bulan setelah perkaranya selesai. Mengenai tenggang waktu mengajukan tuntutan ganti kerugian telah ditetapkan dalam waktu 3 bulan, akan tetapi cara memperhitungkannya dibedakan, antara lain: 82 a. Tuntutan ganti kerugian berdasar alasan yang disebut dalam Pasal 95 KUHAP, meliputi alasan penangkapan, penahanan, penuntutan, atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau tindakan lain yang tidak berdasar undang- undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, jangka waktu pengajuan yang dibenarkan ialah: 1 3 bulan 2 Terhitung sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. b. Terhadap tuntutan ganti kerugian berdasar alasan yang disebut dalam Pasal 77 huruf b KUHAP, yakni tuntutan ganti kerugian atas alasan penghentian penyidikan atau penuntutan, jangka tenggang waktu pengajuannya: 1 3 bulan 82 Pasal 7 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Universitas Sumatera Utara 2 Terhitung dari sejak saat pemberitahuan penetapan Praperadilan. Setelah lewat tenggang waktu 3 bulan, maka hak mengajukan tuntutan ganti rugi menjadi daluwarsatidak dapat diajukan lagi. Dikabulkan atau tidak permintaan tuntutan, tergantung pada penilaian dan pertimbangan hakim. 83 Hak atas ganti kerugian merupakan imbalan sejumlah uang yang diberikan kepada tersangka atau terdakwa. Besarnya jumlah ganti kerugian yang dapat dikabulkan, berpedoman kepada ketentuan Pasal 9 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, dengan perinciannya adalah: a. Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP, adalah berupa imbalan serendah-rendahnya berjumlah Rp 5.000,00 dan setinggi-tingginya Rp 1.000.000,00; b. Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp 3.000.000,00. Jumlah ganti rugi tersebut oleh sebagian pakar dianggap terlalu kecil karena nilai rupiah semakin menurun, seyogyanya jumlah tersebut diubah setiap tahun atau 83 Pasal 8 PP No. 27 Tahun 1983 maupun pada penjelasannya, disebutkan: “Dalam menetapkan dikabulkan atau tidaknya tuntutan ganti kerugian, hakim mempertimbangkan berdasar kebenaran dan keadilan sehingga dengan demikian tidak semua tuntutan ganti kerugian akan dikabulkan oleh hakim. Misalnya apabila tuntutan tersebut didasarkan atas hal yang menyesatkan atau bersifat menipu, tepat untuk menolak.” Universitas Sumatera Utara setiap tiga tahun. Pasal 11 PP No. 27 Tahun 1983 menentukan, negara melalui Departemen Keuangan dibebani tanggung jawab untuk menyelesaikan pembayaran tuntutan ganti kerugian yang dikabulkan pengadilan. Berdasarkan hal tersebut, Departemen Keuangan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan tanggal 31 Desember 1983, No. 983KMK.011983. Pasal 2 ayat 3 keputusan tersebut, telah ditetapkan bahwa masalah ganti kerugian sehubungan dengan Pasal 95 KUHAP, menjadi “beban” Bagian Pembayaran dan Perhitungan Anggaran Belanja Negara Rutin. 84 Salah satu hal yang menonjol menyangkut masalah pemberian ganti rugi ini adalah terdapat atau tidaknya unsur kesalahan. Dalam bidang hukum perdata, maka hal ini, antara lain di atur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Di bidang hukum acara pidana dalam Pasal 82 ayat 4 KUHAP yang menyatakan, bahwa ganti kerugian dapat diminta terhadap hal-hal yang meliputi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dan Pasal 95 KUHAP. 85 Dalam pasal-pasal 84 Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 52. 85 Pasal 77 KUHAP, menyatakan bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: a sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan b ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Pasal 95 KUHAP, menyatakan bahwa: 1 tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan; 2 tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang perkaranya Universitas Sumatera Utara inilah dapat dilihat adanya alasan-alasan bagi suatu permintaan ganti kerugian oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan. 86 Pasal 95 KUHAP menyatakan, bahwa alasan bagi tersangka, terdakwa atau terpidana untuk menuntut ganti kerugian, selain daripada adanya penangkapan, penahanan, penuntutan, atau diadilinya orang tersebut, juga apabila dikenakan tindakan-tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. “Tindakan-tindakan lain” disini maksudnya tindakan-tindakan upaya paksa lainnya, seperti pemasukan rumah, penggeledahan, penyitaan-penyitaan yang secara melawan hukum dan menimbulkan kerugian materiil. 87 Sedangkan mengenai penggabungan gugatan ganti kerugian yang disebabkan oleh dilakukannya suatu tindak pidana terdapat kurang lebih lima sistem ganti kerugian, sebagai berikut: 88 a. Ganti kerugian yang bersifat perdata dan diberikan pada prosedur perdata. b. Ganti kerugian yang bersifat perdata, tetapi diberikan pada prosedur pidana. tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus disidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77; 3 tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan; 4 untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat 1 ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan; 5 pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat 4 mengikuti acara praperadilan. 86 Djoko Prakoso, Op. Cit., hlm. 98. 87 Ibid. 88 Ibid., hlm. 113. Universitas Sumatera Utara c. Ganti kerugian yang sifatnya perdata, tapi terjalin dengan sifat pidana dan diberikan pada prosedur pidana. d. Ganti kerugian yang sifatnya perdata dan diberikan pada prosedur pidana, tapi pembayarannya menjadi tanggung jawab pidana. e. Ganti kerugian yang sifatnya netral dan diberikan dengan prosedur khusus. KUHAP menganut seperti tersebut pada cara yang kedua, dimana gugatan ganti rugi dari korban yang sifatnya perdata digabungkan pada perkara pidananya, sedang ganti rugi tersebut dipertanggungjawabkan kepada pelaku tindak pidana, sedang kerugian yang bersifat “immateriil” tidak dapat dimintakan lewat prosedur ini. 89

B. Pengaturan Rehabilitasi

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Suatu Telaah Terhadap Proses Pengajuan Grasi Terhadap Putusan Pidana Mati Berdasarkan UU RI No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi (Studi Kasus PUTUSAN Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.513/PID. B/1997/PN. LP)

0 64 77

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA CABUL TERHADAP ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO : 988 K/Pid/2007)

0 3 16

Tindak Pidana Penyertaan Pembunuhan Perspektif Hukum Islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 959 K/Pid/2012)

1 7 116

SKRIPSI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA ANALISIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI.

0 3 11

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan.

0 3 19

ANALISIS PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGABULKAN PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 964 K/PID/2015).

0 2 12

IMPLEMENTASI UPAYA HUKUM KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA (Studi Kasus Putusan Nomor : 576PID.B2010PN.Mks)

0 0 118