Gambaran Faktor – Faktor yang Menyebabkan Miopia pada Siswa/Siswi SMA Negeri 1 Medan Kelas X Tahun Ajaran 2014-2015

(1)

Lampiran 1 :

DAFTAR RIWAYAT HIDUP CURRICULUM VITAE

Nama : Luthfi Wal Ikram

Tempat / TanggalLahir : Medan, 16Agustus 1993

Agama : Islam

Alamat : Komplek Tasbih Blok YY no. 75 Medan Orang Tua : Ayah : Ir. H. Syahrizal Achmad, M.Sc

Ibu : Dra. Hj. Siti Yusra RiwayatPendidikan :

1.SD Keumala Bhayangkari 1 Medan (1999-2005) 2.SMP Negeri 1 Medan (2005-2008)

3.SMA Negeri 1 Medan (2008-2011)


(2)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Saya, Luthfi Wal Ikram, mahasiswa yang sedang menjalankan program pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Gambaran Faktor-Faktor Menyebabkan Terjadinya Miopia pada Siswa/Siswi SMA Negeri 1 Medan Kelas X Tahun ajaran 2014-2015”. Saya mengikut sertakan adik-adik dalam penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui gambaran factor risiko yang menyebabkan terjadinya myopia pada siswa-siswi SMA Negeri 1 Medan kelas X Tahun ajaran 2014-2015.

Partisipasi adik-adik dalam penelitian ini bersifat sukarela. Pada penelitian ini identitas adik-adik akan disamarkan. Kerahasiaan data adik-adik akan dijamin sepenuhnya. Bila data adik-adik dipublikasikan dalam hasil penelitian, kerahasiaan data adik-adik akan tetap dijaga.

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan kesediaan adik-adik, saya ucapkan terimakasih.

Hormat saya, Peneliti,

(Luthfi Wal Ikram) NIM : 120100297


(3)

Lampiran 3

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama :

Kelas :
 Umur :
 Jenis Kelamin : No. Telp / HP :

Setelah mendapatkan keterangan serta menyadari manfaat dari penelitian tersebut dibawah ini yang berjudul :

Gambaran Faktor-Faktor Menyebabkan Terjadinya Miopia pada Siswa/Siswi SMA Negeri 1 Medan Kelas X Tahun ajaran 2014-2015

Dengan sukarela meyetujui diikut sertakan dalam penelitian di atas dengan catatan bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini serta berhak untuk mengundurkan diri.

Mengetahui, Yang Menyetujui,

Penanggungjawab Penelitian Peserta,


(4)

Lampiran 4

KUESIONER

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR MENYEBABKAN TERJADINYA MIOPIA PADA SISWA/SISWI SMA NEGERI MEDAN KELAS X

TAHUN AJARAN 2014-2015

A. Identitas Responden

Nama :

Kelas :

Jenis Kelamin : Tanggal lahir :

Alamat :

No.Telp/HP :

B. Pilihlah jawaban dibawah ini dengan melingkari jawaban yang benar. 1. Apakah ayah kamu memakai kacamata?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah ibu kamu memakai kacamata? a. Ya

b. Tidak

3. Apakah sebelum memakai kacamata, kamu sering mengalami sakit kepala saat membaca atau melakukan pekerjaan dengan jarak yang dekat?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah kamu memiliki kegiatan lain diluar jam sekolah, seperti kelompok belajar atau les musik?

a. Ya b. Tidak


(5)

5. Apakah kamu menggunakan telepon genggam tidak hanya untuk telepon tetapi juga untuk bermain game?

a. Ya b. Tidak

6. Apakah kamu dapat melihat bangunan atau pepohonan tinggi di sekitar rumahmu?

a. Ya b. Tidak

7. Adakah saudara kandungmu yang memakai kacamata? a. Ya

b. Tidak

8. Pada saat SD, Apakah kamu telah mengalami rabun jauh? a. Ya

b. Tidak

9. Apakah kamu selalu membaca buku jarak dekat dalam satu minggu? a. Ya

b. Tidak

10. Apakah kamu mengalami penglihatan ganda? a. Ya

b. Tidak

11. Apakah kamu sering membaca tiduran? a. Ya

b. Tidak

12. Apakah kamu sering membaca dalam gelap? a. Ya

b. Tidak

13. Apakah kamu sering membaca dalam mobil? a. Ya


(6)

(7)

(8)

(9)

Lampiran 8

Frequencies

Statistics

Usia Jeniskelamin Genetik Aktivitasjarak Bermaingame

N Valid 126 126 126 126 126

Missing 0 0 0 0 0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 13 1 .8 .8 .8

14 1 .8 .8 1.6

15 42 33.3 33.3 34.9

16 82 65.1 65.1 100.0

Total 126 100.0 100.0

JenisKelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-Laki 52 41.3 41.3 41.3

Perempuan 74 58.7 58.7 100.0

Total 126 100.0 100.0

Genetik

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 96 76.2 76.2 76.2

Tidak 30 23.8 23.8 100.0


(10)

Aktivitasjarak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Beresiko 107 84.9 84.9 84.9

TidakBeresiko 19 15.1 15.1 100.0

Total 126 100.0 100.0

Bermaingame

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 109 86.5 86.5 86.5

Tidak 17 13.5 13.5 100.0


(11)

Lampiran 9

MASTER DATA

1 FIT 14 perempuan ya beresiko ya

2 NS 15 perempuan ya beresiko ya

3 FA 15 laki-laki ya tidakberesiko ya

4 DAA 15 perempuan ya beresiko ya

5 MRM 16 laki-laki ya tidakberesiko ya 6 G 16 laki-laki ya tidakberesiko ya

7 IL 16 perempuan ya beresiko ya

8 RAMS 16 perempuan ya beresiko ya

9 FA 16 laki-laki tidak beresiko ya

10 RAM 15 laki-laki tidak tidakberesiko ya

11 TJG 15 laki-laki ya beresiko tidak

12 IAF 13 laki-laki ya beresiko ya

13 SF 16 perempuan ya beresiko ya

14 NM 15 perempuan ya beresiko ya

15 FHS 15 perempuan ya beresiko ya

16 MAL 16 perempuan ya beresiko ya

17 SMS 16 perempuan ya tidakberesiko ya

18 PMP 16 laki-laki ya beresiko ya

19 RN 15 perempuan ya beresiko ya

20 AC 16 perempuan ya beresiko ya

21 D 16 perempuan ya beresiko ya

22 OMH 16 perempuan ya beresiko ya

23 JDT 16 laki-laki ya beresiko ya

24 JAS 16 perempuan ya beresiko ya

25 DO 16 laki-laki ya tidakberesiko ya 26 MFP 16 laki-laki tidak tidakberesiko ya

27 SLP 16 perempuan ya beresiko ya

28 S 16 perempuan ya beresiko ya

29 IM 16 perempuan ya beresiko ya

30 SRS 16 perempuan ya beresiko ya

31 S 16 perempuan ya beresiko tidak

32 NZ 16 perempuan ya beresiko ya

33 MPT 16 laki-laki ya tidakberesiko ya

34 PS 16 perempuan ya beresiko ya

35 HN 16 perempuan ya beresiko ya


(12)

37 KARH 16 perempuan ya beresiko ya

38 AHS 16 perempuan ya beresiko ya

39 SSL 16 perempuan ya beresiko ya

40 JFS 16 perempuan ya beresiko ya

41 DFR 16 laki-laki ya beresiko ya

42 YP 16 laki-laki tidak beresiko ya

43 LDW 16 perempuan tidak beresiko ya

44 MHS 16 laki-laki ya beresiko ya

45 NP 16 perempuan ya beresiko ya

46 SN 16 perempuan ya beresiko ya

47 CAP 16 perempuan ya beresiko ya

48 RIS 16 laki-laki ya beresiko ya

49 NLP 15 perempuan ya beresiko ya

50 CS 16 perempuan ya beresiko ya

51 ABG 16 laki-laki ya tidakberesiko ya 52 MM 16 perempuan ya tidakberesiko ya

53 YAH 16 laki-laki ya beresiko ya

54 JCN 15 perempuan tidak beresiko ya

55 TA 15 laki-laki ya beresiko ya

56 YC 15 laki-laki ya beresiko ya

57 AAR 16 perempuan ya tidakberesiko ya

58 AMRS 15 perempuan ya beresiko ya

59 TM 16 perempuan ya beresiko ya

60 BXS 16 perempuan ya beresiko ya

61 NHN 15 laki-laki ya tidakberesiko ya

62 CNB 15 perempuan ya beresiko ya

63 MA 16 laki-laki ya beresiko ya

64 SPW 16 perempuan ya beresiko ya

65 AN 16 perempuan tidak beresiko ya

66 MD 15 laki-laki tidak beresiko ya

67 HA 16 laki-laki ya tidakberesiko tidak

68 D 16 laki-laki ya beresiko ya

69 SRY 16 perempuan tidak beresiko ya

70 RLS 16 perempuan ya beresiko ya

71 DD 15 perempuan ya beresiko ya

72 RN 16 laki-laki ya beresiko ya

73 JFA 16 laki-laki ya tidakberesiko ya 74 EK 16 perempuan tidak tidakberesiko ya

75 JF 16 perempuan ya beresiko ya

76 YNM 16 perempuan ya beresiko ya


(13)

78 DF 15 perempuan ya tidakberesiko ya

79 SS 16 perempuan ya beresiko ya

80 SNFH 15 perempuan tidak beresiko ya

81 R 15 perempuan tidak beresiko ya

82 DAS 15 perempuan ya beresiko ya

83 MAR 15 laki-laki ya beresiko ya

84 RRM 16 laki-laki tidak tidakberesiko ya

85 TMF 15 laki-laki ya beresiko ya

86 NTA 15 perempuan ya beresiko ya

87 PQMD 15 perempuan ya beresiko ya

88 LS 16 laki-laki tidak beresiko ya

89 VH 16 laki-laki ya beresiko ya

90 AFH 15 laki-laki ya beresiko tidak

91 AR 16 perempuan ya beresiko tidak

92 NM 15 perempuan ya beresiko ya

93 AS 16 perempuan tidak beresiko ya

94 NL 16 perempuan ya beresiko ya

95 PPR 16 laki-laki ya beresiko ya

96 DNH 15 perempuan tidak beresiko tidak

97 IF 16 laki-laki ya beresiko tidak

98 YEA 15 laki-laki tidak beresiko tidak

99 TAN 16 perempuan ya beresiko ya

100 SFS 16 laki-laki ya tidakberesiko tidak 101 ZN 16 laki-laki ya tidakberesiko tidak 102 RF 16 laki-laki tidak beresiko tidak

103 NST 15 perempuan tidak beresiko ya

104 GS 15 perempuan ya beresiko tidak

105 WA 15 laki-laki tidak beresiko ya

106 SD 16 perempuan ya beresiko ya

107 IN 16 perempuan tidak beresiko tidak

108 YAP 15 laki-laki tidak beresiko ya

109 IF 15 laki-laki ya beresiko ya

110 ARH 16 laki-laki ya beresiko ya

111 EF 15 laki-laki ya beresiko ya

112 F 15 laki-laki ya beresiko ya

113 RPB 16 laki-laki tidak beresiko ya

114 RS 16 laki-laki tidak beresiko ya

115 AD 16 laki-laki tidak beresiko ya

116 AA 15 laki-laki ya beresiko ya

117 WDIS 15 perempuan tidak beresiko tidak


(14)

119 DP 16 perempuan ya beresiko tidak

120 FK 15 perempuan ya beresiko ya

121 GA 16 perempuan tidak beresiko ya

122 ID 15 perempuan ya beresiko tidak

123 ITL 16 laki-laki tidak beresiko ya

124 IH 15 perempuan tidak beresiko tidak

125 IN 16 perempuan tidak beresiko ya


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, D.A., 1993. Duke Elder’s Practise of Refraction 10th Edition. Edinburgh: Churchill Livingstone.

Almita, et al., 2012. Pengetahuan dan Sikap Siswa/Siswi tentang Teknik Membaca yang Sehat Sebelum dan Sesudah Penyuluhan dalam Rangka Mencegah Miopia di Sekolah Dasar Negri 51 Kota Pekanbaru 2012. Riau. Ilmu Kesehatan Masyakarat Fakultas Kedokteran Riau.

American Optometric Association, 2006. Care of the Patient with Myopia. Lidbergh Blvd: AOA. Available from: http://www.aoa.com.

Baskoro. A. P., 2011. Hubungan Kebiasaan Membaca, Bermain Game, dan Faktor Genetik terhadap Timbulnya Miopia pada Anak SDN 15 Surakarta. Surakarta. Universitas Sebelas Maret.

Chang, G.M.J., 2004. Central Corneal Thickness of Normal-Tension Glaucoma and Non Glaucoma Populations In Ethnic Chinese. Invest Ophthalmol Viss Sci 27: 50-5.

Curtin, B.J., 2002. The Myopia. Philadelphia: Harper and Row. 348-82.

Dandona, R., Dandona, L., Naduvilath, T.J., Srinivas, M., McCarty, C.A., Rao, G.N. 1999 Refractive errors in an urban population in Southern India: The Andra Pradesh Aye Disease Study. Invest Ophtalmol Vis Sci 40:2810-2818.

Fredrick, D.R., 2002. Myopia. University of California. Available from: http://www.bmj.com/cgi/content/extract/324/734/1195.


(16)

Goss, D.A., 2006. Nearwork and myopia (commentary). The Lancet. 356:1456-7.

Hutagalung, A., 2015. Gambaran Faktor Risiko yang Menyebabkan Terjadinya Miopia pada Siswa SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013. Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Ilyas, H.S., 2008. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ilyas, H.S., 2014 Ilmu Penyakit Mata, Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Lubis, Siti Mahreni Insani, 2010. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Manfaat Wortel Sebagai Sumber Antioksidan Alami Untuk Mencegah Katarak di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010. Medan : Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.

Mansjoer, A., 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.

Muhdadani, 1994. Pengaruh Monitor Komputer Terhadap Timbulnya Miopia Pada Operator Komputer. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Mutti, D.O., Mitchell, G.L., Moeschberger, M.L., Jones, L.A., Zadnik, K., 2002 Parental myopia, nearwork, school achievement and children’s refractive error. Investigative Ophtalmology and Visual Science 43(12):3633-3640. Myrowitz, E.H., 2012. Juvenile myopia progression risk factors and inerventions.

Saudi Journal of Ophthalmology 26 : 293-7.

Prafitasari. R., 2011. Kebiasaan Melakukan Aktivitas Melihat Dekat dan Kurangnya Aktivitas Fisik di luar Ruangan sebagai Faktor Risiko Miopi pada Siswa SMPN 1 Jepara. Semarang. Universitas Diponegoro.


(17)

[RISKESDAS] Riset Kesehatan Daerah. 2007. Sumatera Utara: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Sativa, O., 2003. Tekanan Intraokukar Pada Penderita Miopia Ringan dan Sedang. Available from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6380/1/D0300580.Pdf

Seet, B. et al, 2001. Myopia in Singapore: Taking A Public Health Approach. Br J Ophthalmol 85:521-6.

Siregar, N.H., 2012. Karakteristik Penderita Miopia Di Poliklinik Refraksi RSUP. H. Adam malik Medan Tahun 2011. Medan . Fakultas Kedoteran

Universitas Sumatera Utara

Spraul, C.W., Lang G.K. 2000 Optics and refractive errors. In: Lang GK, ed. Opthalmology: A short textbook. New York: Thieme p.423-36.

Tiharyo, I., Gunawan, W., Suhardjo, 2008. Pertambahan Miopia pada Anak Sekolah Dasar Daerah Perkotaan dan Pedesaan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jurnal Oftalmologi Indonesia, 5 (1) : 19-26.

Vaughan, G.D., Asbury, T., Riordan-Eva, P, 2000. Oftalmologi Umum Edisi ke-14. Jakarta: Widya Medika.

Wardani, Retno., 2009. Kelainan Penglihatan/Refraksi Pada Anak. Poliklinik Mata – RSIA Permata Cibubur. Available from:

http://www.permatacibubur.com/en/see.php?id=008&lang=id

White, R., 2005. A Precarious Balance : Genetic Versus Environmental Risk in the Meditation of Myopia. Cross-sections I.


(18)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

1. Miopia adalah suatu penyakit yang menyebabkan penderitanya mengalami penurunan jarak pandang, yaitu penglihatan penderita menjadi kabur bila melihat dengan jarak jauh dan dapat melihat dengan jelas pada jarak dekat.

Cara Ukur : Wawancara Alat Ukur : Kuesioner Skala Ukur : Nominal

2. Usia adalah usia siswa-siswi SMA Negeri 1 Medan kelas X. Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner Skala Ukur : Nominal

3. Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies yaitu perempuan dan laki-laki.

Cara Ukur : Wawancara Alat Ukur : Kuesioner Skala Ukur : Nominal

1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Faktor Genetik 4. Aktifitas bermain

game

5. Nearsightness-work


(19)

4. Faktor genetik adalah adanya riwayat miopia pada salah satu atau kedua orang tua.

Cara Ukur : Wawancara Alat Ukur : Kuesioner Skala Ukur : Nominal

5. Faktor lingkungan adalah tempat dimana seseorang tersebut berkembang, dalam hal ini seperti kegiatan didalam maupun diluar jam sekolah yang membutuhkan jarak melihat dekat.

Cara Ukur : Wawancara Alat Ukut : Kuesioner Skala Ukur : Nominal

Pengukuran pada penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada responden. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala nominal, dimana penggolongan faktor risiko diperoleh dari hasil pengukuran jumlah kuesioner yang diberikan kepada responden.


(20)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif potong lintang ( cross sectional) dengan menggunakan metode survei untuk mengetahui gambaran faktor risiko yang menyebabkan terjadinya miopia pada siswa-siswi SMA Negeri 1 Medan kelas X tahun ajaran 2014/2015.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di SMA Negeri 1 Medan, provinsi Sumatera Utara. Sekolah ini dipilih sebagai tempat yang dilaksanakannya penelitian berdasarkan evaluasi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti. Pada sekolah ini terdapat populasi yang cukup besar. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan selama 2 bulan, yaitu mulai dari 1 September - 31 Oktober 2015.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi yang memakai kacamata dan bersekolah di SMA Negeri 1 Medan kelas X tahun ajaran 2014/2015. Adapun jumlah seluruh siswa-siswi SMA Negeri 1 Medan kelas X tahun ajaran 2014/2015 adalah 660, namun yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 126 siswa.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan metode total sampling, dimana seluruh populasi digunakan sebagai sampel penelitian.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini, yaitu : Kriteria Inklusi


(21)

2. Memakai kacamata atau lensa kontak untuk koreksi myopia. 3. Bersedia menjadi responden.

Kriteria Ekslusi

1. Penderita miopia tetapi tidak melakukan koreksi dengan kacamata.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pada tahap awal, peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan pada institusi pendidikan Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Kemudian permohonan izin yang diberikan, dikirim ke SMA Negeri 1 Medan. Setelah meminta izin, maka peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer, yaitu data yang diperoleh dari kuesioner yang telah diisi oleh siswa/siswi SMA Negeri 1 Medan yang disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Semua data yang terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk tabel. Data yang diperoleh akan dianalisis secara statistik dengan bantuan program komputer analisastatistik.


(22)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

SMA Negeri 1 Medan berada di pusat kota tepatnya bertempat di Jalan Teuku Cik Di Tiro No.1 Medan. SMA ini merupakan salah satu SMA di Medan yang statusnya terakreditasi dengan peringkat A (sangat baik).

Sekolah ini memiliki luas tanah berbentuk persegi dan memiliki satu lapangan. Sebelah timur sekolah ini adalah Sun Plaza, sebelah selatan adalah Dinas Pendidikan Sumatera Utara, dan sebelah utara adalah pertokoan.

Sekolah ini memiliki 35 kelas, 5 ruang laboratorium, perpustakaan, aula serba guna, kantin, mesjid, ruang komite sekolah, ruang tata usaha, ruang guru, ruang pembantu kepala sekolah, dan ruang kepala sekolah. Kegiata belajar berlangsung dari pukul 07.15 WIB hingga pukul 13.45 WIB. Setelah kegiatan belajar ini selesai terdapat kegiatan ekstrakulikuler bagi para siswa

5.1.2. Karakteristik Individu

Dari 660 siswa kelas X tahun ajaran 2014-2015, diketahui yang menderita miopia berjumlah 126 siswa dengan gambaran faktor risiko sebagai berikut : 5.1.2.1. Usia

Tabel 5.1. Distribusi Kasus Berdasarkan Usia

Usia Responden Frekuensi (n) Persentase %

13 1 0.8 %

14 1 0.8 %

15 42 33.3 %

16 82 65.1 %

Total 126 100.0 %

Dari tabel 5.1. diatas diketahui bahwa jumlah kasus miopia pada usia 16 tahun lebih banyak yaitu berjumlah 82 kasus (65.1%), kemudian pada usia 15


(23)

tahun berjumlah 42 kasus (33.3%), kemudian pada usia 13 tahun serta 14 tahun dengan frekuensi yang sama yaitu sebanyak 1 kasus (0.8%).

5.1.2.2. Jenis Kelamin

Tabel 5.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki – laki 52 41.3 %

Perempuan 74 58.7 %

Total 126 100.0 %

Dari tabel 5.2. diatas dijumpai bahwa kasus yang terjadi pada perempuan lebih banyak yaitu 74 kasus (58.7 %), sedangkan pada laki-laki berjumlah 52 kasus (41.3%).

5.1.2.3. Riwayat Keluarga

Tabel 5.3. Distribusi Kasus Berdasarkan Riwayat Keluarga Riwayat Keluarga Frekuensi (n) Persentase (%)

Ada 96 76.2 %

Tidak ada 30 23.8 %

Total 126 100.0 %

Dari tabel 5.3. diatas dapat diketahui bahwa kasus yang memiliki riwayat keluarga lebih banyak yaitu 96 kasus (76.2%), sedangkan yang tidak memiliki riwayat keluarga berjumlah 30 kasus (23.8%).

5.1.2.4. Aktivitas Melihat Jarak Dekat

Tabel 5.4. Distribusi Kasus Berdasarkan Aktivitas Melihat Jarak Dekat/Nearsightness-work

Nearsightness-work Frekuensi (n) Persentase (%)

Berisiko 107 84.9 %

Tidak Berisiko 19 15.1 %


(24)

Dari tabel 5.4. diatas dapat diketahui bahwa kasus yang melakukan aktivitas melihat jarak dekat lebih beresiko yaitu 107 kasus (84.9%), sedangkan yang tidak melakukan aktivitas melihat jarak dekat berjumlah 19 kasus (15.1%).

5.1.2.5. Riwayat Bermain Game

Tabel 5.5. Distribusi Kasus Berdasarkan Riwayat Bermain Game Riwayat Bermain Game Frekuensi (n) Persentase (%)

Ya 109 86.5 %

Tidak 17 13.5 %

Total 126 100.0 %

Dari tabel 5.5. diatas dapat diketahui bahwa siswa yang memiliki riwayat bermain game lebih banyak yaitu 109 kasus (86.5%), sedangkan yang tidak memiliki riwayat bermain game berjumlah 17 kasus (13.5%).

5.2. Pembahasan

Dari tabel 5.1 terlihat miopia berdasarkan umur adalah paling tinggi pada umur 16 tahun. Hal ini sesuai dengan Siregar (2012) yang menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi miopia berdasarkan umur terdapat pada umur 16-30 tahun. Menurut Hutagalung (2015) prevalensi kasus miopia terbanyak pada umur 16 tahun. Hal tersebut menunjukan bahwa usia sekolah memiliki faktor risiko terjadinya miopia seusai dengan penelitian dilakukan oleh Tiharyo, Gunawan, dan Suhardjo pada tahun 2008 yang menunjukkan adanya peningkatan prevalensi miopia pada usia sekolah.

Dari tabel 5.2 terlihat distribusi jenis kelamin menunjukkan lebih banyak adalah perempuan berkisar 58.7 %. Keadaan ini sangat sesuai dengan data penelitian Almita et al pada tahun 2012 yang juga menyebutkan bahwa perempuan lebih berisiko menderita miopia namun penyebab pastinya belum diketahui. Sedangkan menurut Siregar (2012) tingginya harapan hidup pada perempuan menjadikan seolah-olah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk berjenis kelamin laki-laki. Jenis kelamin bukanlah faktor resiko untuk terjadinya miopia.


(25)

Dari tabel 5.3 terlihat distribusi miopia berdasarkan riwayat keluarga sebanyak 76.2 % memiliki faktor genetik miopia. Hal ini sesuai dengan penelitian Goss (2006) prevalensi miopia 33-60% pada anak dengan kedua orang tua miopia, pada anak yang memiliki salah satu orang tua miopia prevalensinya 23-40%, dan hanya 6-15% anak mengalami miopia yang tidak memiliki orang tua miopia.

Tabel 5.4 dilihat bahwa ditrisbusi miopia berdasarkan aktivitas melihat jarak dekat/nearsightness-work bahwa perilaku berisiko mempunyai angka kejadian menjadi miopia sebanyak 84.9%. Hal sesuai dengan Prafitasari (2011) bahwa melakukan aktivitas melihat jarak dekat selama lebih dari 8 jam/hari dan membaca sambil tiduran/tengkurap/membukuk merupakan faktor risiko miopi.

Tabel 5.5 terlihat distribusi miopia berdasarkan riwayat bermain game lebih berisiko pada siswa yang bermain game yaitu sebanyak 86.5%. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Baskoro (2011) pada penelitiannya yaitu siswa yang bermain game sebanyak 72 (86.8%). Bermain game merupakan faktor resiko miopia.


(26)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian, kesimpulan yang diperoleh adalah :

a. Usia miopia pada siswa/siswi SMA Negeri 1 Medan kelas X tahun ajaran 2014-2015 paling banyak pada usia 16 tahun, yaitu berjumlah 82 kasus (65.1%), kemudian pada usia 15 tahun berjumlah 42 kasus (33.3%), kemudian pada usia 13 tahun serta 14 tahun dengan banyak kasus yang sama yaitu sebanyak 1 kasus (0.8%).

b. Kasus miopia pada perempuan yaitu sebanyak 74 kasus (58.7%), sedangkan pada laki-laki sebanyak 52 kasus (41.3%).

c. Siswa/siswi dengan riwayat keluarga miopia lebih beresiko mengalami miopia, yaitu 96 kasus (76.2%), sedangkan pada siswa/siswi tanpa riwayat keluarga miopia hanya 30 kasus (23.8%).

d. Siswa/siswi dengan aktivitas melihat jarak dekat lebih banyak terkena miopia yaitu 107 kasus (84.9%), sedangkan siswa/siswi tanpa aktivitas melihat jarak dekat sebanyak 19 kasus (15.1%).

e. Siswa/siswi dengan riwayat bermain game lebih banyak terkena miopia yaitu sebanyak 109 kasus (86.5%), sedangkan pada siswa/siswi tanpa riwayat bermain game terkena miopia sebanyak 17 kasus (13.5%).

6.1. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka saran-saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

a. Setiap siswa yang mungkin menderita miopia namun belum terdeteksi, terutama yang memiliki riwayat miopia pada orang tuanya agar melakukan pemeriksaan mata atau screening ke dokter mata untuk melakukan pemeriksaan jarak pandang mata


(27)

b. Setiap sekolah membantu menurunkan prevalensi terjadinya miopia, yaitu dengan cara dilakukannya penyuluhan mengenai pentingnya kesehatan mata(berikut jarak yang tepat, posisi yang tepat, lama waktu baca yang tepat,konsumsi sayur dan buah untuk mata, dll) dapat berupa poster atau majalah dinding sehingga siswa/siswi tertarik untuk mengetahuinya.

c. Bagi orang tua agar mengawasi anaknya dalam bermain game. Dan segera melakukan deteksi dini apabila si anak mengeluhkan kondisi matanya.

d. Bagi peneliti lain, agar dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor lain yang merupakan faktor-faktor resiko dari miopia.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Miopia 2.1.1. Definisi

Miopia atau rabun jauh merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai diretina sinar-sinar ini menjadi divergen, membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur (Curtin, 2002).

Miopia disebut dengan rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik (Ilyas, 2008).

Apabila bayangan dari benda yang terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi, maka mata tersebut mengalami miopia, atau penglihatan dekat (nearsight) (Vaughan, 2000).

Untuk mengerti miopia kita perlu mengetahui dasar-dasar dari lensa, kornea, dan retina. Menurut Mansjoer (2001), miopia adalah mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tidak terhingga difokuskan di depan retina.

Apabila mata berukuran lebih panjang daripada normal, maka kesalahan yang terjadi disebut miopia aksial. Apabila unsur-unsur pembias lebih retraktif daripada rerata, maka kesalahan yang terjadi disebut miopia kelengkungan atau miopia retraktif. Titik tempat bayangan paling tajam fokusnya di retina disebut “titik jauh”. Orang dengan miopia memiliki keuntungan dapat membaca titik jauh tanpa kacamata bahkan pada usia presbiopik (Vaughan, 2000).

Miopia merupakan masalah yang cukup penting, tidak hanya karena tingginya prevalensi miopia, tetapi juga karena miopia dapat menyebabkan kebutaan dan meningkatkan resiko untuk kondisi yang mengancam penglihatan (contohnya glaukoma). Karena miopia berhubungan dengan penurunan


(29)

penglihatan jarak jauh jika tidak dilakukan koreksi, miopia dapat membatasi ruang lingkup pekerjaan (American Optometric Association, 2006).

2.1.2. Etiologi

Faktor genetik dapat menurunkan sifat miopia ke keturunannya, baik secara autosomal dominan maupun autosomal resesif. Penurunan secara sex linked sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada miopia yang berhubungan dengan penyakit mata lain atau penyakit sistemik. Pada ras oriental, kebanyakan miopia tinggi diturunkan secara autosomal resesif (Ilyas, 2008). Selain faktor genetik, menurut Curtin (2002) ada 2 mekanisme dasar yang menjadi penyebab miopia yaitu: 1. Hilangnya bentuk mata (hilangnya pola mata), terjadi ketika kualitas gambar dalam retina berkurang; 2. Berkurangnya titik fokus mata maka akan terjadi ketika titik fokus cahaya berada di depan atau di belakang retina. Miopia akan terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang pada saat masih bayi. Dikatakan bahwa semakin dini mata seseorang terkena sinar terang secara langsung, maka semakin besar kemungkinan mengalami miopia. Ini karena organ mata sedang berkembang dengan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan. Akibatnya, para penderita miopia umumnya merasa bayangan benda yang dilihatnya jatuh tidak tepat pada retina matanya, melainkan didepannya (Curtin, 2002).

2.1.3. Klasifikasi

Terdapat beberapa bentuk miopia yaitu miopia aksial, miopia kurvatura, dan perubahan indeks refraksi. (a) Miopia aksial, yaitu terjadinya miopia akibat panjangnya sumbu bola mata (diameter antero-posterior), dengan kelengkungan kornea dan lensa normal; (b) Miopia kurvatura, yaitu terjadinya miopia diakibatkan oleh perubahan dari kelengkungan kornea atau perubahan kelengkungan dari pada lensa seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola mata normal; dan (c) Perubahan indeks refraksi atau miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada penderita diabetes melitus sehingga pembiasan lebih kuat (Ilyas, 2008).


(30)

Menurut Ilyas (2008), derajat beratnya miopia dibagi menjadi miopia ringan, miopia sedang, dan miopia berat atau tinggi. (a) Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri; (b) Miopia sedang dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri; dan (c) Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri.

Menurut Ilyas (2008), perjalanan miopia dikenal dalam bentuk miopia stasioner, miopia progresif, dan miopia maligna. (a) Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa; (b) Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata; dan (c) Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia maligna = miopia degeneratif.

2.1.4. Patofisiologi

Pada saat baru lahir, kebanyakan bayi memiliki mata hiperopia, namun saat pertumbuhan, mata menjadi kurang hiperopia dan pada usia 5-8 tahun menjadi emetropia. Proses untuk mencapai ukuran emetrop ini disebut emetropisasi. Pada anak dengan predisposisi berlanjut, namun mereka menderita miopa derajat rendah pada awal kehidupan. Saat mereka terpajan pada faktor miopigenik seperti kerja jarak dekat secara berlebihan yang menyebabkan bayangan buram dan tidak terfokus pada retina. Miopisasi berlanjut untuk mencapai titik fokus yang menyebabkan elongasi aksial dan menimbulkan miopia derajat sedang pada late adolescence (Fredrick, 2002).

Dua mekanisme patogenesis terhadap elongasi pada miopia yaitu: 1. Menurut tahanan sklera

a. Mesodermal Abnormalitas

Mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat mengakibatkan elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan hal ini, dimana pembuangan sebagian mesenkim sklera dapat menyebabkan terjadi ektasia pada daerah ini karena adanya perubahan tekanan dinding okular (Sativa, 2003).


(31)

b. Ektodermal-Mesodermal

Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa miopia adalah hasil ketidakharmonisan pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan bersamaan ketinggian perkembangan baik koroid maupun sklera menghasilkan peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima, telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina (Sativa, 2003).

2. Meningkatnya suatu kekuatan yang luas a. Tekanan intraokular basal

Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada glaukoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada peningkatan pemanjangan sumbu bola mata (Sativa, 2003).

b. Susunan peningkatan tekanan

Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon terhadap induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stress. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg (Sativa, 2003).

2.1.5. Faktor Risiko

Terdapat dua pendapat yang menerangkan faktor risiko terjadinya miopia, yaitu berhubungan dengan faktor herediter atau keturunan, faktor lingkungan, dan gizi (Ilyas, 2008).

2.1.5.1. Faktor Herediter atau Keturunan

Faktor risiko terpenting pada pengembangan miopia sederhana adalah riwayat keluarga miopia. Beberapa penelitian menunjukan 33-60% prevalensi


(32)

miopia pada anak-anak yang kedua orang tuanya memiliki miopia, sedangkan pada anak-anak yang salah satu orang tuanya memiliki miopia, prevalensinya adalah 23-40%. Kebanyakan penelitian menemukan bahwa ketika orang tua tidak memiliki miopia, hanya 6-15% anak-anak yang memiliki miopia (White, 2005). Penelitian yang dilakukan Gwiazda dan kawan-kawan melaporkan anak yang mempunyai orang tua miopia cenderung mempunyai panjang aksial bola mata lebih panjang dibanding anak dengan orang tua tanpa miopia. Sehingga anak dengan orang tua yang menderita miopia cenderung menjadi miopia dikemudian hari (Jurnal Oftalmologi Indonesia, 2008). Indeks heritabilitas yang tinggi ditemukan dalam studi terhadap anak kembar yaitu dari 75% sampai 94%. Studi dengan jumlah sampel yang besar pada kembar yang monozigot dan dizigot indeks heritabilitasnya diestimasikan sekitar 77% (Myrowitz, 2012).

Penyakit yang terutama disebabkan oleh keturunan ditemukan cenderung memiliki onset yang lebih cepat, terutama pada anggota keluarga, dan banyak gejala klinis yang berat dibandingkan dengan kondisi yang sama tetapi dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hal ini telah digambarkan dengan jelas oleh Liang et al. Peneliti-peneliti ini mempelajari tentang miopia, terutama mengenai dampak dari tingginya miopia akibat keturunan dan hubungannya dengan tingkat keparahan serta awal mula timbulnya miopia (White, 2005).

2.1.5.2. Faktor Lingkungan

Tingginya angka kejadian miopia pada beberapa pekerjaan telah banyak dibuktikan sebagai akibat dari pengaruh lingkungan terhadap terjadinya miopia. Hal ini telah ditemukan, misalnya terdapat tingginya angka kejadian serta angka perkembangan miopia pada sekelompok orang yang menghabiskan banyak waktu untuk bekerja terutama pada pekerjaan dengan jarak pandang yang dekat secara intensive. Beberapa pekerjaan telah dibuktikan dapat mempengaruhi terjadinya miopia termasuk diantaranya peneliti, pembuat karpet, penjahit, mekanik, pengacara, guru, manager, dan pekerjaan-pekerjaan lain (White, 2005).

Selain itu, faktor yang diketahui dapat mempengaruhi miopia adalah pendidikan. Beberapa penelitian secara konsisten menyatakan bahwa terdapat


(33)

hubungan yang kuat antara tingkat pendidikan dan kejadian miopia. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi risiko untuk terjadinya miopia. Goldschmidt melaporkan bahwa angka kejadian miopia pada mahasiswa di Hong Kong dan Taiwan lebih dari 90% dengan derajat miopia rata-rata 4-5 D (White, 2005).

Identifikasi hubungan antara miopia dengan near-working, dengan cara menghubungkan miopia dengan intelektualitas sangatlah rumit. Penelitian oleh Saw et al’s di Singapore menyebutkan bahwa mereka yang memiliki derajat miopia yang tinggi dan rendah banyak terjadi selama masa sekolah. Sebuah pola umum telah dilaporkan pada beberapa peneliti di literatur bahwa anak dengan miopia cenderung memiliki intelektualitas yang lebih tinggi dan hasil belajar yang lebih baik. Kegiatan ektrakulikuler telah teridentifikasi sebagai faktor penyebab yang memungkinkan berkembangnya miopia pada pelajar berdasarkan fakta terdapatnya perbedaan ektrakulikuler yang diikuti oleh siswa di sekolah, yaitu bimbingan belajar atau kelompok belajar yang kegiatannya yaitu membaca (White, 2005). Seiring dengan kemajuan teknologi dan telekomunikasi seperti televisi, komputer, video game dan lain-lain, secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan aktivitas melihat dekat (Tiharyo, Gunawan, dan Suhardjo, 2008).

Konsumsi sayuran dan buah juga dapat mempengaruhi terjadinya miopia. Adapun sayuran dan buah yang diketahui mempengaruhi, yaitu wortel, pisang, pepaya, jeruk, buah merica dan cabai. Hal ini dikarenakan pada sayuran dan buah tersebut memiliki kandungan beta karoten yang tinggi, yang nantinya akan dikonversikan menjadi vitamin A (retinol) untuk tubuh (Lubis, Siti Mahreni Insani, 2010).

2.1.6. Gambaran Klinis

Gejala utama adalah gangguan penglihatan jarak jauh (buram). Tanda-tanda mata miopik antara lain adalah bola mata memanjang, kamera okuli anterior dalam, dan pupil melebar. Pada pemeriksaan dengan funduskopi, pembuluh darah koroid terlihat jelas, atrofi sebagian koroid sehingga sklera tampak terbayang


(34)

putih, cakram optik lebar dan pucat, pada sisi temporal terdapat tanda myopic crescent, sedangkan pada sisi nasal terdapat supertraction crescent. Perubahan degeneratif pada retina biasanya terjadi pada miopia progresif yang sebanding dengan derajat miopia, bercak atrofi putih biasanya timbul di makula, namun perdarahan koroid tiba-tiba dapat menimbulkan bercak bulat merah gelap berbentuk kasar dibagian luar makula (Abrams, 1993).

2.1.7. Diagnosis

Untuk mendiagnosis miopia dapat dilakukan pengukuran status refraksi. Pengukuran status refraksi terlebih dahulu ditentukan dengan penentuan tajam penglihatan. Tajam penglihatan dinilai melalui bayangan terkecil yang terbentuk di retina, dan diukur melalui obyek terkecil yang dapat dilihat jelas pada jarak tertentu. Makin jauh obyek dari mata, maka makin kecil bayangan yang terbentuk pada retina sehingga ukuran bayangan tidak hanya merupakan fungsi ukuran obyek namun juga jarak obyek dari mata (Abrams, 1993). Pemeriksaan kelainan refraksi secara obyektif dilakukan dengan menggunakan retinoskopi untuk melihat refleks fundus dan ultrasonografi (USG) untuk mengukur panjang aksis bola mata sehingga dapat dipastikan bahwa miopia yang terjadi bersifat aksial, namun pemeriksaan dengan USG memerlukan biaya yang relatif mahal (Muhdadani, 1994)

Titik fokal terjauh mata tanpa bantuan berbeda pada individu yang berbeda bergantung pada bentuk kornea. Mata ametropik mempunyai fokus optimal pada penglihatan jauh. Mata ametropik (miopia, hyperopia atau astigmatisma) memerlukan lensa korektif untuk memiliki fokus yang layak untuk melihat kejauhan (Chang, 2004).

Visual acuity sentral diukur dengan pemberian target dengan ukuran yang berbeda yang diperlihatkan pada jarak standar dari mata. Sebagai contoh, Snellen Chart terdiri dari rangkaian huruf acak yang makin lama makin kecil pada tiap barisnya. Tiap baris dirancang dengan jarak yang berkorespondensi, dalam ukuran kaki atau meter, dimana mata normal dapat melihat semua huruf tersebut. Penglihatan dapat diukur pada jarak 20 kaki atau 6 meter, atau pada jarak yang


(35)

dekat, yaitu 14 inci. Untuk tujuan diagnosa, jarak tersebut merupakan perbandingan standart dan selalu dites berbeda pada tiap mata. Angka pertama mewakili jarak tes dalam kaki antara chart dan pasien, dan angka kedua mewakili baris terkecil dari huruf dimana mata pasien dapat melihat dari jarak tes. Penglihatan normal adalah 20/20; 20/60 menandai mata pasien hanya mampu membaca huruf-huruf 20 kaki dan cukup besar untuk mata normal melihat dari jarak 60 kaki. Chart yang berisi numeral dapat digunakan apabila pasien tidak mengerti alphabet latin. Chart E buta huruf digunakan untuk anak-anak atau terdapat gangguan bahasa. Figur E secara acak diputar pada keempat orientasi yang berbeda. Kebanyakan anak dapat dites pada usia 3 setengah tahun (Chang, 2004).

Apabila pasien tidak mampu untuk membaca huruf terbesar pada chart, maka pasien tersebut harus dipindahkan mendekati chart hingga huruf bisa dibaca. Jarak dari chart lalu dicatat pada angka pertama. Visual acuity 5/200 berarti pasien hanya dapat melihat angka terbesar dari 5 kaki. Sebuah mata yang tidak mampu untuk membaca semua huruf lalu dites dengan kemampuan menghitung jari. Pencatatan pada chart yang disebut counting fingers pada 2 kaki mengindikasikan mata hanya mampu menghitung jari yang terletak 2 kaki dari pasien. Apabila menghitung jari tidak memungkinkan, mata masih dapat melihat pergerakan vertikal ke horizontal yang disebut hand motion. Tingkat penglihatan yang lebih rendah berikutnya disebut LP atau light perception. Mata yang tidak mampu mengenali cahaya disebut buta total (Chang, 2004).

2.1.8. Komplikasi

Komplikasi yang disebabkan miopia antara lain: (1) Ablasio retina, resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 D – (-4,75) D sekitar 1/6662. Sedangkan pada (-5) D – (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada miopia rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali (Sativa, 2003); (2) Vitreal Liquefaction dan Detachment, badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat kolagen yang seiring


(36)

pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina (Sativa, 2003); (3) Miopic maculopaty, dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapangan pandang berkurang. Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan pandang (Sativa, 2003); (4) Glaukoma, resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula (Sativa, 2003); (5) Katarak, lensa pada miopia kehilangan transparansi. Bahwa pada orang dengan miopia onset katarak muncul lebih cepat (Sativa, 2003); (6) Skotomata, komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi retina maka akan timbul skotomata (sering timbul jika daerah makula terkena dan daerah penglihatan sentral menghilang). Vitreus yang telah mengalami degenerasi dan mencair berkumpul di muscae volicantes sehingga menimbulkan bayangan lebar di retina yang sangat mengganggu pasien dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan tersebut cenderung berkembang secara perlahan dan selama itu pasien tidak pernah menggunakan indera penglihatannya dengan nyaman sampai akhirnya tidak ada fungsi penglihatan yang tersisa atau sampai terjadi lesi makula berat atau ablasio retina (Abrams, 1993).

2.1.9. Prognosis

Miopia sangat dipengaruhi oleh usia. Setiap derajat miopia pada usia kurang dari 4 tahun harus dianggap serius. Pada usia lebih dari 4 tahun dan terutama 8-10 tahun, miopia sampai dengan -6 D harus diawasi dengan hati-hati. Jika telah melewati usia 21 tahun tanpa progresivitas serius maka kondisi miopia dapat diharapkan telah menetap dan prognosis dianggap baik. Pada derajat lebih


(37)

tinggi, prognosis harus dipertimbangkan dengan hati-hati berdasarkan gambaran fundus dan tajam penglihatan setelah koreksi. Pada semua kasus harus diperhatikan kemungkinan perdarahan tiba-tiba atau ablasio retina (Abrams, 1993).

2.1.10.Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap miopia dapat dilakukan diantaranya dengan : (1) Kacamata, terapi yang diberikan pada pasien yang menderita miopia adalah dengan pemakaian kacamata negatif untuk memperbaiki penglihatan jarak jauh. Perubahan refraksi terkecil dimana kebanyakan klinik merekomendasi perubahan kacamata adalah sekitar -0,5 D (Goss, 2000); (2) Lensa kontak, lensa kontak yang biasanya digunakan ada 2 jenis yaitu, lensa kontak keras yang terbuat dari bahan plastik polimetilmetacrilat (PMMA) dan lensa kontak lunak terbuat dari bermacam-macam plastik hidrogen. Lensa kontak keras secara spesifik diindikasikan untuk koreksi astigmatisma ireguler, sedangkan lensa kontak lunak digunakan untuk mengobati gangguan permukaan kornea. Salah satu indikasi penggunaan lensa kontak adalah untuk koreksi miopia tinggi, dimana lensa ini menghasilkan kualitas bayangan lebih baik dari kacamata. Namun komplikasi dari penggunaan lensa kontak dapat mengakibatkan iritasi kornea, pembentukan pembuluh darah kornea atau melengkungkan permukaan kornea. Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan berkala pada pemakai lensa kontak; (3) Bedah keratoretraktif, mencakup serangkaian metode untuk mengubah kelengkungan permukaan anterior bola mata diantaranya adalah keratotomi radial, keratomileusis, keratofakia, dan epikeratofakia; (4) Lensa intraokuler, penanaman lensa intraokuler merupakan metode pilihan untuk koreksi kesalahan refraksi pada afakia; (5) Operasi laser refraktif, dapat mengurangi kondisi refraksi miopia, namun tidak menurunkan laju kondisi kebutaan karena ablasio retina, degenerasi makula, dan glaukoma akibat miopia derajat tinggi (Fredrick, 2002); (6) Farmakologi, antikolinergik seperti atropin telah digunakan dengan kombinasi kacamata bifokus untuk menghambat progresivitas miopia. Walaupun progresivitas miopia terhambat selama terapi namun efek jangka pendek


(38)

nampaknya dengan perbedaan ukuran tidak lebih dari 1-2 D dan tidak ada kasus miopia patologis yang telah dicegah dengan terapi ini (Seet, 2001); (7) Non-farmakologi, menjaga higiene visual dengan iluminasi yang adekuat, postur tubuh yang nyaman dan alami saat melakukan kerja, dan menghindari kelelahan mata (Abrams, 1993).

2.1.11.Pencegahan

Menurut Curtin (2002) ada cara untuk mencegah terjadinya miopia, yaitu dengan: (1) Mencegah kebiasaan buruk seperti, biasakan anak duduk dengan posisi tegak sejak kecil, memegang alat tulis dengan benar, lakukan istirahat setiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca atau menonton televisi, batasi jam untuk membaca, dan atur jarak membaca buku dengan tepat (kurang lebih 30 sentimeter dari buku) dan gunakan penerangan yang cukup, membaca dengan posisi tidur atau tengkurap bukanlah kebiasaan yang baik; (2) Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk melatih jauh atau melihat jauh dan dekat secara bergantian dapat mencegah terjadinya miopia; (3) Jika ada kelainan pada mata, kenali dan perbaiki sejak awal. Jangan menunggu sampai ada gangguan mata. Jika tidak diperbaiki sejak awal, maka kelainan yang ada bisa menjadi permanen. Contohnya bila ada bayi prematur harus terus dipantau selama 4-6 minggu pertama di ruang inkubator supaya dapat mencegah tanda-tanda retinopati; (4) Untuk anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri tinggi, segera lakukan konsultasi dengan dokter spesialis mata anak supaya tidak terjadi juling. Dan selama mengikuti rehabilitasi tersebut, patuhilah setiap perintah dokter dalam mengikuti program tersebut; (5) Walaupun sekarang ini sudah jarang terjadi defisiensi vitamin A, ibu hamil tetap perlu memperhatikan nutrisi, termasuk pasokan vitamin A selama hamil; (6) Periksalah mata anak sedini mungkin jika dalam keluarga ada yang memakai kacamata; (7) Dengan mengenali keanehan, misalnya kemampuan melihat yang kurang, maka segeralah melakukan pemeriksaan.

Selain Curtin (2002), menurut Wardani (2009) ada cara lain untuk mencegah terjadinya miopia, yaitu dengan: (1) Melakukan pemeriksaan mata secara berkala


(39)

setiap 1 tahun sekali atau sebelum 1 tahun bila ada keluhan (terutama yang telah memakai kacamata); (2) Istirahat yang cukup supaya mata tidak cepat lelah; (3) Kurangi kebiasaan yang kurang baik untuk mata, misalnya membaca sambil tiduran dengan cahaya yang redup. Jarak aman untuk membaca adalah sekitar 30 cm dari mata dengan posisi duduk dengan penerangan yang cukup baik (tidak boleh terlalu silau atau redup). Lampu harus difokuskan pada buku yang dibaca; (4) Jaga jarak aman saat menonton televisi. Jarak yang ideal adalah 2 meter dari layar televisi dan usahakan posisi layar sejajar dengan mata dan pencahayaan ruangan yang memadai; (5) Bila bekerja di depan komputer, usahakan setiap 1-1,5 jam sekali selama 5-10 menit untuk memandang ke arah lain yang jauh, dengan maksud untuk mengistirahatkan otot-otot bola mata. Dan jangan lupa untuk sering berkedip supaya permukaan bola mata selalu basah; (6) Perbanyak konsumsi makanan, baik sayuran maupun buah-buahan yang banyak mengandung vitamin A, C, E dan lutein yang berfungsi sebagai anti-oksidan karotenoid pemberi warna kuning jingga pada sayuran dan buah-buahan; (7) Tidak merokok dan hindari asap rokok, karena rokok dapat mempercepat terjadinya katarak dan asap rokok dapat membuat mata menjadi cepat kering; (8) Gunakanlah sunglasses yang dilapisi dengan anti UV bila beraktifitas di luar ruangan pada siang hari. Hal ini untuk mencegah paparan sinar matahari yang berlebihan oleh karena sinar matahari mengandung sinar ultraviolet (UV) yang tidak baik untuk sel-sel saraf di retina; (9) Aturlah suhu ruangan bila menggunakan pendingin ruangan. Kelembaban yang baik untuk permukaan mata berkisar antara 22-25° C. Jadi bila menggunakan AC jangan terlalu dingin karena penguapan mata menjadi lebih cepat sehingga mata menjadi cepat kering.


(40)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab kebutaan dan hambatan penglihatan saat beraktivitas. Kelainan refraksi antara lain: (a) Presbiopia yaitu gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat kelemahan otot akomodasi dan atau lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa; (b) Ametropia yaitu keadaan pembiasan mata dengan panjang bola mata yang tidak seimbang. Adapun ametropia dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk kelainan, anatara lain: (1) Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak dibelakang retina; (2) Astigmatisma adalah dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada dua garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea; (3) Miopia atau rabun jauh yaitu keadaan dimana panjang bola mata anteroposterior dapat telalu besar atau kekuatan pembiasaan media refraksi terlalu kuat (Ilyas, 2014).

Miopia merupakan salah satu gangguan penglihatan yang memiliki prevalensi tinggi di dunia. Prevalensi miopia telah dilaporkan setinggi 70-90% di beberapa negara Asia, 30-40% di Eropa dan Amerika Serikat serta 10-20% di Afrika (Mutti DO, 2002).

Angka kejadian miopia di dunia terus meningkat, data World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 menunjukkan angka kejadian 10% dari 66 juta anak usia sekolah menderita kelainan refraksi yaitu miopia. Sedangkan di Asia prevalensi miopia lebih tinggi, terutama pada masyarakat Cina dan Jepang. Begitu juga di Taiwan sekitar 4000 anak sekolah didiagnosa mengalami kelainan refraksi pada sebuah survei tahun 1983.

Sedangkan di Indonesia menurut data yang diambil dari Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, memperlihatkan pemakaian kaca mata atau lensa


(41)

kontak untuk melihat jauh menurut provinsi di Sumatera Utara 4,0%, sedangkan severe low vision 0,9%. Dan juga terdapat prevalensi pada siswa/siswi SMA yang memakai kaca mata atau lensa kontak 7,0%, sedangkan severe low vision 0,3%.

Beberapa penelitian mengatakan bahwa miopia dipengaruhi oleh faktor keturunan (genetic) dan kebiasaan menggunakan organ penglihatannya (lingkungan) yaitu aktivitas melihat dekat atau nearwork, seperti membaca dan bermain game yang sedang terkenal dikalangan pelajar. Sehingga teknik membaca (posisi membaca, jarak membaca, lama membaca dan pencahayaan) yang sehat diperlukan untuk mencegah terjadinya miopia sejak dini (Ganong, 2003).

Kejadian penyakit miopia tersebut mempunyai beberapa faktor resiko. Salah satu faktor yang paling penting dalam perkembangan miopia adalah riwayat miopia pada keluarga. Penelitian menunjukkan 33-60% prevalensi miopia adalah pada anak-anak yang memiliki kedua orang tua penderita miopia. Pada anak-anak yang memiliki satu orang tua penderita miopia, prevalensinya adalah 23-40%. Pada anak-anak tanpa riwayat orang tua dengan miopia, prevalensinya hanya 6-15%. Faktor resiko lain yang dapat menyebabkan perkembangan penyakit miopia adalah esophoria pada akomodasi positif, dekat rendah. Melakukan pekerjaan berlebihan dengan pandangan mata jarak dekat juga dapat meningkatkan resiko miopia. Miopia berkaitan dengan waktu yang lebih besar dalam membaca dan melakukan pekerjaan jarak dekat, nilai membaca yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi dan kemampuan akademis yang lebih baik (American Optometric Association, 2006).

Atas dasar latar belakang di atas inilah, peneliti tertarik untuk meneliti Gambaran faktor risiko yang menyebabkan terjadinya miopia pada siswa-siswi SMA Negeri 1 Medan kelas X tahun ajaran 2014/2015.

1.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah gambaran faktor risiko yang menyebabkan terjadinya miopia pada siswa-siswi SMA Negeri 1 Medan kelas X Tahun ajaran 2014/2015?


(42)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran faktor risiko yang menyebabkan miopia pada siswa-siswi SMA Negeri 1 Medan kelas X Tahun ajaran 2014/2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui distribusi miopia berdasarkan jenis kelamin. 2. Mengetahui distribusi miopia berdasarkan riwayat keluarga

3. Mengetahui distribusi miopia berdasarkan aktivitas melihat jarak dekat. 4. Mengetahui distribusi miopia berdasarkan aktivitas bermain game 5. Mengetahui distribusi miopia berdasarkan usia

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti

1. Untuk meningkatkan keilmuan peneliti mengenai miopia dan faktor yang mempengaruhinya.

2. Untuk meningkatkan pengalaman dan ketrampilan peneliti. 3. Untuk menjadi dasar untuk peneliti-peneliti selanjutnya.

1.4.2. Bagi Kalangan Medis

1. Sebagai landasan untuk memberikan informasi bahwa miopia merupakan kelainan refraksi yang cukup serius apabila progresifitasnya tidak dicegah.

2. Sebagai landasan untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.

1.4.3. Bagi Mahasiswa

1. Mengetahui faktor resiko miopia


(43)

ABSTRAK

Latar Belakang : Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab kebutaan dan hambatan penglihatan saat beraktivitas salah satunya adalah miopia. Miopia adalah dengan kelainan refraksi dengan prevalensi tertinggi dengan angka kejadian 10% dari 66 juta anak usia sekolah menderita kelainan refraksi yaitu miopia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya miopia pada siswa/siswi SMA Negeri 1 Medan kelas x tahun ajaran 2014-2015.

Metode: Penelitian ini dilakukan dengan meggunakan metode Deskriptif dengan desain potong lintang. Sampel penelitian ini sebanyak 126 responden adalah siswa/siswi SMA Negeri 1 Medan kelas x tahun ajaran 2014-2015 yang memakai kacamata dan sample penelitian dipilih dengan metode total sampling. Data merupakan data primer dengan menggunakan kuesioner.

Hasil: Berdasarkan hasil penelitian didapatkan prevalensi terbanyak menurut usia adalah usia 16 tahun (65.1%), berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan (58.7%), berdasarkan riwayat keluarga siswa-siswi dengan riwayat keluarga miopia memiliki faktor resiko terbanyak (76.2%), berdasarkan aktivitas melihat jarak dekat siswa-siswi yang melakukan aktivitas melihat jarak dekat lebih beresiko miopia (84.9%), dan siswa-siswi dengan kebiasaan bermain game lebih banyak terkena miopia (86.5%).

Kesimpulan: Dari hasil penelitian, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, aktivitas melihat dekat, dan bermain game merupakan faktor resiko dari miopia.


(44)

ABSTRACT

Background : Refractive disorders is one of the causes of blindness and visual obstacle when on the move one of them is myopia . Myopia is a refractive error with the highest prevalence in the incidence of 10 % of the 66 million school-age children suffer from refractive errors are myopia . This study was conducted to determine the description of the factors that causes myopia in students of SMA Negeri 1 Medan class X 2014-2015 school year.

Methods : This study was done is by using descriptive method with cross sectional design . The research sample of 126 respondents are students of SMA Negeri 1 Medan grade x academic year 2014-2015 who wear glasses and samples were selected by total sampling method . Data is the primary data using questionnaires.

Results : Based on the results, the most prevalent with age is the age of 16 years (65.1 % ) , by sex Most were women ( 58.7 % ) , based on family history students with a family history of myopia risk factors most ( 76.2 % ) , based nearsightness – work students who perform activities closer view more at risk of myopia ( 84.9 % ) , and students with a habit of playing games more exposed myopia ( 86.5 % ). Conclusion : From the research, age, gender, family history, activity look closely, and playing games are the risk factor of myopia.


(45)

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MIOPIA PADA SISWA-SISWI SMA NEGERI 1 MEDAN KELAS X

TAHUN AJARAN 2014-2015

OLEH:

LUTHFI WAL IKRAM 120100297

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(46)

GAMBARAN FAKTOR- FAKTOR YANG MENYEBABKAN MIOPIA PADA SISWA-SISWI SMA NEGERI 1 MEDAN KELAS X

TAHUN AJARAN 2014-2015

KARYA TULIS IMIAH

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

OLEH :

LUTHFI WAL IKRAM 120100297

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(47)

(48)

ABSTRAK

Latar Belakang : Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab kebutaan dan hambatan penglihatan saat beraktivitas salah satunya adalah miopia. Miopia adalah dengan kelainan refraksi dengan prevalensi tertinggi dengan angka kejadian 10% dari 66 juta anak usia sekolah menderita kelainan refraksi yaitu miopia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya miopia pada siswa/siswi SMA Negeri 1 Medan kelas x tahun ajaran 2014-2015.

Metode: Penelitian ini dilakukan dengan meggunakan metode Deskriptif dengan desain potong lintang. Sampel penelitian ini sebanyak 126 responden adalah siswa/siswi SMA Negeri 1 Medan kelas x tahun ajaran 2014-2015 yang memakai kacamata dan sample penelitian dipilih dengan metode total sampling. Data merupakan data primer dengan menggunakan kuesioner.

Hasil: Berdasarkan hasil penelitian didapatkan prevalensi terbanyak menurut usia adalah usia 16 tahun (65.1%), berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan (58.7%), berdasarkan riwayat keluarga siswa-siswi dengan riwayat keluarga miopia memiliki faktor resiko terbanyak (76.2%), berdasarkan aktivitas melihat jarak dekat siswa-siswi yang melakukan aktivitas melihat jarak dekat lebih beresiko miopia (84.9%), dan siswa-siswi dengan kebiasaan bermain game lebih banyak terkena miopia (86.5%).

Kesimpulan: Dari hasil penelitian, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, aktivitas melihat dekat, dan bermain game merupakan faktor resiko dari miopia.


(49)

ABSTRACT

Background : Refractive disorders is one of the causes of blindness and visual obstacle when on the move one of them is myopia . Myopia is a refractive error with the highest prevalence in the incidence of 10 % of the 66 million school-age children suffer from refractive errors are myopia . This study was conducted to determine the description of the factors that causes myopia in students of SMA Negeri 1 Medan class X 2014-2015 school year.

Methods : This study was done is by using descriptive method with cross sectional design . The research sample of 126 respondents are students of SMA Negeri 1 Medan grade x academic year 2014-2015 who wear glasses and samples were selected by total sampling method . Data is the primary data using questionnaires.

Results : Based on the results, the most prevalent with age is the age of 16 years (65.1 % ) , by sex Most were women ( 58.7 % ) , based on family history students with a family history of myopia risk factors most ( 76.2 % ) , based nearsightness – work students who perform activities closer view more at risk of myopia ( 84.9 % ) , and students with a habit of playing games more exposed myopia ( 86.5 % ). Conclusion : From the research, age, gender, family history, activity look closely, and playing games are the risk factor of myopia.


(50)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rezeki, rahmat dan karunia berlimpah yang telah diberikan, tanpa-Nya karya tulis ilmiah ini tidak mungkin dapat terselesaikan. Karya tulis ilmiah ini berjudul “Gambaran Faktor – Faktor yang Menyebabkan Miopia pada Siswa/Siswi SMA Negeri 1 Medan Kelas X Tahun Ajaran 2014-2015” Dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini dimulai dari penentuan judul hingga terbentuk sebuah hasil penelitian, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. Ibu dr. Nurchaliza Hazaria Siregar, Sp.M selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu pengarahan dan masukan yang sangat berguna bagi penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik

3. Ibu dr. Yetty Machrina, M.Kes, dan Ibu dr. Yunnita Sari Pane, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberi ide, kritik dan saran sehingga karya tulis ilmiah ini menjadi lebih baik

4. Ibu dr. Evita Mayasari, M.Kes selaku dosen penasehat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

5. Rasa hormat dan terimakasih yang tidak terhingga penulis persembahkan untuk orang tua penulis, ayahanda Ir. H. Syahrizal Achmad, MT dan ibunda Dra. Hj. Siti Yusra, serta saudara saya M. Yuriza Akbar dan Aziz Achmad atas doa, perhatian dan dukungan tanpa henti yang selama ini dan akan terus penulis terima.


(51)

6. Teman tedekats aya yang selalu mendukung khususnya Prilly Qhistina Mozart Darus, Anif Fauzi Harahap, Budi Pratama Putra, Louis Siagian, Nadhira Lesarina, Sarah Diva, Vido Hawari, Yovina Prastianti, Tengku Faozan Boorcansyah, Prana Prahara Rajagukguk, Ok Faisal Harlan, Fauzan Zaki.

7. Teman – Teman seangkatan di FK USU, Nadiah Masyab, Arif Darmawan, Rian Satria, Umar Ar Rasyidin Lubis, Wahyudhi Simatupang, Rama Dhanianda Siregar, Yovi Eko Azhra, Tengku Mafazi Faruqi, Rezky Prianka Bagaskara, M. Ikhsan Fadillah, Arjumardi Azrah Harahap, Roy Rinaldi Marpaung, M. Yusuf Adira Putra, Hansel Ardy Parulian Tabunan, M. Reza Hakim Nasution, Andrea Agitha Tarigan, Syekh Ahmad Arafat Husain, Baginda Asyraf Hasibuan, Abraham Sihotang, Kiko Michael Valentino Sihombing, M. Arief Fadhillah Aulia, M. Nasir Nasution, Sergio PratamaTarigan, Dimas Sofani Lubis, Farid Maulana Nasution, Milla Shera Perangin-perangin, Ferbrina Fajria, teman-teman angkatan 2012 lainnya, kelompok praktikum B-5, dan teman-teman serta seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bantuan, dukungan, cerita, pengalaman dan keceriaan selama tujuh semester menjalani pendidikan di sini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah berupa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun struktural. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritis dan saran yang membangung demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidan gilmuKedokteran.

Medan, 14 Desember 2015 Penulis,

(Luthfi Wal Ikram) NIM :120100297


(52)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR SKEMA ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 2

1.4.1. Bagi Peneliti... 3

1.4.2. Bagi Kalangan Medis ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Miopia ... 4

2.1.1. Definisi ... 4

2.1.2. Etiologi ... 5

2.1.3. Klasifikasi ... 5

2.1.4. Patofisiologi ... 6

2.1.5. Faktor Risiko ... 7

2.1.5.1. Faktor Herediter atau Keturunan ... 7

2.1.5.2. Faktor Lingkungan ... 8

2.1.6. Gambaran Klinis ... 9

2.1.7. Diagnosis ... 10

2.1.8. Komplikasi ... 11

2.1.9. Prognosis... 12

2.1.10. Penatalaksanaan ... 13

2.1.11. Pencegahan ... 14

BAB 3 KERANGKAN KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep ... 16


(53)

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian ... 18

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian... 18

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 18

4.3.1. Populasi Penelitian... 18

4.3.2. Sampel Penelitian ... 18

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 19

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 19

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 21

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 21

5.1.2. Karakteristik Individu ... 20

5.1.2.1. Usia ... 20

5.1.2.2. Jenis Kelamin ... 21

5.1.2.3. Riwayat Keluarga ... 21

5.1.2.4. Aktivitas Melihat Jarak Dekat ... 21

5.1.2.5. Riwayat Bermain Game ... 22

5.2. Pembahasan ... 22

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 24

6.2. Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 26 LAMPIRAN


(54)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1. Distribusi Kasus Berdasarkan Usia ... 20

Tabel 5.2. Distribusi Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin... 21

Tabel 5.3. Distribusi Kasus Berdasarkan Riwayat Keluarga ... 21 Tabel 5.4. Distribusi Kasus Berdasarkan Aktivitas Melihat Jarak Dekat/

Nearsightnesswork ... 21


(55)

DAFTAR SKEMA

Halaman


(56)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 : Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 3 : Surat Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Concent)

Lampiran 4 : Kuesioner

Lampiran 5 : Surat Ethical Clereance Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian Lampiran 7 : Pengolahan Data SPSS Lampiran 8 : Data Induk


(1)

6. Teman tedekats aya yang selalu mendukung khususnya Prilly Qhistina Mozart Darus, Anif Fauzi Harahap, Budi Pratama Putra, Louis Siagian, Nadhira Lesarina, Sarah Diva, Vido Hawari, Yovina Prastianti, Tengku Faozan Boorcansyah, Prana Prahara Rajagukguk, Ok Faisal Harlan, Fauzan Zaki.

7. Teman – Teman seangkatan di FK USU, Nadiah Masyab, Arif Darmawan, Rian Satria, Umar Ar Rasyidin Lubis, Wahyudhi Simatupang, Rama Dhanianda Siregar, Yovi Eko Azhra, Tengku Mafazi Faruqi, Rezky Prianka Bagaskara, M. Ikhsan Fadillah, Arjumardi Azrah Harahap, Roy Rinaldi Marpaung, M. Yusuf Adira Putra, Hansel Ardy Parulian Tabunan, M. Reza Hakim Nasution, Andrea Agitha Tarigan, Syekh Ahmad Arafat Husain, Baginda Asyraf Hasibuan, Abraham Sihotang, Kiko Michael Valentino Sihombing, M. Arief Fadhillah Aulia, M. Nasir Nasution, Sergio PratamaTarigan, Dimas Sofani Lubis, Farid Maulana Nasution, Milla Shera Perangin-perangin, Ferbrina Fajria, teman-teman angkatan 2012 lainnya, kelompok praktikum B-5, dan teman-teman serta seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bantuan, dukungan, cerita, pengalaman dan keceriaan selama tujuh semester menjalani pendidikan di sini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah berupa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun struktural. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritis dan saran yang membangung demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidan gilmuKedokteran.

Medan, 14 Desember 2015 Penulis,

(Luthfi Wal Ikram) NIM :120100297


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR SKEMA ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 2

1.4.1. Bagi Peneliti... 3

1.4.2. Bagi Kalangan Medis ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Miopia ... 4

2.1.1. Definisi ... 4

2.1.2. Etiologi ... 5

2.1.3. Klasifikasi ... 5

2.1.4. Patofisiologi ... 6

2.1.5. Faktor Risiko ... 7

2.1.5.1. Faktor Herediter atau Keturunan ... 7

2.1.5.2. Faktor Lingkungan ... 8

2.1.6. Gambaran Klinis ... 9

2.1.7. Diagnosis ... 10

2.1.8. Komplikasi ... 11

2.1.9. Prognosis... 12

2.1.10. Penatalaksanaan ... 13

2.1.11. Pencegahan ... 14

BAB 3 KERANGKAN KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep ... 16


(3)

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian ... 18

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian... 18

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 18

4.3.1. Populasi Penelitian... 18

4.3.2. Sampel Penelitian ... 18

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 19

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 19

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 21

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 21

5.1.2. Karakteristik Individu ... 20

5.1.2.1. Usia ... 20

5.1.2.2. Jenis Kelamin ... 21

5.1.2.3. Riwayat Keluarga ... 21

5.1.2.4. Aktivitas Melihat Jarak Dekat ... 21

5.1.2.5. Riwayat Bermain Game ... 22

5.2. Pembahasan ... 22

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 24

6.2. Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 26 LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1. Distribusi Kasus Berdasarkan Usia ... 20 Tabel 5.2. Distribusi Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin... 21 Tabel 5.3. Distribusi Kasus Berdasarkan Riwayat Keluarga ... 21 Tabel 5.4. Distribusi Kasus Berdasarkan Aktivitas Melihat Jarak Dekat/

Nearsightnesswork ... 21 Tabel 5.5. Distribusi Kasus Berdasarkan Riwayat Bermain Game ... 22


(5)

DAFTAR SKEMA

Halaman


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 : Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 3 : Surat Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Concent)

Lampiran 4 : Kuesioner

Lampiran 5 : Surat Ethical Clereance Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian Lampiran 7 : Pengolahan Data SPSS Lampiran 8 : Data Induk