Penilaian Teknologi Penolahan Limbah Cair dengan Metode ANP-TOPSIS di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Pabatu

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Boterro, Marta. Elena Comino. Vincenzo Riggio. 2011. Application of AHP and ANP for The Assesment of Different Wastewater treathment System. Elsevier Boyokyazici, Murat dan Sucu, Meral. 2003. The Analytic Hirearchy Process and

Analytic Network Process. Hacettepe Journal of Mathematics and Statistic Volume 32.

Chafalparit, Orathai. 2006. Clean Technology for Crude Palm Oil Industry in Thailand. PhD Thesis Wageningen University

Gobi, K. V.M Vadivelu. 2013. By-Product of Palm Mill Effluent Treatment Plant: A Step Towards Sustainability. Elsavier

Harker,P.T, and L.G Vargas. 1987. The Theory of Ratio Scale Estimation :Sa’aty’s Analitycal Hierarchy Process. Management Science.

Ibanez-Forez, V. M.D.Bovena. V.Perez-Belis. 2014. A holistic review of Applied Methodologies for Assesing and Selecting The Optimal Technological Alternative from A Sustainability Perspective. Elsavier

Kabak, Mahmet. Metin Dagdeviren. 2014. Prioritization of Neweble Energy Source for Turkey bu Using a hybrid MCDM Technology. Elsavier

Kardono. 2008. Assesment of oil palm Waste Treathment technology. Center of Enviromental Technology.

Molinos-Senante, Maria. 2915. Assesment of Wastewater Treatment Alternatives for Small Communities: an Analytic Network process Approach. Elsavier


(2)

DAFTAR PUSTAKA (LANJUTAN)

NG, Denny KS. Rex TL NG. 2013. Application of Process System Engineering in Palm-Based Biomas Processing Industry. Elsavier

Saaty, Thomas L. 1999, Fundamentals of The Analytic Network Process. Paper presented in ISAHP 1999, Kobe, Japan, August 12-14.

______________. 2004. Fundamental of The Analytic etwork Process Dependence and Feedback In Decision Making With A Single Network. Journal of System Science and System Enggineering. Vol 13 No.2.

______________. 2005. Theory and Applications of the Analytic Network Process. Pittsburgh, PA: RWS Publications, 4922 Ellsworth Avenue, Pittsburgh.

Sinulingga, Sukaria. 2011. Metodologi Penelitian. Medan: USU Press.

Torfi, F. Farahani, R. Z. Rezapour, Sh. 2010. Fuzzy AHP to determine the relative weights of evaluation criteria and fuzzy TOPSIS to rank the alternative. Applied Soft Computing.

Widyawati, Ratna. Panji deoranto. Mas‟ud Effendi. 2013. Analisis Kinerja Supplier dengan Analytic Network Process (ANP) dan Technique For Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS). Fakultas teknoloji Pertanian, Univesitas Brawijaya.


(3)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Limbah Kelapa Sawit4

Ada beberapa jenis limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit, diantaranya limbah padat seperti tandan kosong, pelepah, cangkang, dan limbah cair. Berikut dapat dilihat rata-rata limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit pada Gambar 3.1.

Sumber: Clean Technology for CPO

Gambar 3.1. Rata-rata Jumlah Limbah yang dihasilkan per Ton TBS

4 Thomas Mailinton. 2007.

Model Penilaian cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit.


(4)

Uraian limbah yang dihasilkan dari beberapa proses dapat dilihat pada Tabel Gambar 3.2. Sterilisasi (Pengukusan) Perontokan (Treshing) Pelumatan (Digesting) Ekstraksi Minyak Pemurnian (Klarifikasi)

- Mempermudah Peerontokan - Mengurangi kadar air - Inaktifasi enzim lipase dan oksidade

- Memisahkan buah dari tandan

- Menghancurkan daging buah - Melepaskan sel yang mengandung

minyak

Memisahkan minyak daging buah dari bagian lain

Membersihkan minyak dari kotoran lain

Tahap proses Fungsi Limbah - Limbah Cair Panas

- Kebisingan

- Limbah padat - Kebisingan

Kebisingan

- Limbah padat - Limbah cair panas

- Limbah cair - Limbah padat

- Kebisingan

Gambar 3.2. Uraian Limbah berdasarkan Urutan Proses

3.1.1. Limbah Padat Kelapa Sawit

Sa‟id (1996) menyebutkan bahwa limbah padat industri kelapa sawit

mempunyai kekhasan tersendiri pada komposisinya. Komponen bahan terbesar dari limbah padat adalah selulosa disamping hemiselulolsa dan lignin. alam jumlah yang lebih kecil. Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit yang terbesar adalah tandan kosong sawit (TKS).


(5)

Tandan Buah Segar Kelapa Sawit (100%)

Tandan Kosong 21,5% Brondolan 67% Biji dan Ampas 23,5 % CPO Kasar 43,5%

Penguapan : 0.4% Blowdon : 11,1 %

CPO 22,5% Solid 4,1% Air 16,9 % Biji 10,4% Kernel 5% Cangkang 5,4% Ampas 12,9% Serat 11,5% Air 1,4% Unsur N 1,5% Unsur P 0,5% Unsur K 7,3% Unsur Mg 0,9%

Sumber: Tim PT. SP (2000)

Gambar 3.3. Jenis dan Poetnsi Limbah Kelapa Sawit

3.1.2. Limbah Cair Kelapa Sawit

Proses pengolahan kelapa sawit menghasilkan juga limbah cair (palm oil mill effluent) yang berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi dan dari hidrosiklon. Sebagaimana hasil limbah pertanian lainnya, limbah cair kelapa sawit mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi. Tingginya bahan organik tersebut mengakibatkan beban pencemaran yang semakin besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Salah satu limbah cair industri kelapa sawit yang penting karena diduga sebagai penyebab pencemaran lingkungan adalah lumpur (sludge) yang berasal dari proses klarifikasi atau disebut lumpur

primer (Sa‟id, 1996).

Seperti halnya limbah cair industri hasil pertanian lainnya, limbah cair industri minyak kelapa sawit mengandung bahan organik yang sangat tinggi, sehingga kadar bahan pencemar akan semakin tinggi. Limbah cair industri minyak


(6)

kelapa sawit umumnya mengandung minyak dan lemak. Hal ini disebabkan proses ekstraksi minyak kelapa sawit menggunakan uap air, sehingga air buangan dari proses ini akan mengandung minyak, disamping itu, sifatnya yang cenderung asam jika dibiarkan lama pH akan turun mencapai lebih kecil dari empat (Anonim, 1998).

Semakin banyak bahan-bahan organik pada limbah cair, maka semakin besar pula nilai biological oxygen demand (BOD) limbah tersebut (Anonim, 1995). Pengaruhnya apabila limbah dibuang langsung tanpa di tangani terlebih dahulu akan mengakibatkan dampak lingkungan yang menyebabkan pengurangan kadar oksigen di dalam badan air yang menerimanya sebagai akibat dari terjadinya pemecahan bahan-bahan organik (Anonim, 1995).

Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, maka akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut di dalam air tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan makhluk hidup yang membutuhkan oksigen di dalam air akan terganggu dan menghambat perkembangannya (Kementerian Lingkungan Hidup, 2005).


(7)

3.2. Karakteristik Limbah Kelapa Sawit

Hampir seluruh air buangan PKS mengandung bahan organik yang dapat mengalami degradasi. Oleh karena itu dalam pengolahan limbah perlu diketahui karakteristik limbah tersebut, yaitu:

1. Dari balance sheet, ekstraksi minyak kelapa sawit diketahui bahwa jumlah air limbah yang dihasilkan dari 1 ton CPO yang diproduksi adalah 2,50 ton.

Tabel 3.1. Komposisi Jumlah Air Limbah PKS dari 1 Ton CPO

No. Uraian Kapasitas

1 Air 2,35 ton

2 NOS (non Oil Solid) 0,13 ton

3 Minyak 0,02 ton

Jumlah 2,50 ton

Efisiensi pabrik kelapa sawit dapat ditingkatkan dengan pemakaian Decanter yang pertama hanya menghasilkan limbah cair sekitar 0,3-0,4 ton untuk setiap 1 ton TBS yang diolah, sehingga limbah cair yang dihasilkan dapat ditekan hanya 24 ton/jam atau 1,667 m3 per 1 ton CPO yang dihasilkan. Limbah cair yang akan dihasilkan dari seluruh proses produksi minyak kelapa sawit diperkirakan maksimal 60% dari seluruh tandan buat segar yang diolah. 2. Kualitas limbah cair yang dihasilkan berotensi mencemari badan air peneri


(8)

Tabel 3.2. Kualitas Limbah Cair PKS No. Parameter

Lingkungan

SAT. Limbah Cair Baku Mutu

MENLH

Kisaran Rata-Rata

1 BOD Mg/l 8,.200-35.000 21.280 250

2 COD Mg/l 15.103-65.100 34.720 500

3 TSS Mg/l 1.330-50.700 31.170 300

4 Nitrogen Total

Mg/l 12-126 41 20

5 Minyak dan Lemak

Mg/l 190-14.720 3.075 30

6 pH - 3,3-4,6 4,0 6-9

3. Kandungan hara spesifik dari limbah kelapa sawit secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 3.3. sebagai berikut:

Tabel 3.3. Kandungan Hara Limbah Padat Kelapa Sawit

No. Limbah Kelapa Sawit

Kandungan atas dasar % Berat Kering

N P K Mg Ca

1. Batang Pohon 0,488 0,047 0,699 0,117 0,194

2. -Pelepah -Daun 2,38 0,373 0,157 0,066 1,116 0,873 0,287 0,161 0,568 0,295


(9)

3. Tandan Kosong 0,350 0,028 2,285 0,175 0,149 4. Serat Buah 0,320 0,080 0,470 0,020 0,110 5. Cangkang 0,330 0,010 0,090 0,020 0,020

4. Kandungan hara dalam abu hasil pembakaran tandan kosong dan serat serta cangkang dapat dilihat pada tabel 3.4. sebagai berikut:

Tabel 3.4. Kandungan Tandan Kosong, Serat dan Cangkang

Abu Hasil Pembakaran

Kandungan Hara (%)

P K Ca

Tandan Kosong 1,25 – 2,18 24,9 – 33,2 5,4 Serat dan Cangkang 1,74 – 2,61 16,6 – 24,9 7,1

3.3. Sistem Teknologi Pengolahan Limbah Kelapa Sawit

Terdapat beberapa teknologi pengolahan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Kedua limbah tersebut dapat di aplikasikan sebagai produk sebagai nilai tambah. Uraian pengaplikasian limbah dapat dilihat pada Gambar 3.3.


(10)

Gambar 3.4. Aplikasi Limbah

3.3.1. Sistem Teknologi Pengolahan Limbah Padat

Terdapat beberapa teknologi pengolahan limbah pada tandan kosong sebagai cara pemanfaatan limbah yang dapat dilihat sebagai berikut:

1. Tandan kosong sebagai mulsa

Tandan kosong berfungsi ganda yaitu selain menambah hara ke dalam tanam, juga meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang sangat diperlukan bagi perbaikan sifat fisik tanah. Dengan meningkatnya bahan organik tanah maka struktur tanah semakin mantap, dan kemampuan tanah menahan air bertambah baik, perbaikan sifat fisik tanah tersebut berdampak positif terhadap pertumbuhan akar dan penyerapan unsur hara.

2. Tandan Kosong Sawit (TKS) sebagai Kompos dan Pupuk Organik

Pengkomposan merupakan salah satu cara pemanfaatan limbah padat yang sudah lama dikenal. Salah satu faktor yang penting dalam proses


(11)

pengkomposan ialah nisbah C dan N. Sebenarnya setiap limbah padat yang dibuang ke tanah akan selalu diikuti pembusukan yang dilakukan oleh mikroba, baik oleh mikroba tanah ataupun mikroba yang berasal dari limbah itu sendiri. Pertumbuhan mikroba membutuhkan nitrogen, dan jika nisbah C/N dalam limbah terlalu besar berarti N tidak mencukupi, dan mikroba akan menggunakan cadangan N yang terdapat dalam tanah tersebut. Akibatnya tanah pada daerah tempat pembuangan limbah padat akan mengalami defesiensi N.

3. Pembuatan kompos bokasih dari limbah tandan kosong kelapa sawit

Bokasih merupakan hasil fermentasi bahan organik yang terdiri dari jerami, sampah, pupuk kandang, sekam padi, serbuk gergaji, rumput-rumputan dan lain-lain. Bokasih terdiri dari beberapa macam yaitu: bokasih jerami, bokasi pupuk kandang, bokasi pupuk kandang arang, bokasih pupuk kandang tanah dan bokasi ekspres 24 jam.

4. Pembuatan papan semen dari serat tandan kosong kelapa sawit yang disediakan secara bioteknologi

Papan semen pulp (pulp cemen board) merupakan papan buatan dimana bahan bakunya adalah pulp yang berasal dari berbagai jenos serta lignoselulosa atau kertas bekas yang dicampur dengan semen atau bahan pengisi lainnya. Bila bahan bakunya berupa potongan kayu yang kecil seperti serpihan dan serbuk gergaji maka disebut papan semen partikel


(12)

Pembuatan pulp dan kertas tankos dilakukan dengan proses soda-soda AQ. Untuk pulp yang belum putih maupun yang sudah putih pada proses pemasakan dengan sodium hidroksida sebagai alkali aktif antara 16-24% (PT. Bosto-Leces).

6. Pembuatan papan partikel dari sabut kelapa sawit

Sabut kelapa sawit merupakan salah satu limbah terbesar yang dihasilkan dalam proses pengolhan minyak sawit. Kebanyakan limbah berupa sabut ini biasanya hanya dijadikan bahan bakar, dibuang atau ditimbun didalam tanah saja. Sabut kelapa sawit ini bisa dijadikan sebagai bahan pembuatan papan partikel yang berarti bisa mengatasi masalah pembuangan limbah sabut kelapa sawit sekaligus memberikan nilai tambah secara ekonomi. Minyak yang terdapat pada sabut kelapa sawit dapat mengganggu proses perekatan dalam pembuatan papan partikel. Oleh karena itu, kadar minyak harus dikurangi seminimal mungkin. Pengurangan kadar minyak dapat dilakukan salah satunya dengan memasak sabut kelapa sawit dalam larutan NaOH 10% selama 1 jam.

7. Pengolahan batang sawit menjadi bahan baku industri mebel

Kayu sawit yang memiliki sifat dasar atau kualitas penggunaannya yang rendah dibandingkan dengan kayu biasa ternyata dapat menjadi bahan baku mebel yang potensial. Resin pada batang sawit berupa ikatan kimia polimer. Senyawa yang itu disuntikan pada bagian lunak batang kelapa sawit sehingga bagian tengah batang sawit itu mengeras. Setelah mengeras seperti kayu


(13)

pada umumnya batang kelapa sawit bisa digunakan untuk bahan baku industri kayu olahan dikarenakan corak kayunya yang unik juga memiliki kekuatan yang cukup bagus.

3.3.2. Sistem Teknologi Pengolahan Limbah Cair 3.3.2.1.Sistem Kolam

Teknologi sistem kolam merupakan penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) yang dianggap paling mudah dan murah bagi pabrik kelapa sawit karena limbah diolah dengan menggunakan prinsip instalasi penanganan air limbah (IPAL) yang bersifat end of pipe. Gambar 3.2. menunjukkan proses penanganan limbah cair kelapa sawit dengan menggunakan teknologi sistem kolam (PPKS, 2000).


(14)

1. Recovery Tank

Berfungsi untuk mengurangi kadar minyak dari dalam limbah. 2. Deoiling Pond

Berfungsi untuk menangkap minyak yang masih tersisa di dalam limbah, sehingga hanya tersisa 0,4% - 0,6%.

3. Cooling Pond

Berfungsi untuk menurunkan suhu limbah menjadi 20-40 0C, agar mikroorganisme dapat menguraikan limbah. Cooling Pond dapat digantikan dengan Cooling Tower, yang memiliki fungsi sama namun lebih menghemat lahan.

4. Netralization Pond

Berfungsi untuk menaikan pH limbah dari 4 menjadi 7,0 – 7,5, dengan menambahkan kaustik soda (NaOH) atau kapur tohor (CaO).

5. Seedling Pond

Berfungsi untuk mengembangbiakan bakteri. Jika sudah siap akan dialirkan ke kolam anaerobik.

6. Primary Anaerobic Pond

Berfungsi untuk mengubah bahan organik majemuk oleh bakteri menjadi asam-asam organik yang mudah menguap.


(15)

Merupakan kelanjutan dari Primary Anaerobic Pond, yang berfungsi untuk mengubah asam organik mudah menguap terutama asam asetat menjadi gas seperti metan, karbondioksida dan hidrogen sulfida.

8. Facultative Pond

Berfungsi untuk menguraikan limbah oleh bakteri fakultatif yang pada penguraian sebelumnya tidak dapat dilakukan oleh bakteri obligat. Dan sebagai kolam transisi sebelum masuk ke aerobic pond.

9. Aerobic Pond

Berfungsi untuk menguraikan senyawa kompleks menjadi sederhana oleh aktivitas mikroorganisme yang memiliki. Bahan organik disintesis menjadi sel-sel baru, dan hasilnya berupa produk akhir (CO2, H2O, dan NH3) yang stabil.

10. Final Pond

Berfungsi sebagai penampungan sementara limbah yang telah diolah, dan untuk menguji apakah baku mutunya sesuai dengan peraturan pemerintah pusat dan atau daerah, sebelum dikeluarkan dari sistem pengolahan air limbah.

3.2.2.2.Sistem RANUT (Reaktor Anaerobik Unggun Tetap)

Dalam sistem pengolahan limbah cair tersebut, RANUT merupakan intinya. Sistem pengolahan ini dibuat dalam skala pilot plant. Reaktor berdiameter 40 cm dan tinggi 250 cm, serta berjumlah dua buah. Didalamnya


(16)

terdapat unggun tetap yang menggunakan media pendukung berupa potongan pipa-pipa PVC (dengan dinding bergelombang). Dalam proses pengolahannya, limbah cair dari kolam Fatpit mengalir ke dalam RANUT pertama dari bawah ke atas. Sebagian effluentnya diresirkulasikan untuk mengencerkan limbah cair yang baru masuk dan menaikkan pH nya, sedangkan sebagian besar effluentnya mengalir ke dalam RANUT kedua yang mempunyai arah aliran dari atas ke bawah. Effluent dari RANUT kedua ini, yang sudah dapat memenuhi ketentuan BML (baku mutu lingkungan) dibuang ke badan air penerima. Gas yang dihasilkan dari proses anaerobik ini ditampung dan diukur dengan menggunakan Gas Meter.

Keunggulan utama RANUT ialah energi yang rendah, mudah dalam pengoperasian, mudah dalam start up, serta kinerja tinggi. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan pada sistem ini adalah kinerja reactor, resiko penyumbatan, produksi biogas spesifik, komposisi biogas, dan kesetimbangan nutrisi pada lumpur dan fasa cair.

3.2.2.3.Sistem Kompos

Sistem kompos adalah sistem yang menggunakan limbah cair PKS sebagai pelunak tandan kosong yang akan dijadikan sebagai pupuk kompos. Penggunaan limbah cair dalam sistem kompos sangat berguna karena nutrisi yang terdapat pada limbah cair tersebut dapat membantu pelunakan tandan kosong.

Teknologi pembuatan kompos (Gambar 5) pada pabrik kelapa sawit terdiri dari 5 tahapan proses, yaitu : (PTPN IV, 2003)


(17)

1. Pencacahan Tandan Kosong Sawit

Pencacahan dilakukan untuk mengecilkan ukuran tandan kosong sawit sehingga bidang kontak proses dapat menjadi lebih besar dan proses pengomposan dapat berjalan dengan baik.

2. Pembuatan Tumpukan

Pembuatan tumpukan dimaksudkan agar bahan pembuatan dapat ditangani dengan mudah dan bahan tidak bercecer ke mana-mana. Pembuatan tumpukan umunya memiliki lebar 3 meter dan tinggi mencapai 1,2 meter, sedangkan panjangnya tergantung ketersediaan lahan dan produksi kompos. 3. Pembalikan

Pembalikan dilakukan agar seluruh bagian tumpukan memperoleh aerasi yang cukup sehingga pengomposan dapat berjalan dengan baik. Pembalikan dilakukan 3 – 5 kali dalam seminggu.

4. Penyiraman Limbah Cair PKS

Penyiraman dengan menggunakan limbah cair PKS bertujuan untuk menambah unsur hara dalam produk pengomposan. Penyiraman dilakukan 3 - 5 kali seminggu.

5. Pengeringan/Penjemuran

Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran dimaksudkan untuk mengurangi kadar air pada produk kompos yang diproduksi. Beberapa keuntungan penggunaan teknologi kompos, yaitu proses terjadi secara aerobik, tanpa penambahan mikroorganisme, waktu pengomposan 6-8


(18)

minggu, mutu produk tinggi dan homogen, resiko kegagalan kecil, memanfaatkan limbah cair, dan kebutuhan tenaga kerja rendah.

Gambar 3.6. Proses Pengolahan dengan Sistem Kompos

3.4. Analytic Network Process (ANP)

Analytic Network Process (ANP) adalah Analytic Network Process adalah metode penilaian multi kriteria untuk strukturiasasi keputusan dan analisis yang memiliki kemampuan untuk mengukur konsistensi dari peniaian dan fleksibilitas pada pilihan dalam level subkriteria.5

Saaty (1999) mendefinisikan ANP sebagai metode pengukuran relatif yang digunakan untuk menurunkan rasio prioritas komposit dari skala rasio individu

5

Isik, Z., Dikmen, I., & Birgonul, M.T. (2007). Using ANP for Performance Measurement in


(19)

yang mencerminkan pengukuran relatif dari pengaruh elemen-elemen yang saling berinteraksi berkenaan dengan kriteria kontrol.6

ANP menggunakan jaringan tanpa harus menetapkan level seperti pada hierarki yang digunakan dalam Analytic Hierarchy Process (AHP), yang merupakan titik awal ANP. Konsep utama dalam ANP adalah influence (pengaruh), sementara konsep utama dalam AHP adalah preference (pilihan). AHP dengan asumsi-asumsi dependensinya tentang kluster dan elemen merupakan kasus khusus ANP. ANP merupakan pendekatan baru dalam proses pengambilan keputusan yang memberikan kerangka kerja umum dalam memperlakukan keputusan-keputusan tanpa membuat asumsi-asumsi tentang independensi elemen-elemen pada level yang lebih tinggi dari elemen-elemen pada level yang lebih rendah dan tentang independensi elemen-elemen dalam suatu level (Saaty, 1999).

Perbedaan antara hierarki dan jaringan (network) digambarkan pada Gambar 3.1. dimana hirearki memiliki tujuan (goal) atau titik sumber (source node) serta kriteria dan sub kriteria atau titik tumpahan (sink node). Bentuknya berupa struktur linear dari atas ke bawah tanpa adanya timbal balik (feedback) dari level terendah ke level diatasnya. Selain itu, loop hanya terjadi pada pada level terendah. Jaringan (network) menyebar dalam segala arah dan memungkinkan terjadinya pengaruh (influence) dari suatu kluster terhadap custer lainnya maupun kluster itu sendiri dan timbal balik (feedback) yang membentuk siklus (Saaty, 2004).

6

Saaty, T. L. (2005). Theory and Applications of the Analytic Network Process. Pittsburgh, PA: RWS Publications, 4922 Ellsworth Avenue, Pittsburgh, PA 15213


(20)

ANP merupakan gabungan dari dua bagian. Bagian pertama terdiri dari hierarki kontrol atau jaringan dari kriteria dan subkriteria yang mengontrol interaksi. Pada kontrol ini tidak membutuhkan struktur hierarki seperti pada metode AHP. Bagian kedua adalah jaringan pengaruh-pengaruh diantara elemen dan kluster (Saaty, 1999).

Sumber : Saaty, 2004

Gambar 3.7. Perbedaan Hierarki dan Jaringan (Network)

Metode ANP memiliki keuntungsan besar, diantaranya: (a) Dengan ANP, kriteria prioritas dapat ditentukan berdasarkan angka perbandingan berpasangan oleh pembuat keputusan; (b) Dengan ANP, pembuat keputusan dapat mempertimbangkan antara faktor tangible dan intangible; (c) ANP dapat mentransformasinilai kualitatif kedalam nilai angka untuk analisis perbandingan; (d) ANP adalah metode yang sederhana bagi pembuat keputusan agar dapat mengerti dengan mudah dan mengaplikasikannya tanpa pengetahuan khusus (Mahmet Kabak dan metin dagdeviren, 2014).

Boyokyazici dan Sucu (2003) menjelaskan bahwa model network tidak dapat digambarkan dengan struktur hirearki dan bukan merupakan bentuk linear


(21)

dari level atas ke bawah. Istilah level dalam AHP digantikan dengan istilah kluster dalam ANP. Model ANP memiliki lingkaran hubungan antara elemen satu dengan yang lain serta dalam kluster itu sendiri yang disebut dengan system with feedback.

Hubungan ketergantungan antar elemen pada pendekatan ANP digambarkan dengan tanda anak panah bolak-balik pada masing-masing kluster. Kluster atau komponen dalam ANP adalah kumpulan elemen-elemen yang diturunkan dari sinergi interaksi yang tidak ditemukan dalam elemen tunggal (Saaty, 2004).

Perbandingan tingkat kepentingan dalam setiap elemen maupun kluster direpresentasikan dalam sebuah matriks dengan memberikan skala rasio dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Perbandingan berpasangan menggunakan rasio dominasi pasangan dengan menggunakan pengukuran aktual. Dalam hal penggunaan judgements, dalam AHP seseorang bertanya: “Mana yang

lebih disukai atau lebih penting?”, sementara dalam ANP seseorang bertanya:

“Mana yang mempunyai pengaruh lebih besar?”. Pertanyaan terakhir jelas

memerlukan observasi dan pengetahuan untuk menghasilkan jawaban-jawaban yang valid, yang membuat pertanyaan kedua lebih obyektif dari pada pertanyaan pertama (Yamanita, 2005).

Saaty (2004) merekomendasikan sebuah skala 1-9 untuk membandingkan antara dua komponen. Skala 1 menunjukkan tingkat kepentingan yang sama antara dua komponen dan skala maksimal 9 untuk menunjukkan dominasi antara komponen pada baris dan komponen pada kolom. Masing-masing skala rasio


(22)

menunjukkan perbandingan kepentingan antara elemen di dalam sebuah komponen dengan elemen di luar komponen (outer dependence) atau di dalam elemen terhadap elemen itu sendiri yang berada di komponen dalam (inner dependence). Tidak setiap elemen memberikan pengaruh terhadap elemen dari komponen lain. Elemen yang tidak memberikan pengaruh pada elemen lain akan memberikan nilai nol.

Matriks hasil perbandingan direpresentasikan kedalam bentuk vertikal dan horisontal dan berbentuk matriks yang bersifat stokastik yang disebut sebagai supermatriks. Supermatriks diharapkan dapat menangkap pengaruh dari elemen-elemen pada elemen-elemen-elemen-elemen lain dalam jaringan (Saaty, 2004). Matriks merupakan suatu kumpulan angka-angka (sering disebut elemen-elemen) yang disusun menurut baris dan kolom sehingga berbentuk empat persegi panjang, dimana panjang dan lebarnya ditunjukkan oleh banyaknya kolom-kolom dan baris-baris (Supranto, 1992). Supermatriks adalah dua dimensional matriks dari elemen terhadap elemen (matriks dari matriks-matriks). Supermatriks dibangun dengan menempatkan kluster dan semua elemen masing-masing kluster dalam urutan secara vertikal di sebelah kiri dan secara horizontal di sebelah atas. Vektor prioritas dari perbandingan berpasangan nampak dalam suatu kolom yang sesuai dari suatu supermatriks (Saaty, 1999).

Supermatriks terdiri dari 3 tahap yaitu :

1. Tahap supermatriks tanpa bobot(unweighted supermatrix)

Merupakan supermatriks yang didirikan dari bobot yang diperoleh dari matriks perbandingan berpasangan.


(23)

2. Tahap supermatriks terbobot (weighted supermatrix)

Merupakan supermatriks yang diperoleh dengan mengalikan semua elemen di dalam komponen dari unweighted supermatrix dengan bobot kluster yang sesuai sehingga setiap kolom pada weighted supermatrix memiliki jumlah 1. Jika kolom pada unweighted supermatrix sudah memiliki jumlah 1, maka tidak perlu membobot komponen tersebut pada weighted supermatrix.

3. Tahap supermatriks batas (limit supermatrix)

Merupakan supermatriks yang diperoleh dengan menaikkan bobot dari weighted supermatrix. Menaikkan bobot tersebut dengan cara mengalikan supermatriks itu dengan dirinya sendiri sampai beberapa kali. Ketika bobot pada setiap kolom memiliki nilai yang sama, maka limit matrix telah stabil dan proses perkalian matriks dihentikan.

Hasil akhir perhitungan memberikan bobot prioritas dan sintesis. Prioritas merupakan bobot dari semua elemen dan komponen. Didalam prioritas terdapat bobot limiting dan bobot normalized by kluster. Bobot limiting merupakan bobot yang didapat dari limit supermatrix sedangkan bobot normalized by kluster merupakan pembagian antara bobot limiting elemen dengan jumlah bobot limiting elemen-elemen pada satu komponen. Sintesis merupakan bobot dari alternatif. Didalam sintesis terdapat bobot berupa ideals, raw dan normals. Bobot normals merupakan hasil bobot alternatif seperti terdapat pada bobot normalized by kluster prioritas. Bobot raw merupakan hasil bobot alternatif seperti terdapat pada bobot limiting prioritas atau limit matrix. Bobot ideals merupakan bobot yang diperoleh


(24)

dari pembagian antara bobot normals pada setiap alternatif dengan bobot normals terbesar diantara alternatif-alternatif tersebut.

Dalam penelitian ini, salah satu metode MCDM yakni Analytic Network Process (ANP) akan diimplementasikan untuk dipakai dalam penentuan kriteria-kriteria pemasaran guna mendapatkan kriteria-kriteria pemasaran yang tepat untuk dikembangkan oleh pihak perusahaan. Dimulai dengan melakukan identifikasi dan mengkaji visi, misi, dan kriteria-kriteria pembangun strategi pemasaran serta alternatif-alternatif yang digunakan oleh pihak perusahaan yang nantinya akan dirumuskan menjadi tujuan strategis (strategic objectives) yang digunakan acuan manajemen menyusun program dan rencana kerjanya. Setelah semua tujuan strategis teridentifikasi, dilakukan penyebaran kuesioner perbandingan berpasangan (pairwase comparison) pada expert judgements dalam strukur organisasi prusahaan yang berkaitan dengan perspektif untuk mengetahui preferensi mereka terhadap rancangan tujuan strategis yang telah terbentuk. Adapun kuesioner yang diberikan dalam bentuk kuesioner perbandingan berpasangan. Skala yang digunakan adalah skala terbatas yang dimulai dari sama pentingnya (equally prefered) hingga mutlak pentingnya (extremelly prefered). Pemilihan skala 1 hingga 9 didasarkan pada penelitian psikologi yaitu berdasarkan kemampuan otak manusia menyuarakan urutan preferensinya (Harker & Vargas, 1987). Penilaian yang diberikan diharapkan berdasarkan dari penilaian pakar. Skala untuk penilaian dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Dasar Perbandingan Kriteria Intensitas

Kepentingan Definisi Penjelasan


(25)

besar pada sifat itu 3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting ketimbang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas lainnya 5

Elemen yang satu essensial atau sangat penting ketimbang elemen lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lain

Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktek

9

Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua pertimbangan berdekatan

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan

Kebalikan

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

3.4.1. Langkah-langkah Pengerjaan ANP

Adapun langkah-langkah dalam pengerjaan metode ANP yakni7: 1. Bangun model permasalahan secara terstruktur

Dalam langkah ini hal yang perlu ditekankan adalah pendefinisian masalah yang akan menjadi objek penelitian harus jelas. Kriteria, subkriteria, maupun alternatif dipilih berdasarkan brainstorming atau metode pengumpulan ide lainnya. Selanjutnya membuat kluster-kluster dari kriteria, subkriteria dan alternatif tersebut sehingga membentuk jaringan (Network).

2. Perhitungan matriks berpasangan dan prioritas

7


(26)

Adapun langkah langkah dalam perhitungan matriks berpasangan dan prioritas adalah sebagai berikut:

a. Jumlahkan harga dari semua elemen dalam 1 kolom b. Bagikan nilai dari setiap elemen dengan harga tersebut

c. Jumlahkan nilai setiap elemen dalam setiap baris dan dibagikan dengan jumlah elemennya. Hal ini disebut dengan prioritas relatif tiap elemen. 3. Membangun supermatriks

Adapun langkah-langkah dalam membangun supermatriks adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan unweight supermatrix dari prioritas setiap elemen 2. Mendapatkan weighted supermatrix.

3. Mendapatkan limiting supermatrix.

4. Menghitung total bobot setiap alternatif dan didapatkanlah peringkat dari masing-masing alternatif yang dibandingkan.

3.5. Metode TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to Ideal

Solution) 8

Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai definisi, kelebihan dan kekurangan, serta langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penggunaan metode TOPSIS.

8

Torfi, F., Farahani, R. Z., Rezapour, Sh., (2010). Fuzzy AHP to determine the relative weights of evaluation criteria and fuzzy TOPSIS to rank the alternative. Applied Soft Computing, 10, 520-528.


(27)

3.5.1. Definisi TOPSIS

TOPSIS adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria yang pertama kali diperkenalkan oleh Yoon dan Hwang (1981). TOPSIS menggunakan prinsip bahwa alternatif yang terpilih harus mempunyai jarak terdekat dari solusi ideal positif dan terjauh dari solusi ideal negatif dari sudut pandang geometris dengan menggunakan jarak Euclidean untuk menentukan kedekatan relatif dari suatu alternatif dengan solusi optimal. Solusi ideal positif didefinisikan sebagai jumlah dari seluruh nilai terbaik yang dapat dicapai untuk setiap atribut.

TOPSIS mempertimbangkan keduanya, jarak terhadap solusi ideal positif dan jarak terhadap solusi ideal negatif dengan mengambil kedekatan relatif terhadap solusi ideal positif. Berdasarkan perbandingan terhadap jarak relatifnya, susunan prioritas alternatif bisa dicapai.

Metode ini banyak digunakan untuk menyelesaikan pengambilan keputusan secara praktis. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah dipahami, komputasinya efisien, dan memiliki kemampuan mengukur kinerja relatif dan alternatif-alternatif keputusan.

Metode ini juga serupa dengan cluster analysis, sebagai bagian dari multivariate atribute decision making methods. TOPSIS tidak memperhatikan harga dimensi yang menentukan kriteria elemen rij dari matriks R (korelasi) dapat

dihitung sebagai berikut:

rij =


(28)

3.5.2. Kelebihan dan Kekurangan Metode TOPSIS

Dalam metode TOPSIS, dipertimbangkan adanya solusi ideal positif dan solusi ideal negatif. Solusi ideal positif merupakan nilai terbaik dari semua kriteria sedangkan solusi ideal negatif adalah nilai terburuk untuk tiap kriteria dari alternatif yang ada. Dengan adanya kedua solusi ini maka alternatif yang dipilih dalam metode TOPSIS merupakan alternatif yang memiliki jarak terdekat dengan solusi ideal positif dan jarak terjauh dengan solusi ideal negatif. Karena itulah maka dapat disimpulkan beberapa kelebihan metode TOPSIS sebagai berikut: 1. Menggunakan perhitungan sederhana dalam komputasi yakni perhitungan

jarak. Umumnya komputasi yang digunakan dalam permasalahan pemilihan alternatif terbaik adalah hal yang rumit. Namun, untuk metode TOPSIS hal ini tidak berlaku. Hal ini dikarenakan metode TOPSIS menggunakan pendekatan jarak sehingga komputasinya sudah banyak dikenal dan mudah digunakan.

2. Mempertimbangkan adanya solusi ideal positif dan negatif.

Dalam mencapai suatu tujuan tertentu, terdapat atribut yang harus dipertimbangkan. Untuk itu umumnya permasalahan yang ada akan menjadi permasalahan multi objektif. Solusi terbaik untuk permasalahan tersebut merupakan solusi kompromi dari beberapa alternatif yang ada. Setiap alternatif menghasilkan nilai yang berbeda untuk setiap objektif yang ada. Misalnya satu alternatif memiliki nilai yang tinggi untk objektif tingkat keuntungan sekaligus nilai tinggi untuk objektif biaya operasional. Alternatif


(29)

lain memiliki nilai sedang untuk objektif tingkat keuntungan tetapi memiliki nilai rendah untuk objektif biaya operasional. Dalam metode TOPSIS akan dipertimbangkan solusi terbaik dan solusi terburuk dari tiap alternatif sehingga alternatif terpilih merupakan solusi yang mampu menghasilkan kombinasi objektif terbaik.

3. Mempertimbangkan adanya preferensi/bobot untuk tiap kriteria.

Selain mempertimbangkan solusi terbaik dan terburuk untuk tiap kriteria, metode TOPSIS juga membutuhkan informasi mengenai preferensi/bobot tiap kriteria. Informasi ini dibutuhkan dalam menentukan jarak terbobot tiap alternatif terhadap solusi ideal terbaik dari solusi ideal terburuk.

4. Langkah-langkah pengerjaanya mudah dipahami.

Langkah-langkah pengerjaan metode TOPSIS sistematis sehingga memudahkan pemahaman. Secara umum langkah-langkah metode ini adalah membuat matriks keputusan ternormalisasi, membuat matriks keputusan ternomalisasi terbobot, menentukan matriks solusi ideal terbaik (positif) dari terburuk (negatif), menentukan jarak antara nilai alternatif dengan solusi ideal terbaik (positif) dan terburuk (negatif), dan menentukan alternatif terbaik.

Pada aplikasinya, sering kali metode TOPSIS ini digabungkan dengan metode lain dalam pengambilan suatu keputusan. Hal ini dikarenakan masih terdapat kekurangan pada metode ini, antara lain:

1. Metode TOPSIS ini dapat digunakan dalam menentukan perangkingan alternatif dengan memperhitungkan solusi ideal dari suatu masalah dan penentuan bobot setiap kriteria. Namun, kurang baik jika digunakan dalam


(30)

mendapatkan bobot yang memperhitungkan hubungan antara kriteria. Walaupun dapat dilakukan dengan pairwase comparison, tetapi membutuhkan matriks dan perhitungan yang lebih rumit. Oleh karena itu, dilakukan penggabungan dengan metode lain seperti ANP (Analytic Network Process) dalam mengatasi masalah pembobotan tersebut.

2. Pada proses yang menggunakan metode TOPSIS, perangkingan dan pembobotan kriteria adalah memiliki nilai yang telah pasti. Padahal, dalam aplikasinya dikehidupan nyata, terdapat informasi yang tidak lengkap atau informasi yang dibutuhkan tidak tersedia. Contoh penyebab informasi yang tidak lengkap tersebut adalah karena adanya penilaian dari manusia yang seringkali bersifat tidak pasti/kabur (fuzzy) dan tidak dapat mengestimasikan perangkingan dalam data numerik yang pasti. Ketidakpastian ini merupakan sesuatu yang tidak dapat diatasi jika menggunakan metode TOPSIS, kecuali jika dilakukan perhitungan algoritma lebih lanjut dalam perumusan metode TOPSIS tersebut.

3. Metode TOPSIS menentukan solusi berdasarkan jarak terpendek menuju solusi ideal dan jarak terbesar dari solusi negatif yang ideal. Namun, metode ini tidak mempertimbangkan kepentingan relatif (relative importance) dari masing-masing jarak tersebut.

4. Pada metode TOPSIS, seringkali digunakan asumsi pada tingkat kepentingan relatif masing-masing respon dan digunakan kombinasi dengan metode lain untuk menyelesaikan asumsi tersebut. Contohnya adalah dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) atau ANP


(31)

(Analytic Network Process) untuk memperoleh nilai bobot yang mewakili tingkat kepentingan relatif masing-masing kriteria.

5. Pada metode TOPSIS, alternatif dengan ranking tertinggi merupakan solusi yang terbaik, namun belum tentu ranking tertinggi tersebut adalah yang terdekat dari solusi ideal. Sehingga perlu dilakukan perhitungan lagi untuk memastikannya.

3.5.3. Langkah-langkah dalam Metode TOPSIS

Pada metode TOPSIS ini terdapat dua artifisial alternatif yang dilakukan hipotesa sebagai berikut:

1. Positive Ideal Alternative: satu alternatif memiliki tingkat terbaik untuk semua atribut yang dipertimbangkan

2. Negative Ideal Alternative: satu alternatif yang memiliki nilai atribut terburuk Metode TOPSIS memiliki alternatif yang paling dekat dengan solusi ideal dan paling jauh dari alternatif yang ideal negatif. Dalam metode TOPSIS

diasumsikan bahwa terdapat sejumlah “m” alternatif dan “n” atribut atau kriteria

dimana masing-masing alternatif memiliki score berkaitan dengan kriteria masing-masing yakni :

a. Nilai Xij adalah hubungan alternatif i yang berkaitan dengan kriteria j. Selanjutnya disebut dengan matriks X = (Xij) (mxn matriks)

b. J adalah set dari kriteria keuntungan

c. J‟ adalah set dari kriteria yang bersifat negative


(32)

1. Langkah pertama : membuat matriks keputusan yang ternormalisasi

Konversi matriks dengan keputusan alternatif m dan n kriteria untuk sebuah matriks berdimensi (xij adalah nilai i dengan alternatif dalam kriteria j)

Rij = xij/( )1/2i = 1,….., m ; j = 1,…..,n (2) 2. Langkah kedua : membuat matriks keputusan ternormalisasi yang terbobot.

Menentukan bobot untuk setiap kriteria wjfor j = 1,…..n. Mengkalikan setiap kolom dari matriks keputusan yang dinormalisasi dengan berat yang terkait. Dengan melakukan perhitungan untuk nilai Vij tertimbang sebagai berikut:

vij = wij, i = 1,……,m ; j = 1,…….n (3) Dimana wj adalah bobot dari kriteria j

3. Langkah ketiga : menentukan solusi ideal positif (A+) dan solusi ideal negatif (A-)

A+ = ( v1+,…., vj+,…., vn+) = (4) A- = ( v1-,…., vj-,…., vn-) =

Vj+ dan Vj- adalah nilai normalisasi terbobot terbaik dan terburuk dari semua alternatif berdasarkan kriteria j. dari rumus di atas dapat dijelaskan bahwa Ј adalah set dari atribut keuntungan dimana Ј adalah set dari atribut biaya. 4. Langkah keempat : menentukan jarak antara nilai setiap alternatif dengan

matriks solusi ideal positif dan negatif

Melakukan perhitungan dengan menggunakan metode perhitungan jarak Euclidean sebagai berikut:


(33)

Si- = (∑ (vij– vj-) 2 , i = 1,…..,m

5. Langkah kelima : mengkalkulasi nilai preferensi setiap alternatif terdekat

dengan solusi ideal (0 ≤ Ci≤1).

Ci+ = Si+ / (Si+ + Si-) ,I = 1,…..,m (6) 5. Langkah keenam : mengurutkan alternatif dari urutan kecil ke besar Cidan n

memilih alternatif dengan nilai Cimaksimum.

Tabel 3.6. Kelebihan dan Kekurangan Metode

Metode Kelebihan Kekurangan

Metode AHP

1. Mengakomodasi aspek

kuantitatif maupun kualitatif

2. Struktur hirarki yang

digunakan membuat

permasalahan menjadi lebih sederhana

3. Memperhitungkan adanya

inkonsistensi penilaian

1. Tidak mempertimbangkan adanya pengaruh antarkriteria

2. Makin banyak elemen yang

diperbandingkan, makin banyak pula perbandingan berpasangan yang dibutuhkan

3. Hasil perbandingan berpasangan yang memiliki elemen lebih dari 7 akan kurang baik

4. Adanya subjektivitas pada

penilaian

5. Tidak dapat merepresentasikan ketidakpastian penilaian dari pengambil keputusan

Tabel 3.6. Kelebihan dan Kekurangan Metode (Lanjutan)

Metode Kelebihan Kekurangan

Metode ANP

1. Mengakomodasi aspek

kuantitatif maupun kualitatif

2. Mempertimbangkan adanya

ketergantungan antarkriteria

3. Lebih mencerminkan

permasalahan di dunia nyata dibanding metode lainnya

4. Memperhitungkan adanya

1. Makin banyak elemen yang

diperbandingkan, makin banyak pula perbandingan berpasangan yang dibutuhkan

2. Hasil perbandingan berpasangan yang memiliki elemen lebih dari 7 akan kurang baik


(34)

inkonsistensi penilaian penilaian

4. Rumit dan membutuhkan banyak waktu dalam pengolahan

5. Tidak dapat merepresentasikan ketidakpastian penilaian dari pengambil keputusan

Metode TOPSIS (Technique for Order Preference by

Similarity to Ideal Solution)

1. Perhitungannya lebih mudah dari metode lain

2. Mengakomodasi aspek

kuantitatif maupun kualitatif

3. Tidak ada perbandingan

berpasangan yang melelahkan

4. Tidak memperhitungkan

adanya inkonsistensi

penilaian

1. Tidak dapat merepresentasikan ketidakpastian penilaian dari pengambil keputusan

2. Permasalahan tidak didekomposisi menjadi bentuk hirarki sehingga menyulitkan pengambil keputusan

dalam menyederhanakan

masalah

3. Adanya subjektivitas pada

penilaian

3.6. Penelitian Survei9

Penelitian survei ialah suatu penyelidikan yang dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual untuk mendapatkan kebenaran. Fink dan Kosecoff secara lebih tegas mendefinisikan penelitian survei sebagai suatu metode pengumpulan data dan informasi secara langsung dari orang-orang tertentu yang dijadikan objek penelitian tentang perasaan, motivasi, rencana, keyakinan, personalitas, pendidikan dan latar belakang finansial mereka tergantung dari sasaran penelitian.

Metode survei pada umunya menggunakan instrumen kuisioner (questionnaire) yang diisi oleh para responden dari objek penelitian yang ditetapkan dengan metode tertentu. Pengisian kuisioner dilakukan dengan atau tanpa bantuan surveyor tergantung kebutuhannya. Metode pengumpulan data dan informasi dalam survei juga sering menggunakan teknik wawancara baik dalam jarak dekat ataupun jarak jauh. Beberapa sumber informasi lain yang juga tidak

9


(35)

jarang digunakan dalam penelitian survei ialah: observasi langsung terhadap objek, uji kinerja (performance test) terhadap objek, test tertulis tentang kemampuan, pengetahuan, atau sikap dari objek, review terhadap catatan, dokumen diri tentang kesehatan, pendidikan objek, dan lain-lain.

2.7. Teknik Sampling

Sampling adalah metode pengumpulan data yang sangat populer karena manfaatnya yang demikian besar dalam penghematan sumberdaya waktu dan biaya dalam kegiatan pengumpulan data. Sampling sering dilawankan dengan sensus yaitu suatu metode pengumpulan data secara menyeluruh yaitu seluruh sumber data ditelusuri dan setiap elemen data yang dibutuhkan diambil.

Objek penelitian dapat bermacam-macam baik baik berbentuk fisik seperti manusia secara keseluruhan, manusia dlaam kelompok teretentu, perusahaan, pelanggan, tanaman dan lain-lain. Keseluruhan anggota atau kelompok yang membentuk objek yang dikenakan investigasi oleh peneliti disebut populasi. Elemen adalah setiap anggota dari populasi. Sampel adalah sebuah subset dari populasi. Sebuah subset terdiri dari sejumlah elemen dari populasi yang ditarik sebagai sampel melalui mekanisme tertentu dengan tujuan tertentu. Elemen yang ditarik dari populasi disebut sebagai sebuah sampel apabila karakteristik yang dimiliki oleh gabungan seluruh elemen-elemen yang ditarik tersebut merepresentasikan karakteristik dari populasi.

Sampling ialah proses penarikan sampel dari populasi melalui mekanisme tertentu melalui makna karakteristik populasi dapat diketahui atau didekati. Kata


(36)

mekanisme tertentu mengandung makna bahwa baik jumlah elemen yang ditarik maupun cara penarikan harus mengikuti atau memenuhi aturan tertentu agar sampel yang diperoleh mampu merepresentasikan karakteristik populasi dari mana sampel tersebut diambil atau ditarik.

Secara garis besar metode penarikan sampel dapat diklasifikasi atas dua bagian yaitu probability sampling (penarikan sampel yang terkait dengan faktor probabilitas) dan non-probability sampling (penarikan sampel yang tidak terkait dengan faktor probabilitas).

2.7.1. Probability Sampling

Dalam probability sampling, setiap elemen dari populasi diberi kesempatan untuk ditarik menjadi anggota dari sampel. Rancangan atau metode probability sampling ini digunakan apabila faktor keterwalian (representiveness) oleh sampel terhadap populasi.

Probability sampling dikelompokkan menjadi 5 bagian, yaitu: 1. Simple Random Sampling

Dalam simple random sampling yang sering juga disebut unrestricted probability sampling, setiap elemen dari populasi mempunyai kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel. Dikatakan tidak terbatas (unrestricted) karena semua elemen diperlakukan sama dalam arti semuanya mempunyai kesempatan terpilih yang sama walaupun karakteristik masing-masing mungkin tidak sama. Misalnya, jika dari perusahaan X yang memiliki 500 karyawan akan ditarik sebanyak 25 orang


(37)

secara serentak menjadi sebuah sampel maka peluang masing-masing karyawan akan terpilih menjadi anggota sampel adlah 1/500. Cara penarikan sampel berdasarkan simple random sampling memiliki bias yang relatif kecil dan memberikan kemampuan generalisasi yang tinggi. Namun, penggunaan metode ini terbatas pada kondisi populasi yang memiliki elemen dengan karakteristik atau property yang tidak berfluktuasi besar. Simple random sampling mensyaratkan bahwa elemen populasi haruslah relatif homogen, jika terdapat strata antara elemen maka metode simple random sampling tidak tepat untuk digunakan.

2. Systematic Sampling

Systematic sampling adalah suatu metode pengambilan sampel dari populasi dengan cara menarik elemen setiap kelipatan ke n dari populasi tersebut mulai dari urutan yang dipilih secara random diantara nomor 1 hingga n. Misalnya sebuah sampel berukuran 25 akan ditarik dari populasi yang berukuran 250. Elemen-elemen dalam populasi diberi nomor urut 1 hingga 250. Jika ukuran sampel dibandingkan dengan ukuran populasi misalnya terdapat 6 kelipatan. Berdasarkan jumlah kelipatan ini diambil secara random sebagai elemen pertama dalam sampel yaitu salah satu nomor urut 1 hingga 6, misalnya terpilih nomor 4. Dengan demikian n adalah 4. Maka nomor urut elemen populasi yang akan menjadi elemen sampel adalah ialah elemen-elemen dengan nomor urut 4, 10, 16, 22, 28, 34 dan seterusnya. Seperti halnya simple random sampling, systematic sampling juga mempunyai keterbatasan jika digunakan secara luas karena metode ini tetap mensyaratkan homogenitas


(38)

elemen populasi walaupun tidak sekeras yang dipersyaratkan metode simple random sampling.

Metode systematic sampling pada umunya digunakan dalam pemeriksaan mutu proses atau produk dalam industri manufaktur yang bersifat continue dan flow process seperti industri penyulingan minyak, industri semen, pupuk, dan lain sejenisnya. Sementara proses berjalan, bahan dan produk mengalir secara kontinu, sampel perlu diambil secara periodik dalam selang waktu tertentu. Misalnya proses berlangsung 24 jam sehari dan dalam sehari diperlukan pemeriksaan sebanyak 48 sampel, maka penarikan sampel silakukan setiap stengah jam.

3. Stratified Random Sampling

Pada metode stratified random sampling, strata elemen dalam populasi mendapat perhatian sehingga populasi dibagi sesuai dengan strata yang ada. Strata dalam populasi dalam tingkatan tersebut relevan dengan sasaran penelitian. Beberapa contoh strata yang dimaksud antara lain ialah strata dalam pendapatan, pendidikan, jabatan, usia, status, dan lain-lain. Keunggulan dari metode stratified random sampling ini ialah kemampuannya menghasilkan informasi yang dibutuhkan menurut stratanya. Stratified random sampling dapat dilakukan secara proporsional (proportionate random sampling) ataupun secara tidak proporsional (disproportionate random sampling). Pada metode proportionate random sampling, proporsi elemen dalam sampel sebanding dengan proporsi besar strata dalam populasi. Disproportionate random sampling juga baik untuk digunakan apabila salah


(39)

satu strata atau lebih terlalu besar atau lebih terlalu kecil relatif terhadap besar strata lainnya atau juga dalam strata tertentu masih ditemukan variabilitas yang cukup besar.

4. Cluster Sampling

Dalam banyak kejadian, populasi berada dalam keadaan seperti terkotak-kotak dimana masing-masing kotak menunjukkan karakteristik yang berbeda. Misalnya suatu wilayah dihuni oleh penduduk yang bersifat multi-kultur. Masing-masing kultur memperlihatkan cirinya sendiri dan akan sulit hidup bersama kecuali mengadopsi toleransi terhadap perbedaan. Ada kultur yang peka terhadap peluang ekonomi, ada pula kultur yang bersifat religious sehingga tidak peka terhadap peluang bisnis. Jika sub-kultur membentuk cluster terlalu banyak untuk dianalisis maka perlu ditetapkan sub-grup (cluster) yang akan diajdikan sampel. Prosedur penarikan sampel dengan metode cluster sampling terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, pemilihan cluster dilakukan secara random. Tahap kedua, terhadap setiap cluster yang terpilih dilakukan penarikan elemen untuk menjadi anggota sampel. Metode cluster sampling ini sangat efisien dari segi waktu dan pembiayaan tetapi mengandung bias yang lebih besar dibanding dengan metode lain dan hasilnya juga sangat sulit digeneralisasi.

Dalam prakteknya, cluster sampling sering dilakukan dengan multi stage (multistage cluster sampling). Misalnya, penelitian tentang pola hidup para nasabah di suatu provinsi dilakukan. Jumlah perusahaan perbankan yang beroperasi di provinsi tersebut demikian banyak sehingga perlu dipilih secara


(40)

random perusahaan bank apa saja yang akan diteliti. Karena perusahaan perbankan yang terpilih juga mempunyai banyak kantor cabang maka sejumlah kantor cabang dari perusahaan yang terpilih dalam tahap pertama dipilih pula berdasarkan wilayah domisilinya sebanyak yang ditentukan. Pada tahap ketiga, pemilihan secara random kantor bank pada setiap wilayah yang terpilih dalam tahap kedua. Metode sampling secara bertingkat ini dengan cepat mereduksi jumlah nasabah yang akan dijadikan sebagai populasi penelitian.

5. Area Sampling

Area sampling sangat mirip bahkan sering digabung dalam cluster sampling. Dalam area sampling, cluster dari populasi adalah perbedaan lokasi geografis (geographycal areas) dari populasi. Misalnya, populasi berada dalam lokasi yang berbeda karakteristiknya. Misalnya populasi berada di daerah perkotaan, daerah pantai, pegunungan, pedalaman dan lain-lain. Seperti halnya dengan cluster sampling, area sampling juga dilakukan dengan cara memilih secara random area investigasi dan pada area terpilih dilakukan pengambilan sampel dengan menggunakan salah satu metode simple random sampling, systematic sampling, atau stratified random sampling, sesuai dengan kondisinya. Dalam area sampling dapat dilakukan multi-stage sampling kalau diperlukan.


(41)

Berbeda halnya dengan probability sampling, pada non-probability sampling, setiap elemen populasi yang akan ditarik menjadi anggota sampel tidak berdasarkan probabilitas yang melekat pada setiap elemen tetapi berdasarkan karakteristik khusus masing-masing elemen. Hal ini mengindikasikan bahwa temuan-temuan dari analisis terhadap sampel terpilih tidak dimaksudkan untuk digeneralisasi tetapi untuk mendapatkan informasi awal yang cepat dengan cara yang murah. Dalam banyak kejadian non-probability sampling sering merupakan metode yang terpaksa dilakukan karena kondisi tertentu metode lain tidak mungkin digunakan. Beberapa model dari metode sampling yang non-probabilistik ini adalah convenience sampling dan purposive sampling.

1. Convenience Sampling

Convenience sampling adalah suatu metode sampling dimana para respondennya adalah orang-orang yang secara suka rela menawarkan diri (conveniencely available) dengan alasan masing-masing. Misalnya, suatu perusahaan industri makanan seperti makanan dalam kemasan kaleng ingin mendapatkan informasi tentang bagaimana pandangan konsumen terhadap mutu produk yang dihasilkan. Untuk itu, perusahaan membawa produk-produk tersebut ke pasar dan menawarkan kepada siapa saja yang bersedia mencicipi dan memberikan informasi tentang mutu produk tersebut menurut penilaian masing-masing. Convenience sampling sering digunakan selama fase eksplorasi dari sebuah projek penelitian telah dianggap sebagai metode


(42)

paling baik untuk mendapatkan informasi awal secara cepat dengan biaya yang murah.

2. Purposive sampling

Purposive sampling adalah metode sampling non-probability yang menggunakan orang-orang tertentu sebagai sumber data/informasi. Orang-orang tertentu yang dimaksud di sini adalah individu atau kelompok yang karena pengetahuan, pengalaman, jabatan, dan lain-lain yang dimilkinya menjadikan individu atau kelompok tersebut perlu dijadikan sumber informasi. Individu atau kelompok khusus ini langsung dicatat namanya sebagai responden tapa melalui proses seleksi secara random. Misalnya, jika penelitian terkait adalah mengenai pengaruh kandungan teknologi dalam produk terhadap kepuasan pelanggan maka orang-orang di Departemen R dan D baik secara individu maupun secara kelompok karean pengetahuannya yang mendalam tentang teknologi produksi perlu dijadikan sumber data. Biasanya jumlah responden dalam purposive sampling sangat terbatas.

Purposive sampling dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu judgement sampling dan quota sampling. Judgement sampling adalah suatu tipe pertama purposive sampling dimana responden terlebih dahulu dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu karena kemampuannya atau kelebihannya diantara orang-orang lain dalam memberikan data dan informasi yang bersifat khusus yang dibutuhkan peneliti. Quota sampling adalah tipe kedua purposive sampling, dimana kelompok-kelompok tertentu dijadikan responden (sumber data/informasi) untuk memenuhi kuota yang telah ditetapkan.


(43)

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Pabatu yang bergerak dibidang pengolahan kelapa sawit. Pabrik ini berlokasi di Jl. Medan-Tebing Tinggi, Medan-Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan dari bulan Juni 2015 sampai dengan Agustus 2015.

4.2. Sifat Penelitian.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk memaparkan temuan-temuan praktis untuk keperluan pengambilan keputusan.10

Penelitian deskriptif menggunakan data-data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara yang didukung oleh interview guide. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui teknologi pengolahan limbah cair terbaik yang dapat digunakan untuk meminimalkan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah cair pada PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Pabatu .

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian yaitu teknologi pengolahan limbah cair hasil produksi PKS di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Pabatu.

10


(44)

4.4. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual merupakan suatu bentuk kerangka berpikir yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam memecahkan masalah.Adapun gambar kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Aspek Ekonomi

Aspek Teknologi

Alternatif Teknologi Pengolahan Limbah

Cair PKS

Aspek Lingkungan

1. Biaya Instalasi 2. Biaya Maintenance

3. Biaya Operasional 4. Biaya SDM 1. Nilai Mutu Limbah

2. Kadar Lumpur 3. Tingkat Emisi

1. Performance 2. Maintenance

3. SDM 4. Luas Area 5. Durrability 6.User Friendly

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual

Dari Gambar 4.1. diatas dapat dilihat kriteria teknologi pengolahan limbah cair menjadi variabel yang akan dipilih salah satunya menjadi kriteria teknologi pengolahan limbah cair dengan menggunakan metode ANP (Analytic Network Process). Dari kriteria yang terpilih dengan bobot paling besar, kemudian akan ditentukan alternatif yang paling baik dengan menggunakan metode TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution) untuk dikembangkan dari alternatif-alternatif yang ada pada kriteria tersebut dan diaplikasikan pada teknologi pengolahan limbah cair. Alternatif dengan bobot tertinggi akan menjadi suatu keputusan yang sesuai dengan kondisi manajemen


(45)

perusahaan, sehingga alokasi dana yang dikeluarkan dapat lebih efektif dan efisien.

4.5. Identifikasi Variabel Penelitian 4.5.1. Variabel Independen

Variabel independen ataupun variabel bebas dalam penelitian ini adalah: 1. Aspek Lingkungan

Aspek Lingkungan dalam penilaian ini meliputi nilai mutu limbah, kadar lumpur, dan tingkat emisi.

2. Aspek Teknologi

Aspek Teknologi dalam penilaian ini meliputi performance, maintenance, Sumber daya manusia, luas area, durability, dan user friendly

3. Aspek Ekonomi

Aspek ekonomi dalam penilaian ini meliputi biaya instalasi, biaya maintenance, biaya operasional, biaya SDM.

4.5.2. Variabel Dependen

Variabel dependen atau variabel terikat (variabel yang dipengaruhi) dalam penelitian ini yakni alternatif teknologi pengolahan limbah cair pada PKS.


(46)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

5.1.1. Tahap Penentuan Kriteria dan Subkriteria

Tahap pertama pengumpulan data pada penelitian ini yaitu penentuan kriteria dan subkriteria penilaian teknologi pengolahan limbah cair. Pemilihan kriteria dan subkriteria ini dilakukan dengan wawancara pada pihak ahli dalam teknologi pengolahan limbah cair terhadap kriteria dan subkriteria yang dianggap berpengaruh terhadap alternatif teknologi pengolahan limbah cair serta dengan menggunakan referensi serta studi literatur. Rekapitulasi hasil wawancara terhadap pemilihan criteria dan subkriteiaa penilaian teknologi pengolahan limbah cair dapat dilihan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Kriteria dan Subkriteria Terpilih Penilaian Teknologi Pengolahan Limbah Cair

No. Kriteria Subkriteria Keterangan

1

Aspek Ekonomi

(AE)

Biaya Instalasi (AE-BI)

Biaya yang dikeluarkan pada saat pembuatan awal teknologi pengolahan limbah cair.

Biaya Maintenance (AE-BM)

Biaya yang dikeluarkan pada saat pemeliharaan dan perawatan teknologi pengolahan limbah cair.

Biaya Oprasional (AE-BO)

Biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian teknologi pengolahan limbah cair seperti biaya

listrik, biaya air, dan lain-lain.

Biaya SDM (AE-BSDM)

Biaya yang dikeluarkan untuk pembiayaan sumber daya manusia dalam menjalankan teknologi

pengolahan limbah cair.


(47)

Tabel 5.1. Kriteria dan Subkriteria Terpilih Penilaian Teknologi Pengolahan Limbah Cair (Lanjutan)

No. Kriteria Subkriteria Keterangan

2 Aspek Lingkungan (AL) Nilai Mutu Limbah (AL-NML)

Kandungan kimia dari hasil pengolahan limbah cair seperti BOD, COD, pH.

Kadar Lumpur (AL-KL)

Zat berupa lumpur yang masih terkandung dalam hasil pengolahan limbah cair..

Tingkat Emisi (AL-TE)

Zat yang dikeluarkan dari hasil pengolahan limbah cair ke udara

3 Aspek

Teknologi (AT)

Performance

(AT-P)

Kinerja dari teknologi pengolahan limbah cair yang akan menentukan hasil akhir dari pengolahan

limbah cair.

Maintenance

(AT-M)

Pemeliharaan dan perawatan dari teknologi pengolahan limbah cair yang digunakan.

Sumber Daya Manusia (AT-SDM)

Sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk menjalankan teknologi pengolahan limbah cair.

Luas Area (AT-LA)

Jumlah daerah yang diperlukan untuk membuat teknologi pengolahan limbah cair

Durability

(AT-D)

Lamanya suatu teknologi pengolahan limbah cair dapat bertahan dalam jangka waktu tertentu.

User Friendly

(AT-UF)

Kemudahan dalam pengoperasian teknologi pengolahan limbah cair.

Sumber : Hasil Pengumpulan Data

Dalam teknologi pengolahan limbah cair, terdapat tiga enisteknologi pengolahan limbah cair, yaitu:

1. Sistem Kompos

Sistem kompos adalah suatu sistem pengolahan limbah cair dengan pemanfaatan limbah cair yang diolah sebagai pelunak tandan kosong yang sudah dicacah dan ditumpuk terlebih dahulu uuntuk menghasilkan produk berupa pupuk.


(48)

2. Sistem Kolam

Sistem kolam adalah suatu sistem pengolahan limbah cair dengan menggunakan beberapa kolam yang berguna untuk menurunkan nilai mutu seperti BOD, COD, dan pH dalam limbah cair dari hasil proses pengolahan kelapa sawit.

3. Sistem RANUT (Reaktor Anaerobik Unggun Tetap)

Sistem RANUT (Reaktor Anaerobik Unggun Tetap) adalah suatu sistem pengolahan limbah cair dengan menggunakan dua buah reaktor untuk pengurangi nilai mutu limbah pada limbah cair serta dapat memanfaatkan gas metan menadi biogas.

Pada ketiga teknologi pengolahan limbah cair ini, terdapat kelebihan dan kekurangan dari masing-masing teknologi pengolahan limbah cair tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel. 5.2. Kelebihan dan Kekurangan Alternatif

No

Teknologi Pengolahan Limbah Cair

Kelebihan Kekurangan Output yang Dihasilkan

1 Sistem Kompos

a. Nutrisi limbah sebagai fermentasi b. Dapat menghasilkan

produk

a. Memerlukan biaya

investasi yang cukup tinggi

b. Luas area yang

diperlukan banyak

Produk berupa pupuk kompos untuk lahan kelapa sawit

2 Sistem Kolam a. Membutuhkan biaya

investasi yang murah

a. Nutrisi terbuang b. Potensi energi yang

kurang

c. Bahaya gas metan

d. Luas area yang

diperlukan banyak e. Tidak terkontrol dalam

pelaksanaannya

Air yang dapat dibuang atau dapat diaplikasikan untuk land

aplication 3 Sistem RANUT (Reaktor Anaerobik Unggun Tetap)

a. Dapat menghasilkan energi biogas

b. Tidak ada polusi gas

c. Luas area yang

diperlukan sedikit

d. Mudah dalam

engoperasiannya

a. Membutuhkan biaya investasi yang cukup tinggi

b. Memerlukan perawatan berkala

Air yang dapat dibuang atau dapat diaplikasikan untuk land

application dan menghasilkan

biogas sebagai pembangkit listrik


(49)

5.1.2. Tahap Pembuatan Struktur Jaringan (Network)

Pembuatan struktur jaringan (network) merupakan tahapan yang sangat penting di dalam proses Analytic Network Process. Pada tahap ini setiap kriteria dan subkriteria akan ditentukan apakah mempengaruhi satu dengan yang lain. Penentuan hubungan pengaruh antar subkriteria ini dilakukan dengan cara wawancara dengan pihak ahli dalam pengolahan limbah cair.

Rekapitulasi mengenai hubungan pengaruh antar subkriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Berdasarkan hubungan antar subkriteria yang ditunjukkan dari Tabel 5.2., selanjutnya disusun ke dalam struktur jaringan (network) yang dapat dilihat pada Gambar 5.1.


(50)

Tabel. 5.2. Hubungan antar Subkriteria

Alternatif Aspek Ekonomi (AE) Aspek Lingkungan

(AL) Aspek Teknologi (AT)

S1 S2 S3 AE-BI AE-BM AE-BO AE-BSDM

AL-NML

AL-KL

AL-TE AT-P

AT-M AT-SDM AT-LA AT-D AT-UF Alternatif

S1 V V V V V V V V V V V V V

S2 V V V V V V V V V V V V V

S3 V V V V V V V V V V V V V

Aspek Ekonomi (AE)

AE-BI V V V

AE-BM V V V

AE-BO V V V

AE-BSDM V V V

Aspek Lingkungan (AL)

AL-NML V V V

AL-KL V V V

AL-TE V V V

Aspek Teknologi (AT)

AT-P V V V V V V V V V V

AT-M V V V V V V

AT-SDM V V V V V V

AT-LA V V V V V V

AT-D V V V V

AT-UF V V V V V


(51)

(52)

Pada Gambar 5.1. dapat dilihat bahwa anak panah menunjukkan adanya hubungan antar kriteria yaitu pada kriteria Asek Lingkungan, kriteria Asek teknologi, kriteria Asek ekonomi, kriteria Alternatif Teknologi Limbah Cair dan setiap subkriteria yang pada cluster yang saling mempengaruhi yaitu:

1. Subkriteria „biaya instalasi‟ dipengaruhi oleh subkriteria „luas area‟.

2. Subkriteria „biaya maintenance’dipengaruhi oleh subkriteria „maintenance’. 3. Subkriteria „biaya operasional‟ dipengaruhi oleh subkriteria „performance’.

4. Subkriteria „biaya SDM‟ dipengaruhi oleh subkriteria „SDM‟.

5. Subkriteria „nilai mutu limbah‟dipengaruhi oleh subkriteria „performance’.

6. Subkriteria „kadar lumpur‟dipengaruhi oleh subkriteria „performance’.

7. Subkriteria „tingkat emisi dipengaruhi oleh subkriteria „performance’.

8. Subkriteria „performance’ dipengaruhi oleh subkriteria „maintenance’,

subkriteria „SDM‟, subkriteria „durrability’, subkriteria „luas area‟, dan

subkriteria „user friendly’.

9. Subkriteria „maintenance’ dipengaruhi oleh subkriteria „performance’,

subkriteria „SDM‟, dan subkriteria „luas area‟.

10.Subkriteria „SDM‟dipengaruhi oleh subkriteria „performance’ dan subkriteria

user friendly’.

11.Subkriteria „durrability’ dipengaruhi oleh subkriteria „performance’ dan


(53)

5.1.3. Data Penilaian Tingkat Kepentingan dan Ketergantungan

Data penilaian tingkat kepentingan dan ketergantungan diperolah dari hasil penyebaran kuesioner pembobotan/perbandingan berpasangan. Pada tahap ini responden melakukan pembobotan terhadap kriteria dan subkriteria serta alternatifnya. Kuesioner diberikan kepada pihak PPKS, pihak pabrik, dan akademisi yang berjumlah 5 orang. Kuisioner ANP ini terbagi atas tiga bagian, bagian pertama merupakan perbandingan berpasangan antar cluster, bagian kedua menunjukkan perbandingan antar subkriteria, dan bagian ketiga menunjukkan perbandingan antar alternatif . Hasil dari keseluruhan jawaban responden dari daftar pertanyaan yang diberikan selanjutnya disusun dalam Matriks Perbandingan Berpasangan (MPB) atau Pairwise Comparison Matrix.

Setiap posisi dalam MPB, perspektif yang berada di sebelah kiri dibandingkan dengan perspektif yang berada di sebelah kanan nilai yang diperoleh dari kuesioner dimasukkan berdasarkan ketentuan tersebut. Keseluruhan hasil rekapitulasi kuesioner pembobotan akan dimasukkan dalam bentuk Matriks Perbandingan Berpasangan (MPB).

a. Data matriks perbandingan berpasangan antar Cluster

Data matriks perbandingan berpasangan antar cluster dapat dilihat pada Tabel 5.3.


(54)

BAB VI

ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis Hasil Analytic Network Process (ANP) 6.1.1. Analisis Hubungan Antar Subkriteria

Penentuan hubungan antar subkriteria dilakukan dengan wawancara kepada pihak ahli, pihak pabrik, dan akademisi. Pemilihan ini didasarkan kepada judgement sampling dikarenakan penggunaan metode ANP yang mengharuskan pihak yang ahli dan memiliki pengetahuan tenta objek penelitian.

Berdasarkan hasil penentuan hubungan antar subkriteria ini nantinya akan dibangun struktur jaringan (network), yang merupakan bagian penting dari ANP. Pada bagian ini terdapat dua jenis hubungan yang tampak pada struktur jaringan yang dibangun, yakni inner dependence dan outer dependence. Hubungan inner dependence terdapat pada semua kluster kriteria yang digunakan. Ini menunjukkan bahwasanya setiap subkriteria yang ada pada masing-masing kluster kriteria saling mempengaruhi satu sama lain. Tingkat pengaruh yang diberikan dapat dilihat pada Unweighted Supermatrix yang dihasilkan.

Sementara itu, tidak semua subkriteria memiliki hubungan outer dependence. Subkriteria pada kluster „Aspek Lingkungan‟ dan „Aspek Ekonomi‟ merupakan subkriteria yang memiliki outer dependence paling sedikit, yakni

hanya dipengaruhi oleh subkriteria pada kluster „Aspek Teknologi. Subkriteria yang memiliki hubungan outer dependence yang terbanyak yakni subkriteria


(55)

oleh tiga kluster kriteria yang berbeda. Tingkat hubungannya juga dapat dilihat Unweighted Supermatrix yang dihasilkan.

6.1.2. Analisis Hasil Supermatrix 6.1.2.1.Analisis Unweighted Supermatrix

Pada unweighted supermatrix terdapat dua hal yang dapat dilihat, yaitu ada atau tidaknya pengaruh antar subkriteria, dan seberapa besar pengaruh tersebut. Jika subkriteria hanya dipengaruhi oleh hanya satu subkriteria, maka total nilai pengaruh adalah 1. Ketika suatu subkriteria tidak dipengaruhi oleh subkriteria lain pada suatu kluster maka nilai pengaruh yang diberikan adalah 0.

6.1.2.2.Analisis Weighted Supermatrix

Weighted supermatrix merupakan hasil kali unweighted supermatrix terhadap cluster matrix kriteria. Perbandingan nilai pengaruh suatu subkriteria terhadap subkriteria lainnya pada weighted supermatrix tidaklah berbeda dengan pada unweighted supermatrix karena pada weighted supermatrix, nilai pengaruh tersebut dikalikan dengan bobot yang sama pada tiap kriterianya. Total nilai pengaruh seluruh subkriteria pada matriks ini adalah 1.

6.1.2.3.Analisis Limiting Supermatrix

Nilai dari limiting supermatrix merupakan nilai bobot elemen-elemen pada model. Hasil yang diperoleh menunjukkan bobot global setiap subkriteria yang digunakan dalam penilaian teknologi pengolahan limbah cair. Tabel 6.1.


(56)

menunjukkan urutan subkriteria yang memiliki bobot global dari yang terbesar hingga terkecil.

Tabel 6.1. Urutan Bobot Subkriteria

NO. Subkriteria Bobot

1 Performance (AT-P)

0,119

2 Luas Area (AT-LA)

0,0666 3 User Friendly (AT-UF)

0,0543 4 Biaya Instalasi (AE-BI)

0,0513 5 Sumber Daya Manusia

(AT-SDM)

0,0471

6 Maintenance (AT-M)

0,0452 7 Biaya Oprasional (AE-BO)

0,045 8 Tingkat Emisi (AL-TE)

0,038 9 Nilai Mutu Limbah (AL-NML)

0,0367 10 Kadar Lumpur (AL-KL)

0,0349

11 Biaya SDM (AE-BSDM)

0,0296 12 Biaya Maintenance (AE-BM)

0,0291 13 Durability (AT-D)

0,0288

Berdasarkan Tabel 6.1. di atas dapat dilihat bahwa performance, luas area, serta user friendly merupakan ketiga subkriteria dengan bobot tertinggi. Mayoritas

subkriteria pada kluster kriteria „Aspek Teknologi‟ dan memiliki bobot yang

cukup tinggi dibandingkan kriteria lainnya. Ini menunjukkan kriteria tersebut merupakan kriteria yang cukup vital dalam menentukan teknologi pengolahan limbah cair.


(57)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kriteria penilaian teknologi pengolahan limbah cair yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 3 kriteria yakni aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek teknologi yang dikembangkan menjadi 13 subkriteria yaitu biaya instalasi, biaya maintenance, biaya SDM, biaya operasional, nilai mutu limbah, kadar lumpur, tingkat emisi, performance, maintenance, SDM, luas area, durability, dan user friendly.

2. Total bobot kinerja untuk teknologi pengolahan limbah cair dengan metode ANP masing-masing diperoleh Sistem Kompos (0,1384), Sistem Kolam (0,0796), dan Sistem RANUT (0,1556).

3. Total bobot kinerja untuk teknologi pengolahan limbah cair dengan metode TOPSIS masing-masing diperoleh Sistem Kompos (0,6782), Sistem Kolam (0,0464), dan Sistem RANUT (0,6830).

4. Alternatif yang terpilih dari ketiga teknologi pengolahan limbah cair adalah Sistem RANUT karena memliki bobot tertinggi dari metode ANP-TOPSIS.


(58)

7.2. Saran

Setelah melakukan penelitian tugas sarjana ini, adapun saran yang dapat diajukan adalah :

1. Pihak perusahaan sebaiknya memperhatikan kriteria dalam pemilihan teknologi pengolahan limbah cair agar hasil dari pengolahan tidak berdampak buruk bagi lingkungan sekitar.

2. Pihak perusahaan sebaiknya mengembangkan alternatif lain yang efektif dan efisien untuk pengolahan limbah.

3. Pihak perusahaan sebaiknya memperhatikan aspek social dalam pemilihan teknologi pengolahan limbah cair.

4. Penelitian ini terbatas hanya pada perbandingan kriteria, tidak mencakup mengenai perbandingan data yang lebih kuantitatif berdasarkan kriteria. Sehingga penelitian selanjutnya diharapkan dapat membandingkan hasil dengan data kuantitatif berdasarkan kriteria yang ada.


(59)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PTPN IV Kebun Pabatu awalnya berasal dari Hak Konsensi Pabatu Gunung Hataran dan Dolok Merawan milik Handless Vereninging Amsterdam yang diambil alih dan dinasionalisasikan oleh pemerintah Indonesia dari BOCM pada tahun 1957 dengan luas areal keseluruhan saat itu 6.173,53 hektar. Sejak awal sampai tahun 1938, Kebun Pabatu adalah perkebunan tembakau yang dikonversi pihak BOCM menjadi perkebunan kelapa sawit. PTPN IVKebun Pabatu berlokasi di daerah Tebing Tinggi.

Berdasarkan pada ketetapan No: 110/-PPT/B, Menteri Dalam Negeri Cq. Direktorat Jenderal Agraria melalui surat keputusan No: 19/HGU/DA/-1976 Tanggal 26 Juni 1976, memberikan Hak Guna Usaha kepada PNP-VI atas areal seluas 5.770,07 hektar yang terdiri atas pemeriksaan yang dilakukan oleh panitia B yang menetapkan bahwa areal tersebut bebas dari penduduk rakyat. Pada tahun 2005 dan berdasarkan keputusan Kepala BPN Nasional dalam SK No. 40/HGU/BPN/2005 luas areal Kebun Pabatu menjadi 5.754,04 Hektar.

PTPN IVKebun Pabatu mempunyai dua unit pabrik yaitu pabrik pengolahan CPO (Crude Palm Oil) dan pabrik pengolahan minyak inti sawit (CPKO) yang terletak saling berdekatan sehingga memudahkan proses transportasi bahan baku. Bahan baku berupa tandan buah segar kelapa sawit


(1)

5.37. Perhitungan Rata-Rata Geometrik antar Subkriteria pada

Aspek Teknologi terhadap Sistem Kompos ... V-36 5.38. Perhitungan Rata-Rata Geometrik antar Subkriteria pada

Aspek Ekonomi terhadap Sistem Kolam ... V-37 5.39. Perhitungan Rata-Rata Geometrik antar Subkriteria pada

Aspek Lingkungan terhadap Sistem Kolam ... V-37 5.40. Perhitungan Rata-Rata Geometrik antar Subkriteria pada

Aspek Teknologi terhadap Sistem Kolam ... V-38 5.41. Perhitungan Rata-Rata Geometrik antar Subkriteria pada

Aspek Ekonomi terhadap Sistem RANUT ... V-38 5.42. Perhitungan Rata-Rata Geometrik antar Subkriteria pada

Aspek Lingkungan terhadap Sistem RANUT... V-39 5.43. Perhitungan Rata-Rata Geometrik antar Subkriteria pada

Aspek Teknologi terhadap Sistem RANUT ... V-39 5.44. Perhitungan Rata-Rata eometrik antar Alternatif ... V-40 5.45. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris antar

Cluster ... V-43

5.46. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris antar Subkriteria terhadap Perfotmance ... V-45 5.47. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris antar


(2)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN 5.48. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris antar

Subkriteria terhadap SDM ... V-46 5.49. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris antar

Subkriteria terhadap Durrability ... V-46 5.50. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Aspek Ekonomi terhadap Sistem Kompos ... V-47 5.51. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Aspek Lingkungan terhadap Sistem Kompos ... V-47 5.52. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Aspek Teknologi terhadap Sistem Kompos ... V-48 5.53. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Aspek Ekonomi terhadap Sistem Kolam ... V-48 5.54. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Aspek Lingkungan terhadap Sistem Kolam ... V-49 5.55. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Aspek Teknologi terhadap Sistem Kolam ... V-49 5.56. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Aspek Ekonomi terhadap Sistem RANUT ... V-50 5.57. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris


(3)

5.58. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris Aspek Teknologi terhadap Sistem RANUT ... V-51 5.59. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Biaya Instalasi ... V-51 5.60. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Biaya Maintenance ... V-52 5.61. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Biaya Operasional ... V-52 5.62. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Biaya SDM... V-53 5.63. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Nilai Mutu Limbah ... V-53 5.64. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Kadar Lumput ... V-54 5.65. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Tingkat Emisi ... V-54 5.66. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Performance ... V-55

5.67. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris


(4)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN 5.68. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

SDM ... V-56 5.69. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Luas Area ... V-56 5.70. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

Durrability ... V-57

5.71. Rekapitulasi Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris

User Friendly ... V-57

5.72. Unweight Supermatrix ... V-59 5.73. Unweight Supermatrix ... V-60 5.74. Limiting Supermatrix ... V-61 5.75. Bobot Kriteria ... V-62 5.76. Tabulasi Ranking Alternatif Teknologi Pengolahan Limbah Cair V-63 5.77. Penilaian Rata-Rata Geometrik ... V-65 5.78. Matriks Ternormalisasi Terbobot ... V-68 5.79. Rekapitulasi Solusi Ideal Positif dan Solusi Ideal Negatif ... V-71 5.80. Jarak Nilai Terbobot D+ ... V-72 5.81. Jarak Nilai Terbobot D- ... V-73 5.82. Preferensi Tiap-tiap Alternatif ... V-74 5.83. Urutan Pengerjaan Order dengan Metode TOPSIS ... V-75


(5)

1.1. Produksi Minyak Sawit Global 2012/2013 ... I-1 1.2. Perkebunan Kelapa Sawit di Area Sumatera ... I-2 2.1. Struktur Organisasi PTN IV Kebun Pabatu ... II-7 2.2. Stasiun Penumpukan dan Pemindahan Buah ... II-13 2.3. Stasiun Perebusan ... II-14 2.4. Stasiun Penebah ... II-15 2.5. Stasiun Pengempaan ... II-17 2.6. Stasiun Pemurnian Minyak ... II-18 2.7. Oil Pulifier ... II-20 2.8. Blok Diagram Proses Pengolahan kelapa Sawit ... II-22 3.1. Uraian Limbah berdasarkan Urutan proses ... III-1 3.2. Alur Proses Pengolahan dengan Sistem Kolam ... III-9 3.3. Proses Pengolahan dengan Sistem Kompos ... III-14 3.4. Perbedaan Hirarki dan Jaringan (Network) ... III-16 4.1. Tahap dalam Penilaian Teknologi Pengolahan Limbah Cair . IV-2 4.2. Kerangka Konseptual ... IV-3 4.3. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-9 5.1. Struktur jaringan (Network) Penilaian Teknologi Pengolahan

Limbah Cair ... V-5 6.1. Perankingan Bobot Berdaarkan Metode ANP ... VI-4 6.2. Perankingan Bobot Berdaarkan Metode TOPSIS ... VI-5


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1 Kuesioner AHP ... L-1 2 Jawaban Responden Terhadap Pertanyaan Perbandingan

Berpasangan Kriteria ... L-2 3 Jawaban Responden Terhadap Pertanyaan Perbandingan

Berpasangan Antar Unsur Level 3 (Supplier) ... L-3 4 Form Tugas Akhir ... L-4 5 Surat Penjajakan ... L-5 6 Surat Balasan Pabrik ... L-6 7 Surat Keputusan Tentang Tugas Sarjana Mahasiswa ... L-7 8 Berita Acara Laporan Tugas Sarjana ... L-8