Perkembangan Ganti Rugi dan Rehabilitasi

dapat diterima oleh pengadilan dan diputus sekaligus Pasal 97 ayat 2 KUHAP dan SEMA No. 11 Tahun 1985. 99

C. Perkembangan Ganti Rugi dan Rehabilitasi

Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. 100 Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dimana ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi, dan pembebanan ganti kerugian diatur dalam undang-undang. 101 Berdasarkan Rancangan KUHAP Tahun 2007 dinyatakan bahwa putusan mengenai ganti kerugian dengan sendirinya memperoleh kekuatan hukum tetap, apabila putusan pidananya telah memperoleh kekuatan hukum tetap, 102 dalam hal terdapat kesalahan penerapan hukum, setiap orang wajib diberikan rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Rehabilitasi sebagaimana dimaksud diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan Pengadilan. Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atau terdakwa atas penangkapan atau 99 Ibid., hlm. 50-51. 100 Penjelasan Pasal 9 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa rehabilitasi adalah pemulihan hak seseorang berdasarkan putusan pengadilan pada kedudukan semula yang menyangkut kehormatan, nama baik, atau hak-hak lain. 101 Pasal 9 ayat 1, 2, dan 3 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman 102 Pasal 135 Rancangan KUHAP 2007. Universitas Sumatera Utara penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orangnya atau kesalahan penerapan hukumnya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim komisaris. 103 Hak asasi manusia di Indonesia dengan tegas diakui, hal mana dapat dilihat baik di dalam mukadimah, maupun di dalam batang tubuh UUD 1945. 104 Berdasarkan alinea keempat lebih menjelaskan tentang apa yang sebagian telah disebutkan sebelumnya, antara lain menegaskan bahwa Pemerintah akan melindungi rakyat Indonesia, yang berarti suatu pengakuan hak asasi menikmati keamanan dan perlindungan hukum. 105 Manifestasi dari negara hukum rechtstaat tersebut yakni, dengan adanya perlakuan yang sama bagi setiap orang di depan hukum gelijkheid van ieder voor de wet. Dengan demikian, elemen yang melekat mengandung makna perlindungan yang sama di depan hukum equal protection on the law dan mendapat keadilan yang sama di depan hukum equal justice under the law. Tegasnya, pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang, sebagaimana ditentukan Pasal 5 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2004 dan penjelasan umum angka 3 huruf a KUHAP. 106 103 Pasal 132 ayat 1, 2, dan 3 Rancangan KUHAP 2007. 104 Djoko Prakoso, Op. Cit., hlm. 8. 105 Ibid., hlm. 9. 106 Lilik Mulyadi, Op. Cit., hlm. 17 Universitas Sumatera Utara Suatu negara hukum minimal harus mempunyai ciri khas ataupun unsur yang terdiri dari: 107 a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi; b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaankekuatan lain apapun; c. Legalitas dari tindakan negarapemerintah dalam arti tindakan aparatur negara yang dapat dipertanggungjawabkan. Terjaminnya eksistensi peradilan dalam mengadili dengan tidak membeda- bedakan orang, berarti undang-undang menjamin kepada badan peradilan agar segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal sebagaimana disebut dalam UUD 1945 beserta perubahannya, dan apabila setiap orang dengan sengaja melanggarnya dipidana. 108 Berdasarkan hasil putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap, seorang terdakwa yang dijatuhi Putusan Bebas beralih menjadi seorang korban. 109 Hal ini menyebabkan, korban tersebut dapat menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi, sebagai akibat dari tindakan ditangkap, ditahan, 107 Djoko Prakoso, Op. Cit., hlm. 11. 108 Pasal 4 ayat 3, dan 4 UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman 109 Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, danatau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana Pasal 1 butir 2 UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Universitas Sumatera Utara dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. 110 Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. 111 Korban kejahatan harus menanggung kerugian karena kejahatan, baik materiil maupun immateriil. Perhatian KUHAP terhadap korban suatu tindak pidana adalah, berupa mempercepat proses untuk memperbaiki ganti kerugian yang diderita oleh korban kejahatan. 112 Pengertian perlindungan korban dilihat dari dua makna, yaitu: 113 a. dapat diartikan sebagai “perlindungan hukum untuk tidak menjadi korban tindak pidana” berarti perlindungan HAM atau kepentingan hukum seseorang; b. dapat diartikan sebagai “perlindungan untuk memperoleh jaminansantunan hukum atas penderitaankerugian orang yang telah menjadi korban tindak pidana”. Bentuk santunan itu dapat berupa pemulihan nama baik rehabilitasi, pemulihan keseimbangan batin antara lain, dengan permaafan, pemberian ganti rugi restitusi, kompensasi, jaminansantunan kesejahteraan sosial, dan sebagainya. 110 Pasal 9 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. 111 Dikdik M. Arief Mansur, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007, hlm. 27. 112 http:www.pemantauperadilan.comopini51UPAYA20PERLINDUNGAN20KORBA N20KEJAHATAN20MELALUI20LEMBAGA20RESTI.pdf , diakses tanggal 2 Agustus 2010, pukul: 13.02 Wib. 113 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta: Kencana, 2007, hlm. 61. Universitas Sumatera Utara Korban mempunyai peranan yang fungsional dalam terjadinya suatu kejahatan. Perbuatan pelaku dapat mengakibatkan orang lain menjadi korban, sebagaimana dikemukakan oleh Samuel Walker bahwa hubungan antara korban dan pelaku, adalah sebab akibat. Akibat perbuatan pelaku, yaitu suatu kejahatan dan korban yang menjadi objek sasaran perbuatan pelaku menyebabkan korban harus menderita karena kejahatan. 114 Tujuan peradilan adalah menemukan kebenaran objektif objective truth dengan melindungi hak-hak asasi si terdakwa dan mencegah orang yang tidak bersalah dijatuhi pidana. 115 Pasal 6 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2004 menegaskan bahwa seseorang tidak dapat dikenai pidana tanpa adanya kesalahan atau asas actus non facit reum nisi mens sit rea. Asas ini merupakan prinsip dasar untuk menentukan adanya kesalahan schuld dan pertanggungjawaban pidana. Selain itu, dalam Pasal 6 ayat 2 UU No. 4 Tahun 2004 ditegaskan bahwa putusan yang berisi pemidanaan oleh pengadilan hanya boleh dijatuhkan berdasarkan bukti-bukti yang sah menurut undang-undang, yang menimbulkan keyakinan bahwa seorang terdakwa dapat bertanggung jawab dan bersalah atas perbuatan yang didakwakan padanya. Kedua asas tersebut merupakan dasar perlindungan HAM bagi 114 Dikdik M. Arief Mansur, Op. Cit., hlm. 60. 115 OC.Kaligis, Perlindungan Hukum atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana: Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Bandung: Alumni, 2006, hlm. 408. Universitas Sumatera Utara seorang tersangka dan terdakwa dari tindakan sewenang-wenang penyidik, penuntut umum maupun hakim yang mengadili perkaranya. 116 Hal tersebut mengandung arti bahwa ada hak-hak tertentu dari seseorang yang ditangkap, ditahan, ataupun dipidana yang harus dipenuhi. Hak-hak tersebut antara lain: a. Hak untuk mengetahui dasar atau alasan penangkapan, penahanan danatau penjatuhan pidana terhadap dirinya. 117 b. Hak untuk memperoleh perlakuan yang manusiawi dan hak-hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, selama masa penangkapan, penahanan, maupun selama menjalani pidana atas dirinya. 118 c. Hak untuk mengungkapkan pendapat baik secara lisan maupun tertulis. 119 d. Hak untuk diam, dalam arti tidak mengeluarkan pernyataan ataupun pengakuan. Jadi, tidak diperkenankan adanya tekanan-tekanan tertentu. Hak tersebut dinyatakan dengan tegas di dalam Pasal 52 KUHAP. 120 Kemerdekaan dan kebebasan seseorang mengandung aspek yang luas. Salah satu aspeknya adalah hak seseorang untuk diperlakukan secara adil, tidak diskriminatif dan berdasarkan hukum, terutama bila seseorang diduga atau disangka 116 Asas ini juga berkaitan erat dengan ketentuan Pasal 185 ayat 6 KUHAP yang mewajibkan hakim untuk menilai kebenaran keterangan seorang saksi dengan memperhatikan persesuaiannya dengan keterangan saksi lain, persesuaiannya dengan alat bukti lain, alasan keterangan saksi apakah keterangan saksi bersifat subyektif atau objektif dan bagaimana latar belakang kehidupan saksi itu sendiri. Ibid., hlm. 119. 117 Hak-hak tersebut tercakup dalam Pasal 50, 51, dan Pasal 59 KUHAP UU No. 8 Tahun 1981. 118 Hak-hak tersebut ditetapkan dalam Pasal 52-68 KUHAP. 119 Hak-hak tersebut diatur di dalam Pasal 60-63 KUHAP. 120 Pasal 52 KUHAP: “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.” Universitas Sumatera Utara melakukan suatu tindakan pelanggaran atau tindakan kejahatan. Artinya, perampasan atau pembatasan kemerdekaan dan kebebasan bergerak seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, dipandang dari sudut Hukum Pidana dapat berupa penangkapan, penahanan dan pemidanaan, dapat dibenarkan apabila berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang telah ada sebelum tindakan hukum dikenakan kepadanya. 121

D. Pengajuan Ganti Rugi dan Rehabilitasi oleh Terdakwa dalam Putusan No.

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Suatu Telaah Terhadap Proses Pengajuan Grasi Terhadap Putusan Pidana Mati Berdasarkan UU RI No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi (Studi Kasus PUTUSAN Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.513/PID. B/1997/PN. LP)

0 64 77

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA CABUL TERHADAP ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO : 988 K/Pid/2007)

0 3 16

Tindak Pidana Penyertaan Pembunuhan Perspektif Hukum Islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 959 K/Pid/2012)

1 7 116

SKRIPSI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA ANALISIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI.

0 3 11

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan.

0 3 19

ANALISIS PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGABULKAN PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 964 K/PID/2015).

0 2 12

IMPLEMENTASI UPAYA HUKUM KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA (Studi Kasus Putusan Nomor : 576PID.B2010PN.Mks)

0 0 118