Pelaksanaan Gadai Emas Pada Pt. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh Menurut Hukum Islam

(1)

PELAKSANAAN GADAI EMAS PADA PT. BANK SYARIAH

MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU MEULABOH

MENURUT HUKUM ISLAM

TESIS

Oleh:

RIDWAN BASYIR

087011099/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PELAKSANAAN GADAI EMAS PADA PT. BANK SYARIAH

MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU MEULABOH

MENURUT HUKUM ISLAM

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIDWAN BASYIR

087011099/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PELAKSANAAN GADAI EMAS PADA PT. BANK

SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG

PEMBANTU MEULABOH MENURUT HUKUM ISLAM

Nama Mahasiswa : Ridwan Basyir

NIM : 087011099

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, M.A) Ketua

(Prof. Dr. Sunarmi, S.H.M.Hum) (Prof.Dr. Tan Kamello, S.H.,M.S)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Hukum

Magister Kenotariatan

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, S.H.M.Hum)


(4)

Telah diuji Pada

Tanggal : 1 April 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, M.A Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum

2. Prof.Dr. Tan Kamello, S.H., M.S

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum


(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Ridwan Basyir

NIM : 087011099

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PELAKSANAAN GADAI EMAS PADA PT. BANK

SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU MEULABOH MENURUT HUKUM ISLAM

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apa pun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak mana pun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, Juli 2011 Yang membuat Pernyataan

Nama : Ridwan Basyir NIM : 087011099


(6)

ABSTRAK

Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi menyalurkan pinjaman dana bagi masyarakat. Pinjaman yang diberikan oleh perbankan yaitu dengan sistem bunga. Hal ini tidak terlepas dari tujuan lembaga keuangan perbankan tersebut yaitu memperoleh keuntungan. Indonesia merupakan negara mayoritas muslim, dan dalam aktivitas perekonomian membutuhkan sistem yang berlandaskan pada ketentuan syariat Islam. PT. Bank Syariah Mandiri merupakan salah satu lembaga keuangan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariat Islam. Salah satu produk pembiayaan pada Bank syariah adalah pelayanan jasa gadai emas BSM dengan sistem syariah. Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Meulaboh dan bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Meulaboh.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis karena metode yang digunakan untuk menggambarkan, menelaah dan menjelaskan ketentuan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian menghubungkan dengan keadaan atau fenomena dalam praktek. Jenis penelitian yang diterapkan ialah yuridis normatif sebagai pendekatan masalah dengan melihat hubungan antara pelaksanaan gadai pada PT. Bank Syariah Mandiri, serta menganalisis dengan ketentuan berdasarkan hukum Islam, yang telah menjadi acuan dari berbagai kepentingan yang berhubungan dengan gadai syariah.

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa gadai emas pada BSM dilaksanakan oleh nasabah untuk memperoleh pinjaman dana dari Bank dengan cara menggadaikan benda jaminan berupa emas. Pelunasannya dapat dilakukan dengan cara membayar sekaligus atau dengan cicilan selama jangka waktu yang telah ditentukan oleh Bank. Apabila nasabah tidak dapat melunasi utangnya, maka pihak Bank akan melakukan penjualan/mengeksekusi barang jaminan untuk melunasi utang nasabah tersebut. Ditinjau menurut hukum Islam bahwa pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri adalah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dapat dilihat dari ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah, maka BSM merupakan salah satu Bank syariah yang dalam menjalankan produk usaha gadai sesuai dengan prinsip-prinsip syariah islam.

Dari hasil penelitian di atas dapat diberikan saran antara lain agar pelaksanaan gadai emas BSM dengan sistem syariah dapat dilaksanakan dengan prosedur yang tidak berbelit-belit dalam hal penyaluran dana pinjaman kepada nasabah melalui produk gadai emas dan diharapkan penerapan sistem gadai emas BSM berdasarkan pada prinsip syariat islam dan terhindar dari praktek riba.


(7)

ABSTRACT

Banking is one of the financial institutions which functions to grant loans to public. The loans have an interest system since they are closely related to the banking as a financial institutions; that is, to gain profit. Indonesia is a country with is based on the Islamic canon law. PT Bank Syariah Mandiri (BSM) is one of the financial institutions which is based on the Islamic principles. One of its services is BSM gold pawning service which is also based on the Islamic canon law. The aim of this research was to know the implementation of the gold pawning system at the KCP (branch office) PT Bank Syariah Mandiri, Meulaboh, and to know whether there is a reletionship between gold pawning system and the Islamic prinsiples.

This research was analytical descriptive because the method used in this research was to describe, analyze, and explain the Islamic principles and the legal provision and their reletionship with what was being practiced in the field. The type of the research was judicial normative approach which was aimed to see the implementation of the gold pawning system at PT Bank Syaiah Mandiri and to analyze its reletionship with the Islamic canon law which has become the reference of various cases which dealt with syariah pawn system.

The result of the research showed that the clients who wanted to get the loan from the BSM through gold pawning system had to pawn their gold collaterals. They could pay off their loans or by installment system the bank would the period of the installment. The bank would foreclose or sell the collaterals if the client could not pay off their loans at the required time. Viewed from the Islamic canon law, the gold pawning system at PT Bank Syariah Mandiri is valid. According to Syariah Banking Law, Bank Syariah runs its business which is based on syariah principles; therefore, the gold pawning system at PT Bank Syariah Mandiri is in accordance with the Islamic canon law.

It was recommended that in the gold pawning system, the management of PT Bank Syariah Mandiri should facilitate the loan system to its client and comply with the Islamic principles in its implementation so that the practice of usury can be avoided.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan tesis ini guna memenuhi salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus penguji yang telah memberikan dukungan, semangat, dan masukan kepada penulis;

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis;


(9)

5. Bapak Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, M.A., selaku Ketua komisi pembimbing yang selalu memberi semangat, arahan serta kritik yang membangun kepada penulis;

6. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum., selaku pembimbing yang selalu memberi arahan serta kritik yang membangun kepada penulis;

7. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H. MS., selaku pembimbing yang selalu memberi arahan serta kritik yang membangun kepada penulis;

8. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Seluruh Staf Pegawai Administrasi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, selaku para pihak yang selalu membantu selama penulis menyelesaikan urusan besar dan urusan kecil yang berhubungan dengan perkuliahan.

10.Ayahanda Ir. H. Imran Usman dan Ibunda Hj. Nurmalawati, selaku orang tua terbaik yang selalu mendoakan penulis, sabar, tulus, ikhlas, dan tabah dalam segala hal dari dulu, sekarang, esok, dan selamanya menjadi bagian terindah dalam hidup penulis;

11.Abang (Fadhlul Rahman), Kakak (Hafidhah Kausar, S.T), dan Adik (Badriah Munira, S.T), yang telah menjadi motivasi untuk menyelesaikan studi dalam penulisan tesis ini;


(10)

12.Rekan-rekan satu angkatan 2008 pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan moral maupun material kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini;

13.Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu memberikan data informasi sehingga dapat digunakan dalam penulisan dan penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun substansi yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi penyempurnaan penulisan tesis ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan juga bagi pembaca pada umumnya.

Amien Ya Rabbal ‘Alamin

Medan, Maret 2011 Penulis,


(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Ridwan Basyir

Tempat/Tanggal Lahir : Banda Aceh/17 Juli 1982

Alamat : Jl. Prada Utama lr. Kepala No. 4, Lam Gugob Banda Aceh

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Belum Menikah

II. DATA ORANG TUA

Nama Ayah : Ir. H. Imran Usman

Nama Ibu : Hj. Nurmalawati

III. PENDIDIKAN

1. SD : MIN Blang Paseh, Sigli, Kab. Pidie (Tamat Tahun 1994)

2. SLTP : MTs Jeumala Amal, Loeeng Poetoe, Kab. Pidie (Tamat Tahun 1997)

3. SLTA : SMA Negeri 3 Banda Aceh (Tamat Tahun 2000)

4. S-1 : Fakultas Hukum UNSYIAH, Banda Aceh (Tamat Tahun 2007)

5. S-2 : Magiter Kenotariatan USU, Medan (Tamat Tahun 2011)


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penelitian ... 14

F. Kerangka Teori dan konsepsi ... 15

1. Kerangka Teori ... 15

2. Konsepsi ... 20

G. Metode Penelitian ... 22

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 22

2. Teknik Pengumpulan Data ... 23

3. Lokasi Penelitian ... 24

4. Sumber Data ... 24

5. Alat Pengumpulan Data ... 25


(13)

BAB II PELAKSANAAN GADAI EMAS PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU MEULABOH A. Pelaksanaan Gadai Emas pada PT. Bank Syariah Mandiri

Kantor Cabang Pembantu Meulaboh ... 27 B. Perjanjian (akad) Gadai Emas Pada PT. Bank Syariah Mandiri

Kantor Cabang Pembantu Meulaboh ... 43 C. Upaya Penyelesaian Masalah Gadai Emas Pada PT. Bank

Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh ... 46 D. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Pelaksanaan

Gadai Emas Pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh ... 54 BAB III TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN

GADAI EMAS PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU MEULABOH

A. Gadai (Rahn) Menurut Hukum Islam ... 58

B. Perjanjian (akad) Gadai (Rahn) dalam Hukum Islam ... 71

C. Upaya Penyelesaian Masalah Gadai (Rahn) Menurut Hukum Islam ... 89 D. Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Gadai (Rahn)

Menurut Hukum Islam ... 97 E. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Gadai Emas

pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Meulaboh ... 99 BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 102 B. Saran ... 103 DAFTAR PUSTAKA ... 104 LAMPIRAN


(14)

ABSTRAK

Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi menyalurkan pinjaman dana bagi masyarakat. Pinjaman yang diberikan oleh perbankan yaitu dengan sistem bunga. Hal ini tidak terlepas dari tujuan lembaga keuangan perbankan tersebut yaitu memperoleh keuntungan. Indonesia merupakan negara mayoritas muslim, dan dalam aktivitas perekonomian membutuhkan sistem yang berlandaskan pada ketentuan syariat Islam. PT. Bank Syariah Mandiri merupakan salah satu lembaga keuangan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariat Islam. Salah satu produk pembiayaan pada Bank syariah adalah pelayanan jasa gadai emas BSM dengan sistem syariah. Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Meulaboh dan bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Meulaboh.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis karena metode yang digunakan untuk menggambarkan, menelaah dan menjelaskan ketentuan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian menghubungkan dengan keadaan atau fenomena dalam praktek. Jenis penelitian yang diterapkan ialah yuridis normatif sebagai pendekatan masalah dengan melihat hubungan antara pelaksanaan gadai pada PT. Bank Syariah Mandiri, serta menganalisis dengan ketentuan berdasarkan hukum Islam, yang telah menjadi acuan dari berbagai kepentingan yang berhubungan dengan gadai syariah.

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa gadai emas pada BSM dilaksanakan oleh nasabah untuk memperoleh pinjaman dana dari Bank dengan cara menggadaikan benda jaminan berupa emas. Pelunasannya dapat dilakukan dengan cara membayar sekaligus atau dengan cicilan selama jangka waktu yang telah ditentukan oleh Bank. Apabila nasabah tidak dapat melunasi utangnya, maka pihak Bank akan melakukan penjualan/mengeksekusi barang jaminan untuk melunasi utang nasabah tersebut. Ditinjau menurut hukum Islam bahwa pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri adalah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dapat dilihat dari ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah, maka BSM merupakan salah satu Bank syariah yang dalam menjalankan produk usaha gadai sesuai dengan prinsip-prinsip syariah islam.

Dari hasil penelitian di atas dapat diberikan saran antara lain agar pelaksanaan gadai emas BSM dengan sistem syariah dapat dilaksanakan dengan prosedur yang tidak berbelit-belit dalam hal penyaluran dana pinjaman kepada nasabah melalui produk gadai emas dan diharapkan penerapan sistem gadai emas BSM berdasarkan pada prinsip syariat islam dan terhindar dari praktek riba.


(15)

ABSTRACT

Banking is one of the financial institutions which functions to grant loans to public. The loans have an interest system since they are closely related to the banking as a financial institutions; that is, to gain profit. Indonesia is a country with is based on the Islamic canon law. PT Bank Syariah Mandiri (BSM) is one of the financial institutions which is based on the Islamic principles. One of its services is BSM gold pawning service which is also based on the Islamic canon law. The aim of this research was to know the implementation of the gold pawning system at the KCP (branch office) PT Bank Syariah Mandiri, Meulaboh, and to know whether there is a reletionship between gold pawning system and the Islamic prinsiples.

This research was analytical descriptive because the method used in this research was to describe, analyze, and explain the Islamic principles and the legal provision and their reletionship with what was being practiced in the field. The type of the research was judicial normative approach which was aimed to see the implementation of the gold pawning system at PT Bank Syaiah Mandiri and to analyze its reletionship with the Islamic canon law which has become the reference of various cases which dealt with syariah pawn system.

The result of the research showed that the clients who wanted to get the loan from the BSM through gold pawning system had to pawn their gold collaterals. They could pay off their loans or by installment system the bank would the period of the installment. The bank would foreclose or sell the collaterals if the client could not pay off their loans at the required time. Viewed from the Islamic canon law, the gold pawning system at PT Bank Syariah Mandiri is valid. According to Syariah Banking Law, Bank Syariah runs its business which is based on syariah principles; therefore, the gold pawning system at PT Bank Syariah Mandiri is in accordance with the Islamic canon law.

It was recommended that in the gold pawning system, the management of PT Bank Syariah Mandiri should facilitate the loan system to its client and comply with the Islamic principles in its implementation so that the practice of usury can be avoided.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan sangat ditentukan partisipasi dan kerjasama yang baik, antara pihak pemerintah, pengusaha (swasta) dan masyarakat. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi, tetapi seringkali dihadapkan pada masalah dana, baik untuk kebutuhan konsumtif maupun kebutuhan produktif. Kebutuhan konsumtif, misalnya anak sakit, uang sekolah, biaya kematian. Kebutuhan produktif, misalnya membeli pupuk/bibit (untuk petani), modal usaha atau memanfaatkan kesempatan usaha (untuk pedagang), beli bahan baku (untuk industri), dan masih banyak lagi.1

Kegiatan pinjam-meminjam berupa uang telah lama beredar dan dikenal oleh masyarakat Indonesia. Pada zaman dahulu, jika memerlukan pinjaman uang kebanyakan masyarakat mendatangi lintah darat atau yang biasa dikenal dengan rentenir dengan memberikan harta benda yang mereka miliki sebagai jaminan, serta membayar bunga yang sangat tinggi (melampaui batas kewajaran). Sehingga tujuan mereka yang semula untuk mengatasi masalah keuangan yang sedang dihadapi akhirnya justru menimbulkan masalah yang baru, sebab disamping harus membayar uang pokok pinjaman, mereka juga harus membayar bunga uang pinjaman tersebut.2

1 Iin Endang Mardiani, Analisis Faktor Penentu Perkembangan Pegadaian di Jawa Tengah,

Tesis Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta:1994, hal. 34

2 Esther Million, Tugas dan Fungsi Pegadaian Sebagai Lembaga Pembiayaan Dalam


(17)

Pemerintah memberikan solusi dengan membentuk lembaga yang dapat memberikan pinjaman kepada masyarakat dengan bunga yang sepantasnya seperti misalnya lembaga keuangan perbankan yang sudah banyak meorientasikan bidang/kegiatan usahanya dibidang perkreditan. Tetapi ruang lingkup perkreditan pada bank ini kebanyakan hanya dinikmati oleh masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas. Hal ini tidak terlepas dari tujuan lembaga keuangan perbankan yang dalam memberikan kredit tersebut tentunya menginginkan adanya keuntungan. Keuntungan ini diperoleh pihak bank melalui penerapan suku bunga yang relatif tinggi, yang tentunya hanya mampu dipenuhi oleh masyarakat ekonomi menengah keatas.3 Di samping itu, untuk melakukan pinjaman melalui lembaga keuangan perbankan ada kalanya melalui sistem birokrasi yang panjang dan rumit serta harus melakukan koordinasi dengan berbagai instansi lainnya, seperti Notaris, PPAT, Kantor Badan Pertanahan, dan berbagai instansi lainnya.4

Untuk menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi, segala potensi, inisiatif dan kreasi masyarakat dikerahkan dan dikembangkan menjadi suatu kekuatan riil bagi peningkatan kemakmuran rakyat, pembinaan dan pengawasan perbankan serta landasan gerak perbankan didasarkan kepada ketentuan Undang-Undang perbankan yang selalu dikembangkan dan disempurnakan dari mulai Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 yang disempurnakan lagi menjadi Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan yang sampai sekarang masih berlaku. Dalam

3 Ibid.

4 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia ,PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,


(18)

undang tersebut belum diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah, kemudian dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah yang mengatur secara khusus mengenai perbankan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 1 angka 12 UUPS yang berbunyi sebagai berikut:

“Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan

dalam penetapan fatwa di bidang syariah.”5

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, maka Bank Indonesia tetap sebagai pemegang otoritas perbankan dengan mengeluarkan beberapa ketentuan berkaitan dengan perbankan syariah, ketentuan itu antara lain:

1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tertanggal 14 Oktober 2004 Tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Berdasarkan Prinsip Syariah. 2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/1/PBI/2002 tanggal 27 Maret 2002 tentang

Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan kantor Bank berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional.

Sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, perkembangan lembaga perbankan syariah cukup pesat. Demikian pula lembaga keuangan lain, juga sudah membuka unit syariah, seperti berbagai maskapai asuransi syariah,

5


(19)

penggadaian syariah, reksadana syariah, serta berbagai perusahaan besar mengeluarkan obligasi syariah guna mencari dana bagi usaha mereka.6

Lembaga keuangan syariah sebagai bagian dari sistem ekonomi syariah, dalam menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari saringan syariah. Oleh karena itu, lembaga keuangan syariah tidak akan mungkin membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang bertentangan prinsip-prinsip syariah, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas, berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila, perjudian, peredaran narkoba, senjata ilegal serta proyek-proyek yang dapat merugikan syiar Islam. Untuk itu dalam struktur organisasi lembaga keuangan syariah harus terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi produk dan operasional lembaga tersebut. Dalam operasionalnya, lembaga keuangan syariah berada dalam koridor-koridor prinsip:7 a. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai konstribusi

dan risiko masing-masing pihak;

b. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan;

c. Transparansi, lembaga keuangan syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya;

6 Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 58 7


(20)

d. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai prinsip islam sebagai rahmatan lil alamin.

Gadai yang ada saat ini, dalam praktiknya menunjukkan adanya beberapa hal yang dipandang memberatkan dan mengarahkan kepada suatu persoalan riba‟ yang

dilarang oleh hukum syara’. Menurut A.A. Basyir,8 riba’ terjadi apabila dalam akad gadai ditemukan bahwa peminjam harus memberi tambahan sejumlah uang atau persentase tertentu dari pokok utang, pada waktu membayar utang atau pada waktu lain yang telah ditentukan penerima gadai. Hal ini lebih sering disebut juga dengan

„bunga gadai‟, yang pembayarannya dilakukan setiap 15 hari sekali. Sebab apabila

pembayarannya terlambat sehari saja, maka nasabah harus membayar 2 kali lipat dari kewajibannya, karena perhitungannya sehari sama dengan 15 hari. Hal ini jelas merugikan pihak nasabah, karena ia harus menambahkan sejumlah uang tertentu untuk melunasi hutangnya. Padahal biasanya orang yang menggadaikan barang itu untuk kebutuhan konsumtif. Namun, apabila dilihat dari segi komersiil pihak Pegadaian dirugikan, misalnya karena inflasi, atau pelunasan yang tidak tepat waktu, sementara barang jaminan tidak laku dijual.9 Karena itu aktivitas akad gadai dalam Islam, tidak dibenarkan adanya praktik pemungutan bunga karena dilarang syara’, dan pihak yang terbebani merasa dianiaya dan tertekan, karena selain harus susah payah mengembalikan hutangnya, penggadai juga masih berkewajiban untuk membayar bunganya.

8 A.A. Basyir, Hukum Islam tentang Riba; Utang-Piutang Gadai, Al-Maarif, Bandung , 1983,

hal. 55.

9


(21)

Menurut Muhammad Akram Khan, bahwa pinjaman itu sebagai bagian dari faktor produksi dan memiliki potensi untuk berkembang dan menciptakan nilai, serta juga menciptakan adanya kerugian. Oleh karena itu, apabila menuntut adanya pengembalian yang pasti sebagai balasan uang (sebagai modal), maka yang demikian itu dapat dianggap bunga dan itu sama dengan riba’.10 Mengenai riba’ itu, para ulama telah berbeda pendapat. Walaupun demikian, Afzalurrahman dalam Muhammad dan Solikhul Hadi, memberikan pedoman bahwa yang dikatakan riba’ (bunga), di dalamnya terdapat 3 (tiga) unsur berikut: 11

a. Kelebihan dari pokok pinjaman;

b. Kelebihan pembayaran itu sebagai imbalan tempo pembayaran; dan c. Sejumlah tambahan itu disyaratkan dalam transaksi.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Keputusan Fatwa Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interest/Fa’idah) berpendapat:12

1. Bunga (Interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.

2. Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut Riba Nasi’ah.

3. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada jaman Rasulullah SAW, Ya ini Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya.

10 Muhmmad Akram Khan, Economic Teaching of Prophet Muhammad: A Select Anthology

of Hadith Literature on Economics, Alih Bahasa Team Bank Muamalat, Jakarta: 1996, hal. 180.

11 Muhammad dan Solikhul Hadi, Pegadaian Syariah, Salemba Diniyah, Jakarta, 2003, hal.

64.

12


(22)

4. Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik di lakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.

5. Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan syari‟ah dan mudah di jangkau, tidak diperbolehkan melakukan transaksi yang didasarkan kepada perhitungan bunga.

6. Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan syari‟ah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip darurat/hajat.

Gadai syariah tidak menganut sistem bunga, namun menggunakan biaya jasa (ijarah) sebagai penerimaan dan labanya, yang dengan pengenaan biaya jasa itu,

dapat menutupi biaya yang dikeluarkan dalam operasionalnya. Oleh karena itu, untuk menghindari adanya unsur riba’ (bunga) dalam gadai syariah dalam usahanya pembentukan laba, maka gadai syariah menggunakan mekanisme yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, seperti melalui akad qardhul hasan dan akad ijarah.

Menurut pendapat Muhammad Akram Khan, bahwa keberadaan gadai syariah tidak hanya digunakan untuk fungsi komersiil (untuk mendapatkan keuntungan) saja, tetapi juga digunakan untuk fungsi sosial juga.13 Imbalan jasa yang masih digunakan

oleh gadai yang dikenal dengan „bunga gadai‟, sangat memberatkan dan merugikan pihak penggadai.

Hadirnya pegadaian sebuah lembaga keuangan formal di Indonesia, yang bertugas menyalurkan pembiayaan dengan bentuk pemberian uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan berdasarkan hukum gadai merupakan suatu hal yang perlu disambut positif. Hadirnya lembaga tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat agar tidak terjerat dalam praktik-praktik lintah darat, ijon dan/atau pelepas uang lainnya.

13


(23)

Lembaga pegadaian di Indonesia dewasa ini ternyata dalam prakteknya belum dapat terlepas dari berbagai persoalan. Maka diharapkan pegadaian yang selama ini sudah berlaku di tengah-tengah masyarakat dapat berjalan sesuai tujuan pokoknya, serta benar-benar akan dapat berfungsi sebagai lembaga keuangan non-Bank yang dapat memberikan Kemaslahatan sesuai yang diharapkan masyarakat.

Gadai syariah (rahn) merupakan salah satu alternatif pembiayaan dengan

bentuk pemberian uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan berdasarkan pada prinsip syariat islam dan terhindar dari praktek riba atau penambahan sejumlah uang atau persentase tertentu dari pokok utang pada waktu membayar utang.

Rahn adalah Menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas

pinjaman yang diterimanya. Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan

pembayaran kembali kepada Bank dalam memberikan pembiayaan. Secara sederhana

rahn adalah jaminan hutang atau gadai. Biasanya akad yang digunakan adalah akad

qardh wal ijarah, yaitu akad pemberian jaminan dari bank untuk nasabah yang

disertai dengan penyerahan tugas agar Bank menjaga barang jaminan yang diserahkan.14

Dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 283 dijelaskan bahwa gadai pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk dari konsep muamalah, dimana sikap

menolong dan sikap amanah sangat ditonjolkan. Begitu juga dalam hadist Rasulullah

SAW. dari Ummul Mu‟minin „Aisyah ra. yang diriwayatkan Abu Hurairah, di sana

14 H. Muhammad Nadratuzzaman Hosen, Sunarwin Kartika Setiati, Tuntunan Praktis


(24)

nampak sikap menolong antara Rasulullah SAW. dengan orang Yahudi saat Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi tersebut. Maka pada dasarnya, hakikat dan fungsi pegadaian dalam Islam adalah semata-mata untuk memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan dengan bentuk marhun

sebagai jaminan, dan bukan untuk kepentingan komersiil dengan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kemampuan orang lain.15

Sebelum Perum Pegadaian membuka unit gadai syariah, pelayanan jasa serupa telah dimulai oleh Bank Syariah Mandiri (untuk selanjutnya disebut BSM) dengan meluncurkan sebuah produk gadai syariah yang disebut gadai emas BSM, pada tanggal 1 november 2001 atau bertepatan dengan ulang tahun kedua BSM. dalam pelaksanaan gadai syariah ini, BSM menerapkan konsep transaksi (akad), yaitu

gadai sebagai prinsip dan akad sebagai tambahan terhadap produk lain, seperti dalam pembiayaan bai' al-murabahah, yaitu (a) bank dapat menahan barang nasabah

sebagai konsekuensi dari akad yang dilakukannya. Namun bank tidak menahan jaminan secara fisik, kecuali surat-suratnya saja (secara fiducia); (b) gadai sebagai

produk, yaitu bank dapat menerima dan menahan barang jaminan untuk pinjaman yang diberikan dalam jangka waktu pendek.16

Gadai emas BSM ketika itu, masih menerapkan fee terhadap jumlah pinjaman

yang diberikan sebesar 4%, yang dialokasikan sebagai pendapatan yang dibagikan kepada para deposan dan biaya administrasi bank, yang di dalamnya juga termasuk asuransi. Pelaksanaan gadai dimaksud, mendapat reaksi dari Dewan Syariah Nasional

15 Muhammad dan Solikhul Hadi, Op. Cit, hal 63.

16 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah; Wacana Ulama dan Cendikiawan, Jakarta:


(25)

(DSN) yang menganggapnya tidak lebih sebagai praktik bisnis ribawi dan menyalahi prinsip dan nilai hukum islam, yang membungakan pinjaman. Oleh karena itu, mulai bulan Juli 2002, BSM tidak lagi menerapkan praktik gadai konvensional dan menggantinya dengan skim pembebanan biaya pada penyimpanan barang gadai (deposit box) yang ditentukan oleh besar dan kecilnya terhadap risiko barang gadai

(marhun), bukan pada besarnya pinjaman.17

Gadai Emas BSM merupakan produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa emas dalam bentuk emas perhiasan sebagai salah satu alternatif memperoleh uang tunai dengan cepat, aman dan mudah. Cepat dari pihak nasabah dalam mendapatkan dana pinjaman tanpa prosedur yang panjang di bandingkan dengan produk pembiayaan lainnya. Aman dari pihak bank, karena bank memiliki barang jaminan yaitu emas yang bernilai tinggi dan relatif stabil bahkan nilainya cenderung bertambah. Mudah berarti pihak nasabah dapat kembali memiliki emas yang digadaikannya dengan mengembalikan sejumlah uang pinjaman dari bank, sedangkan mudah dari pihak bank yaitu ketika nasabah tidak mampu mengembalikan pinjamannya (utang) maka bank dengan mudah dapat menjualnya dengan harga yang bersaing karena nilai emas yang stabil bahkan bertambah.

Dalam perjanjian gadai emas BSM, pihak Bank menggunakan 2 (dua) sistem akad dalam pelaksanaan gadai (rahn), yaitu akad qardh dan akad ijarah (sewa). Akad

qardh dibuat oleh pihak Bank dengan pihak nasabah dalam hal transaksi gadai emas,

sedangkan akad ijarah (sewa) dilakukan dalam hal penyewaan tempat untuk

menyimpan barang (emas) yang digadaikan pada tempat penyimpanan barang

17


(26)

(deposit box). Pelaksanaan akad ijarah tersebut membebankan pihak nasabah untuk

memberikan imbalan jasa atau kompensasi kepada pihak Bank atas penyewaan tempat.

Dewan Syariah Nasional dalam Fatwa No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang

Rahn emas, menyebutkan bahwa biaya atau ongkos yang ditanggung oleh penggadai

besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. Artinya, penggadai harus mengetahui besar rincian dan pengeluaran apa saja yang dikeluarkan oleh bank untuk melaksanakan akad gadai, seperti biaya materai, jasa penaksiran, formulir akad, foto copy, print out, dan lain-lain. Hal tersebut di atas yang juga menyebabkan biaya administrasi harus dibayar di depan.18

Intinya adalah pihak bank tidak diperbolehkan untuk mengambil keuntungan dari akad gadai syariah. Karena pada dasarnya akad gadai adalah transaksi pinjam-meminjam (qardh) yang bersifat tabarru’ yang berarti kebaikan atau tolong menolong. Sehingga tidak diperkenankan untuk mengambil keuntungan atau manfaat dari kegiatan pinjam-meminjam (qardh) karena sifatnya adalah tabarru’. Sedangkan biaya pemeliharaan atau penyimpanan merupakan biaya yang dibutuhkan untuk merawat barang gadaian selama jangka waktu pada akad gadai. Sesuai dengan pendapat para jumhur ulama biaya pemeliharaan atau penyimpanan menjadi tanggungan penggadai (rahin), karena pada dasarnya penggadai (rahin) masih

18 Royyan Ramdhani Djayusman (IAEI-UGM), Gadai Emas Syariah, diakses dari

http://shariaheconomics.org/sef/index.php?option=com_content&view=article&id=114:gadai-emas-syariah&catid=32:kajian-fiqh-muamalah&Itemid=155, pada tanggal 6 Juni 2010.


(27)

menjadi pemilik dari barang gadaian tersebut, sehingga dia bertanggungjawab atas seluruh biaya yang dikeluarkan dari barang gadai miliknya.19

Penggadai (rahin) menggunakan jasa bank untuk menyimpan atau

memelihara barang gadainya hingga jangka waktu gadai berakhir. Biaya pemeliharaan/penyimpanan ataupun biaya sewa tersebut diperbolehkan oleh para ulama dengan merujuk kepada diperbolehkannya akad ijarah. Jadi, pada dasarnya

gadai diberikan untuk menjamin suatu tagihan atau kredit, seperti yang diketahui kredit diberikan terutama atas dasar integritas atau kepribadian debitur, kepribadian yang menimbulkan rasa percaya pada diri kreditur bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya untuk melakukan pelunasan dengan baik.20

Jaminan yang diserahkan kepada pihak Bank tidak terbatas semata-mata atas dasar integritas nasabah saja, tetapi diperlukan untuk lebih meyakinkan Bank sekaligus menjadi pegangan bagi pihak Bank bila dikemudian hari nasabah ingkar janji (wanprestasi).

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk membahas dan meneliti lebih lanjut mengenai “Pelaksanaan Gadai Emas pada PT. Bank Syariah

Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh Menurut Hukum Islam”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah yag menjadi dasar pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

19 Ibid.

20 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Adithya Bakti, Bandung,


(28)

1. Bagaimanakah pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh?

2. Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini dapat diklasifikasikan atas manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu:

1. Secara teoretis

Hasil penelitian yang diperoleh ini diharapkan dapat memperkaya dan memperluas kajian ilmu pengetahuan tentang hukum perjanjian, khususnya dalam perjanjian gadai di perbankan syariah.


(29)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya kalangan dunia usaha dan instansi terkait mengenai Perjanjian Pembiayaan gadai (rahn) emas pada BSM.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang penulis lakukan di beberapa perpustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, diketahui belum

ada suatu penelitian yang khusus memusatkan penelitian mengenai “Pelaksanaan Gadai Emas pada PT. Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh Menurut Hukum Islam”, sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Namun penulis ada menemukan beberapa tesis karya mahasiswa yang menyangkut masalah gadai, namun permasalahan dan bidang kajiannya berbeda, yaitu :

- Tesis atas nama Rina Dahlina, NIM: 037011072, dengan judul Kedudukan Gadai Syariah (Ar-rahn) dalam Sistem Perekonomian Islam (Studi di Bank

Muamalat Indonesia Cabang Medan dan BNI Unit Syariah Cabang Medan). - Tesis atas nama Dessy Hamrina, NIM: 087011035, dengan judul Eksistensi

Parate Eksekusi dalam Perjanjian Gadai di Perum Pegadaian.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori


(30)

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.21

Teori adalah ungkapan mengenai hubungan kausal yang logis diantara perubahan (Variable) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai

kerangka berpikir (Frame of Thingking) dalam memahami serta menangani

segala permasalahan yang timbul dalam bidang tersebut.22

Kerangka Teori yakni kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan (problem), yang

bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak setujuinya.23

Menurut pendapat Sugiyono mengenai fungsi dari kerangka teori selaras dengan apa yang digunakan yaitu bahwa teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti, setara sebagai dasar untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan.24

Teori yang dipakai dalam tesis ini adalah Teori Kepercayaan (vertrouwenstheorie) yaitu Teori yang mengatakan bahwa kata sepakat ini terjadi

pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.25

21

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1982, hal.6.

22 Bintaro Tjokroamidjoyo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, Haji Masagung,

Jakarta, 1998, hal.12.

23 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80 24 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Alfa Beta, Bandung, 1983, hal. 200 25


(31)

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, Asas Kepercayaan merupakan kemauan untuk saling mengikatkan diri dalam suatu perjanjian, membangkitkan kepercayaan bahwa perjanjian itu dipenuhi. Asas kepercayaan ini merupakan nilai etis yang bersumber pada moral.26

Menurut Kasmir, kepercayaan merupakan suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu di masa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah bank baik secara intern maupun dari ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.27

Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan (Verbintenis),

sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 BW yang berbunyi : “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak

berbuat sesuatu”.

Subekti dalam bukunya mengenai Hukum Perjanjian menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.28

Di dalam Islam, kepercayaan berarti amanah (menepati janji). Amanah berasal dari kata a-mu-na ya‘munu, yang artinya jujur atau dapat dipercaya.

26 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan,

Alumni, Bandung, 1983, hal. 89.

27 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya , PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001,

hal. 94

28


(32)

Secara bahasa, amanah dapat diartikan sesuatu yang dipercayakan atau kepercayaan. Amanah juga berarti titipan (al-wadi‘ah).29

Menurut Pendapat Ulama Kontemporer yaitu Mujamma‟ Fiqih Islam di Jeddah dalam keputusan Nomor 2 daurah ke-5 yang diadakan di Kuwait periode 1-6 Jumadal Ula 1409 H memutuskan sebagai berikut:30

Menepati janji menjadi suatu keharusan bagi penjanji secara keagamaan kecuali bila ada ‘udzur (halangan). Ia harus memenuhinya dari sisi penunaian bila terkait dengan sebab dan orang yang diberi janji menghadapi kesulitan akibat janji tersebut. Pengaruh komitmen terhadap kondisi ini dapat dilakukan, baik dengan cara melaksanakan janji tersebut atau mengganti kerugian yang timbul secara langsung akibat tidak dipenuhinya janji tersebut tanpa ‘udzur.

Menurut pendapat Syaikh Asy-Syanqithi, bahwa mengingkari janji tidak boleh sebab ia merupakan salah satu tanda kemunafikan, akan tetapi bila penjanji menolak untuk memenuhi janjinya, maka tidak dapat dituntut hukuman apa pun terhadapnya dan tidak harus dipaksa pula. Tetapi ia mesti diperintahkan untuk memenuhinya, tidak dipaksa.31

Jaminan merupakan kepercayaan/keyakinan dari Bank atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan agunan diartikan sebagai barang/benda yang dijadikan jaminan untuk melunasi utang nasabah debitur.

Istilah agunan terdapat dalam Pasal 1 angka 23 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang

29 Al-Munawwir, Kamus al-Munawir, Pustaka Progressif, Surabaya, 1997.

30 Abualbinjy, Mengenal Tanda Munafik, diakses dari http://abualbinjy.wordpress.

com/2008/03/08/hadits/, pada tanggal 20 Maret 2011.

31


(33)

Perbankan, yaitu: “Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah”.

Jadi agunan merupakan jaminan tambahan (accesoir). Tujuan agunan

adalah untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Unsur-unsur agunan, yaitu:32 1. Jaminan tambahan

2. Diserahkan oleh debitur kepada bank

3. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan

Dalam Pasal 24 angka 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1967 tentang

perbankan disebutkan “Bank umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada

siapapun juga.”

Dalam Pasal 8 (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan mengenai jaminan, yaitu:

”Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,

bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai

dengan yang diperjanjikan.”

Mengingat agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan hutangnya, agunan hanya dapat

32 H. Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia , PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,


(34)

berupa barang proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.33

Dalam Pasal 1131 KUH Perdata disebutkan bahwa segala kebendaan si penghutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

Secara umum jaminan dalam hukum Islam (fiqh) dibagi menjadi dua:

jaminan yang berupa orang (personal guarancy) sering dikenal dengan istilah

kafalah dan jaminan yang berupa harta benda dikenal dengan istilah rahn.

Menurut ulama fiqh, rahn adalah menjadikan harta benda sebagai

jaminan utang, agar utang bisa dilunasi dengan jaminan tersebut, ketika si peminjam tidak mampu melunasi utangnya. Ulama fiqh juga berpendapat bahwa

Apabila barang jaminan itu telah dikuasai oleh pemberi utang, maka akad

ar-rahn bersifat mengikat bagi kedua belah pihak. Oleh sebab itu, utang itu terkait

dengan barang jaminan, sehingga apabila utang tidak dapat dilunasi, barang jaminan dapat dijual dan utang dibayar. Apabila dalam penjualan barang jaminan itu ada kelebihan, maka wajib dikembalikan kepada pemiliknya.34

Dalam pelaksanaan gadai emas pada BSM KCP Meulaboh, pihak Bank membutuhkan jaminan sebagai kepercayaan atas kemampuan atau kesanggupan nasabahnya dalam memenuhi kewajiban dari hubungan timbal balik. Penyerahan

33 H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia , Andi Offset, Yogyakarta, 2000, hal. 54 34


(35)

barang/benda yang dijadikan jaminan gadai adalah untuk melunasi utang nasabah dan mempermudah proses eksekusi apabila dikemudian hari nasabah wanprestasi. 2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, karena konsepsi adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran. “peranan konsep dalam penelitian adalah untuk

menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realistis”.35

Selanjutnya untuk menghindari salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi operasional sebagai berikut :

1. Gadai

Menurut ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata, gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya, untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari benda tersebut lebih dahulu dari pada kreditur-kreditur lainnya, kecuali biaya-biaya untuk melelang benda tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk pemeliharaan setelah benda itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

Gadai syariah (Ar-rahn) adalah suaatu jenis perjanjian untuk menahan suatu

barang sebagai tanggungan utang, yang menurut bahasa adalah barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan. Sedangkan menurut syara’ artinya

35


(36)

menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil sebagai tebusan.36

2. Gadai Emas

Gadai Emas di perbankan syariah atau disebut juga pembiayaan Rahn emas

merupakan penyerahan jaminan/hak penguasaan secara fisik atas barang berharga berupa emas perhiasan beserta aksesorisnya kepada Bank sebagai jaminan atas pembiayaan (qardh) yang diterima, sebagai salah satu alternatif

memperoleh uang tunai dengan cepat, aman dan mudah. 3. Bank Syari‟ah

Adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yaitu Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

4. Bank Syariah Mandiri (BSM)

Merupakan Bank milik pemerintah pertama yang melandaskan operasionalnya pada prinsip syariah, yaitu hasil penggabungan (merger) empat bank (Bank

Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB.

36


(37)

5. Kantor Cabang Pembantu (KCP)

Adalah Kantor di bawah Kantor Cabang yang kegiatan usahanya membantu Kantor Cabang induknya.

6. Hukum Islam

Adalah keseluruhan kumpulan hukum syara’ dari berbagai satuan kaidah atau norma-norma hukum yang bersumber pokok kepada alqur-an dan hadist, dan sumber-sumber tambahan meliputi ijma’ (konsensus), qiyas (analogi), istihsan

(kebijaksanaan hukum), kemaslahatan, ‘uruf (adat kebiasaan), sadduz-zari’ah

(tindakan preventif), istishab (kelangsungan hukum), fatwa sahabat Nabi saw.,

dan syar’u man qablana (hukum agama samawi terdahulu).

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam tesis ini bersifat analisis deskriptif. Bersifat deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat bagaimana menjawab permasalahan.36 Dalam hal ini mengenai pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh, Aceh Barat.

36 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni,


(38)

Jenis penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.37 Artinya penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku,38 yang berkaitan dengan pelaksanaan gadai emas pada BSM.

Metode pendekatan yuridis normatif disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau penelitian dokumen yang ditujukan atau dilakukan pada Al-quran, hadits, peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya yang relevan dengan permasalahan yang diteliti atau dengan perkataan lain melihat hukum dari aspek normatif yang kemudian dihubungkan dengan data dan kebiasaan yang hidup ditengah-tengah masyarakat.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan

konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, dan karya ilmiah lainnya.

37 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Surabaya, 2006, hal. 14. 38


(39)

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh.

4. Sumber Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian lapangan (field research)

dan penelitian kepustakaan (library research), dengan rincian:

a. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder yang tidak diperoleh dalam penelitian kepustakaan dan data primer untuk mendukung analisis permasalahan.

b. Penelitian Kepustakaan

Sumber-sumber data kepustakaan diperoleh dari:

1) Bahan hukum primer, yaitu: KUH Perdata, Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syari‟ah, Fatwa DSN Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn, Fatwa DSN

Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas dan peraturan

perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan obyek penelitian adalah merupakan bahan hukum primer.

2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti berbagai bahan kepustakaan yang berkaitan dengan akad dalam hukum Islam serta berkaitan


(40)

dengan Perbankan Syariah yang berhubungan dengan materi penelitian.

3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti berbagai hasil penelitian, seminar, jurnal hukum yang berkaitan erat dengan BSM dari kesemua itu dipilih asas-asas hukum, kaedah-kaedah hukum dan ketentuan-ketentuan hukum yang mempunyai kaitan erat dengan permasalahan yang diteliti selanjutnya disusun dalam kerangka yang sistematis guna mempermudah dalam menganalisanya.

5. Alat Pengumpulan Data 1. Wawancara

Untuk mendukung data skunder maka diperlukan wawancara terhadap informan.

Informan dalam hal ini adalah pimpinan dan pegawai yang mewakili dari PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh.

Sebelum dilakukan wawancara dengan informan tersebut maka terlebih dahulu dipersiapkan pedoman wawancara. Pedoman wawancara ini mengacu pada substansi masalah dalam penelitian. Sehingga, ketika dilakukan wawancara bisa dapat mengetahui jawaban atas permasalahan yang diajukan kepada informan tersebut


(41)

Yaitu membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis buku-buku/literatur, laporan penelitian, dokumen-dokumen tertulis, serta sumber-sumber lainnya yang relevan.37 Seperti menganalisis bahan kepustakaan yang berkaitan dengan perjanjian dan perikatan, bahan yang berkaitan dengan Perbankan Syariah, berbagai hasil penelitian, seminar, jurnal hukum, makalah yang berkaitan erat dengan perbankan syariah.

6. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurut data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat ditemukan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.38

Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun dari penelitian lapangan, selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

Yang dimaksud kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan, sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

37 Soejono Soekanto, Op. Cit, hal. 66.

38 Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993,


(42)

BAB II

PELAKSANAAN GADAI EMAS PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU MEULABOH

A. Pelaksanaan Gadai Emas pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Meulaboh Kebutuhan akan dana untuk berbagai kepentingan dalam lalu lintas perekonomian masyarakat merupakan hal yang biasa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat senantiasa berkembang dan bergerak dengan dinamis dan tidak bisa terlepas dari aspek perekonomian. Dalam konteks ini keberadaan lembaga pembiayaan atau perbankan menjadi sangat signifikan. Bank Syariah Mandiri merupakan suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT), yang bergerak dalam bidang usaha salah satunya adalah peminjaman uang kepada masyarakat dengan memakai jaminan gadai.

Gadai pada perum pegadaian merupakan perbuatan hukum yang sudah tidak asing lagi dalam praktek perekonomian di Indonesia. Masyarakat sudah sangat familiar dengan hal tersebut. Pegadaian sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dana untuk berbagai keperluan, khususnya dalam pengamatan penulis untuk memenuhi kebutuhan pengguna jasa pegadaian dalam skala menengah dan mikro. Sedangkan gadai pada bank syariah masih jarang dipraktekkan dikarenakan pengetahuan masyarakat terhadap adanya gadai pada bank syariah masih


(43)

sedikit. Lebih dari itu, yang tak kalah pentingnya adalah dalam hal sosialisasi dengan masyarakat bahwa bank syariah kini sudah menerima gadai.39

Pelaksanaan gadai BSM merupakan suatu sistem gadai yang berdasarkan Syariah Islam atau Hukum Islam. Penggunaan sistem gadai syariah merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan berbagai konsep perekonomian berbasiskan Islam. Fenomena ini merupakan suatu hal yang wajar mengingat Indonesia merupakan negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam.

Pertumbuhan bisnis BSM bisa dilihat dari statistiknya. Saat ini, BSM memiliki hampir 1 juta rekening, yang tersebar di 278 gerai, 190 kantor layanan di 24 provinsi, dan didukung lebih dari 2 ribu karyawan. Kini, BSM telah menjelma sebagai salah satu pemain lokal di bisnis perbankan syariah yang berhasil menguasai 27% pasar perbankan syariah di Indonesia yang saat ini nilainya mencapai Rp. 29 triliun atau 2,5% dari total nilai pasar perbankan nasional. Sebagai contoh, di BSM ada produk Gadai. Produk itu belum tentu bisa diterapkan di bank syariah lain. Ada skim-skim syariah yang bisa diterapkan atau tidak, tergantung pada inovasi masing-masing bank untuk bisa menciptakan suatu produk yang comply dengan suatu

peraturan syariah.40

Dalam menjalankan tugas-tugasnya, BSM KCP Meulaboh memiliki struktur organisasi yang tertata menurut fungsi dan golongannya. Di setiap perubahan

39 Wawancara dengan Muslim Kepala KCP PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang

Pembantu Meulaboh, tanggal 24 Agustus 2010.

40 A. Mohammad BS, Membangun Sistem TI Andal untuk Bank Syariah, diakses dari

http://ib.eramuslim.com/2010/06/04/membangun-sistem-ti-andal-untuk-bank-syariah/, 2004, tanggal 5 September 2010.


(44)

mempunyai struktur organisasi untuk menggambarkan secara jelas unsur-unsur yang membantu pimpinan dalam menjalankan kegiatan perusahaan.

Dengan adanya struktur organisasi yang jelas dapat diketahui posisi, tugas dan wewenang setiap departemen dan bagaimana hubungan antara satu dan lainnya. Struktur organisasi pada BSM KCP Meulaboh dapat dilihat sebagai berikut:41

Kegiatan usaha yang bertugas dalam pelaksanaan gadai emas pada BSM KCP meulaboh diberi kewenangan pada bagian :

41 Wawancara dengan Muslim Kepala KCP PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang

Pembantu Meulaboh, tanggal 24 Agustus 2010. OPERASIONAL

OFFICER

CUSTOMER SERVICE

TELLER BACK

OFFICE ACCOUNT OFFICER OFFICER GADAI PELAKSANA MARKETING SUPPORT KEPALA WARUNG MIKRO PENAKSIR ANALIS MIKRO ADMIN MIKRO PELAKSANA MIKRO

SECURITY OFFICE

BOY


(45)

a. Officer Gadai (OG),

Fungsi :

Melakukan tugas penerimaan dan pembayaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk kelancaran pelaksanaan operasional, dan memasukkan data nasabah, taksiran, dan uang pinjaman ke dalam Surat Bukti Gadai Emas BSM atas permohonan permintaan kredit secara akurat.

Tugas dan wewenangnya adalah:

- Memasukkan data nasabah, barang jaminan, taksiran dan uang pinjaman ke dalam komputer.

- Memberi nomor pada Surat Bukti Gadai Emas BSM sesuai dengan nomor yang diterbitkan komputer.

- Memasukkan data bukti gadai ke kas debet/kredit.

- Menerbitkan hasil cetak transaksi barang jaminan dan saldo kas. - Melakukan penyegelan terhadap barang jaminan

b. Penaksir gadai Fungsi :

Membantu Officer Gadai (OG) dalam merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi pelaksanaan tugas sesuai dengan keahliannya dalam rangka penilaian dan penyesuaian taksiran barang jaminan gadai emas sesuai prosedur. Tugas dan wewenangnya adalah:

- Melayani nasabah melalui kegiatan penaksiran barang jaminan sesuai dengan limit;


(46)

- Menentukan harga dasar barang jaminan emas yang ditetapkan oleh desk pegadaian kantor pusat berdasarkan harga yang ditetapkan oleh PT. Antam dan acuan dunia;

- Melakukan penaksiran barang gadai mengacu pada Pedoman Penaksiran Emas (PPE) yang telah ditetapkan

- Mengontrol kelengkapan administrasi gadai di kantor cabang pembantu. Gadai Syariah yang terdapat pada BSM hadir untuk menjawab kebutuhan transaksi gadai sesuai Syariah, untuk solusi pendanaan yang cepat, praktis, dan menentramkan. Oleh karena hanya dalam waktu 15 menit kebutuhan masyarakat yang memerlukan dana akan terpenuhi, tanpa memerlukan membuka rekening ataupun prosedur lain yang memberatkan. Customer Bank Syariah cukup membawa

barang-barang berharga miliknya, dan saat itu juga akan mendapatkan dana yang dibutuhkan dengan jangka waktu hingga 120 hari dan dapat dilunasi sewaktu-waktu. Jika masa jatuh tempo tiba dan nasabah masih memerlukan dana pinjaman tersebut, maka pinjaman tersebut dapat diperpanjang hanya dengan membayar sewa simpan dan pemeliharaan serta biaya administrasi.

Pemberian gadai syariah dapat menentramkan, sesuai dengan moto BSM yaitu

“adil dan menentramkan” dalam pengertian sumber dana BSM murni berasal dari

sumber yang sesuai dengan Syariah yaitu dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba, proses gadai berlandaskan prinsip Syariah, serta didukung oleh

petugas-petugas dan outlet dengan nuansa Islami sehingga lebih syar‟i dan menentramkan.42

42 Hasil wawancara dengan Muslim Kepala KCP PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang


(47)

Menentramkan karena sumber dana yang dimiliki oleh pegadaian syariah didapat dari sumber dana yang halal dan sesuai dengan prinsip syariah. Produk dan layanan pencairan kredit pada kantor bank syariah pada umumnya tidak hanya menggunakan produk layanan rahn dan ijarah saja, namun ada pula layanan tabungan, deposito,

giro, investasi dan pembiayaan.

Gadai Emas BSM merupakan produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa emas dalam bentuk emas perhiasan sebagai salah satu alternatif memperoleh uang tunai dengan cepat, aman dan mudah. Maka, Objek jaminan yang dapat digadaikan pada BSM hanyalah berupa emas, yaitu dalam bentuk lantakan (perhiasan) dan batangan. Emas merupakan logam mulia yang bernilai tinggi dan harganya relatif stabil bahkan selalu menunjukkan tren yang positif setiap tahunnya. Emas juga merupakan barang atau harta yang dapat dengan mudah dimiliki oleh setiap orang khususnya emas dalam bentuk perhiasan. Ketika seseorang membutuhkan uang tunai, maka ia dapat dengan mudah menggadaikan perhiasaannya kepada lembaga penggadaian atau bank syariah. Setelah ia dapat melunasi utangnya, ia dapat memiliki kembali perhiasannya.

Untuk dapat memperoleh layanan gadai emas dari BSM, masyarakat hanya cukup menyerahkan perhiasan emasnya untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh


(48)

BSM. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.43

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota masyarakat yang ingin melakukan gadai emas syariah pada BSM KCP Meulaboh adalah sebagai berikut:44 1. Nasabah mendatangi murtahin untuk minta fasilitas pinjaman dengan membawa

marhun yang akan diserahkan kepada murtahin dengan membawa fotocopy KTP

atau identitas lainnya yang masih berlaku (SIM, Paspor, dan lain-lain); 2. Mengisi formulir permintaan Rahn;

3. Menyerahkan barang jaminan (marhun) yaitu berupa perhiasan emas kepada

Murtahin, kemudian penaksir melakukan pemeriksaan, termasuk juga menaksir

harga marhun yang diberikan oleh rahin sebagai jaminan marhun bih;

4. Kepemilikan barang merupakan milik pribadi;

5. Setelah semua persyaratan terpenuhi, maka murtahin dan rahin akan melakukan

akad rahn.

6. Surat Kuasa bermeterai cukup dan dilampiri KTP asli pemilik barang jika dikuasakan;

7. Menandatangi akad rahn dan akad ijarah dalam Surat Bukti Gadai Emas BSM.

8. Setelah akad dilakukan, murtahin akan memberikan sejumlah marhun bih yang

diinginkan rahin dan jumlahnya disesuikan dengan nilai taksir barang (85% dari

nilai jaminan);

43 Hasil wawancara dengan Dhony Thaufani, Officer Gadai PT. Bank Syariah Mandiri Kantor

Cabang Pembantu Meulaboh, tanggal 24 Agustus 2010.

44 Hasil wawancara dengan Dhony Thaufani Officer Gadai PT. Bank Syariah Mandiri Kantor


(49)

Prosedur pemberian pinjaman (marhun bih) dalam gadai emas syariah di

BSM dapat dijelaskan sebagai berikut:45

1. Nasabah mengisi formulir permintaan Rahn;

2. Nasabah menyerahkan formulir permintaan Rahn yang dilampiri dengan foto

copy identitas seperti KTP atau surat kuasa apabila pemilik barang tidak dapat datang sendiri, serta menyerahkan barang jaminan kepada Officer Gadai;

3. Penaksir gadai menaksir dan meneliti kualitas marhun yang diserahkan untuk

menetapkan harganya. Berdasarkan hasil taksiran, maka ditetapkan marhun bih

yang dapat diterima rahin. Penaksiran oleh juru taksir dilakukan harus

berdasarkan:

a. Harga Dasar Emas ditetapkan oleh Desk Pegadaian Kantor Pusat berdasarkan harga yang ditetapkan oleh PT. Antam dan acuan dunia.

b. Tata cara penaksiran obyek gadai harus mengacu pada Pedoman Penaksiran Emas (PPE) yang telah ditetapkan.

4. Besarnya pinjaman/marhun bih adalah sebesar maksimal 85% dari taksiran

marhun

5. Apabila disepakati besarnya pinjaman, nasabah menandatangani akad dan menerima uang pinjaman.

45 Hasil wawancara dengan Dhony Thaufani Officer Gadai PT. Bank Syariah Mandiri Kantor


(50)

Contoh perhitungan untuk Emas Batangan 100 gram dtm 24 karat46

Taksiran dari emas Rp. 37.829.000

pembiayaan 90% dari harga taksiran adalah sebesar Rp. 34.046.100 Biaya yang harus dibayar di muka adalah:

- Biaya admin (materai Rp. 12.000 dan adm Rp. 8.000) = Rp. 20.000 - Biaya asuransi (0.1333% per 4 bulan) = Rp. 50.500

Maka Pembiayaan Bersih yang diperoleh adalah : Rp. 34.046.100 – Rp. 70.500 = Rp. 33.975.600 Sedangkan untuk Biaya ijarahnya.

per 4 bulan = Rp. 2.040.000 per 1 bulan = Rp. 510.000 per 15 hari = Rp. 255.000

46 Hasil wawancara dengan Dhony Thaufani Officer Gadai PT. Bank Syariah Mandiri Kantor


(51)

jumlah keseluruhan pembiayaan yang harus dilunasi adalah:

- untuk pelunasannya 4 bulan Rp. 34.046.100 + Rp. 2.040.000 = Rp. 36.086.100 - untuk pelunasannya 1 bulan Rp. 34.046.100 + Rp. 510.000 = Rp. 34.556.100 - untuk pelunasannya 15 hari Rp. 34.046.100 + Rp. 255.000 = Rp. 34.301.100

Prosedur layanan jasa penitipan barang jaminan milik nasabah, dapat diuraikan sebagai berikut ini:

1. Nasabah datang langsung ke Bank dengan membawa marhun. Kemudian

mengisi formulir permintaan jasa penitipan, dan melengkapinya dengan foto copy KTP atau identitas lain yang masih berlaku atau surat kuasa apabila pemilik barang tidak dapat datang sendiri;

2. Petugas menerima, memeriksa, dan menghitung nilai marhun yang akan

dititipkan. Berdasarkan taksiran yang dibuat murtahin, maka ditetapkan besarnya

biaya jasa yang harus dibayarkan oleh rahin.

3. Nasabah membayar biaya administrasi;

4. Petugas menyimpan barang dengan baik, dan menyerahkan surat bukti penyimpanan barang kepada nasabah.

Pada Akad Rahn, nasabah (rahin) menyepakati untuk menyimpan barangnya

(marhun) kepada murtahin di Kantor BSM sehingga nasabah (rahin) akan membayar

sejumlah ongkos kepada murtahin atas biaya perawatan dan penjagaan terhadap

marhun. Pelaksanaan Akad Rahn ini dapat dijelaskan sebagai berikut:47

47 Hasil wawancara dengan Dhony Thaufani Officer Gadai PT. Bank Syariah Mandiri Kantor


(52)

1. Nasabah (rahin) mendatangi murtahin (kantor BSM) untuk meminta fasilitas

pembiayaan dengan membawa marhun yang akan diserahkan kepada murtahin;

2. Murtahin melakukan pemeriksaan termasuk menaksir harga marhun yang

diberikan oleh nasabah (rahin) sebagai jaminan utangnya;

3. Setelah semua persyaratan terpenuhi, maka murtahin dan nasabah (rahin) akan

melakukan akad;

4. Setelah akad dilakukan, maka murtahin akan memberikan sejumlah marhun bih

(pinjaman) yang dinginkan oleh nasabah (rahin) dimana jumlahnya disesuaikan

dengan nilai taksir barang (di bawah nilai jaminan);

5. Sebagai pengganti biaya administrasi dan biaya perawatan, maka pada saat melunasi marhun bih (pinjaman), maka nasabah (rahin) akan memberikan

sejumlah ongkos kepada murtahin.

Kategori marhun dalam akad ini adalah barang-barang yang tidak dapat

dimanfaatkan/dikelola, kecuali dengan cara menjualnya. Karena itu, termasuk berupa barang bergerak saja, yaitu seperti emas. Selain itu, tidak ada bagi hasil yang harus dibagikan, sebab akad ini hanya akad yang berfungsi sosial. Namun dalam akad ini mengharuskan sejumlah ongkos yang harus dibayarkan oleh pihak nasabah (rahin)

kepada mutarhin sebagai pengganti biaya administrasi yang dikeluarkan oleh

mutarhin.

Prosedur penyimpanan barang jaminan yang dilakukan oleh pihak Bank adalah sebagai berikut:


(53)

Tempat penyimpanan barang jaminan berupa lemari besi dengan kunci dan nomor kombinasi sebagai pengaman. Di dalamnya memiliki sekat/jalur untuk meletakkan barang jaminan yang telah terbungkus dalam kantung jaminan. 2. Kemasan

a. Barang jaminan harus dikemas dalam kantung plastik jaminan yang telah disediakan, yang salah satu sisinya dapat digunakan untuk menandai.

b. Pengaman jaminan menggunakan segel khusus pada kantung jaminan. c. Officer Gadai melakukan penyegelan.

d. Pejabat yang terlibat dalam proses Uji Acak maupun Uji Opname harus melakukan penyegelan dengan membubuhkan matris masing-masing pada kemasan jaminan

3. Segel

Segel kantung jaminan menggunakan alat pemanas plastik. 4. Penyimpanan Sementara

a. Penaksir harus menyimpan barang jaminan dalam kotak khusus Penaksir (kotak penyimpanan sementara) setiap kali selesai melakukan penaksiran. b. Officer Gadai mengunci kotak penyimpanan sementara dan menyimpan

kunci kotak tersebut.

c. Pada akhir hari, Officer Gadai dan Penaksir beserta Petugas Loan

Administration and Trade Service (Loan Admin) mengosongkan kotak

penyimpanan sementara dan barang jaminan disimpan ke dalam khasanah. Pada dasarnya nasabah yang menggadaikan emasnya pada BSM untuk mendapatkan pinjaman uang dapat dilunasi dan dilakukan tanpa menunggu habisnya


(54)

jangka waktu akad (jatuh tempo). Namun, nasabah dapat memilih cara pelunasan sekaligus atau mencicil utangnya. Proses pengembalian pinjaman (marhun bih)

sampai penerimaan barang jaminan tidak dikenakan biaya apapun, kecuali membayar jasa penyimpanan (ijarah) sesuai tarif yang berlaku.48

Pelunasan uang pinjaman (marhun bih) dapat dilakukan dengan beberapa

cara, antara lain:49

1. Nasabah (rahin) membayar pokok pinjaman (marhun bih) di kantor BSM, tempat

Nasabah (rahin) telah melakukan transaksi;

2. Bersamaan dengan pelunasan pokok pinjaman (marhun bih), barang jaminan

(marhun) yang dikuasai oleh mutarhin dikembalikan kepada nasabah (rahin)

sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan;

3. Pelunasan pinjaman dapat juga dilakukan dengan cara menjual barang jaminan (marhun) jika nasabah (rahin) tidak dapat memenuhi kewajibannya setelah jatuh

tempo. Hasil penjualan (lelang) barang jaminan (marhun) digunakan untuk

melunasi dan membayar jasa penyimpanan serta biaya-biaya yang timbul atas penjualan (lelang) barang tersebut;

4. Apabila harga jual barang jaminan (marhun) melebihi kewajiban nasabah (rahin)

maka sisanya dikembalikan kepada nasabah (rahin). Sebaliknya, jika jumlah

penjualan barang ternyata tidak mencukupi pokok pinjaman (marhun bih) dan

48 Hasil wawancara dengan Dhony Thaufani Officer Gadai PT. Bank Syariah Mandiri Kantor

Cabang Pembantu Meulaboh, tanggal 24 Agustus 2010

49 Hasil wawancara dengan Dhony Thaufani Officer Gadai PT. Bank Syariah Mandiri Kantor


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Ali, Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. ____________, Hukum Gadai Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Ali, HB. Tamam, dkk (Ed.), Ekonomi Syariah dalam Sorotan, Kerjasama Yayasan Amanah, MES, dan PNM, Yayasan Amanah, Jakarta: 2003

Antonio, Muhammad Syafi‟i, Bank Syariah; Wacana Ulama dan Cendikiawan, Jakarta: Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 2001.

Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah, Studi Tentang Teori Akad Dalam Fikih Muamalat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007.

Badrulzaman, Mariam Darus, Bab-bab tentang Credietverband, gadai dan fidusia, Alumni, Bandung, 1987.

____________, KUH Perdata Buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1983.

Basyir, A.A., Hukum Islam tentang Riba; Utang-Piutang Gadai, Al-Maarif, Bandung , 1983.

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedia Hukum Islam, Cetakan Keempat, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta: 2000.

Firdaus, Muhammad dkk., Mengatasi Masalah Dengan Pegadaian Syariah, Reinesa, Cet. Ke-2, Jakarta, 2007

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Andi Offset, Yogyakarta, 1989.

Hartono, Sunaryati, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung,1994.

Haroen, Nasrun, Fiqh Mu’amalah, Cetakan Pertama, Gaya Media Pratama, Jakarta: 2000.

Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Cetakan Pertama, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta: 2003.


(2)

Hosen, H. Muhammad Nadratuzzaman dan Sunarwin Kartika Setiati, Tuntunan Praktis Menggunakan Jasa Perbankan Syariah, Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah, Jakarta, 2007.

HS, Salim, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.

Husain, Al-Imam Taqiyuddin, Kafayatul Akhyar, Alih Bahasa Achmad Zaidun dan A. Ma‟ruf Asrori, Jilid 2, PT. Bina Ilmu, Surabaya: 1997.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001.

Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh, Alih Bahasa Noer Iskandar dan M. Tolchah Mansoer, Gema Insani Press, Jakarta: 1994

Khan, Muhmmad Akram, Economic Teaching of Prophet Muhammad: A Select Anthology of Hadith Literature on Economics, Alih Bahasa Team Bank Muamalat, Jakarta: 1996.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994.

Lubis, Muhammad Syukron Yamin, Tinjauan Yuridis Terhadap Tanggung Jawab Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Atas Benda Jaminan, Tesis, PPS USU , Medan, 2007.

Margono, Suyud, ADR dan Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000.

Million, Esther, Tugas dan Fungsi Pegadaian Sebagai Lembaga Pembiayaan Dalam Pemberian Kredit Dengan Sistem Gadai, Tesis, PPSUSU, Medan, 2004. Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, Cetakan 2, UII Press,

Yogyakarta, 2001.

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993.

Muhammad dan Solikhul Hadi, Pegadaian Syariah, Salemba Diniyah, Jakarta, 2003. Pasaribu, H. Chaeruddin dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,

Sinar Grafika, Jakarta, 1994.

Perwataatmaja, Karnaen dkk., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media), 2005.


(3)

Rifa‟i, Moh,. Konsep Perbankan Syariah, Wicaksana, Semarang: 2002

Rosyadi, A. Rahmat, Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, (Bandung:Citra Aditya Bakti), 2002

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Jilid 12, Al Ma‟arif, Bandung: 1996

Satrio, J., Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Adithya Bakti, Bandung, 2002.

Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan. Edisi 2. Cet. I. Lembaga Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.

Singarimbun, Masri dkk, Metode penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1999 Soekanto, Soejono, Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Surabaya, 2006.

__________, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2008.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia: Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Cetakan ke- I, Liberty, Yogyakarta, 1980.

Setiawan, R., Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta, 1987.

Subekti, R., Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan ke- XVI, Intermasa, Jakarta, 1982,

__________, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992 __________, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1979.

Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Alfa Beta, Bandung, 1983.

Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah: Membahas Ekonomi Islam, Cetakan Pertama, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta: 2002.

Sulaiman, Thahir Abdul Muhsin, Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam, terjemahan Anshori Umar Sitanggal dari Haajul Musykilah Al-Iqtisshaadiyah fil-Islam, Al-Ma‟arif, Bandung, 1985

Syahatah, Husein, Iqtishadil Baitil Muslim fi Dau’isy Syari’atil-Islamiyah,

Darut-Thaba’ah wannasyru al-Islamiyah, Diterjemahkan Dudung Rahmat Hidayat dan Idhoh Anas, Cetakan 1, Gema Insani Press, Jakarta: 1998.


(4)

Syafei, Rahmat, Konsep Gadai; Ar-Rahn dalam Fikih Islam antara Nilai Sosia l dan Nilai Komersial, dalam Huzaimah T. Yanggo, Problematika Hukum Islam Kontemporer III, Cet. II, Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, Jakarta, 1995

Tjokroamidjoyo, Bintaro, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, Haji Masagung, Jakarta, 1998

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti), 2002

Yamin, Muhammad, Gadai Tanah Sebagai Lembaga Pembiayaan Rakyat Kecil, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004

Yanggo, Chuziamah T. dan Hafiz Anshari, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Edisi 3, LSIK, Jakarta: 1997

Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1989.

B. Undang-undang

Fatwa Majelis Ulama Indonesia. (MUI) No. 1 Tahun 2004 Tentang Bunga (Interest/Fa‟idah).

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004, Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor : 122 DPbS tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

Subekti. R dan Tjitrosoedibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan 27, Jakarta, Pradhya Paramita, 1995.

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 Tentang Perbankan


(5)

Undang-undang Nomor 21 tahun 2008, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94 Tentang Perbankan Syari‟ah,

C. Internet, Jurnal dan Makalah

Aziz, Muhammad Faiz, Overview Gadai Dan Gadai Saham Secara Umum, dari http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:Tp4wGO6gKDAJ:xa.yimg.co m/kq/groups/3902414/1049416215/name/Artikel%2Btentang%2BGadai%2 Bdan%2BGadai%2BSaham_.doc

Abdul Manan, Beberapa Masalah Hukum dalam Praktek Ekonomi Syariah, Makalah Diklat Calon Hakim Angkatan-2 di Banten, 2007

Achmad Fauzi, Urgensi Hukum Perikatan Islam dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, diakses dari www.pta-samarinda.net,

BS, A. Mohammad, Membangun Sistem TI Andal untuk Bank Syariah, diakses dari http://ib.eramuslim.com/2010/06/04/membangun-sistem-ti-andal-untuk-bank-syariah/, 2004.

Djayusman, Royyan Ramdhani (IAEI-UGM), Gadai Emas Syariah, diakses dari http://shariaheconomics.org/sef/index.php?option=com_content&view=articl

e&id=114:gadai-emas-syariah&catid=32:kajian-fiqh-muamalah&Itemid=155.

Marsudi, Kajian Teoretis Perbankan Syariah, diakses dari http://billmars.blog.ekonomisyariah.net/

Peri Umar Farouk, Sejarah Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Diakses dari http://omperi.wikidot.com/sejarah-hukum-perbankan-syariah-di-indonesia Wikipedia Bahasa Indonesia, nasabah, diakses dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Nasabah.

Suhartono, Prospek Legislasi Fikih Muamalah Dalam Sistem Hukum Nasional, diakses dari www.Badilag.net,


(6)