Pengujian Saponin Pengujian Flavonoida Pengujian Alkaloida

• Ekstrak sebanyak 1 ml ditambah dengan 3 tetes pereaksi Salkowsky H 2 SO 4 pekat, akan memberikan larutan warna merah pekat. • Ekstrak sebanyak 1 ml ditambah dengan 3 tetes CeSO 4 1 dalam H 2 SO 4 10, akan memberikan larutan warna cokelat. Apabila salah satu pereaksi tersebut bereaksi + terhadap ekstrak sampel berarti pada sampel terdapat senyawa steroida-terpenoida. Skema pengujian steroida-terpenoida dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Skema Pengujian Steroida-Terpenoida

b. Pengujian Saponin

Sebanyak 0,5 gr serbuk dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian tambahkan air panas 10 ml kemudian didinginkan. Kocok dengan kencang selama 10 detik bila terdapat senyawa saponin akan terbentuk buih stabil kurang lebih 10 Serbuk sampel 2-3gr Etanol 10 ml Ekstraksi Pemanasan 15 menit Ekstrak Salkowsky 3 tetes Pereaksi Liebermann-Burchard 3 tetes Penyaringan CeSO 4 1 dalam H 2 SO 4 10 3 tetes Ekstrak 1 ml Ekstrak 1 ml Ekstrak 1 ml Larutan cokelat Larutan merah pekat Larutan hijau kebiru-biruan Universitas sumatera utara menit, dengan ketinggian buih 1-10 cm dan buih tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes HCl 2N. Skema pengujian saponin dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Skema Pengujian Saponin

c. Pengujian Flavonoida

Sebanyak 2-4 gram serbuk diekstraksi dengan 20 ml metanol, kemudian disaring. Ekstrak tumbuhan yang diperoleh dari masing-masing tumbuhan obat diuji dengan 3 tetes pereaksi-pereaksi flavonoida yaitu FeCl 3 1, NaOH 10, Mg-HCl, dan H 2 SO 4 p. Skema pengujian flavonoid dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Skema Pengujian Flavonoida Serbuk sampel 0,5 gr Tabung reaksi Air panas 10 ml Pendinginan Pengocokan 10 detik Buih 10 menit; 1-10cm HCl 2N 1 tetes Larutan ekstrak 1 ml FeCl 3 1 3 tetes Pengujian NaOH 10 3 tetes Mg-HCl 3 tetes H 2 SO 4 p 3tetes Warna merah kekuningan Warna ungu kemerahan Warna jingga sampai merah Warna merah intensif Universitas sumatera utara

d. Pengujian Alkaloida

Serbuk ditimbang sebanyak 0,5 gr, kemudian ditambah 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml aquadest, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut : • Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning. • Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorf, akan terbentuk warna merah atau jingga. • Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna cokelat sampai hitam. • Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Wagner, akan terbentuk endapan berwarna cokelat. Alkaloida + jika terjadi endapankekeruhan paling sedikit 2 reaksi dari 4 percobaan di atas. Skema pengujian alkaloida dapat dilihat pada Gambar 7. Universitas sumatera utara Gambar 7. Skema Pengujian Alkaloida Analisa Data Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap RAL factorial, dengan dua faktor perlakuan yaitu faktor A adalah 3 jenis kulit kayu kulit kayu mahoni, pinus dan eucalyptus dan faktor B adalah 4 taraf konsentrasi bahan pengawet 0, 2, 4 dan 6. Contoh uji dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Sehingga jumlah kayu yang digunakan yakni 36 kayu. Model statistik yang digunakan dalam percobaan ini adalah : Serbuk sampel 0,5 gr Asam klorida 2N 1 ml Aquadest 9 ml Dipanaskan 2 menit Pendinginan Penyaringan Filtrat 3 tetes Pereaksi Mayer 2 tetes Filtrat 3 tetes Pereaksi Dragendorf 2 tetes Filtrat 3 tetes Pereaksi Bouchardat 2 tetes Filtrat Endapan cokelat sampai hitam Pengendapan Pengendapan Pengendapan Filtrat 3 tetes Pereaksi Wagner 2 tetes Pengendapan Endapan cokelat Endapan warna merahjingga Endapan warna putihkuning Universitas sumatera utara Yijk = μ + αi + βj + αβij + Σijk Yijk = nilai pengamatan jenis kulit kayu ke-i, dengan konsentrasi ke-j, dan pada ulangan ke-k µ = nilai rata-rata yang sesungguhnya αi = pengaruh akibat jenis kulit kayu ke-i βj = pengaruh akibat konsentrasi larutan ke-j αβij = pengaruh interaksi antara jenis kulit kayu ke-i dengan konsentrasi larutan ke-j Σijk = pengaruh acak galad percobaan jenis kulit kayu ke-i dan konsentrasi larutan ke-j serta pada ulangan ke-k Mengetahui pengaruh faktor perlakuan terhadap kayu karet dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji jika F hitung ≥ F tabel maka Ho diterima dan jika F hitung ≤ F tabel maka Ho ditolak. Untuk mengetahui taraf perlakuan mana yang berpengaruh diantara faktor perlakuan taraf konsentrasi ekstrak dan pelarut ekstrak maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji beda Duncan. Universitas sumatera utara HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Fitokimia Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan zat kimia yang terdapat pada suatu bagian tumbuhan, seperti buah, daun dan kulit kayu. Pengujian fitokimia dilakukan pada ketiga jenis kulit kayu yaitu mahoni, pinus dan eucaliptus. Berikut merupakan hasil pengujian fitokimia pada ketiga jenis kayu tersebut dan data selengkapnya disajikan pada Tabel 2, 3, 4 dan 5. Tabel 2. Skrining Fitokimia Alkaloida No. Sampel Pereaksi Mayer Wagner Bouchardart Dragendorff 1 Mahoni - - - - 2 Pinus - - - - 3 Eucaliptus - - - - Keterangan: - = tidak ada, + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak Wagner : KI + Aquadest + Iodium Mayer : HgCl 2 + Aquadest + KI Bouchardart : KI + Aquadest + Iodium Dragendorf : BiNO 3 + HNO 3 + KI + Aquadest Berdasarkan hasil uji fitokimia alkaloida Tabel 2 pada ketiga jenis kulit kayu ditemukan reaksi negatif terhadap semua pereaksi tidak mengandung zat kimia yang ditandai dengan tidak terjadinya endapankekeruhan pada reaksi yang dilakukan, hal ini dikarenakan ketiga jenis kulit kayu tidak memiliki atom nitrogen. Sesuai pernyataan Lenny 2006 bahwa, semua alkaloida mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Alkaloida adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloida berasal dari tumbuh- Universitas sumatera utara tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Alkaloid bersifat basa yang tergantung pada pasangan elektron pada nitrogen. Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Tabel 3. Skrining Fitokimia Flavonoid No. Sampel Pereaksi FeCl 1 NaOH 10 Mg-HCl H 2 SO 4 1 Mahoni ++ + - - 2 Pinus ++ + - - 3 Eucaliptus +++ ++ - - Keterangan: - = tidak ada, + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak Berdasarkan hasil uji fitokimia flavonoida Tabel 3 ditemukan reaksi positif mengandung zat kimia terhadap pereaksi FeCl 1 dan pereaksi NaOH 10, sedangkan pada pereaksi Mg-HCl dan H 2 SO 4 bereaksi negatif. Pada kulit kayu eucaliptus ditemukan reaksi positif lebih banyak dibandingn pada kulit kayu mahoni dan pinus. Flavonoid ada jika terjadi pada 2 pereaksi atau lebih. Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavanoid larut dalam pelarut polar seperti etanol, butanol, aseton dan air. Adanya gula yang terikat pada flavanoid menyebabkan flavanoid lebih mudah larut dalam air, sehingga penggunaan air sebagai pelarut merupakan pelarut yang baik flavanoid Markham, 1988 dalam Rachmawati, 2006. Pada tumbuhan flavanoid berfungsi untuk pengaturan fotosintesis, kerja anti mikroba dan virus serta anti serangga Robinson, 1995 dalam Rachmawati, 2006. Universitas sumatera utara Tabel 4. Skrining Fitokimia Terpenoida No. Sampel Pereaksi Salkowsky Lieberman- Bouchard CeSO 4 1 dalam H 2 SO 4 10 1 Mahoni + - - 2 Pinus + - + 3 Eucaliptus + - - Keterangan: - = tidak ada, + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak Salkowsky : H 2 SO 4 p Lieberman-Bouchard : H 2 SO 4 p + CH 3 COOH an-hidrat Hasil pengujian fitokimia terpenoida Tabel 4, ketiga jenis kulit kayu bereaksi negatif tidak mengandung zat kimia pada pereaksi Lieberman- Bouchard dan CeSO 4 1 dalam H 2 SO 4 10, namun bereaksi positif sedikit mengandung zat kimia pada pereaksi Salkowsky yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah pekat. Terpenoida dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia. Terpenoida memiliki sifat antara lain dapat larut dalam air atau alkohol karena terpenoida banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH dan dapat mengikat logam berat. Selain itu terpenoida juga bersifat anti rayap dan jamur Carter et, al., 1978 dalam Risnasari, 2002. Tabel 5. Skirining Fitokimia Saponin No. Sampel Pereaksi Aquadest HCl 2N 1 Mahoni +++ +++ 2 Pinus +++ +++ 3 Eucaliptus +++ +++ Keterangan: - = tidak ada, + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak Berdasarkan hasil uji fitokimia saponin Tabel 5 bereaksi positif terhadap semua pereaksi mengandung zat kimia yang ditandai dengan adanya buih stabil kurang lebih 10 menit, dengan ketinggian buih 1-10 cm dan buih tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes HCl 2N. Hal ini dikarenakan ketiga kulit kayu memiliki rasa Universitas sumatera utara pahit seperti karakteristik saponin yang menyebabkan rasa pahit. Saponin merupakan salah satu senyawa yang terkandung didalam tumbuhan-tumbuhan. Saponin memiliki rasa pahit yang menusuk yang menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir. Saponin merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah atau hemolisis pada darah. Kandungan Zat Ekstraktif Kandungan zat ekstraktif ketiga jenis kulit kayu dengan pelarut metanol yang diteliti memiliki hasil yang berbeda-beda. Kandungan zat ekstraktif tertinggi diperoleh dari jenis kulit kayu eucaliptus dan yang terendah diperoleh dari jenis kulit kayu mahoni. Secara lengkap kandungan zat ekstraktif ketiga jenis kulit kayu tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 data selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Tabel 6. Kandungan Zat Ekstraktif Ketiga Jenis Kulit Kayu dengan Pelarut Metanol Jenis Kulit Kayu Berat padatan ekstrak gr Kandungan zat ekstraktif Mahoni 12.07 2.41 Pinus 13.47 2.69 Eucaliptus 15.23 3.05 Kandungan zat ekstraktif bervariasi tergantung jenis kulit kayu yang diteliti. Berdasarkan kandungan zat ekstraktif Tabel 6 dapat dikatakan bahwa kandungan zat ekstraktif dari ketiga jenis kulit dengan pelarut metanol tersebut sedang. Menurut Rowe dan Conner dalam Syafii 2000 pada umumnya kandungan zat ekstraktif jenis-jenis kayu tropis berkisar antara 0,9 -6,2 ekstrak air panas dan 1 - 13,8 ekstrak etanol benzena. Tinggi rendahnya kadar zat ekstraktif yang didapatkan disebabkan oleh proses ekstraksi yang dilakukan, yaitu metode rendaman sebanyak tiga kali. Banyaknya kegiatan perendaman yang Universitas sumatera utara dilakukan tidak melihat apakah seluruh zat ekstraktif dari serbuk ketiga kulit kayu telah larut. Kemungkinan masih tertinggalnya zat ekstraktif pada residu yang telah disaring, sehingga didapatkan kadar zat ekstraktif yang rendah. Syafi’i 2000 mengatakan banyaknya zat ekstraktif yang dapat diekstrak dari dalam kayu tergantung berbagai macam faktor, yaitu jenis kayu, jenis pelarut, proses ekstraksi, ukuran serbuk dan kadar air serbuk. Faktor yang paling berpengaruh adalah jenis kayu. Setiap kayu memiliki kadar zat ekstraktif yang berbeda-beda. Kandungan zat ekstraktif kayu merupakan penyebab utama keawetan alami kayu. Semakin beracun zat ekstraktif suatu jenis kayu maka keawetan alami kayu tersebut akan semakin baik. Hasil zat ekstraktif yang diperoleh dalam penelitian ini relatif sedang. Hal ini karena ketiga jenis kulit kayu memiliki kelas kelas awet yang rendah, yaitu kelas III – II. Duljapar, 2001, dan ternyata kandungan ekstraktifnya juga rendah. Banyaknya ekstraktif yang dihasilkan bukan satu-satunya tolak ukur keefektifan ekstrak tersebut, tetapi yang paling utama yaitu zat toksik yang terlarut. Pelarut yang digunakan adalah metanol, sehingga komponen zat ekstraktif yang akan terlarut adalah asam lemak, asam resin, lilin, tanin dan zat warna. Ekstraksi pelarut dapat dikerjakan dengan berbagai pelarut organik seperti ater, aseton, benzena, etanol, diklorometana atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin lilin, tanin dan zat warna adalah bahan penting yang dapat diekstrak dengan pelarut organik Achmadi, 1990. Tetapi dalam penelitian ini, kandungan ketiga jenis kulit kayu diduga memiliki tanin dengan kadar yang rendah dilihat dari hasil kadar ekstrak yang diperoleh. Menurut Guenther 1987 Universitas sumatera utara dalam Batubara 2005 menyatakan bahwa banyaknya zat ekstraktif yang dapat larut tidak terlepas dari faktor pemilihan pelarutnya. Pelarut yang ideal digunakan untuk proses ekstraksi harus memenuhi syarat yaitu dapat melarutkan zat ekstraktif, pelarut harus bersifat inert tidak bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi. Menurut Sari dan Sutjipto 2004, menyatakan bahwa ekstrak dari tumbuh-tumbuhan seperti kayu, kulit, daun bunga buah atau biji, berpotensi mencegah pertumbuhan jamur ataupun menolak kehadiran serangga perusak. Dalam hal ini penelitian menggunakan ekstrak yang berasal dari bagian kulit kayu. Uji Keawetan Kayu Keawetan kayu diartikan sebagai daya tahan kayu terhadap serangan factor perusak kayu dari golongan biologis. Keawetan alami kayu ditentukan oleh zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organism perusak Batubara, 2006. Pengujian terhadap keawetan kayu yang dilakukan meliputi uji retensi, uji stabilitas dimensi dan uji ketahanan kayu terhadap organisme perusak kayu yakni S. commune Fr. Retensi Kayu Retensi menunjukkan seberapa banyak bahan pengawet masuk ke dalam kayu. Hasil pengukuran disajikan pada Gambar 8 dan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Universitas sumatera utara Gambar 8. Grafik rata-rata nilai retensi Berdasarkan Gambar 8, diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet, maka semakin besar pula nilai retensinya. Nilai retensi pada kayu karet berkisar antara 23,91 – 138,92 kgm 3 . Nilai tertinggi retensi pada kayu karet yang direndam dengan ekstrak kulit kayu eucaliptus pada konsentrasi 6 yaitu 138,92 kgm 3 , sedangan nilai terendah pada ekstrak kulit kayu pinus pada konsentrasi 2 yaitu 23,91 kgm 3 . Hasil ini berhubungan dengan hasil yang didapat pada nilai penambahan berat, bahwa semakin tinggi nilai penambahan beratnya, makan semakin besar pula retensi yang terjadi. Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa pemberian ketiga ekstrak kulit kayu pada berbagai taraf konsentrasi 0, 2, 4 dan 6 berpengaruh nyata terhadap nilai retensi yang terjadi pada kayu karet, dan interaksi antara jenis kulit kayu dan taraf konsentrasi juga berpengaruh nyata. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan yang dilakukan terhadap ketiga jenis kulit kayu, diperoleh bahwa ketiga jenis kulit kayu berbeda nyata. Diantara ketiga kulit kayu tersebut, kulit kayu eucaliptus direkomendasikan untuk digunakan lebih lanjut karena memiliki nilai retensi yang lebih tinggi. Universitas sumatera utara Uji lanjut Duncan yang dilakukan terhadap taraf konsentrasi, diperoleh bahwa konsentrasi 2, 4 dan 6 berbeda nyata. Diantara ketiga taraf konsentrasi bahan pengawet yang digunakan, konsentrasi 6 lebih efektif, sehingga direkomendasikan untuk digunakan lebih lanjut. Retensi adalah kemampuan suatu jenis kayu dalam menyerap bahan pengawet selama periode waktu tertentu. Suatu ukuran yang menggambarkan banyaknya zat pengawet murni yang dapat dikandung oleh kayu setelah diawetkan, semakin banyaknya jumlah bahan pengawet murni yang dapat menetap terfiksasi dalam kayu, retensi bahan pengawet itu juga semakin besar sebaliknya, sedikit jumlah bahan pengawet yang dapat diserap oleh kayu, semakin kecil pula retensi pengawetan itu. Stabilitas Dimensi Kayu Stabilitas dimensi diperoleh dengan mengevaluasi nilai ASE dengan menghitung perbedaan sweeling sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil pengujian ASE yang dihasilkan pada penelitian ini ditunjukan pada Gambar 9 dan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 6. Universitas sumatera utara Gambar 9. Grafik rata-rata nilai ASE Berdasarkan Gambar 9, diperoleh bahwa setiap kenaikan konsentrasi nilai ASE setiap jenis kulit kayu meningkat. Nilai tertinggi adalah nilai yang memiliki anti pengembangan volume yang paling baik. Nilai ASE tertinggi dengan ekstrak kulit eucaliptus dengan konsentrasi 6 yaitu 95,18. Angka-angka tertinggi menunjukan bahwa semakin tinggi nilai anti pengembang volume maka, semakin kecil nilai pengembangan volumennya. Perubahan dimensi kayu dapat dikurangi melalui pemejalan dinding sel dan rongga sel dengan bahan kimia tertentu seperti menggunakan zat ekstraktif. Proses pemejalan dinding sel dan rongga sel menunjukan peningkatan volume kayu berbanding lurus dengan volume bahan kimia yang ditambahkan. Volume kayu meningkat dengan menggunkan bahan kimia sekitar 25 mendekati volume kayu segar, tetapi jika kayu pejal ini berhubungan dengan air hanya sedikit pengembangan Achmadi, 1990. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa jenis kulit kayu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ASE, begitu pula dengan interaksinya dengan konsentrasi. Tetapi konsentrasi bahan pengawet berpengaruh nyata terhadap nilai Universitas sumatera utara ASE. Hasil uji lanjut Duncan yang dilakukan terhadap konsentrasi bahan pengawet, diperoleh bahwa ketiga konsentrasi tidak berbeda nyata. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 7. Penelitian ini menunjukan bahwa contoh uji yang telah direndam dengan zat ekstraktif kulit kayu mahoni, pinus dan eucaliptus tidak mengalami pengembangan volume, hal ini disebabkan karena penggunaan zat ekstraktif ketiga kulit kayu dapat menstabilkan atau tidak membuat stabilitas dimensi contoh uji kayu karet berubah. Pengembangan volume terjadi karena perubahan bentuk akibat meningkat dan menurunnya air di dalam kayu dibawah kadar air titik jenuh serat. Pengujian pada Jamur Schizophyllum commune Fr. Penurunan berat contoh uji dapat disebabkan oleh serangan jamur. Jamur yang menyerah kayu karet adalah jamur S. commune, yang sengaja ditumbuhan untuk melihat kerusakan atau penurunan berat contoh uji. Hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 10 dan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 8. Gambar 10. Grafik nilai rata-rata penurunan berat contoh uji akibat serangan jamur S. commune Universitas sumatera utara Berdasarkan Gambar 10, diperolehan nilai serangan jamur S. commune terhadap kayu karet berkisar antara 1.27 - 15.93. Contoh uji yang tidak direndam dengan bahan pengawet mengalami penurunan berat yang sangat tinggi dibandingan dengan contoh uji yang direndam dengan ketiga ekstrak kulit kayu dengan taraf konsentrasi 2, 4 dan 6. Nilai penurunan berat pada contoh uji terendah yang direndam ekstrak kulit kayu mahoni dengan taraf konsentrasi 4 yaitu 1.27, sedangkan nilai tertinggi penurunan berat contoh uji pada taraf konsentrasi 0 kontrol untuk masing-masing kulit kayu. Gambar 11. Contoh uji yang serangan jamur S. commune Berdasarkan hasil analisi sidik ragam yang dilakukan, diperoleh bahwa jenis kulit kayu dan konsentrasi bahan pengawet serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap penurunan berat contoh uji. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 9. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan yang dilakukan terhadap ketiga jenis kulit kayu, diperoleh bahwa ketiga kulit kayu berbeda nyata. Diantara ketiga kulit kayu tersebut, kulit kayu pinus direkomendasikan untuk digunakan lebih lanjut karena memiliki nilai penurunan berat contoh uji paling rendah dibandingkan dengan kulit kayu eucaliptus dan mahoni. Universitas sumatera utara Uji lanjut yang dilakukan terhadap taraf konsentrasi 2, 4 dan 6 juga berbeda nyata. Diantara ketiga konsentrasi bahan pengawet yang digunakan, konsentrasi 6 lebih efektif, sehingga direkomendasikan untuk digunakan lebih lanjut. Hal ini dikarenakan jamur S. commune Fr. merupakan jamur pelapuk putih white rot yang merombak lignin dan selulosa, sehingga berat contoh uji menurun. Berdasarkan nilai rata-rata penurunan berat, kelas ketahanan kayu terhadap fungi menurut SNI 01-72072-2006, dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 8. Kelas Ketahanan Kayu Terhadap Fungi Jenis Kulit Kayu Konsentrasi Penurunan Berat Kelas Ketahanan Kayu Mahoni 15.93 Tidak Tahan 2 7.82 Agak Tahan 4 1.27 Tahan 6 0.68 Sangat Tahan Pinus 8.27 Agak Tahan 2 4.08 Tahan 4 2.08 Tahan 6 Sangat Tahan Eucaliptus 10.49 Agak Tahan 2 6.6 Agak Tahan 4 3.11 Tahan 6 Sangat Tahan Ketiga jenis kulit kayu pada taraf konsentrasi 2, 4 dan 6 yang disajikan pada Tabel 7 memiliki kelas ketahanan agak tahan sampai dengan sangat tahan terhadap jamur S. commune. Sedangkan untuk kontrol, menunjukan kelas ketahanan tidak tahan terhadap serangan jamur S. commune. Jamur S. commune merupakan jamur pelapuk kayu yang cukup ganas karena dalam beberapa kasus Universitas sumatera utara dapat menyebabkan kehilangan berat sampai 70 Martawijaya 1965 dalam Herliyana 1994. Universitas sumatera utara KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ketiga jenis kulit kayu memiliki kandungan kimia saponin, terpenoida dan tidak mengandung zat kimia alkaloida. Pada zat kimia flavonoid, kulit kayu eucaliptus memiliki kandungan dalam jumlah banyak dibandingan kulit kayu pinus dan mahoni. 2. Faktor jenis kulit kayu dan konsentrasi serta interaksinya memberikan pengaruh nyata terhadap nilai retensi. Kulit kayu eucalyptus dengan konsetrasi 6 efektif digunakan untuk meningkatkan keawetan kayu. Faktor konsentrasi memberikan pengaruh nyata, sedangkan jenis kulit kayu dan interaksinya tidak menunjukan pengaruh nyata terhadap nilai ASE. Perlakuan dengan konsentrasi 6 memiliki nilai ASE tertinggi. Faktor jenis kulit kayu dan konsentrasi serta interaksinya memberikan pengaruh nyata keawetan kayu terhadap jamur S. commune Fr. Kulit kayu pinus dengan konsentrasi 6 efektif digunakan karena memiliki nilai penurunan berat contoh uji paling rendah. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat keawetan kayu terhadap jamur pelapuk pada jenis kayu rakyat. Hal ini dikarenakan sekarang ini kayu rakyat lebih banyak digunakan pada komponen kayu bangunan. Universitas sumatera utara DAFTAR PUSTAKA Achmadi, S.S 1990. Kimia Kayu. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Afandi, M. 2007. Analisis Kandungan Kimia Zat Ekstraktif Kulit Kayu Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden Berdasarkan Letak Kulit pada Batang dan Perbedaan Umur Pohon. Skripsi Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan. Batubara, R. 2006. Teknologi Pengawetan Kayu Perumahan dan Gedung dalam Upaya Pelestarian Hutan [Karya Tulis]. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. ______, R. 2007. Bioassay Zat Ekstraktif Kulit Kayu Medang Hitam Cinnamomum porrectum Terhadap Jamur Perusak Kayu Schizophyllum commune. Prosiding Seminar Hasil-hasil Pertanian Sumatera Utara, Medan 15 Agustus 2007. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2001. Informasi Singkat Benih Pinus merkusii Jungh. et de Vriese. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. Bandung. Duljapar, K. 2001. Pengawetan Kayu. Penebar Swadaya. Jakarta. Fengel, D. and G. Wegener. 1995. Kayu, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Diterjemahkan oleh Sastrohamidjo, J dan Prawirohatmodjo, S. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Fitriyani I. 2010. Pengujian Keawetan Alami Kayu Karet Hevea barasiliensis Muell. Arg. dan Sugi Cryptomeria japonica L. f. D. Don Terhadap Jamur Pelapuk Kayu Schizophyllum commune Fr. [Skripsi]. Bogor: Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Haygreen, J.G. and J. L. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Diterjemahkan oleh Hadikosumo, S. A dan Prawirohatmodjo, S. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Terbitan ke-2. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB. Bandung. Herliyana, E. N. 1994. Potensi Schizophyllum commune dan Phanerochaete chrysosporium untuk Pemutihan Pulp Kayu Acacia mangium dan Pinus merkusii. [Thesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Universitas sumatera utara Khaerudin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Bogor. Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida dan Alkaloida. [Karya Ilmiah]. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Medan Mandika, D., A. Sapta, dan R. K. Sari. 1989. Selintas Tentang Kayu Karet. Prosiding Lokakarya Nasional. HTI Karet. Pusat Penelitian Perkebunan. Sungai Putih. Medan. Nicholas, D.D. 1988. Kemunduran Deteriorasi Kayu Dan Pencegahannya dengan perlakuan-perlakuan Pengawetan. Jilid I. Universitas Airlangga. Surabaya. Nofarianty. 1998. Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kulit Kayu Durian Durio zibethinus. Skripsi Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rachmawati, E. 2006. Isolasi dan Identifikasi Flavanoid dari Daun Mindi Melia azedarach L.. [Skripsi]. Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Risnasari, I. 2002. Tanin. [Karya Tulis]. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. Rosamah, E. 1990. Peranan Zat Ekstraktif Terhadap Keawetan Kayu Jati Tectona grandis L. F. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Sanjaya. 2001. Pengaruh Anhidridasetat Terhadap Struktur Molekuler Kayu dalam Stabilisasi Dimensi Kayu Pinus merkusii. Jurnal Penelitian FKIP Universitas Sriwijaya. Sari, L. dan Sutjipto A. H. 2004. Daya Racun Ekstraktif Kulit Kayu Pucung terhadap Rayap Kayu Kering Cryptotermes cynocephalus Light. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 2:16-20. Sari, R. K dan W. Syafii. 2001. Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kulit Kayu Jati Tectona grandis, L.f.. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB XIV 1 : 1-9. Sianturi, H.S.D. 1992. Budidaya Tanaman Karet. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Suranto, Y. 2002. Pengawetan Kayu Bahan dan Metode. Kanisius. Yogyakarta. Sutarni, M. S. 1995. Flora Eksotika Tanaman Peneduh. Penerbit Kanisius. Jakarta. Universitas sumatera utara Standar Nasional Indonesia. 2006. Bandan Standardisasi Indonesia. SNI 01-7207- 2006 Syafii, W., 2000. Sifat Anti-Rayap Zat Ekstraktif Beberapa jenis Kayu Daun Lebar Tropis. Buletin Kehutanan, Nomor 42. Fakultas Kehutanan, UGM. Yogyakarta. Tim Elsppat. 2007. Pengawetan Kayu Dan Bambu. Dinamika Media. Jakarta. Universitas sumatera utara LAMPIRAN Universitas sumatera utara Lampiran 1. Kandungan Zat Ekstraktif Ketiga Kulit Kayu Lampiran 2. Kadar Air Serbuk Ketiga Kulit Kayu Jenis Kulit Kayu Ulangan Berat Awal gr Berat Kering Oven gr Kadar Air Rata-rata Mahoni 1 21.66 18.37 17.9 15.91 2 20.87 18.02 15.83 3 21.74 19.07 14 Pinus 1 22.19 18.42 20.46 20.4 2 22.8 18.98 20.13 3 22.52 18.67 20.62 Eucaliptus 1 22.34 19.56 14.21 14.25 2 22.68 19.7 15.13 3 23.06 20.33 13.43 Lampiran 3. Penambahan Berat Contoh Uji Kayu Karet

a. Stabilitas Dimensi

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Stump Karet (Hevea Brassiliensis Muell Arg.) Terhadap Pemberian Growtone Pada Berbagai Komposisi Media Tanam

7 52 92

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

9 88 81

Induksi Tunas Mikro TanamanKaret (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Medium WPM dengan Pemberian Benzil Amino Purin (BAP) Dan Naftalen Asam Asetat (NAA)

0 44 74

Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

2 90 58

Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Kayu Karet Lapuk (Hevea brasilliensis Muell. Arg) Sebagai Pendegradasi Lignin

6 108 45

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet(Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Lama Penyimpanan Pada Kertas Koran

4 42 115

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Peningkatan Keawetan Kayu Karet (Hevea brasiliesis Muell Arg) Melalui Aplikasi Larutan Khitosan.

0 9 58