30
Dalam hukum Islam kita mengenal dua sumber hukum utama, yaitu Al- Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Berkaitan dengan penyaluran hawa
nafsu seksual tersebut, ada Hadits Nabi Riwayat Muslim yang menyatakan:
:9 -+
ﺱ a1 b
Qc :9 4WV
= P a 4 9
R - 4ﺵ e_ :9 4WV f g R9 [ 0
E 0O N
I
Artinya: “Dalam pernikahan baru kamu sekalian adalah shodaqoh. Bertanya para sahabat kepada Rasullulah apakah seseorang yang memenuhi
syahwatnya memperoleh pahala? Beliau menjawab sebagaimana pendapatmu jika dilaksanakan dengan cara haram maka ia berdosa,
dan jika ia memenuhinya dengan cara halal maka ia akan memperoleh pahala”. HR: Muslim
Dengan demikian, hubungan kelamin dalam Islam tidak ditabukan, malah akan dapat pahala jika cara melakukannya dengan cara halal, cara-cara hubungan
kelamin secara halal itu hanya dapat dilakukan dalam suatu lembaga perkawinan yang akan mengikat pria dan wanita menjadi hubungan suami-istri dalam suatu
keluarga.
C. Sanksi Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak menurut Hukum Positif
Secara yuridis, pemerkosaan merupakan sebuah kejahatan yang membawa dampak buruk bagi siapapun yang pernah mengalaminya. Ancaman pidana berat
bagi pelaku pemerkosaan dimaksudkan agar Negara memiliki kesempatan untuk memperbaiki sikap dan perilaku terpidana agar tidak berbahaya lagi dan hidup
31
normal di dalam masyarakat serta memberi peringatan kepada masyarakat lain agar tidak melakukan perbuatan serupa.
15
Dari tindak pidana pemerkosaan terhadap anak atau penyimpangan seksual terhadap anak telah ditentukan hukumannya dalam Pasal 287 KUHP :
Ayat 1 “Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar
pernikahan, padahal diketahui atau sepatutnya harus di duga , bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata,
bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
Ayat 2 “Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umurnya
wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal tersebut pasal 291 dan pasal 294”.
Pasal 287 KUHP ini juga terdapat di dalamnya semacam unsur paksaan meskipun paksaan yang bersifat psikis dan tidak dapat dikatakan atas dasar suka
sama suka karena usia perempuan itu belum cukup umurnya atau belum cukup lima belas 15 tahun, kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu
belum masanya untuk kawin, karena itu masuk ke dalam ruang lingkup pemerkosaan. Oleh karena itu pula dalam hal ini karena perbuatan bersetubuh
tersebut dipandang salah dan dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun, seharusya penuntutan dilakukan tidak atas dasar pengaduan. Sama halnya dengan
15
Suryono Ekotama,et al ,Abortus Provocatus Bagi Korban Perkosaaan, Yogyakarta : Universitas Atmajaya,2001, cet. Ke-1, h. 96
32
perbuatan bersetubuh yang dilakukan terhadap perempuan yang umurnya belum sampai 12 tahun.
16
Adanya pemerkosaan terhadap anak tersebut didasarkan pada terbentuknya kejahatan dalam Pasal 287 KUHP, yang maksudnya memberi
perlindungan terhadap kepentingan hukum anak perempuan dari perbuatan- perbuatan yang melanggar kesusilaan, maka tidak rasional apabila anak yang
telah menjadi korban dan dia dikenai pidana. Akan tetapi, apabila pada perbuatan itu dilakukan berdasarkan suka sama suka dan padahal laki-laki itu telah beristri,
maka Pasal 27 BW berlaku bagi laki-laki tersebut, karena keadaan ini telah diketahui oleh wanita pasangan yang bersetubuh itu.
Seperti perbuatan yang dijelaskan di atas, maka wanita tersebut tidak boleh dipidana karena berdasarkan pada Pasal 287 KUHP perbuatannya itu
kehilangan sifat melawan hukum. Jadi di sini terdapat alasan peniadaan pidana di luar undang-undang. Sementara itu, terhadap si pria yang telah beristri ini telah
melakukan dua tindak pidana sekaligus berbarengan yakni Pasal 284 KUHP sebagai pleger pembuat pelaksana dan Pasal 287 KUHP sebagai dader
pembuat tunggal.
17
16
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Jakarta : Bulan Bintang,cet. Ke-1 h. 180-181.
17
Adami Chazawi, S.H, Tindak Pidana Mengenai Kwsopanan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, h.71
33
Selain dalam pasal yang telah disebutkan di atas, terdapat juga dalam pasal lain, yakni Pasal 290 KUHP, yang menyatakan: Diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun; Ayat 1
“Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahui, bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya”.
Ayat 2 “Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal
diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu
dikawin”.
Ayat 3 “Barang siapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya
harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau persetubuhan di luar pernikahan dengan orang lain”.
Tindak pidana pemerkosaan tidak hanya dimuat dalam KUHP, melainkan dalam undang-undang khusus juga dimuat, yaitu di dalam Pasal 81 dan Pasal 82
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 81 menyatakan:
Ayat 1
“Setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun dan denda paling banyak
Rp 300.000.000,- tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp 60.000.000,- enam puluh juta rupiah”.
34
Ayat 2 “Ketentuan pidana sebagaiman dimaksud dalam ayat 1 berlaku
pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan perstubuhan
dengannya atau dengan orang lain”.
Pasal 82 menyatakan: “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakuakan atau membiarkan untuk dilakuakan perbuatan cabul,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,-
tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp 60.000.000,- enam puluh juta rupiah”.
Dilihat dari kedua Hukum Positif di atas yaitu KUHP dan Undang- undang Perlindungan Anak, ancaman sanksi pidana pada Undang-undang
Perlindungan Anak lebih berat dibanding dengan sanksi pidana KUHP. Akan tetapi pemerintah masih lebih mengunakan KUHP dalam memberikan putusan
kepada pelaku, sehingga pelaku tidak jera dari hukuman yang diberikan oleh Majelis Hakim di persidangan.
D. Sanksi Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak dalam Hukum Pidana Islam