Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menghadapi perkembangan jaman pada saat ini, dengan pendidikan seseorang dapat mengikuti arus globalisasi. Dalam dunia pendidikan semua orang dituntut untuk terus berprestasi dan dapat meningkatkan kualitas hidupnya, agar mampu bersaing di era yang semakin maju ini. Tak terkecuali mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi merasakan dampak dari globalisasi, maka dari itu mahasiswa-mahasiswa tersebut dituntut untuk terus meningkatkan prestasi belajarnya. Mahasiswa merupakan peserta didik di perguruan tinggi seperti halnya murid di sekolah lanjutan. Mahasiswa diajarkan ilmu pengetahuan tidak hanya pada teori saja, tetapi lebih pada praktik yang dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja. Dunia kerja lebih memilih lulusan yang memiliki prestasi akademik yang baik. Oleh sebab itu, penting untuk mendapatkan prestasi akdemikbelajar yang baik. Prestasi belajar yang tinggi mampu bersaing dalam dunia kerja atau dapat digunakan sebagai modal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai setelah melalui proses kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar dapat ditunjukkan melalui nilai yang diberikan oleh seorang dosen kepada peserta didik. Setiap kegiatan pembelajaran tentunya mengharapkan prestasi yang maksimal. Prestasi akademik yang di capai seorang mahasiswa merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik dari dalam diri mahasiswa faktor internal maupun dari luar mahasiswa faktor eksternal, pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik di perlukan untuk memahami bagaimana perubahan dalam determinan tersebut berhubungan dengan perubahan prestasi, sehingga pada akhirnya menjadi rekomendasi bagi pengambilan kebijakan dalam pendidikan. Diantara beberapa faktor yang mempengaruhi tersebut, faktor kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa berpengaruh pada prestasi belajarnya. Kecerdasan emosional dianggap berpengaruh terhadap prestasi belajar mahasiswa di perguruan tinggi. Kecerdasan emosional yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja Goleman, 2002 : 17. Dengan memiliki kecerdasan emosional, mahasiswa mampu melatih kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan ini yang mendukung seorang mahasiswa dalam mencapai tujuan dan cita-citanya. Proses belajar di perguruan tinggi bersifat kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient IQ yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Binet dalam buku Winkel 1997:529, hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif. Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi sering ditemukan mahasiswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada mahasiswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada mahasiswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu- satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Selain kecerdasan emosional, perilaku belajar selama di perguruan tinggi juga mempengaruhi prestasi akademik seorang mahasiswa. Kebiasaan atau perilaku belajar mahasiswa erat kaitannya dengan penggunaan waktu yang baik untuk belajar maupun kegiatan lainnya. Roestiah dalam Hanifah dan Syukriy, 2001 bependapat bahwa, belajar yang efisien dapat dicapai apabila menggunakan strategi yang tepat, yakni adanya pengaturan waktu yang baik dalam mengikuti perkuliahan, belajar di rumah, berkelompok ataupun untuk mengikuti ujian. Perilaku belajar yang baik dapat terwujud apabila mahasiswa sadar akan tanggung jawab mereka sebagai mahasiswa, sehingga mereka dapat membagi waktu mereka dengan baik antara belajar dengan kegiatan di luar belajar. Motivasi dan disiplin diri sangat penting dalam hal ini karena motivasi merupakan arah bagi pencapaian yang ingin diperoleh dan disiplin merupakan perasaan taat dan patuh pada nilai-nilai yang diyakini dan melakukan pekerjaan dengan tepat jika dirasa itu adalah sebuah tanggung jawab. Perilaku belajar merupakan faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pencapaian prestasi belajar seseorang. Perilaku belajar yang baik mencakup kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan memantapkan pelajaran, kebiasaan membaca buku, kebiasaan menyiapkan karya tulis dan kebiasaan menghadapi ujian Suryaningrum, 2009 : 3. Perilaku belajar atau kebiasaan belajar merupakan tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Apabila mahasiswa tersebut bisa melakukan proses yang baik dalam belajar, akan mendapatkan hasil yang mereka harapkan, begitu juga sebaliknya, kebiasaan belajar yang buruk akan membuat hasil yang dicapai menjadi tidak maksimal. Dari pengamatan peneliti selama belajar di kampus Universitas Sanata Dharma, khususnya Program Studi Pendidikan Akuntansi, peneliti menemukan gejala-gejala mahasiswa yang diduga memiliki kemampuan kecerdasan emosional yang rendah. Fenomena ini bisa ditangkap melalui cara pergaulan seorang mahasiswa saat melakukan kegiatan belajar- mengajar di kampus yang biasanya datang ke kampus hanya pada saat ada perkuliahan setelah pelajaran selesai mahasiswa tersebut pulang ke rumahkos, tanpa ada keinginan untuk bergaul atau sekedar kumpul- kumpul berbagi informasi dengan teman-teman kampusnya, Hal ini akan membuat mahasiswa tersebut terbiasa dengan kesendirian, tidak bisa bergaul dan akan kekurangan informasi mengenai hal-hal yang mungkin belum diketahui. Ada juga ditemui mahasiswa yang tidak bisa bekerja sama dengan teman-teman kelompoknya ketika ada tugas yang diberikan dosen, padahal sudah jelas-jelas tugas tersebut adalah tugas kelompok untuk dikerjakan bersama-sama. Mahasiswa-mahasiswa yang kecerdasan emosionalnya rendah tidak bisa beradaptasi dengan teman-teman kelasnya, mahasiswa seperti ini sering merasa terasingkan dari teman-temannya, tidak bisa belajar dengan maksimal dikelas. Maka dari itu tidak jarang ada mahasiswa yang pindah ke program studi lainnya karena IPK yang dimiliki tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan studi atau hanya karena sudah merasa tidak nyaman berada di program studi ini. Dengan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan membuat seorang menjadi percaya diri, mampu mengelola perasaan, tidak mudah marah dan berempati dengan sesama, namun di Program Studi Pendidikan Akuntansi tidak demikian adanya, disini masih banyak dijumpai mahasiswa yang kurang percaya diri misalnya ketika presentasi di kelas atau melakukan praktek mengajar di sekolah. Bahkan ada kejadian mahasiswa yang menghilang saat mengikuti program pengalaman lapangan di sekolah yang diadakan kampus untuk mahasiswa yang sudah mengambil mata kuliah program pengalaman lapangan 1 di kampus, ini menandakan ada masalah terkait dengan kecerdasan emosionalnya. Mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosional yang baik akan mudah berkerja sama, dapat mengelola emosinya, mudah bergaul dan mampu fokus pada apa yang diinginkan serta berempati dengan sesama. Hal ini, akan membantu mahasiswa itu untuk meraih prestasi yang baik dalam bidang akademiknya. Selain Kecerdasan emosional, peneliti juga mengamati perilaku belajar yang terjadi di Program Studi Pendidikan Akuntansi yaitu perilaku belajar mahasiswa yang hanya datang, duduk, diam dan menunggu untuk cepat pulang merupakan contoh perilaku belajar yang tidak baik. Jika mahasiswa hanya bisa datang tapi tidak bisa berpartisipasi dalam proses pembelajaran sama saja individu tersebut tidak mendapatkan pengetahuan apa-apa, mereka menganggap perkuliahan hanya formalitas semata tapi yang dicari hanya nilai dan nilai. Dalam proses belajar pun masih banyak terdapat mahasiswa- mahasiswa yang tidak memanfaatkan waktu belajar dengan baik, seperti menunggu teman lainnya mengerjakan tugas latihan yang diberikan dosen lalu mencatat dari hasil pekerjaan temannya, ada juga yang hanya jadi pendengar saat ada yang presentasi, bahkan jika ada tugas pekerjaan rumah pun tidak sedikit mahasiswa yang tidak mengerjakan tugas tersebut karena sudah terbiasa dengan mengcopy hasil pekerjaan temannya. Lalu pada akhirnya ketika ujian ada mahasiswa yang mencontek. Jelas ini merupakan perilaku belajar yang tidak baik jika terus-menerus dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa tersebut. Perilaku belajar yang salah seperti itu akan menyebabkan tingkat pemahaman mahasiswa menjadi dangkal, pengetahuan menjadi terbatas sehingga akan mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa tersebut. Wajar apabila prestasi akademik yang didapat mahasiswa sering tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dikarenakan perilaku belajar yang kurang tepat. Perilaku belajar yang baik adalah kebiasaan dengan menyiapkan buku pelajaran, mengerjakan tugas yang diberikan dosen, mengikuti kuliah dan mengikuti ujian. Dengan menerapkan pelaku belajar yang benar akan menghasilkan prestasi belajar yang baik. begitu juga sebaliknya, perilaku belajar yang kurang tepat, akan menghasilkan prestasi belajar yang kurang maksimal. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji hubungan antara kecerdasan emosional dan perilaku belajar dengan prestasi belajar. Judul penelitian ini adalah “ HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN PERILAKU BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA” penelitian ini merupakan studi kasus di Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

B. Batasan Masalah