Batasan Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Secara khusus penelitian ini bertujuan : Manfaat Penelitian Konsep

generasi sekarang Tradisi Bakar Tongkang kini hanyalah suatu tradisi yang dilakukan secara turun menurun. Adapun terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perubahan makna Tradisi Ritual Bakar Tongkang itu sendiri. Oleh sebab itu untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang perubahan makna tradidi perayaan bakar tongkang pada masyarakat Tionghoa di kota Bagansiapiapi penulis berniat untuk melakukan suatu penelitian ilmiah yang memfokuskan tulisan ini pada perubahan makna tradisi perayaan bakar tongkang pada masyarakat Tionghoa di kota Bagansiapiapi sebagai penelitian. Dengan demikian penulis membuat judul penelitian ini “ Perubahan Makna Tradisi Perayaan Bakar Tongkang Pada Masyarakat Tionghoa Di Kota Bagansiapiapi ”

1.2. Batasan Masalah

Untuk menghindari batasan yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis mencoba membatasi ruang lingkup penelitian pada kajian mengenai makna tradisi ritual bakar tongkang pada masyarakat Tionghoa di kota Bagansiapiapi Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.3. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas beberapa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana makna tradisi perayaan ritual bakar tongkang pada masyarakat etnis Tionghoa di kota Bagansiapiapi ? 2. Bagaimana perubahan makna tradisi perayaan ritual bakar tongkang pada generasi sekarang masyarakat etnis Tionghoa di kota Bagansiapiapi dewasa ini?

1.4. Tujuan Penelitian Secara khusus penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mendeskripsikan makna tradisi perayaan ritual bakar tongkang bagi masyarakat Tionghoa di kota Bagansiapiapi. 2. Untuk mengetahui perubahan makna yang terjadi pada tradisi perayaan ritual bakar tongkang bagi generasi muda masyarakat etnis Tionghoa di kota Bagansiapiapi.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ataupun memberikan informasi bagi masyarakat secara umum maupun mahasiswa yang berminat terhadap tata cara dan makna dibalik tradisi bakar tongkang pada masyarakat etnis Tionghoa di kota Bagansiapiapi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan tradisi bakar tongkang dapat semakin dikenal oleh masyarakat luas sehingga membuat masyarakat luas tersebut tertarik untuk datang melihat langsung tradisi bakar tongkang ini sehingga pada akhirnya dapat memajukan pariwisata di kota Bagansiapiapi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian Singarimbun, 1989: 33. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Poerwadarminta sebagai editor 1995:456 dikatakan bahwa, konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian kongkret, gambaran mental dari objek apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal hal lain Dalam hal ini, defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar. Selain itu adalah untuk menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. 2.1.1. Tradisi Ritual Bakar Tongkang Tradisi Bakar Tongkang memiliki sejarah panjang, merupakan salah satu unsur tradisi dan kepercayaan lokal yang menjadi suatu kebudayaan daerah dan nasional. Indonesia adalah negara mempunyai tingkat pluralitas yang tinggi terhadap pemahaman tradisi dan kepercayaan lokal yang dianut sebagian elemen masyarakat. Bangsa Indonesia hidup dalam masyarakat plural majemuk artinya masyarakat serba ganda dalam kepercayaannya, ganda dalam ragam UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kebudayaannya, ganda dalam prilaku kehidupan kemasyarakatannya, tetapi bersatu dalam satu bangsa dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika menunjukkan ciri keragaman kehidupan Bangsa Indonesia, yang sesungguhnya berbeda-beda tetapi dalam satu kesatuan juga. Salah satu tradisi dan kepercayaan lokal pada kelompok masyarakat Indonesia Tionghoa Bagansiapiapi di Provinsi Riau, Kabupaten Rokan Hilir telah ada sepanjang abad lamanya yaitu upacara tradisi ritual Bakar Tongkang yang dilakukan secara rutin pada bulan kelima penanggalan Imlek tanggal 16 disebut Go Ge Cap Lak. Ritual diadakan pada setiap tahun. Ritual hanyalah salah satu sarana menyentuh dan membangun semangat Komunitas Tionghoa di Bagansiapiapi untuk pulang kampung. Perayaan tradisi Ritual Bakar Tongkang merupakan tradisi dan kepercayaan masyarakat Indonesia Tionghoa Bagansiapiapi. Penyelenggaraan tradisi Ritual Bakar Tongkang tiap tahunnya sangatlah semarak. Kekhasan Go Ge Cap Lak terletak pada ritual Bakar Tongkang yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari sejarah kehadiran warga Tionghoa di Bagansiapiapi. Ritual ini juga berkaitan dengan kelenteng Ing Hok Kiong merupakan tempat pemujaan sekaligus penghormatan terhadap Dewa Kie Ong Ya dan Dewa Tai Sun Ong Ya sebagai manifestasi dewa keselamatan dan kesejahteraan bagi warga Indonesia Tionghoa Bagansiapiapi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.2 Masyarakat Tionghoa Suku bangsa Tionghoa di Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang Hokkien, Tengnang Tiochiu, atau Thongnyin Hakka. Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Tangren Hanzi: 唐人, orang Tang. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Cina utara menyebut diri mereka sebagai orang Han Hanzi: 漢人, hanyu pinyin: hanren, orang Han. Leluhur orang Tionghoa - Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan - catatan dari Cina menyatakan bahwa kerajaan - kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti - dinasti yang berkuasa di Cina. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Cina ke Nusantara dan sebaliknya. Setelah Negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.2 Landasan Teori Teori merupakan yang alat terpenting dari suatu pengalaman. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan Koentjaraningrat, 1973:10. Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian didalam ilmu pengetahuan. Sebagai pedomaan dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini. Adapun teori yang penulis pergunakan adalah seperti teori yang akan diuraikan sebagai berikut: Dalam membahas Perubahan Makna Tradisi Bakar Tongkang Pada Mayarakat etnis Tionghoa di kota Bagansiapiapi, secara lebih mendetail, penulis menggunakan teori semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Semiotik berasal dari kata Yunani,yaitu semeion yang berarti tanda. Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut dianggap mewakii sesuatu objek secara respresentative. Istilah semiotic sering digunakan bersama dengan istilah semiologi.Istilah pertama merujuk pada sebuah displin sedangkan istilah kedua merefer pada ilmu tentangnya. Baik semiotic atau semiologi sering digunakan bersama-sama, tergantung di mana istilah itu popular.Endaswara,2008:64 Menurut Barthes dalam Kusumarini : 2006,”denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan pertanda pada realitas,menghasilkan makna eksplisit,langsung,dan pasti. Konotasi adalah tingkat UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan pertanda yang didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplesit,tidak langsung,dan tidak pasti”. Barthes adalah penerus pemikiran Saussure.Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna,tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bias saja menyampaikan makna yang berbeda pada oranng yang berbeda situasinya. Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan cultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi makna sebenarnya sesuai kamus dan konotasi makna ganda yang lahir dari pengalaman cultural dan personal. Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier- signified yang diusung sausure. Untuk mengkaji Perubahan Makna Tradisi Perayaan Bakar Tongkang Pada Masyarakat Tionghoa Di Kota Bagansiapiapi penulis juga menggunakan teori perubahan sosial. Teori mengenai perubahan sosial sering mempersoalkan perbedaan antara perubahan sosial dengan perubahan kebudayaan. Kingsley David berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan perubahan kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup bagian kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan filsafat. Pengertian kebudayaan itu mencakup segenap cara berfikir, tingkah laku yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran atau ide secara simbolis. Jadi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menurut Kingsley David kebudayaan adalah suatu kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan kesenian, moral, adat-istiadat, dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai masyarakat. Maka perubahan-perubahan kebudayaan adalah setiap dari unsur-unsur tersebut. Perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai suatu aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut- paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya. Dewasa ini proses-proses pada perubahan sosial dapat diketahui dari adanya cirri-ciri tertentu antara lain tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya, karena setiap masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau secara cepat. Secara sosiologis, agar perubahan dapat terjadi, maka harus dipenuhi syarat-syarat tertentu antara lain harus ada keinginan untuk mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas terhadap keadaan, dan harus ada suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan perubahan keadaan tersebut. Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri. Itu mungkin terjadi karena kebudayaan dari masyarakat lain melancarkan pengaruhnya. Dengan kata lain, hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal-balik. Artinya, masing- masing masyarakat mempengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima pengaruh dari masyarakat yang lain itu. Apabila salah satu dari dua kebudayaan yang bertemu mempunyai taraf teknologi yang lebih tinggi, maka yang terjadi adalah proses imitasi yaitu peniruan terhadap unsur-unsur kebudayaan lain. Mula- UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mula unsur-unsur tersebut ditambahkan pada kebudayaan asli. Akan tetapi lambat-laun unsur-unsur kebudayaan aslinya diubah dan diganti oleh unsur-unsur kebudayaan asing tersebut. Salah satu faktor yang mendorong jalannya proses perubahan adalah kontak dengan kebudayaan lain. Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion atau difusi. Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain. Dengan proses tersebut manusia mampu untuk menghimpun penemuan-penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat, dapat diteruskan dan disebarkan pada masyarakat luas sampai umat manusia di dunnia dapat menikmati kegunaannya. Proses tersebut merupakan pendorong pertumbuhan suatu kebudayaan yang baru dan memperkaya kebudayaan- kebudayaan masyarakat manusia. Kingsley David dalam Soekanto,1990 ; 337 – 361 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.3 Tinjauan Pustaka Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat, sesudah menyelidiki atau mempelajari KBBI, 2003:912. Pustaka adalah kitab-kitab; buku; buku primbon KBBI,2003:912. Brigjen TNI Pur Tedy Jusuf, 2000: Sekilas Budaya Tionghoa Indonesia. Buku ini menjelaskan tentang budaya dan adat istiadat Tionghoa yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Sudarno M, 2005: Gema Proklamasi Kemerdekaan RI dalam peristiwa Bagansiapiapi. Dimana dalam buku ini dikatakan Bagansiapiapi adalah sebuah daerah di Indonesia yang penduduknya mayoritas beretnis Tionghoa. Masyarakat Tionghoa pertama kali datang ke Bagansiapiapi pada tahun 1872 dengan menggunakan dua perahu tongkang,menurut sejarah hanya satu perahu yang akhirnya tiba dan menetap di Bagansiapiapi yaitu perahu yang berisikan 18 orang marga Ang yang memang berada di perahu tersebut. Perahu yang lain kemungkinan besar tenggelam karena perjalanan mereka tertimpa badai. Rohil 2008 Visit Bagansiapiapi, dimana dalam buku ini dikatakan bahwa tradisi Bakar Tongkang dilakukan untuk menghormati dan mensyukuri kemakmuran dan keselamatan yang mereka peroleh dari hasil laut sebagai mata pencaharian utama masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi, maka mereka membakar wangkang tongkang yang dilakukan setiap tahun. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Metodologi Penelitian