Dengan hukum modern atau rasional itu akan dapat dilakukan pengorganisasian pembangunan ekonomi. Sebab salah satu dari ciri hukum modern
adalah penggunaan hukum secara aktif dan sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
52
Pembahasan mengenai pengelolaan BUMN juga memerlukan pendekatan hukum secara aktif agar tujuan di bentuknya BUMN memberikan manfaat pada
masyarakat , cara pendekatan tersebut diharapkan akan menciptakan penerapan keadilan dan kewajaran dan secara proporcional dan dapat pula memberikan manfaat
pada masyarakat, sebagaimana yang disimpulkan Adam Smith, bahwa man continually standing in need of the assistance of others.
53
, akan tetapi pengkajian hukum untuk mengatur pembangunan ekonomi tidak boleh hanya melihat substansi
hukum, tetapi harus juga mengkaji aparatur hukum dan budaya hukum legal culture.
54
B. Landasan Yuridis Pembentukan BUMN
1. Undang Undang No 19 Tahun 2003 tentang BUMN
Ketentuan Pasal 10 ayat 1 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN menetapkan bahwa pendirian BUMN diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai
dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan
52
David M. Trubek, Op. Cit., hal. 4-5. Lihat juga. Lawrence M. Friedman, The Republic of Choice Law, Authority, and Culture, Massachusetts: Harvard University Press, 1990, hal. 97.
53
R.L. Meek, Adam Smith Lectures on Jurisprudence, Indianapolis: Liberty Fund, 1982, hal. 347.
54
Budaya hukum adalah persepsi masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum, pandangan, nilai, ide, dan pengharapan-pengharapan mereka terhadap hukum. Lawrence M. Friedman, American
Law An Introduction, New York, London: W.W. Norton Company, 1984, hal. 6-7.
Menteri Keuangan. BUMN yang berbentuk Persero, organnya adalah RUPS, Komisaris, dan Direksi. Sedangkan untuk Perum, organnya adalah RUPS, Dewan
Pengawas, dan Direksi. Selanjutnya sesuai dengan Pasal 2 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN,
maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah 1 memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional dan penerimaan negara; 2 mengejar
keuntungan; 3 menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang danatau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang
banyak; 4 menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta atau koperasi; dan 5 turut aktif memberikan bimbingan dan
bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. Berdasarkan prinsip-prinsip korporasi, Pemerintah juga dapat memberikan
penugasan penugasan khusus kepada BUMN, namun harus mendapatkan persetujuan dari RUPSMenteri, dan penugasan khusus tersebut dapat ditetapkan melalui
peraturan perundang-undangan.
55
Kepemilikan negara atas BUMN menurut badan hukumnya terdiri atas 4 empat kelompok yaitu: Persero, Perusahaan Umum Perum, Perusahaan Jawatan
Perjan, dan Patungan Minoritas.
56
Lahirnya UU nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN melahirkan sejumlah perubahan mendasar terhadap eksistensi BUMN di Indonesia, antara lain;
57
55
Riant Nugroho D. Ricky Siahaan, BUMN INDONESIA: Isu, Kebijakan, dan Strategi, Jakarta: Gramedia, 2006, hal. 129-143
56
Ibrahim R., Op.Cit, hal. 12
Pertama , UU No.19 Tahun 2003 hanya mengenal dua bentuk BUMN, yakni
Perusahaan Perseroan Persero dan Perusahaan Umum Perum. Dengan demikian, BUMN dalam bentuk Perusahaan Jawatan Perjan akan dibubarkan yang akan
ditetapkan Peraturan Pemerintah. Dalam hubungan ini fungsi kemanfaatan pelayanan umum yang selama ini menjadi tugas Perjan, akan diberikan penugasan
khusus oleh pemerintah kepada Persero atau Perum. Pemberian penugasan khusus fungsi kemanfaatan umum itu kepada Persero maupun Perum harus dengan terlebih
dahulu mendapat persetujuan RUPSMenteri.
Kedua, jika dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya kedudukan dan tugas
Perum melayani kepentingan umum dan sekaligus untuk memupuk keuntungan dan bergerak dibidang yang oleh pemerintah dianggap vital. Dan disamping menjalankan
tugas perusahaan, Perum dapat pula dibebani tugas pemerintahan. Tidak demikian halnya dengan UU No.19 Tahun 2003 , maksud dan tujuan Perum adalah
menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang danatau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat Good Corporate Governance.
Dari konsepsi UU No.19 Tahun 2003 mengenai maksud dan tujuan Perum, maka bidang usaha yang dikelola Perum tidak lagi dibatasi oleh adanya sifat vital
57
Boy Yendra Tamin , REFORMASI BUMN VIDE UU NOMOR 19 TAHUN 2003; Suatu kajian kritis Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Paadang
terhadap bidang yang menjadi usahanya. Ruang gerak Perum menjadi lebih fleksibel, dengan catatan asal penyedian barang dan jasa yang dilakukan Perum harganya
terjangkau oleh masyarakat, tetapi tetap didasarkan pada prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat Good Corporate Governance.
Ketiga, jika dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya Persero melakukan
usaha perusahaan yang bisa dilakukan swasta dan bukan semata-mata tugas pemerintah. Barang-barang yang dihasilkan perusahaan bukan merupakan kewajiban
negara untuk menghasilkannya. Berdasarkan UU UU No.19 Tahun 2003 , maksud dan tujuan BUMN tidak lagi diformulasikan dalam perspektif pemikiran pemerintah
dan swasta. Persero dalam perspektif UU UU No.19 Tahun 2003 tidak ubahnya seperti pada perusahaan swasta. Persero diproyeksikan harus mampu bersaing
dengan perusahaan milik swasta. Persero harus mampu menyediakan barangjasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat. Tujuan ini tentu tidak dapat dipisahkan
dari maksud dan tujuan persero mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai dan kinerja perusahaan sebagaimana pada perusahaan milik swasta, pasal 11 UU No.19
Tahun 2003 juga menentukan berlakunya bagi BUMN segala ketentuan dam prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam UU
No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Keempat, jika dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya , Direksi Perum
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul menteri yang bersangkutan, maka berdasarkan UU No.19 Tahun 2003 pengangkatan dan pemberhentian Direksi Perum
ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan mekanisme dan peraturan perundang-
undangan. Sedangkan bagi Pesero, dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya pengangkatan dan pemberhentian Direktur Utama dan Direktur Persero oleh Menteri
Keuangan selaku RUPS berdasarkan usul menteri. Sedangkan menurut UU No.19 Tahun 2003 pengangkatan pemberhentian Direksi dilakukan oleh RUPS dan dalam
hal Menteri bertindak sebagai RUPS pengangkatan dan pemberhentian Direksi ditetapkan oleh Menteri.
Kelima,
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelumnya anggota Direksi Perum dan Persero diangkat berdasarkan syarat-syarat kemampuan dan
keahlian dalam bidang pengelolaan manajemen perusahaan, memenuhi syarat lainnya yang diperlukan untuk menunjang kemajuan perusahaan yang dipimpinnya
dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disisi lain dalam hal Menteri berpendapat bahwa calon-calon anggota direksi persero yang diusulkan tidak
memenuhi persyaratan yang ditetapkan, maka Menteri Keuangan meminta kepada Menteri Teknis agar diusulkan calon-calon lain. Berbeda halnya dengan UU No.19
Tahun 2003, pengangkatan anggota Direksi Persero dan Perum dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan. Pola pengangkatan direksi serupa ini tidak
dijumpai dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya. Calon anggota Direksi yang dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan oleh
UU No.19 Tahun 2003 diwajibkan menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi. Mekanisme ini juga tidak
dijumpai dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya.
Jika diteliti UU No.19 Tahun 2003 , maka maksud dan tujuan pendirian BUMN tersebut menjadi tidak sama penekanannya antara Persero dan Perum. Dalam
konteks ini maksud dan tujuan pendirian Persero adalah menyediakan barang danatau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan mencari keuntungan
guna meningkatkan nilai dan kinerja perusahaan. Sedangkan maksud dan tujuan pendirian Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan
umum berupa penyediaan barang danatau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
Dengan demikian, tujuan utama dari Persero maupun Perum pada prinsipnya adalah mengejar keuntungan, sekalipun usaha yang dilakukan bertujuan untuk kemanfaatan
umum . Oleh sebab itu, kelahiran UU No.19 Tahun 2003 meletakkan dasar perubahan
yang fundamental terhadap eksistensi BUMN di Indonesia yang selama ini senantiasa dikonsepsikan sebagai implementasi negara Indonesia sebagai negara kesejahteraan.
Dengan dihapusnya Perjan oleh UU No.19 Tahun 2003, maka substansi negara Indonesia sebagai negara kesejahteraan mengalami pembaharuan. Sekaligus bisa jadi
mengalami degradasi apabila ternyata kemudian dalam prakteknya, Persero dan Perum dengan berbagai dalih atau alasan enggan menerima penugasan khusus dari
pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum. Dalam hubungan inilah keberadaan Perjan haruslah dilihat dalam perspektif tugas public service yang
menjadi tanggung jawab pemerintah. Dalam melaksanakan tugas public service dibutuhkan Perjan untuk menjamin terselenggaranya keadilan dan kesejahteraan
rakyat, dimana aspek mengejar keuntungan tidak begitu dipentingkan karena sudah menjadi tanggung jawab pemerintah , jadi penghapusan Perjan semestinya tidak
boleh hanya dilihat hanya karena Perjan sulit menjadi unit usaha yang kompetetif. Hal itu disebabkan perusahaan jawatan tersebut disubsidi pemerintah dan
karyawannya berstatus pegawai negeri sipil. Inilah salah satu sisi penting yang luput dari pertimbangan pembentuk UU No.19 Tahun 2003 dan atas penghapusan Perjan
pemerintah mencarikan berkewajiban untuk mencari solusi dan mengambil kebijakan yang tepat atas dampak dihapuskannya Perjan.
Kecenderungan dari pendirian BUMN dibawah UU No.19 Tahun 2003 tampaknya mengacu atau mengarah pada keberadaan BUMN di negara-negara maju
yang sekarang berbentuk perusahaan Multinasional. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Robert Fabrikan
58
bahwa pada negara-negara maju kebanyakan perusahaan negara BUMN merupakan hasil kesepakatan umum dan lebih penting
lagi adalah pemahaman bahwa sektor-sektor perekonomian itu mempunyai arti strategis yang memerlukan keikutsertaan pemerintah secara lansung. Hanya saja
aspek strategis BUMN itu dalam No.19 Tahun 2003 tidak menjadi ukuran. Intinya apakah BUMN terutama Persero akan bergerak disemua sector perekonomian
strategis atau tidak hal tersebut tergantung pada bidang usahanya. Konsepsi pendirian BUMN yang demikian, tidak bisa lain memang,
pemerintah harus melepaskan kecenderungan intervensinya dalam pengelolaan
58
Katon Y Stefanus, Deregulasi Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah Terhadap BUMN dalam SF.Marbun dkk Ed, Dimensi-dimensi Hukum Administrasi Negara, UII Press 2001, hal 418
BUMN. Pengelolaan BUMN harus diletakkan di atas sendi-sendi Good Coporate Governance, sehingga kian menumbuhkan keyakinan kita bagi tercapainya
optimalisasi peran BUMN untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diinginkan UU BUMN
Secara umum BUMN dapat dikelompokkan sebagai BUMN Pionir, BUMN Strategis, BUMN PSO Public Service Obligation, dan BUMN yang melaksanakan
bisnis murni.
59
BUMN Pionir adalah jenis BUMN perintis yang belum dapat dilaksanakan oleh swasta namun sangat dibutuhkan oleh masyarakat. BUMN
strategis adalah jenis BUMN yang menyangkut kepentingan negara, seperti pertahanan dan keamanan negara. BUMN PSO adalah jenis BUMN pada bidang jasa
dan pelayanan masyarakat yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Ketiga jenisBUMN merupakan BUMN pada sektor non-kompetitif. Sedangkan BUMN yang melaksanakan bisnis
murni adalah jenis BUMN yang berorientasi keuntungan profit dan merupakan BUMN pada sektor kompetitif. Sektor kompetitif adalah sektor yang dapat diperdagangkan, misalnya
industri, penerbangan airlines, budidaya pertanian agriculture, dan kegiatan pendistribusian. Sektor ini sangat memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi
secara cepat dan berarti, sepanjang tidak terdapat distorsi ekonomi secara luas.
60
59 Mas Achmad Daniri, .Aspek Governance Badan Usaha Milik Negara., http:www. governance-indonesia.comindex.php?option=com_contenttask=viewid=63Itemid=2
60 Bismar Nasution, Privatisasi: Menjual atau Menyehatkan. Makalah disampaikan pada Seminar Program dan Kebijakan Kementerian BUMN 2004 dengan topik: .Restrukturisasi dan
Privatisasi BUMN, Manfaat dan Tantangannya dalam Upaya Meningkatkan Kinerja BUMN., tanggal 4 September 2004, di Ruang IMTGT Biro Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan. Lihat juga
Sunita Kikeri, Jhon Nellis, Mary Shirley, Op.Cit., hal. 4.
2.
Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara
Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2005 mengatur hubungan antara Menteri, Menteri Keuangan dan Menteri Teknis dalam hal pendirian, pengurusan,
pengawasan dan pembubaran BUMN. Ketentuan Pasal 4 Ayat 1 nenyebutkan bahwa Pendirian BUMN meliputi:
a. pembentukan Perum atau Persero baru; b. perubahan bentuk unit instansi pemerintah menjadi BUMN;
c. perubahan bentuk badan hukum BUMN; atau d. pembentukan BUMN sebagai akibat dari peleburan Persero dan Perum.
Selanjutnya dalam ayat 2 disebutkan Pendirian Persero dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perseroan Terbatas.
Ketentuan tersebut menunjuk Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai dasar dari pembentukan BUMN Persero.
Namun terdapat pengecualian yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 mengenai pendirian Perseroan, ketentuan Pasal 7 ayat 7 huruf a UU No. 40 Tahun
2007 menyebutkan bahwa ketentuan yang mewajibkan perseroan didirikan oleh 2 dua orang atau lebih sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 , dan ketentuan dalam
ayat 5, serta ayat 6 tidak berlaku bagi perseroan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara , terhadap Badan Usaha Milik Negara dibenarkan kepemilikan
tunggal atas saham oleh Pemerintah .
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan Persero dan Perseroan Terbatas yang sebahagian sahamnya dimiliki oleh
Pemerintah Indonsia , kewenangan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara adalah sebagai pemegang saham atau Rapat Umum Pemegang Saham RUPS.
61
C. Pengaturan Kekayaan Negara Yang Dipisahkan
Landasan hukum yang digunakan dalam pelaksanaan dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan adalah sebagai berikut :
1. Pasal 23 dan Pasal 33 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. 2.
UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara 3.
UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN 4.
Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. 5.
UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas . 6.
Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 Tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan
Persero, Perusahaan Umum Perum, dan Perusahaan Jawatan Perjan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara Lembaran Negara Tahun 2003
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4305;
61
Pasal 1 huruf a PP No. 64 tahun 2001 tentang pengalihan kedudukan, tugas dan wewenang Menteri Keuangan pada perusahaan Perseroan Persero, Perusahaan UmumPerum dan
Peerusahaan Jawatan Perjan kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 Tentang Pelimpahan
Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan Persero, Perusahaan Umum Perum, dan Perusahaan Jawatan
Perjan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang Privatisasi Perusahaan Perseroan Persero;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Usaha Milik Negara;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tatacara Penyertaan
dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara 10.
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.
ayaan egara Yang Dipisahkan Ruang lingkup pelaksanaan dan pengelolaan kekayaan negara meliputi:
1. Penyertaan Modal Negara PMN Pengelolaan kekayaan negara dimulai sejak adanya usul inisiatif baik yang
diajukan oleh Menteri Negara BUMN, Menteri Keuangan atau Menteri Teknis, yang meliputi:
a. PMN dalam rangka pendirian BUMN.
b. PMN dalam rangka Penambahan Modal pada BUMN.
c. PMN dalam rangka Public Service Obligation PSO, meskipun tidak selalu
PSO yang diserahkan Pemerintah kepada BUMN dilaksanakan dengan bentuk
PMN, karena peraturan perundang undangan memungkinkan dilakukannya PSO dengan cara memberikan konpensasi.
d. PMN dalam rangka pengurangan Modal, dimana dana yang diperoleh dari
pengurangan modal Pemerintah pada BUMN ini digunakan untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau digunakan untuk
penyertaan modal atau tambahan PMN pada tahun anggaran yang sama . 2. Privatisasi BUMN
a. Initial Public Offering
b. Secondary Public Offering;
c. Right Issue.
3. Divestasi BUMN a.
Divestasi pada BUMN Lain b.
Divestasi pada Strategic Partner; c.
Divestasi pada Pemerintah Daerah. 4. Kekayaan Awal pada Badan Hukum Milik Negara
a. Kekayaan Awal pada Perguruan Tinggi b. Kekayaan Awal pada Badan Pelaksana Migas
5. Kekayaan Awal pada Badan Pelaksana Harian Migas. Adapun tujuan dari dilakukan penyertaan modal Negara dari Pemerintah
Republik Indonesia kepada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya yaitu: 1.
Optimalisasi Barang Milik Negara;
2. Mendirikan, mengembangkanmeningkatkan kinerja BUMN, BUMD, dan Badan
Hukum lainnya. Sedangkan pertimbangan dilakukannya penyertaan modal Negara dari Pemerintah
Republik Indonesia kepada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya yaitu: 1.
Dalam rangka pendirian danatau mengembangkanmeningkatkan kinerja BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya;
2. Dalam rangka mendukung BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya untuk
menjalankan tugas Kewajiban Pelayanan Umum yang diberikan oleh Pemerintah;
3. Yang diusulkan merupakan proyek selesai kementerianlembaga yang dari awal
pengadaannya telah diprogramkan untuk diserahkan pengelolaannya pada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya;
4. Kekayaan negara yang tidak dipisahkan tersebut menjadi lebih optimal apabila
dikelola oleh BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya. Sumber penyertaan modal Negara dapat berasal dari :
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN atau Kekayaan Negara yang
tidak Dipisahkan, berupa : a. APBN Tunai
b. Proyek Selesai c. Piutang Negara
d. Aset Negara Lainnya 2. Kapitalisasi Cadangan
3. Sumber Lainnya. Penyertaan modal negara adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik
Negara yang semula merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modalsaham negara
pada Badan Usaha Milik Negara BUMN, Badan Usaha Milik Daerah BUMD, atau Badan Hukum lainnya yang dimiliki NegaraDaerah.
Tujuan dilakukannya Penyertaan Modal Negara adalah, agar Barang Milik Negara dijadikan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dalam rangka pendirian,
pengembangan, dan peningkatan kinerja Badan Usaha Milik NegaraDaerah atau Badan Hukum lainnya yang dimiliki NegaraDaerah.
Barang Milik Negara yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi Badan Usaha Milik NegaraDaerah atau Badan
Hukum lainnya yang dimiliki NegaraDaerah dalam rangka penugasan pemerintah dengan pertimbangan Barang Milik Negara tersebut akan lebih optimal apabila
dikelola oleh Badan Usaha Milik NegaraDaerah atau Badan Hukum lainnya yang dimiliki NegaraDaerah, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.
Barang Milik Negara yang dapat dilakukan Penyertaan Modal Pemerintah: 1.
tanah dan atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang . 2.
tanah dan atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah pusat sesuai yang tercantum dalam
dokumen penganggarannya . 3.
selain tanah dan atau bangunan.
Pihak-pihak yang dapat melaksanakan penyertaan modal pemerintah pusat adalah:
a. Pengelola Barang, untuk tanah danatau bangunan yang berada pada Pengelola Barang.
b. Pengguna Barang, dengan persetujuan Pengelola Barang untuk: 1
Barang Milik Negara berupa tanah danatau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah pusat
sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran; 2
Barang Milik Negara selain tanah danatau bangunan. c. Pihak-pihak yang dapat menerima penyertaan modal pemerintah pusat
1 Badan Usaha Milik Negara,
2 Badan Usaha Milik Daerah,
3 Badan Hukum lainnya yang dimiliki NegaraDaerah.
Tata cara pelaksanaan penyertaan modal pemerintah pusat yaitu Barang Milik Negara berupa tanah danatau bangunan pada Pengguna Barang yang dari awal
pengadaannya, sebagaimana
tercantum dalam
dokumen penganggarannya,
direncanakan untuk disertakan sebagai penyertaan modal pemerintah pusat. Pengguna Barang membentuk tim internal yang bertugas antara lain:
a menyiapkan kelengkapan data administrasi sekurang-kurangnya meliputi:
1. dokumen anggarannya.
2. nilai realisasi pelaksanaan anggaran,
3. hasil audit aparat pengawas fungsional pemerintah,
4. berita acara serah terima pengelolaan sementara dari Pengguna Barang
kepada penerima penyertaan modal pemerintah pusat. b. melakukan pengkajian.
c menyampaikan laporan hasil kerja tim kepada Pengguna Barang. Selanjutnya Pengguna Barang mengajukan usulan kepada Pengelola Barang
dengan disertai: a
penjelasanpertimbangan mengenai usul dimaksud, b
kelengkapan data administrasi tersebut dalam butir a.1, c
hasil kajian tim internal. Pengelola Barang melakukan pengkajian mengenai kelayakan usul Pengguna
Barang. Dalam hal berdasarkan kajian tersebut pada butir c, Pengelola Barang menganggap usulan tersebut layak, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan
penyertaan modal pemerintah pusat dimaksud dan menyiapkan rancangan peraturan pemerintah tentang penyertaan modal tersebut. Persetujuan tersebut dalam butir d
mencantumkan nilai Barang Milik Negara yang akan dijadikan penyertaan modal pemerintah pusat, yang perhitungannya didasarkan realisasi pelaksanaan anggaran
setelah mempertimbangkan hasil audit. Dalam hal nilai penyertaan modal dimaksud di atas Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah, Pengelola Barang mengajukan
permintaan persetujuan kepada Presiden disertai dengan rancangan peraturan pemerintah mengenai penetapan modal negara dimaksud untuk ditetapkan Presiden.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang penetapan penyertaan modal pemerintah pusat, Pengguna Barang melakukan serah terima barang dengan penerima
penyertaan modal pemerintah pusat yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang. Pengguna Barang menerbitkan keputusan penghapusan Barang Milik Negara
dari Daftar Barang Pengguna dan Pengelola Barang menerbitkan keputusan penghapusan Barang Milik Negara dari Daftar Barang Milik Negara berdasarkan
berita acara serah terima barang tersebut Barang Milik Negara berupa tanah dan atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang. Pengelola Barang mengkaji perlunya
penyertaan modal pemerintah pusat sesuai dengan tujuan dan pertimbangan penyertaan modal sebagaimana dimaksud Romawi II dan III dengan melibatkan
Badan Usaha Milik NegaraDaerah dan Kementerian NegaraLembaga yang bertanggungjawab di bidang pembinaan Badan Usaha Milik NegaraDaerah. Usulan
penyertaan modal dapat diajukan Pengguna Barang kepada Pengelola Barang. Dalam mengajukan usulan tersebut pada butir b, Pengguna Barang harus
menyampaikan perhitungan
kuantitatif yang
mencantumkan perbandingan
keuntungan bagi pemerintah atas penyertaan modal dengan salah satu cara lain dalam pemanfaatan Barang Milik Negara. Pengelola Barang mengkaji kelayakan usulan
Pengguna Barang untuk menentukan disetujui atau tidaknya usulan dimaksud. Dalam hal usulan tidak disetujui, Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna
Barang disertai alasannya. Dalam hal usulan disetujui, Pengelola Barang membentuk tim yang anggotanya terdiri dari Pengelola Barang, wakil dari instansi yang
bertanggung jawab dalam pembinaan penerima penyertaan modal, serta dapat
melibatkan wakil dari instansi teknis yang berkompeten dan wakil dari calon penerima penyertaan modal.
Tim bertugas untuk melakukan penelitian atas tanah danatau bangunan yang akan dijadikan penyertaan modal, serta menyiapkan hal-hal yang bersifat teknis
dalam pelaksanaan penyertaan modal tersebut. Pengelola Barang menugaskan penilai untuk melakukan perhitungan nilai tanah danatau bangunan yang akan dijadikan
penyertaan modal. Penilai menyampaikan laporan hasil penilaian kepada Pengelola Barang melalui Tim. Tim menyampaikan kepada Pengelola Barang laporan hasil
pelaksanaan tugas termasuk usulan nilai Barang Milik Negara yang akan disertakan sebagai modal berdasarkan laporan hasil penilaian. Berdasarkan laporan tim,
Pengelola Barang menetapkan nilai Barang Milik Negara yang akan disertakan sebagai modal menyusun rancangan peraturan pemerintah tentang penyertaan modal.
Dalam hal penyertaan modal tersebut memerlukan persetujuan DPR, maka: 1.
Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada DPR; 2.
berdasarkan surat persetujuan dari DPR, Pengelola Barang mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang penyertaan
modal pemerintah kepada Presiden untuk ditetapkan. Dalam hal nilai penyertaan modal di atas Rp10.000.000.000,00 sepuluh
miliar rupiah, Pengelola Barang mengajukan permintaan persetujuan kepada Presiden disertai rancangan peraturan pemerintah mengenai penetapan modal negara
untuk ditetapkan Presiden.
Dalam hal nilai perolehan Barang Milik Negara di atas Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah sampai dengan Rp100.000.000.000,00 seratus miliar rupiah,
Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan penyertaan modal pemerintah pusat kepada presiden disertai, rancangan peraturan pemerintah tentang penyertaan
modal pemerintah untuk ditetapkan. Dalam hal Barang Milik Negara dari awal perencanaan pengadaannya diperuntukan sebagai penyertaan modal pemerintah pusat
sesuai dokumen anggarannya, tidak diperlukan persetujuan DPR. Dalam hal nilai perolehan Barang Milik Negara tersebut di atas
Rp100.000.000.000,00 seratus miliar rupiah, maka Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan penyertaan modal pemerintah pusat kepada DPR.
Berdasarkan surat persetujuan dari DPR, Pengelola Barang mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang penyertaan modal pemerintah kepada Presiden untuk
ditetapkan. Setelah syarat-syarat yang ditentukan Undang-Undang terpernuhi maka:
1. Pengelola Barang menerbitkan keputusan pelaksanaan penyertaan modal;
2. berdasarkan keputusan tersebut, Pengelola Barang menyampaikan rancangan
peraturan pemerintah tentang penyertaan modal pemerintah pusat kepada Presiden untuk ditetapkan.
3. Setelah peraturan pemerintah tentang penyertaan modal telah ditetapkan,
Pengelola Barang melakukan serah terima barang dengan penerima penyertaan modal pemerintah pusat, yang dituangkan dalam berita acara serah
terima barang.
4. Berdasarkan berita acara serah terima barang, Pengelola Barang menerbitkan
keputusan penghapusan Barang Milik Negara dari Daftar Barang Milik Negara.
Dalam pelaksanaannya Pengguna Barang melakukan inventarisasi Barang Milik Negara selain tanah danatau bangunan, yang direncanakan untuk dijadikan
penyertaan modal pemerintah pusat, serta identifikasi pihak penerimaan penyertaan modal berdasarkan tujuan dan pertimbangan . Pengguna Barang melakukan persiapan
penyertaan modal pemerintah pusat dengan membentuk tim internal yang bertugas antara lain menyiapkan kelengkapan data administrasi dan melakukan penelitian
mengenai Barang Milik Negara yang akan disertakan sebagai penyertaan modal pemerintah pusat.
Pengguna Barang mengajukan usulan penyertaan modal pemerintah pusat atas Barang Milik Negara selain tanah danatau bangunan tersebut dalam huruf a kepada
Pengelola Barang. Pengelola Barang melakukan kajian dan penelitian atas usulan Pengguna Barang untuk menentukan kesesuaian usulan dengan tujuan dan
pertimbangan Pengelola Barang mengkaji usulan Pengguna Barang untuk menentukan disetujui atau tidaknya usulan dimaksud. Dalam hal usulan tidak
disetujui Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna Barang disertai dengan alasannya. Dalam hal usulan disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat
persetujuan penyertaan modal pemerintah pusat. Pengguna Barang menindaklanjuti persetujuan penyertaan modal pemerintah pusat dengan membentuk tim yang
anggotanya terdiri dari unsur Pengelola Barang, Pengguna Barang, instansi teknis yang berkompeten, dan penerima penyertaan modal pemerintah pusat.
Tim bertugas untuk melakukan penelitian atas Barang Milik Negara yang akan dijadikan penyertaan modal, serta menyiapkan hal-hal yang bersifat teknis
dalam pelaksanaan penyertaan modal tersebut. Setelah peraturan pemerintah tentang penyertaan modal pemerintah pusat ditetapkan, Pengguna Barang melakukan serah
terima barang dengan penerima penyertaan modal pemerintah pusat yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang. Berdasarkan berita acara serah terima
barang, Pengguna Barang melakukan penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dengan menerbitkan keputusan penghapusan Barang Milik Negara.
Pengguna Barang menyampaikan laporan kepada Pengelola Barang disertai dengan berita acara serah terima barang dan keputusan penghapusan. Berdasarkan
laporan tersebut , Pengelola Barang menghapuskan dari Daftar Barang Milik Negara dengan menerbitkan keputusan penghapusan barang apabila barang tersebut ada
dalam Daftar Barang Milik Negara.
BAB III STATUS HUKUM KEKAYAAN BUMN YANG MENJADI OBJEK