Tinjauan Khusus Museum ( Lobby dan Ruang Pamer )

C. Tinjauan Khusus Museum ( Lobby dan Ruang Pamer )

1. Tinjauan Ruang Museum

a. Lobby

1) Pengertian

Yang dimaksud dengan lobby, pengertiannya secara harafiah adalah ruang teras dekat dengan pintu masuk yang dilengkapi dengan beberapa perangkat meja – kursi, yang berfungsi sebagai ruang duduk atau ruang tunggu.

Penataan lobby yang baik sangat diperlukan dalam manajemen pengunjung dalam sebuah museum. Lobby merupakan ruang kontrol yang cukup untuk pengorganisasian ruang, disamping itu lobby harus cukup lapang, menarik, baik dalam penerangannya, ventilasinya maupun penataan ruangannya.

2) Fungsi Lobby

a) Sebagai Fungsi Ekonomi, yaitu pengunjung dapat memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang tersedia di lobby dan tanpa harus pergi ke tempat lain, sehingga menghemat tenaga dan biaya.

b) Sebagai Fungsi Sosial, yaitu lobby dapat memberikan informasi kepada pengunjung tentang fasilitas-fasilitas yang disediakan di lobby agar pengunjung dapat saling berinteraksi dengan sesama pengunjung lain serta karyawan.

c) Lobby sebagai alat penghubung, yaitu memberikan informasi serta fasilitas sebagai tujuan pendidikan maupun pariwisata.

3) Fasilitas

Untuk dapat memenuhi kebutuhan aktifitas dalam museum, maka lobby museum sebaiknya. ( Vail, Coleman Laurence, 1950:155)

a) Tersedianya ruang pengecekan dan meja informasi.

commit to user

b) Tersedianya fasilitas telepon umum

c) Tersedianya counter penjualan (dapat dilakukan di meja informasi), jika menjual kartu pos dapat disediakan meja untuk menulis.

d) Tersedia pula display buku dan barang – barang cetakan.

e) Tersedia fasilitas pameran pendahuluan ( memamerkan apa yang menarik dari museum ).

b. Ruang pamer

1) Pengertian

Ruang pamer dalam bahasa inggrisnya disebut dengan Show room , yaitu …..” room used for the display of good or merchendise “ ( Ernst Neufert,1987:359). Pengertian tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut, ruang pamer adalah ruangan yang digunakan untuk kepentingan pemajangan benda – benda koleksi atau barang – barang dagangan. Dari pengertian di atas, maka ruang pamer museum memiliki arti suatu ruangan yang digunakan untuk menata dan memamerkan benda – benda koleksi agar dapat dilihat oleh pengunjung .

Sementara, menurut Hadisutjipto (1998 : 34) ruang pamer merupakan tempat untuk mewujudkan komunikasi antara benda pamer dan pengunjung. Ruang Pamer dapat dianggap sebagai kunci pameran yang berbicara tentang kekayaan dari koleksi.

2) Tipe Ruang Pamer

Ruang pamer dapat dibagi ke dalam dua jenis tipe, yaitu :

a) Ruang pamer sementara, digunakan untuk memamerkan materi pameran seperti lukisan, patung dan materi pameran yang dapat dipindahkan maupun diganti – ganti. Letaknya diliantai pameran utama, ataupun lantai bawah dekat dengan lobby

b) Ruang pamer permanen , terbagi dua jenis, yaitu :

commit to user

(1) pameran umum, obyeknya berukuran besar dapat berupa ruangan sejarah, informasi – informasi umum tentang koleksi museum maupun pameran kerja.

(2) pameran

penelitian,

obyeknya berukuran kecil,

memamerkan hasil – hasil penelitian. Skala maupun proposi ruang pamer dapat berubah seiring dengan waktu dan kebutuhan. Untuk bangunan – bangunan masa kin, lazim ruangan yang digunakan berukuran sedang, untuk bangunan – bangunan kuno banyak menggunakan ruangan – ruangan berukuran besar. Tipe – tipe Ruang Pamer, adalah sebagai berikut :

a) Kamar sederhana berukuran sedang merupakan bentuk yang paling lazim.

b) Aula dengan balkon merupakan bentuk ruangan yang juga lazim dan salah satu yang tertua.

c) Aula pengadilan ( CIERE story hall ) merupakan aula besar dengan jendela – jendela tinggi di kedua sisinya.

d) Galeri Lukis Terbuka ( Skylighted picture gallery ) merupakan tipe ruang yang paling umum dalam museum seni. Ruangan ini tampak paling sederhana bagi pengunjung maupun bagi arsitek dianggap sebagai ruang yang paling sulit dirancang.

e) Koridor Pertunjukan merupakan tipe ruang pamer yang sesungguhnya bukan ruangan, tetapi merupakan suatu jalan atau lorong. Digunakan untuk display supaya tidak tampak kosong.

f) Tipe ruangan yang bebas, dapat dibagi – bagi saat ada pameran. Ruangan ini tidak berjendela tapi ada tempat yang dapat dibuka untuk cahaya alami.

3) Tata Ruang Area Pameran

a) Pengertian Pameran

Pameran adalah suatu bentuk kegiatan promosi yang bertujuan untuk menstimulir/meningkatkan omzet penjualan

commit to user

dengan cara memperlihatkan (display), memperagakan (demo workshop ) materi produk secara langsung kepada masyarakat atau konsumen (William J Stanton, 1989).

b) Lay Out

Pertimbangan dalam merencanakan lay-out ruang pamer adalah tipe pameran, pengunjung dan aktivitas. (1) Daya tarik utama dan sirkulasi utama. (2) Pola aliran, waktu yang diperlukan untuk tiap aktivitas. (3) Kapasitas ruang, formasi antrian. (4) Informasi, petunjuk, rambu, dan pertolongan. (5) Pelayanan pameran, pembersihan dan pemeliharaan. (6) Keamanan dan perlindungan.

Dari pertimbangan tersebut, maka alternatif lay-out pada ruang pamer adalah sebagai berikut :

Rencana terbuka, jenis ini biasa diterapkan pada pameran berskala besar.

Inti dengan galeri satelit, adalah lay- out dimana bagian tengah menjadi inti pameran dan dikelilingi oleh display dengan alur tematik.

Progresi linier, lay-out jenis ini diatur dengan rangkaian area display dalam rute tertentu.

Kombinasi. Lay-out dengan area display tematik namun sirkulasinya bebas.

commit to user

Kombinasi,

lay-out jenis ini disesuaikan dengan tipe display dan bangunan yang digunakan.

Tabel 2.2

Alternatif Lay-out dalam Ruang Pamer (Sumber : Fred Lawson, 2000 : 117)

2. Tinjauan Sirkulasi

a. Pengertian Menurut Francis DK Ching (1996) dalam bukunya Arsitektur : bentuk, ruang dan susunan jalan sirkulasi dapat diartikan sebagai tali yang terlihat yang menghubungkan ruang – ruang suatu bangunan atau suatu deretan ruang – ruang dalam maupun luar bersama.

b. Sirkulasi Umum Pengunjung (sirkulasi antar ruang – ruang museum) Sirkulasi atau pergerakan pengunjung di dalam ruang pamer, polanya berdasarkan dari lay out bangunan, namun tidak menutup kemungkinan tergantung pula pada perilaku pengunjung sendiri. Perilaku pengunjung dapat diketahui dari apa yang akan dilakukan orang dalam ruangan tersebut.

Penggunaan tangga juga sangat diperlukan dalam sirkulasi di sebuah gedung, gunanya sebagai penghubung antar lantai. Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tangga ini adalah tidak menimbulkan kesulitan dalam segi arsitektur, juga memudahkan bagi penyandang cacat untuk melaluinya disamping pula kemudahan untuk memindahkan barang – barang.

Tangga hendaknya diatur dalam satu kelompok tingkat dan tidak terpisah – pisah, seperti ada 2 – 3 tingkat dari ruang depan ke lobby, kemudian dari lobby ke ruang pamer disebelahnya, demikian pula untuk ruang – ruang lainnya.

Tangga utama sebaiknya dihubungkan dengan lobby dengan pertimbangan kenyamanan dan ekonomis ruang, tidak semestinya

commit to user

diletakkan di ruang pamer, karena akan mengganggu sirkulasi dan maupun penataan benda koleksi. Untuk penanggulangan kebakaran, sebaiknya setiap tangga diatur serta dihubungkan dengan pintu – pintu yang dapat dibuka dan ditutup dengan cepat.

Anak tangga sebaiknya disusun sederhana sehingga tidak mengganggu sirkulasi yang tidak penting serta dibuat senyaman mungkin. Tangga – tangga harus mempunyai penerangan buatan yang cukup. Elevator juga dapat dipasang pada bangunan museum, jumlahnya tergantung pada kondisi museum. Museum besar umumnya memiliki dua elevator. Elevator untuk manusia dan barang menggunakan tombol – tombol otomatis, pintu elevator pun dibuat secara otomatis. Untuk barang, pintu elevator terbagi dua secara horizontal di tengah dan dibuka ke atas dan bawah.

Sebagai alternatif pengganti tangga dan elevator, dapat dipergunakan jalur landai ( Ramp ) dan escalator yang banyak dipergunakan pada bangunan modern. Untuk bangunan museum, penggunaan jalur landai maupun escalator dianggap masih baru dan umumnya dipakai untuk membentuk ruang. Ramp atau jalur landai tidak mahal dalam pengkontruksian maupun pengoperasionalnya, sedangkan escalator lebih mahal baik dalam hal pemasangan maupun pengoperasiannya.

c. Penerapan Sistem Sirkulasi pada Bangunan

1) Sirkulasi Eksternal Bangunan

a) Sistem Pencapaian Bangunan Pencapaian menuju bangunan dipilih pencapaian berputar dengan pertimbangan salah satu fungsi bangunan sebagai arena pameran (outdoor dan indoor) yang menonjolkan unsur informatif dan memerlukan akses yang mendukung kondisi tersebut, pencapaian berputar juga sesuai dengan bangunan multi fungsi dimana akan mempermudah akses terhadap fasilitas-fasilitas yang ada pada bangunan tersebut.

commit to user

b) Pengolahan Sistem Eksternal Karena bangunan yang direncanakan merupakan bangunan multi fungsi dengan berbagai macam pelaku kegiatan, maka perlu dilakukannya pemisahan entrance site tiap-tiap pelaku tersebut. Pemisahan entrance site juga dilakukan antara sirkulasi umum dengan sirkulasi kegiatan service.

2) Sirkulasi Internal Bangunan

a) Sirkulasi Vertikal

Adalah cara pencapaian pada lantai tertentu dalam bangunan secara vertikal atau cara mencapai aruang tertentu yang berada diatasnya dan sebaliknya. Sirkulasi vertikal juga ditekankan sebagai jalur darurat bila suatu saat terjadi bencana. Sirkulasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa fasilitas, seperti : ramp, tangga, eskalator dan lift.

b) Sirkulasi Horizontal (1) Sistem Memusat

Yaitu dimana hall berfungsi sebagai pusat entrance dari berbagai ruang. Sistem ini sesuai diterapkan pada ruang- ruang pamer. Untuk lebih jelasnya pada sistem memusat bisa di lihat pada diagram berikut :

(2) Sistem Jalur Tunggal

Sistem dengan menggunakan koridor sebagai penghubung antar ruang-ruang utama dan hall berada diujung koridor tersebut. Sistem ini seakan diterapkan pada ruang-ruang pertemuan.

commit to user

d. Sirkulasi Koleksi

Skema 2.5

Arus dan Sirkulasi Koleksi didalam Museum

A,B,C,D, dan E : daerah dan tempat dimana koleksi diadakan atau asal dimana koleksi diperoleh.

Sumber : (Depdikbud,1992/1993 : 89)

Ruang Isolasi / karantina

Ruang Penerimaan

Barang

Ruang Produksi

Ruang Sortir

Ruang Restorasi

Registrasi

Bangunan Museum

Gudang / Storage

Ruang Pemeran Temporer

Ruang Pameran

Tetap

Ruang Ekspedisi Pameran Keliling

Gedung Lain

Museum Lain

Kolektor E

commit to user

e. Sirkulasi Pengunjung Museum

Skema 2.6

Arus dan Sirkulasi Pengunjung di dalam Museum Sumber : (Depdikbud, 1992/1993 : 88)

Mencari informasi

Rombongan Perorangan

Penjaga pintu / loket tiket

Penitipan

Barang

R. tunggu

Ruang Informasi

Ingin menambah pengetahuan

R. tunggu / R. tamu

R. Studi Koleksi

Perkantoran dan Administrasi

Auditorium

R. pamer khusus

R. pamer tetap

R. pamer temporer

PENGUNJUNG MUSEUM ( tidak termasuk yang bersifat bisnis )

Ruang Gudang Pengamanan

Ruang Teknis dan Rumah Tangga

commit to user

f. Sirkulasi Khusus Pengunjung ( sirkulasi ruang pamer )

Menurut D.A. Robillard sirkulasi dalam museum dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan bentuk konfigurasinya, yaitu :

Gambar

Tipe Sirkulasi

a. Langsung (Straight ), alur lintasan pengunjung diarahkan oleh ruang interior dengan pintu masuk pada salah satu sisi dan pintu keluar pada sisi yang lainnya.

b. Linier ( Linear ), sirkulasi diarahkan oleh rancangan bangunan yang permanen, pengunjung biasanya memakai pintu masuk keluar yang sama. Selain itu pengunjung berjalan melalui jalur yang menerus, tidak perduli masih pada area yang sama.

c. Terbuka ( Open ), dalam hal ini tidak disertakan dinding display permanen didalam ruang pamer, sehingga elemen sirkulasi dan ruang pamer benar

– benar menyatu. Ruang – ruang dari jenis pola terbuka in cenderung simetris, dan jalan – jalan

masuk yang ada tidak dirancang untuk mempengaruhi orientasi perjalanan pengunjung.

d. Memutar ( Loop ), partisi / dinding pembatas menjadi suatu yang dominan pada pola ini. Ruang – ruang pamer diletakkan sejajar atau saling berdekatan membentuk suatu yang teratur yang mengarahkan pengunjung untuk mengitari pusat ruang tersebut, seperti courtyard, dan kelompok yang lainnya.

e. Membentuk cabang (Branch, Lobby Foyer), suatu tipe sirkulasi yang memiliki area pusat yang kemudian menyebar menuju arah ruang pamer yang berlainan. Dalam hal ini secara

commit to user

visual tidak mengganggu sirkulasi.

f. Membentuk cabang ( Branch, Gallery – Lobby)

g. Membentuk cabang ( Branch, Linear )

Tabel 2.3

Pola Sirkulasi dalam Museum

(Sumber: D.A Robiland, hal.41)

g. Hubungan Sirkulasi dan Ruang Pamer Beberapa pola keterkaitan ruang pamer dan sirkulasi antara lain :

Gambar Pola Keterkaitan Ruang Pamer dan Sirkulasi

a. Sirkulasi dari ruang ke ruang (room to room), pengunjung mengunjungi ruang pamer secara berurutan dari ruang yang satu ke ruang pamer berikutnya.

b. Sirkulasi dari koridor ke ruang pamer (coridor to room ), memungkinkan pengujung untuk mengitari jalan sirkulasi dan memilih untuk memasuki ruang pamer melalui ruang koridor. Bila pengunjung tidak menghendaki ke suatu ruang pamer tertentu maka pengunjung dapat langsung menuju ke ruang pamer berikutnya.

c. Sirkulasi dari ruang pusat ke ruang pamer (nave to room ), disini pengunjung dapat melihat secara langsung seluruh pintu ruang pamer, sehingga memudahkan pengunjung untuk memilih memasuki ruang pamer yang disukai.

d. Sirkulasi terbuka ( open ), sirkulasi pengunjung menyatu dengan ruang pamer. Seluruh koleksi

commit to user

yang dipajang dapat terlihat secara langsung oleh pengunjung dan pengunjung dapat bergerak bebas dan cepat untuk memilih koleksi mana yang hendak diamati.

e. Sirkulasi linier, dalam suatu ruang pamer terdapat sirkulasi utama yang membentuk linier dan menembus ruang pamer tersebut.

Tabel 2.4

Pola Hubungan antara Sirkulasi dan Ruang Pamer

(Sumber: D.A Robiland, hal.47)

Selain itu, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan yang memungkinkan pengunjung untuk tertarik bergerak mengunjungi ruang – ruang pamer, antara lain :

1) Keragaman antara ruang pamer, pengunjung tertarik memasuki ruang yang berbeda dengan harapan memperoleh pengalaman yang berbeda pula

2) Kejelasan pandangan terhadap suatu jalur sirkulasi utama, sehingga memudahkan pengunjung pada suatu uang pamer untuk kembali atau pindah ke ruang lainnya melalui jalur utama yang dirasakan cepat.

3) Peta – peta dan tanda – tanda pada jalan masuk ruang pamer.

4) Pandangan keluar, memberikan suasana santai dan menciptakan kesan tetap adanya kedekatan dengan lingkungan luar.

5) Pembagian ruang dengan memanfaatkan kolom – kolom bangunan. Laurence Vail Colemen juga membahas tentang tingkah laku pengunjung dalam mengamati koleksi pameran di museum. Ada yang hanya mengamati koleksi pameran di museum. Ada yang hanya mengamati benda secara sepintas saja, tetapi ada pula yang mengamati secara cermat dengan waktu yang relatif lama. Untuk itu diperlukan adanya satu sistem yang sesuai dengan tuntutan itu. Hal ini

commit to user

dimaksudkan agar pengunjung yang ingin mengamati lebih mendalam koleksi pameran tidak terganggu oleh pengunjung yang hnya melihat secara sepintas saja. Tetapi cara ini memerlukan ruang yang lebih luas dan lebih banyak peralatannya.

Gambar 2.1

Sirkulasi Pengunjung yang Diarahkan dengan Sistem Tata Pamernya, untuk pengunjung yang ingin mengamati benda pamer secara sepintas dan secara cermat /

detail.

( Sumber : Laurence Vail Coleman, 1950:146 )

h. Orientasi Antara sirkulasi dan orientasi yang berupa isyarat – isyarat spasial memiliki keterkaitan erat. Pengaruh isyarat tersebut terhadap pengunjung selama memasuki ruang – ruang museum harus diperhatikan secara terpadu. Selain itu, rasa bingung para pengunjung akibat dari kurang memadainya sistem sirkulasi dan isyarat – isyarat spasial yang ada, ternyata dapat pula menimbulkan kelelahan pengunjung. Untuk melawan tekanan dan rasa bingung, pengunjung memerlukan suatu sistem orientasi yang dapat memberikan ingatan yang kuat.

Pengunjung sangat membutuhkan penempatan tanda – tanda dan peta – peta pada titik – titik lintasan utama seperti tangga, elevator,

commit to user

eskalator, teras tempat menunggu, tempat penyeberangan, titik pertemuan koridor, dan pintu masuk ke ruang pamer.

a. Terlalu banyak pilihan membingungkan pengunjung.

b. Kebanyakan pengunjung bingung terhadap posisi arah di dalam ruang pamer seperti barat, timur, utara dan selatan. Pengunjung menghendaki petunjuk

arah untuk membantu mereka dalam menentukan arah. Kebanyakan pengunjung menemukan peta denah yang sulit untuk diikuti.

c. Kebanyakan

pengunjung kembali

mengikuti

jalur

semula selama mengunjungi ruang – ruang pamer. Pengunjung menggunakan peta untuk mencapai semua tempat mengikuti petunjuk –petunjuk

yang dianggap menunjukkan arah yang menyenangkan dan menetukan jalur khusus. Pengunjung lebih cenderung tertarik dengan petunjuk arah daripada membaca peta.

d. Pengunjung yang memanfaatkan buku pedoman, membaca petunjuk arah daan menanyakan kepada penjaga cenderung tinggal lebih lama daripada yang tidak sama sekali. Pengunjung yang tidak terarah cenderung cepat merasa bosan dan langsung cepat meninggalkan ruang pamer. Petunjuk yang tidak memadai merupakan penyebab utama timbulnya kelelahan pengunjung.

commit to user

e. Alat petunjuk biasanya berupa peta dan denah, buku pedoman, tanda –tanda staf informasi dan isyarat –isyarat penting lainnya. Pengunjung memerlukan sistem orientasi fisik yang menunjukkan arah yang akan dikunjungi baik jenis koleksi maupun jalur pencapaian yang mudah dan cepat.

f. Pengunjung mencari titik utama sebagai acuan arah seperti foyer, penyeberangan, pertemuan koridor dan lainnya. Beberapa pengunjung cenderung mengikuti suatu rangkaian sesuai maksud dari merancang ruang pamer.

Tabel 2.5

Pencarian Orientasi oleh Pengunjung tipe dasar dari orientasi pengunjung di ruang pamer

Sumber : (D. A Robbilard, 1982)

Sirkulasi harus memberikan variasi titik utama (focal point), pemandangan (vista), dan perubahan suasana. Selain itu, harus menyediakan pusat orientasi yang jelas dimana pengunjung dengan mudah dan cepat dapat memetakan kedalam pemikirannya seluruh konfigurasi jalur-jalur yang ada dalam museum.

Beberapa tanda yang dapat digunakan sebagai orientasi adalah landmark dalam bentuk ruang, landmark dalam bentuk benda, arah sirkulasi, kesinambungan dan skala jalur, pemakaian peta dan petunjuk yang jelas, serta penempatan lokasi peta, petunjuk dan landmark yang jelas.

commit to user

Gambar 2.2

Tipe Dasar dari Orientasi Pengunjung di Ruang Pamer

Sumber : (D. A Robbilard, 1982)

Tanda yang dapat digunakan sebagai orientasi adalah landmark, baik dalam bentuk ruang, bentuk benda, arah sirkulasi.

Gambar 2.3

Petunjuk tentang Ruangan di Ruang Pamer

Sumber : (D. A Robbilard, 1982)

Landmark dapat juga dijadikan pedoman dalam pencarian arah yang tepat, misalnya dalam ruang pamer tersebut di tengah dipasang materi koleksi yang dapat menarik pengunjung (point of Interest), tentu tujuan utama pengunjung ke arah materi tersebut baru melihat- lihat yang lain.

commit to user

Gambar 2.4

Objek dari Penunjuk Arah di Ruang Pamer

Sumber : (D. A Robbilard, 1982)

i. Pemilihan Rute Pemilihan rute merupakan motivasi pengunjung untuk memilih rute-rute kunjungan yang lebih jelas dan pasti, berusaha menemukan tempat-tempat terbaik, seperti halnya berusaha mencari hall dan ruang pameran utama.

Pengunjung sangat jarang membuat jalur pengamatan lengkap pada ruang pamer. Mereka cenderung melihat ke arah area dinding sebelah kanan. Pengunjung lebih banyak mengambil rute terpendek di antara pintu masuk dan pintu keluar.

a. Setelah memasuki ruang pamer

kebanyakan pengunjung akan belok ke kiri

membentuk rute pengamatan

berlawanan dengan arah jarum jam. b. Faktor yang mempengaruhi pengunjung untuk belok ke kanan setelah memasuki ruang pamer adalah posisi pintu keluar ruang pamer, arah petunjuk pada pintu masuk

c. jarak

dinding dari pengunjung pada titik pintu

commit to user

masuk, ukuran luas ruangan galeri dan kebiasaan berjalan pengunjung.

d. Faktor yang mempengaruhi pencarian sebuah rute adalah lokasi pintu masuk dan keluar, jalur dari pintu masuk ke

pintu keluar yang dianggap dapat memberikan suatu hal – hal baru, landmark dan ruang pamer yang menarik, lebar dan keteraturan jalur yang dilalui

e. Pengunjung tidak akan memasuki ruang pamer yang tidak memiliki pintu keluar atau yang pintu keluarnya tidak terlihat dengan jelas.

f. Pengunjung cenderung melalui jalur yang searah dari pintu ke pintu.

g. Kebanyakan pengunjung

tidak

memulai untuk memasuki

ruang pamer secara sistematis (seperti lantai pertama, kedua dan ketiga).

Tabel 2.6

Pola Pengunjung dalam Pemilihan Rute

Sumber : (D. A Robbilard, 1982)

j. Alur Lintasan Alur lintasan pengunjung merupakan kecenderungan gerak lintasan pengunjung kepada suasana yang lebih disenangi dalam

commit to user

memulai pengamatan ketika memasuki ruang pamer. Kepadatan orang pada ruang dan waktu yang bersamaan dapat mempengaruhi kualitas komunikasi yang dimaksudkan oleh pengunjung.

a. Alur lintasan dari kanan ke kiri lebih sering dilakukan pengunjung daripada dari kiri ke kanan

b. Pengelompokan sculpture, tempat duduk dan lainnya letaknya di tengah ruangan akan menggangu alur lintasan.

c. Peletakan kelompokan koleksi benda di tengah ruang pamer cenderung mempercepat alur lintasan pengunjung.

d. Ruang pamer yang memberikan pengontrolan

terhadap alur lintasan pengunjung adalah lebih baik dibanding yang tanpa kontrol.

Tabel 2.7

Pola Pengunjung dalam Peralihan Rute

Sumber : (D. A Robbilard, 1982)

k. Kejenuhan Terhadap Obyek dan Ruang Pamer Faktor penunjang kejenuhan juga bisa diakibatkan oleh kejenuhan terhadap obyek dan ruang pamer (kemonotonan penataan obyek koleksi baik mengenai gayanya, periode, pengelompokkan subyek, dan lainnya). Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya minat pengunjung memiliki keterkaitan dengan sususnan pameran yaitu keragaman, kekontrasan antara ruang-ruang pamer yang bersebelahan.

commit to user

a. Kurangnya keragaman dan kekontrasan

dalam rancangan ruang pamer (seperti

pencahayaan, kontras spesial dan lainnya) akan memperpendek waktu pengamatan terhadap area pameran yang dilalui.

b. Kurangnya keragaman dan kontras ini menyebabkan masalah

kejenuhan pengunjung yang paling utama daripada kelelahan fisik setelah mengamati koleksi.

c. Pengunjung mengamati sedikit lama pada obyek yang diminati dan melewati banyak koleksi dan ruang pamer yang tidak diminati.

d. Pengunjung menambah kecepatan berjalannya bila tidak ada sesuatu yang menarik pada ruang pamer tersebut.

e. Pengunjung tinggal lebih lama pada ruang pamer pertama dari pada ruang pamer selanjutnya.

commit to user

f. Pengunjung tinggal memberikan

perhatian secara luas

kadangkala berhenti sejenak pada obyek tertentu dan melewatkan beberapa obyek yang tidak diminatinya

g. Lamanya

waktu yang dihabiskan di depan sebuah pameran dan jumlah obyek yang

diminati semakin berkurang setelah memasuki ruang pamer.

h. Di ruang pamer yang besar kemungkinan

bahwa pengunjung akan mengamati beberapa

obyek yang tersedia adalah lebih kecil daripada di ruang pamer kecil

i. Banyaknya obyek yang dipamerkan

kadangkala sedikit waktu diluangkan pengunjung

untuk mengamatinya daripada area yang memiliki obyek tidak terlalu banyak.

Tabel 2.8

Kejenuhan Pengunjung terhadap Obyek dan Ruang Pamer

Sumber : (D. A Robbilard, 1982)

commit to user

l. Luas Pengerakan dalam Ruang Pamer Luas pergerakan pengunjung ini lebih dipengaruhi karena keinginan untuk mengamati benda yang belum pernah dilihatnya dan memasuki ruangan yang belum pernah dilihat dan dialaminya. Warna lantai, dinding, lokasi pintu masuk dan pintu keluar dapat mempengaruhi luas pergerakan pengunjung di dalam ruang pamer.

a. Pengunjung

lebih banyak memanfaatkan area dinding sebelah kanan dibanding area sebelah kiri ruang pamer.

b. Pengunjung lebih sedikit berjalan- jalan di ruang tersebut pintu keluar.

c. Pengunjung cenderung lebih banyak berjalan-jalan di ruang pamer yang warna lantai, dinding dan atapnya yang sedikit lebih gelap bila dibandingkan dengan ruang pamer yang bewarna lebih terang.

d. Pengunjung pria lebih banyak mengunjungi

area pamer dibandingkan pengunjung wanita. Pengunjung pria lebih banyak berjalan-jalan di dalam ruang pamer.

e. Pengunjung akan berlama-lama dan banyak berjalan-jalan dalam ruang pamer bila terpampang banyak informasi

yang dibutuhkan

pengunjung

bila terdapat

commit to user

kekontrasan di dalam ruang pamer.

Tabel 2.9

Luas Area Ruang Pamer yang dilalui Pengunjung

Sumber : (D. A Robbilard, 1982)

m. Penarikan dan Pengalihan Perhatian Penataan seluruh bagian ruang pamer juga sama pentingnya dengan obyek lokasi itu sendiri. Segala sesuatunya bisa dilakukan untuk menghindari konflik antara obyek pameran atau keadaan sekitarnya, dan berusaha untuk meningkatkan mutu museum agar dapat melakukan komunikasi yang lebih baik dengan para pengunjung dari berbagai kalangan dan pengunjung yang hanya bersifat sementara.

a. Peletakan pintu ruang pamer (terutama pintu keluar) yang kurang tepat bisa menyebabkan pengunjung menuju pintu keluar tanpa memperhatikan obyek yang dipamerkan.

b. Terlalu jauhnya jarak tempuh terhadap obyek yang harus diamati pengunjung

cenderung mengabaikannya dan langsung menuju pintu keluar.

c. Pengunjung memberikan banyak perhatian kepada lingkungan yang belum pernah dikenal sebelumnya. Ruang pamer yang cenderung monoton tidak banyak mendapat

commit to user

perhatian pengunjung

Tabel 2.10

Penarik dan Pengalih Perhatian dalam Ruang Pamer

Sumber : (D. A Robbilard, 1982)

3. Tinjauan Organisasi Ruang

Organisasi ruang tergantung pada permintaan atas program bangunan seperti : hubungan fungsional, persyaratan keluasan ruang klasifikasi hirarki ruang-ruang dan syarat-syarat penempatan pencahayaan atau pemandangan.

Syarat-syarat organisasi ruang sebagai berikut :

a. Memiliki fungsi-fungsi yang khusus atau kesamaan fungsi secara jamak.

b. Penggunaan fleksible dan dengan bebas dapat dimanipulasikan.

c. Memiliki fungsi serupa dan dapat dikelompokkan menjadi suatu cluster fungsional atau dapat diulang dalam suatu urutan linier.

d. Menghendaki adanya celah terbuka untuk mendapatkan cahaya, ventilasi, pemandangan atau pencapaian keluar bangunan.

e. Pemisahan sesuai dengan fungsi ruang dan mudah dijangkau. Bentuk organisasi ruang dapat dibedakan antara lain sebagai berikut :

No Bentuk Organisasi Ruang Keterangan

1 Organisasi Ruang

Tertutup

a. Sebuah ruang besar dan dominan sebagai pusat ruang-ruang di sekitarnya.

b. Ruang sekitar mempunyai bentuk, ukuran dan fungsi sama dengan ruang lainnya.

c. Ruang sektar berbeda dengan ruang yang lainnya, baik bentuk, ukuran maupun fungsi.

commit to user

2 Organisasi Ruang Linier

a. Merupakan deretan ruang-ruang.

b. Masing-masing

dihubungkan dengan ruang lain yang sifatnya memanjang.

c. Masing-masing ruang dihubungkan secara langsung

d. Ruang mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda, tapi yang berfungsi penting diletakkan pada deretan ruang.

3 Organisasi Ruang Secara

Radial

a. Kombinasi dari organisasi yang terpusat dan organisasi linier.

b. Organisasi

yang terpusat mengarah ke dalam sedangkan yang linier mengarah keluar.

c. Lengan radial dapat berbeda satu dengan yang lainnya, tegantung pada kebutuhan dan fungsi ruang.

4 Organisasi Ruang

Mengelompok

a. Organisasi

ini merupakan pengulangan dari bentuk fungsi yang sama, tetapi komposisinya dari ruang-ruang yang berbeda ukurannya, bentuk dan fungsi.

b. Pembuatan sumbu membantu susunan organisasi

5 Organisasi Ruang Secara

Grid

a. Terdiri dari beberapa ruang yang posisi ruangnya tersusun dengan pola grid.

b. Organisasi

ruang terbentuk hubungan antara ruang dari seluruh fungsi

posisi dan

sirkulasi.

commit to user

c. Penggunaan ruang yang disusun secara grid banyak dijumpai pada interior ruang perkantoran yang terdiri dari banyak devisi.

Tabel 2.11

Bentuk Organisasi Ruang Sumber: (Francis D.K Ching, 1991: 205)

4. Komponen Pembentuk Ruang

a. Lantai Menurut Pamudji Suptandar, lantai ruang pamer seharusnya tidak licin dan ekonomis dalam pemasangan atau perawatannya. Perlu diingat warna permukaan yang mengkilat akan memantulkan cahaya, permukaan yang terlalu gelap akan menyerap cahaya dan akan mengkontraskan kecemerlangan yang akan mempengaruhi penglihatan, demikian pula jika permukaannya terlalui terang.

Lantai ruang pamer seharusnya tampak baik secara umum dan fungsi. Menurut Francis DK Ching lantai yang berwarna terang akan meningkatkan tingkat kekuatan cahaya dalam suatu ruang, sedangkan lantai yang berwarna gelap akan menyerap sebagaian besar cahaya yang jatuh di atas permukaannya. Lantai menyalurkan kualitas fisiknya – tekstur dan kepadatannya – langsung kepada kita ketika kita berjalan di atas permukaannya.

b. Dinding Dalam sebuah museum tentu dinding memberikan peranan penting dalam memberikan suatu suasana dan kesan pada ruang pamer, sehingga pengolahan dinding dalam ruang pamer merupakan faktor penting untuk memvisualisasikan benda koleksi secara maksimal.

Beberapa cara peletakan materi koleksi yang terletak di dinding adalah menggunakan :

1) Dinding galeri kayu dilapisi pabrik

2) Rel gantung

3) Draperis ( sebagai latar belakang obyek yang berdiri bebas )

commit to user

c. Langit – langit Pada ruang pamer, agar dapat menarik pegunjung dibuat ceiling yang kontras, saling bersaing untuk dapat menonjolkan diri dan memberi kesan mewah. (Pamudji Suptandar, 1999 : 132)

Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, telah memberikan penemuan – penemuan di bidang industri, khususnya terciptanya bahan – bahan bangunan termasuk bahan untuk langit – langit, sehingga memungkinkan untuk memenuhi segala jenis ruang, khusus untuk museum, ruang pamer yang menggunakan pencahayaan buatan memerlukan ketinggian antara 12 –14 kaki. Apabila diterapkan penggunaan skylight adalah antara 18 – 19 kaki. Sedangkan apabila diterapkan keduanya ( mixed lighting ), ketinggian langit – langit dapat bervariasi. Dari aspek konstruksi harus dipertimbangkan penempatan ducting udara, sirkuit lampu serta segi keamanannya karena mungkin terdapat berbagai peralatan elektrik, AC, lampu, dll.

5. Sistem Interior

a. Pencahayaan

1) Pencahayaan

Suatu ruang pamer museum membutuhkan pencahayaan buatan dengan kualitas sebaik mungkin, dengan indeks penampakan warna maksimal 90, suhu warna ± 4000 Kelvin. Untuk itu dapat digunakan pencahayaan umum, berupa lampu – lampu TL putih yang mempunyai arus cahaya khusus.

Meskipun pemakaian lampu atau penerangan lain “menghidupkan” benda – benda yang sedang dipamerkan,

pengaruhnya terhadap koleksi yang berada di ruang penyimpanan dalam jangka waktu yang lama dapat berakibat buruk. Para kurator sepakat untuk menghindari pemakaian cahaya yang langsung menyinari tempat penyimpanan barang seperti lemari kava, vitrin dan lain – lain. Bila pencahayaan ini memang diperlukan, maka

commit to user

pemakaian filter yang menyerap radiasi sinar ultra violet sangat disarankan, sehingga diperoleh cahaya dengan intensitas sebesar + 100 foot candles saja. Intensitas sebesar inilah yang terbaik baagi benda – benda yang mudah rusak oleh pengaruh cahaya.

OBYEK MAKSIMUM ILLUMINASI

Benda – benda yang tidak sensitive terhadap cahaya antara lain : logam, batu, kaca, keramik, barang perhiasan (batu – batu intan, berlian, dan sebagainya), tulang.

Bebas dari ukuran cahaya

Benda – benda yang sensitive terhadap cahaya : lukisan, lukisan dinding, kulit, tanduk.

150 LUX

Benda – benda yang sangat sensitive terhadap cahaya : tekstil, pakaian, seragam, lukisan cat air, lukisan tempera, printing dan drawing, naskah, benda – benda etnografi dan yang sejenis dengan itu

50 LUX

Tabel 2.12

Ukuran Penggunaan Illuminasi Cahaya terhadap Benda – benda Koleksi

Museum ( Sumber : VJ. Herman,1981: 72 )

2) Sistem Peletakan Sumber Pencahayaan Buatan Khusus Museum Pencahayaan khusus adalah pencahayaan yang ditujukan terhadap benda pamer museum.

Gambar 2.5

Pencahayaan Khusus pada Ambalan Tempat Benda Pamer Diletakkan Sumber : (Technical Report of the illuminating Engineering Society, 1970 : 20)

commit to user

Pencahayaan harus disesuaikan dengan sifat benda, yang dalam hal ini dapat dibagi menjadi :

a) Pencahayaan khusus terhadap benda koleksi dua dimensi.

b) Pencahayaan khusus terhadap benda koleksi tiga dimensi. Penerapan pencahayaan khusus terhadap benda koleksi dua dimensi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Untuk benda pamer pada bidang vertikal.

Peletakan benda pamer pada bidang vertikal, sebaiknya sumber cahayanya memiliki sudut 30 derajat dari bidang tempat pemasangan benda pamer tersebut.

b) Untuk benda pamer pada bidang horizontal

Benda pamer yang terletak pada bidang horizontal, sebaiknya peletakan pencahayaan ada di luar daerah refleksi. Hal ini disebabkan oleh sering terjadinya kesilauan yang mengganggu pengunjung.

Gambar 2.6

Pencahayaan Khusus pada Ambalan Tempat Benda Pamer di Bidang

Horisontal

Sumber : (Technical Report of the illuminating

Engineer Society, 1970 : 20)

c) Untuk mengatasi timbulnya kesilauan perlu dibuat daerah gelap pada langit-langit atau lantai yang berada pada benda pamer tersebut. Hal ini berguna untuk menyerap pantulan yang terjadi.

commit to user

Gambar 2.7

Daerah Refleksi Pencahayaan terhadap Benda

Pamer pada Bidang Vertikal

Sumber : (Technical Report of the illuminating Engineering Society,

1970:20)

Untuk pencahayaan khusus terhadap benda koleksi tiga dimensi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (1) Untuk benda pamer pada kotak terbuka.

Benda pamer yang terletak pada kotak tanpa penutup, dibutuhkan peletakan sumber cahaya dengan tingkat iluminasinya yang tinggi dengan tujuan untuk menonjolkan benda pamer serta menghilangkan bayangan. Salah satu cara yang tepat dalam hal ini adalah dengan dua buah lampu sorot dengan sudut 30 derajat dari titik pusat benda. Namun apabila ingin mendapatkan efek cahaya yang istimewa dapat dicoba dengan mengubah-ubah letak sumber pencahayaannya.

Gambar 2.8

Letak Sumber Pencahayaan terhadap Benda Pamer 3D Sumber : (M Brawe, 1981 : 175)

commit to user

(2) Untuk benda pamer dalam kotak kaca

Benda pamer dalam kotak kaca harus menghindari penyilauan. Hal ini karena sifat kaca yang menimbulkan refleksi, menyebabkan pengamat menjadi silau. Untuk mengatasi refleksi pada bidang kaca ada tiga cara, yaitu : (a) Peletakan bidang kaca dengan arah vertikal.

Refleksi dapat diatasi dengan memberikan latar belakang yang gelap atau menggunakan lampu yang tersembunyi di bawah ambalan.

Gambar 2.9

Penempatan Kisi-kisi di bawah Lampu untuk Mengatasi Pengaruh

Refleksi Cahaya Sumber : (M Brawe, 1981 : 176)

(b) Peletakan bidang kaca miring ke arah vertikal. Untuk peletakan bidang kaca dengan arah miring ke arah vertikal, refleksinya dapat diatasi dengan meletakkan lampu yang dilengkapi penutup di bagian dalam kotak (pada bagian atas) dan meletakkan cermin di bagian bawah kotak.

commit to user

Gambar 2.10

Refleksi Pencahayaan pada Bidang Kaca Miring ke arah Vertikal Sumber : (Technical Report of the illuminating Engineering

Society, 1970 : 21)

(c) Peletakan bidang kaca miring ke arah horisontal

Gambar 2.11

Refleksi Pencahayaan pada Bidang Kaca Miring ke arah

Horizontal

Sumber : (Technical Report of the illuminating Engineering

Society, 1970 : 21)

b. Penghawaan Museum

Sistem penghawaan buatan yang umum digunakan di dalam sebuah museum adalah :

a) Sistem Heating atau Radiator, fungsinya untuk meninggikan suhu dengan cara sistem pemanasan air. Sistem ini biasa digunakan di daerah yang beriklim sub tropis.

b) Air Conditioning (AC), berfungsi untuk memenuhi kebutuhan temperature, kelembaban, aliran udara dan untuk menjaga kualitas udara yang betul terpelihara. Sistem penggunaan AC ini pada umumnya dipakai pada daerah yang beriklim tropis. (Vail, Coleman Laurence,1950: 150)

commit to user

6. Sistem Keamanan

Arti pengamanan ruang pamer secara singkat adalah berupa usaha melindungi gedung museum, segala isinya, staf karyawan dan pengunjung ruang pamer dari kerusakan dan gangguan yang disebabkan oleh bencana alam dan ulah manusia dalam bentuk pencurian, perampokan, kebakaran, vandalisme atau tangan-tangan jahil, konflik politik, kerusuhan, banjir, gempa bumi dan sebagainya. (IGN Soekono, 1996 : 3)

Tujuan pengamanan museum ialah terciptanya suatu museum yang utuh, lengkap dan tentram dimana para pengunjung museum merasa tentram, nyaman dan tenang selama berada dan menikmati benda – benda yang dipamerkan. Demikian pula para staf museum yang terdiri dari kurator, educator, preparatory, konservator serta tenaga administrasi dapat bekerja dengan tenang, karena museum bebas dari gangguan keamanan, baik yang datang dari luar maupun dalam.

Sifat kerja pengamanan museum adalah dinamis. Di dalam pelaksanaan teknisnya, sifat kerja pengamanan museum dapat dibedakan atas dua macam yaitu: yang bersifat stasis, dan yang bersifat dinamis / mobile (keliling).

Sifat pengaman museum statis ditujukan khusus pada pengunjung museum. Ia melaksanakan tugas pengawasan yaitu mengawasi para pengunjung yang sedang melihat pameran di ruang pameran tetap, jadi tugasnya menjaga ruangan pameran. Pengamanan museum yang kedua bersifat dinamis atau mobile (keliling) tugasnya melakukan pemeriksaan keliling ke ruangan – ruangan, pameran tetap, auditorium, ruang admistrasi, ruang kuratorial, ruang preparasi, ruang edukasi, ruang konservasi dan laboratorium serta kompleks museum dimana terdapat koleksi – koleksi yang terbuka.

Adapun waktu pengamanan museum tersebut adalah ketika museum akan dibuka, museum sedang dibuka, maupun ketika museum menjelang ditutup serta pada malam hari.

Ada beberapa faktor unsur pengamanan museum yang perlu diperhatikan antara lain :

commit to user

a. Manusia, meliputi :

1) Banyaknya pengunjung museum yang datang dengan tujuan serta kepentingan yang berbeda satu sama lain, sebagai contoh, misalnya ada pengunjung museum yang memanfaatkan untuk mengadakan studi atau penelitian, ada sekedar untuk berekreasi dengan keluarga, tetapi ada juga yang memanfaatkan untuk mencari keuntungan sendiri dengan cara mencuri barang – barang koleksi yang ada di museum.

2) Di samping itu ada pula yang secara iseng mengotori, membuat corat – coret di dinding tembok dan pagar atau merusak taman dan halaman yang merugikan pihak museum. Ulah dan tingkah laku para tuna wisma yang ada di sekelilingnya dengan membuang sampah dan kotoran dengan sembarangan, juga menimbulkan gangguan kenyamanan, kenikmatan dan ketertiban pengunjung museum.

b. Fisik bangunan, meliputi :

1) Bahan – bahan kimia untuk laboratorium dan konservasi tidak disimpan di tempat yang baik dan aman.

2) Pintu jendela dan lemari – lemari koleksi tidak terpasang dengan kunci – kunci yang baik dan kuat

3) Pemilihan serta penentuan bahan – bahan bangunan sebaiknya memilih bahan yang tidak mudah terbakar oleh api. Dll

c. Peralatan dan Sarana, meliputi :

1) Belum tersedianya alat pemadam api, sehingga bila timbul bahaya kebakaran akan berakibat fatal dan tidak tertolong lagi.

2) Pada umumnya saluran air dari hydrant (wall dan freezing hydrant ) sulit diperoleh, karena jaraknya yang terlalu jauh atau hanya pada lokasi gedung yang ada di kota besar saja yang sudah ada jaringan saluran dari PAM. dll

d. Alam dan Lingkungan, meliputi :

1) udara di daerah itu sangat lembab, sehingga bisa merusak koleksi.

commit to user

2) gangguan hewan atau binatang sejenis insect yang menyerang dan merusak koleksi jenis kayu, kain, kertas dan juga jenis jamur untuk koleksi perunggu, batu dan sebagainya.

3) terjadinya bencana alam yang secara tiba – tiba dan tak terduga yang bisa berakibat rusaknya bangunan museum maupun koleksi di dalamnya. Dll

Cara pengamanan benda – benda koleksi dapat dilakukan dengan cara:

a. Pengamanan Umum Melalui Tata Kerja dan Tata Ruang

Untuk menjamin keamanan benda – benda koleksi ini maka perlu ada pembagian tugas dan kewajiban yang tegas dan ketat diantara para petugas. Adapun tugas – tugas itu antara lain: (1) Memeriksa ruang – ruang penyimpanan secara rutin / berkala (2) Menyelenggarakan pengamanan umum bagi seluruh fasilitas

penyimpanan. (3) Membuat peraturan yang ketat Dan dalam perencanaan sebuah gedung harus diperhatikan hubungan antara ruang – ruang penyimpanan dan bagian gedung lainnya agar tidak memudahkan terjadi pencurian atau perusakan oleh tangan – tangan jahil. Pengunjung ruang penyimpanan harus diantar oleh seorang petugas kurator dan harus melalui ruang registrasi yang merupakan ruang pengawasan.

b. Pengamanan Terhadap Pencurian dan Tangan – tangan Jahil

Ada dua jenis pengamanan untuk maksud ini. Dan alat tersebut sebaiknya dipakai di seluruh bangunan. Alat yang dimaksud adalah:

1) Sistem Perlindungan Sekitar (Perimeter Protection Systems) Sistem ini dipakai untuk melindungi bangunan terhadap bahaya dari luar. Penekanan pengamanan terutama ditujukan pada jendela, pintu, atap, lubang ventilasi dan dinding – dinding yang mudah tembus.

Didalam ruang pamer ada beberapa kekuatiran dan kerusakan benda koleksi pameran, seperti yang dikemukakan oleh Dadang

commit to user

Udansyah dalam bukunya berjudul Sarana Pameran di Museum, antara lain yaitu :

a) Vandalisme

Kebiasaan Vandalisme ini banyak terjadi karena keisengan dan kurangnya kesadaran akan benda – benda yang bernilai sejarah dan kurangnya apresiasi kepada nilai – nilai kebudayaan bangsa kebiasaan ini misalnya, menusuk – nusuk, menggoresi benda koleksi, mencorat – coret, dan sebagainya.

b) Touch Complex (penyakit ingin meraba)

Umumnya orang tidak puas melihat saja, mereka masih penasaran apabila tidak meraba benda – benda koleksi yang dilihatnya

c) Kelalaian yang dilakukan oleh pengunjung

Bersandar pada benda koleksi, panil atau benda lainnya, membuang sampah sembarangan, meludah, menaikkan kaki pada benda koleksi merupakan sedikit contoh kelalaian yang sering dilakukan oleh pengunjung.

d) Kebiasaan merokok

Didamping asap rokok yang bisa menyebabkan polusi udara, terutama apabila ruangan tersebut menggunakan AC, abu rokokpun menyebabkan ruangan menjadi kotor, apalagi bila membuang puntung rokok tidak pada tempatnya, apabila puntung rokok tersebut masih menyala dapat mengakibatkan kebakaran.

e) Pencurian

Meskipun pencurian jarang terjadi, tetapi apabila ini sampai terjadi akan sangat merugikan sekali baik bagi pihak museum maupun pihak pengunjung sendiri.

2) Sistem Perlindungan Dalam (Interior Protection Systems) Jenis ini sangat bermanfaat dalam pengamanan gedung, apabila ternyata sistem perimeter gagal berfungsi, misalnya bila pencuri / penjahatnya telah berhasil menyelinap masuk dan

commit to user

bersembunyi di dalam gedung sebelumnya saatnya pintu – pintu ditutup. Contoh yang paling sederhana dari jenis ini ialah kunci.

Kalau alat diatas banyak pula ragamnya. Ada yang bekerja secara mekanis, ada yang secara elektris. Diantaranya adalah:

a) Saklar magnetic ( magnetic contact switch )

b) Pita kertas logam (metal foil tape)

c) sensor pemberitahuan / pencegahan bila kaca pecah (glass breaking sensor )

d) Kamera pemantau (photoelectronic eyes)

e) Pendeteksi getaran (vibration detectors)

f) pemberitahuaan/peringatan getaran (internal vibration sensor)

g) alat pemasuk data pada pintu (acces control by remote door control )

h) pengubah sinar infra merah (passive infra – red)

c. Pengaman Tehadap Kebakaran

Perlindungan terhadap bahaya kebakaran dapat dimulai dengan pemasangan kontruksi bangunan tahan api terutama di ruangan yang mudah terbakar. Ruangan juga perlu memliki pintu – pintu api. Juga dapat pula digunakan dinding – dinding khusus.

Bagian penting dalam perencanaan pengisolasian bencana (api) adalah dengan menempatkan tangga pada tempat yang tepat. Tangga utama mungkin tidak dapat didesain seperti ini, tapi tangga sekunder untuk umum dan staf hendaknya diletakkan di dekat dinding dan pintu.

Berkaitan dengan bencana kebakaran, ruangan museum terbagi dua :

1) Ruangan – ruangan di mana air untuk memadamkan api dapat juga merusak seperti halnya api itu sendiri. Contoh : Ruang Pamer, Ruang Kuratorial, Ruang Penyimpanan.

2) Ruang yang bila ada kerusakan tidak akan terlalu serius. Contoh : Bengkel mekanik, penyimpanan barang persediaan peralatan, peti.

commit to user

Ruang yang disebutkan pertama sebaiknya tidak menggunakan air sebagai pemadam tapi CO 2 yang dapat dipasang otomatis ataupun portabel. Ruangan yang punya perlindungan air otomatis biasanya adalah basement sehingga dapat dipasang instalasi air di sana. Sedangkan ruang bagian atas basement tidak memerlukanya tetapi perlu diawasi atau dijaga jika ada keadaan darurat. Juga dipasang alarm api atau alat deteksi. Di bagian – bagian tertentu harus disediakan selang air dan perlengkapan kebakaran yang lain.

Berkaitan pula dengan perlindungan terhadap api adalah masalah yang timbul akibat resiko perang dan juga gempa bumi. Resiko bahaya dari hal ini dapat muncul dengan pemakaian kaca di atas kepala yang terlalu berlebihan atau kontruksi lain yang rendah tingkat keselamatannya.

Ada dua sistem alat pendeteksi yang dikenal, yaitu :

1) Pendeteksi panas ( thermal detector ), yang akan bereaksi terhadap perubahan suhu.

2) Pendeteksi asap ( smoke detector ), yang bereaksi terhadap gas atau aerosol yang keluar pada saat kebakaran.

Mengenai alat pemadam kebakaran dapat dipilih di bawah ini :

1) Sistem penyemprotan ( sprinkle system )

2) Sistem pemadaman dengan gas (gas system)

3) Tabung pemadaman api (portable fire extinguisher)

Untuk ruang penyimpanan koleksi seperti ini, maka portable fire extinguisher, yaitu dari jenis dry chemical extinguisher kiranya paling menguntungkan, karena tepung residu yang ditinggalkan tidak merusak semua jenis benda. (IGN Soekono, 1996 : 15)

7. Sistem Display Pameran

Display pameran menyangkut beberapa hal, diantaranya:

a) Benda koleksi

commit to user

Sistem display pada museum menyangkut beberapa hal, yaitu mudah tidaknya barang pajang dapat dinikmati pada suatu pameran dapat ditinjau dari berbagai faktor (Ahmad Natahamijaya, 1987:24), yaitu :

1) Ukuran barang detail kritisnya. Kontras benda-benda dengan latar belakangnya dan kontras sekitarnya.

2) Penerangan dan kecerahan benda tersebut.

3) Warna cahaya yang menerangi benda itu.

4) Waktu saat melihat.

b) Faktor Penglihatan Yaitu mudah tidaknya barang pajang dapat dinikmati pada suatu pameran, dapat ditinjau dari berbagai faktor, yaitu:

1) Ukuran barang detail kritisnya

2) Kontras benda – benda dengan latar belakangnya dan kontras sekitarnya

3) Penerangan dan kecerahan benda tersebut

4) Warna cerah yang menerangi benda itu

5) Waktu saat melihat

Gambar 2.12

Jarak dan Sudut Pandang yang Baik

Sumber: (Julius Panero, Human Dimension and Interior Space, 1979 : 195)

commit to user

Gambar 2.13

Daerah Visual Manusia dalam Bidang Horizontal dan Vertical Sumber : (Julius Panero, Human Dimension and Interior Space, 2003 : 290)

Gambar 2.14

Gerakan Kepala Manusia Horizontal dan Vertical dalam Mengamati Materi

Koleksi

Sumber : (Julius Panero Human Dimension and Interior Space, 2003 : 290)

Garis pandang baku berada pada garis horizontal 0 derajat, tapi pada kenyataanya garis pandang alami berada di bawah garis horizontal dan sedikit beragam dan tergantung pada masing-masing orang. Saat berdiri garis pandang normal berada pada 10 o , saat duduk

15 o , saat rileks 30 o dan 38 o di bawah garis horizontal.

Keterbatasan jarak pandang mata manusia berupa batas pandangan mata manusia tanpa menggerakkan bola matanya (Polychromatic) . Batas pandangan itu dalam bidang vertikal dan horisontal. Batas pandangan mata manusia normal yaitu: Vertikal

- max.50, min 27 di atas sumbu mata - max 40, min 10 di bawah sumbu mata

Horizontal :

- max 79 di bawah sumbu mata

Gerakan kepala pada garis horizontal, tersusun berdasar rotasi leher dan gerak sekitar 45 o kekiri dan kanan, dapat dicapai tanpa kesulitan oleh semua orang.

commit to user

c) Sistem Penyajian Materi Koleksi Pengelompokan benda – benda menurut jenis dan bentuknya dapat mempermudah pemilihan sistem penyimpanan yang paling sesuai untuknya. Kelompok yang ada misalnya: benda – benda keramik / batuan, lukisan / foto, senjata / peralatan, pakaian, buku – buku dan barang cetak, film / video cassette dan lain – lain.

Bentuk penyajian berbeda – beda pula, ada yang berupa lemari berpintu, rak terbuka, laci – laci atau gantungan yang dapat digeser – geser. Berapa banyak yang diperlukan untuk setiap kelompok tergantung dari jumlah benda yang ada atau yang akan ada.

Cara penyajian materi koleksi dapat dibagi menjadi 3 bagian, yakni :

1) Berdasarkan Bentuk Penyajian ( wadah materi koleksi yang ditampilkan ). (a) Bentuk sistem panel ( Panel System )

Gambar 2.15

Penyajian untuk Benda 2D : Gambar, bagan, grafik, lukisan, stiker, dan foto

commit to user

(b) Bentuk sistem boks khusus

Gambar 2.16

Penyajian untuk Benda 2D dan 3D : gambar, foto, benda – benda kecil yang berharga, benda – benda dari kulit dan tekstil, palaentologi dan

geologi, dan lain - lain.

(c) (Ahmad Natahamijaya, 1987:24).Bentuk sistem boks standar

(stand box)

Gambar 2.17

Penyajian untuk Benda 3D : batuan, peralatan, miniatur, replika, patung,

dan sebagainya

(d) Bentuk vitrin

Gambar 2.18

Penyajian Benda 3D : Benda – benda kecil yang berharga, benda – benda dari kulit, paleontologi dan geologi, dan lain - lain

MATERI 2D BOX KHUSUS STANDART

MATERI 3D TEKS DATA KOLEKSI

KACA

commit to user

(e) Bentuk sistem diorama

Gambar 2.19

Penyajian untuk Benda 3D : Diorama suatu peristiwa / kisah, diorama, suatu

tema pameran, dll

2) Berdasarkan Aspek Aksentualisasi yang ditampilkan. Aksentualisasi dari materi yang ditampilkan dapat dilakukan dengan beberapa cara, hal ini dimaksudkan agar : (a) Benda / materi koleksi dapat sebagai point of interest (b) Aspek estetika lebih ditonjolkan pada materi koleksi sehingga

akan menambah daya tarik pengamat. (c) Persepsi dan penghayatan komunikasi dapat lebih detail dan

telliti. Adapun cara yang dilakukan adalah dengan : (a) Perbedaan tinggi lantai (split level)

Penyajian untuk benda 3D: peralatan, miniatur, replika patung, dll. Aksentualisasi yang ditampilkan : materi koleksi sebagai point of interest dan kecenderungan komunikasi visual lebih detail.

Gambar 2.20

Penyajian untuk Benda 3D dengan Split Level

commit to user

MATERI KOLEKSI

(b) Sistem mezanin

Dipakai pada ruang pamer yang multi level sehingga memungkinkan terjadinya interaksi pengamat dari ruang atas dengan materi koleksi di ruang bawah. Penyajian untuk benda 3D : peralatan, miniatur, replika patung,dll. Aksentualisasi yang ditampilkan adalah mengurangi penggunaan sekat dinding sehingga kebebasan ruang terbentuk.

Gambar 2.21

Penyajian untuk Benda 3D dengan Sistem Mezanin

(c) Memasukkan dalam dinding dengan dekorasi mural. Penyajian untuk benda 2D dan 3D yang berkaitan dengan dekoratif mural. Aksentualisasi yang ditampilkan adalah materi koleksi diperagakan pada lubang dinding dengan penerangan diatasnya yang terfokus dan aksentualisasi menunjukkan materi koleksi lebih menonjol.

Gambar 2.22

Penyajian untuk Benda 3D dengan Dekoratif Mural

commit to user

R. PROYEKTOR

SCREEN

(d) Split level plafon/langit – langit

Penyajian untuk benda 2D dan 3D. Aksentualisasi yang ditampilkan adalah penurunan ceiling pada materi koleksi dengan fokus penerangan dapat meningkatkan daya tarik obyek pamer dan materi koleksi sebagai pusat utama.

Gambar 2.23

Penyajian untuk Benda 3D dengan Penurunan Ceiling pada Materi Koleksi

3) Berdasarkan Faktor Teknologi

Penggunaan teknologi modern sangat mendukung fungsi dan suasana yang ingin ditampilkan, yaitu bersifat informatif, edukatif, dan rekreatif. Hal ini akan menimbulkan persepsi pengamatan yang lebih detail dan teliti. (a) Sistem display film/sinematografi

Gambar 2.24

Penyajian berupa Teater Film/Multimedia yang Menggambarkan Suatu Peristiwa/Kisah yang sesuai dengan Tema Museumnya

commit to user

CONTROL PROGRAMING

TV LAYAR LEBAR

REMOTE CONTROL

PETA TEKTONIK

LAMPU

(b) Sistem display komputer / monitor tv

Gambar 2.25

Penyajian Menggunakan Program Komputer, baik dengan Sistem Layar

Lebar atau Tidak

(c) Sistem display remote kontrol dan tata lampu

Gambar 2.26

Penyajian Materi dapat berupa Materi Koleksi 2D (grafik, bagan interktif) dengan dilengkapi tombol pengatur. Atau materi 3D (miniatur suatu proses produksi, maket) yang dilengkapi display tata lampu yang menarik

(d) Sistem materi koleksi berputar

Gambar 2.27

Penyajian berupa Materi 3D dengan Ukuran Kecil dan Sedang (0,5 m² - 3,0m²) serta persyaratan berat maksimum 150 kg

4) Berdasarkan Kronologis Yaitu koleksi yang dipamerkan disusun dari yang muda usianya.

commit to user

d) Persyaratan Media Display Koleksi Kerangka ( penutup ) rak, tembaga atau aluminium ditutup satin atau dicat ( mesti jarang ). Kerangka harus kuat, tahan debu dan kutu, tahan lembab, aman terhadap pencuri namun mudah dibuka dan baik kelihatannya. Penutupnya harus terkunci atau didukung dengan sekrup supaya tidak banyak kunci. ( Vail, Coleman Laurence,1950:235)

Pencahayaan dengan membuat isi rak lebih bercahaya dari pada sekelilingnya, yaitu cara penggunaan lampu dalam frame atau kerangka tetapi model ini akan memancarkan udara dan merusak obyek, usaha lain adalah dengan lampu TL dan juga lampu yang diberi filter.

Rak kelompok, rak untuk diorama atau kelompok lingkungan tertentu. Rak ini dipasang tertanam di dinding. Dapat pula digunakan rak – rak diorama kecil. Lampu rak ini mempunyai peran penting sebagai kesan dramatis.

Lampu pameran, perlu untuk memberi tambahan permukaan pameran dan juga untuk membagi panjang dinding dan membagi lantai ruangan. Besar ukuran layar harus selaras dengan skala sekelilingnya. Sekat penunjang, bangku duduk sering dipakai di galeri lukisan. Juga dapat disediakan kursi – kursi kecil yang dapat diputar untuk orang – orang yang duduk dekat obyek di display vertikal. Kursi kecil dari meja untuk kelompok umur yang berukuran sesuai, diperlukan di museum umum.

Persyaratan – persyaratan dalam perencanaan pembuatan vitrin sebagai berikut :

1) Keamanan benda koleksi harus terjamin.

2) Memberi kesempatan kepada pengunjung agar lebih leluasa dan mudah serta enak melihat koleksi yang ditata di dalamnya.

3) Pengaturan cahaya dalam vitrin tidak boleh menggangu koleksi maupun menyilaukan pengunjung.

4) Bentuk vitrin harus disesuaikan dengan dinding. Menurut jenisnya, vitrin terbagi atas :

commit to user

1) Vitrin dinding

2) Vitrin tengah

3) Vitrin sudut

4) vitrin lantai

5) Vitrin tiang Menurut bentuknya vitrin terbagi atas dua macam, yaitu:

1) Vitrin tunggal

2) Vitrin ganda

8. Furniture

Furniture merupakan bagian penting dalam interior, dan secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu :

a. Barang-barang bergerak bebas, dalam arti ini tidak menyatu atau tidak terlihat pada elemen-elemen ruang, misalnya kursi dan meja.

b. Barang-barang yang masih terikat dengan ruang dimana barang itu berada (built-in). Contohnya : rak, lemari yang menyatu dengan dinding, tempat duduk yang menjadi satu dengan lantai.

Furniture yang dibutuhkan dapat ditentukan melalui macam kegiatannya untuk itu perlu adanya pengelompokan furniture seperti dibawah ini :

a. Sifat Peletakan. Terdiri dari Bulit – in dan Furniture yang bergerak bebas.

b. Ukuran. Ukuran adalah penting terutama dalam penyesuaian dengan besaran ruang dan kebutuhan dalam penggunaan.

c. Bentuk.

d. Fungsional/Struktural, adalah furniture yang didesain atas dasar kepentingan fungsi dan pemanfaatan bahan dan teknik yang maksimal.

e. Tema, adalah kelompok furniture yang secara visual memberi suatu tema tertentu.

f. Khusus, adalah furniture yang direncanakan khusus guna suatu kepentingan.

commit to user

Penyusunan letak furniture (lay-out furniture) dilakukan dengan pertimbangan yang seksama dari pokok-pokok permasalahan berikut ini :

a. Penentuan daerah aktif dan pasif. (1) Daerah aktif adalah daerah dimana terjadi kegiatan dengan

frekuensi tinggi dan bersifat cepat, misalnya jalan untuk lalu lintas (flow), gang (lorong), daerah depan pintu, dan sebagainya.

(2) Daerah pasif adalah daerah yang mempunyai kegiatan dengan frekuensi rendah dan bersifat lambat dan lama. Daerah ini sesuai digunakan untuk kegiatan seperti untuk tempat duduk.

b. Bentuk Kegiatan. Bentuk kegiatan menentukan susunan letak serta kelengkapan furniture.

c. Ukuran Gerak. Ukuran gerak dimaksudkan untuk memperhitungkan ruang/jarak yang dibutuhkan oleh sikap gerak/kegiatan manusia. (Drs. Ken Soenarko. 1999 : 6-9)

9. Pertimbangan Desain

a. Bentuk Ciri – ciri visual bentuk ( Francis DK Ching, 1985: 50) dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Wujud adalah ciri – ciri pokok yang memvisualkan bentuk. Wujud ialah hasil konfigurasi tertentu dari permukaan dan sisi suatu bentuk

2) Dimensi adalah panjang, lebar dan tinggi. Dimensi – dimensi ini memerlukan adanya proporsi, adapun skalanya ditentukan oleh perbandingan ukuran relatifnya terhadap bentuk – bentuk lain disekelilingnya.

3) Warna adalah corak, intensitas dan nada pada permukaan suatu benda atau bentuk. Warna adalah atribut yang paling mencolok yang membedakan suatu bentuk terhadap lingkungannya. Warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk.

commit to user

4) Tekstur adalah karakter permukaan suatu bentuk, tekstur mempengaruhi baik perasaan kita pada waktu menyentuh maupun kualitas pemantulan cahaya menimpa permukaan bentuk tersebut.

5) Posisi adalah letak relatif suatu bentuk terhadap suatu lingkungan atau medan visual.

6) Orientasi adalah posisi relatif suatu bentuk terhadap bidang dasar, arah mata angin atau terhadap pandangan seseorang yang melihatnya.

7) Inertia visuil adalah derajat konsentrasi dan stabilitas suatu bentuk tergantung pada geometri dan orientasi relatifnya terhadap bidang dasar dan garis pandangan kita.

b. Unsur – unsur desain Ada beberapa unsur dasar di dalam desain yang meliputi unsur visual ( unsur yang dapat dilihat ) serta unsur yang tidak terlihat tetapi dapat dirasakan adalah garis, warna, tekstur, ruang, ritme, aksen, tension, arah, dan ukuran. ( Arfial Arshad Hakim, 1995: 3 )

Unsur – unsur yang melebur dalam desain membentuk satu kesatuan atau unity. Kesatuan bentuk dapat pula diperoleh dari pertimbangan :

1) Proporsi yaitu hubungan antara ukuran bagian terhadap keseluruhan, antara bagian yang satu dengan yang lain.

2) Keseimbangan yaitu suatu kondisi atau kesan berat, tekanan, tegangan, sehingga memberi kesan kestabilan, tenang dan seimbang.

3) Irama dapat diartikan sebagai pengulangan garis, bentuk, wujud, dan warna secara teratur dan harmonis.

4) Emphasis atau tekanan adalah suatu bentuk yang mendapat perhatian atau tingkat kekuatan tertentu, atau penonjolan bagian tertentu.

c. Warna Warna adalah satu hal yang sangat vital, ini dikarenakan warna membawa misi untuk masing – masing benda yang selalu ada warna

commit to user

yang menyertai keberadaanya. Warna dapat pula menggambarkan perasaaan psikologis seseorang, entah perasaan takut, ragu – ragu, berani, tenang, dan sebagainya. Warna juga sering difungsikan sebagai alat untuk merekayasa suatu ruang sehingga tampak luas atau sempit. Warna juga dipengaruhi oleh cahaya, baik cahaya alami maupun cahaya buatan. Definisi warna ada tiga, yaitu :

1) Hue, warna sebagai warna yang meliputi warna primer, sekunder dan tertier

2) Value, warna sebagai pengungkapan gelap terang, dalam keadaan ini warna selalu dikaitkan dengan keadaan gelap terang.

3) Saturation, warna sebagai suhu, dalam hal ini setiap warna selalu berhubungan dengan aspek psikologis yang diterima oleh seseorang apakah itu terasa dingin atau sebaliknya. (John F Pile, 1988 : 243)

Warna mempengaruhi bentuk, ukuran, berat dan suhu. Warna itu ekspresif karena warna membawa gagasan tentang simbol. (Tate, Allen & Smith, c Ray, 1986 : 149 )

Disamping itu secara psikologis warna memiliki pengaruh terhadap perasaan manusia seperti yang diuraikan di bawah ini:

1) Biru, umumnya dinamakan warna menjauh, bersifat dingin, baik dan tenang

2) Hijau, menyejukkan dan dapat mengurangi ketegangan hidup.

3) Kuning, merangsang dan menarik perhatian.

4) Merah, menyenangkan dan merangsang otak memberi kesan mewah dan kebahagiaan.

5) Abu – abu, memberi efek dingin, sebaiknya dikombinasikan dengan warna lain.

6) Orange, merangsang, dapat menimbulkan rasa sakit dan kejenuhan.

7) Coklat, memberi pengaruh rasa segar, tenang, dan hangat.

commit to user

8) Putih dapat mematikan semangat jika tidak dikombinasikan dengan warna – warna emas.

9) Hitam, cenderung memberi pengaruh menekan, bila digunakan dengan warna lain berfungsi menunjang intensitas warna tersebut.

d. Elemen Estetis Aksesoris dalam Desain Interior merujuk pada benda-benda yang memberi kekayaan estetika dan keindahan dalam ruang, benda-benda tersebut dapat menimbulkan kegembiraan visual untuk mata, tekstur yang menarik untuk diraba atau sebagai stimulan perasaan. Pada akhirnya, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama, aksesoris adalah bukti jelas hunian.

Kekayaan visual dan rasa pada suatu tatanan interior dapat berupa : (1) Manfaat

: alat-alat dan objek-objek yang memang berguna. (2) Incidental

: Elemen-elemen dan kelengkapan arsitektur (3) Dekoratif

: benda seni dan tanaman. (Francis DK Ching, 1996:

272-275).

e. Tema Dalam suatu perancangan desain interior, tema memegang peranan yang penting, karena tema dapat memberikan suatu suasana tertentu dan membentuk karakter ruangan tertentu.

Sebuah tema harus dapat menjawab dan memberikan pemecahan bagi permasalahan desain, sehingga tampilan desain yang dihasilkan dapat memenuhi tuntutan kegiatan dan fungsi ruang yang sesungguhnya.

Yang perlu kita ketahui pula bahwa pada dasarnya tema dalam desain interior terdiri dari dua bentuk yaitu tema sebagai konsep dan tema sebagai dekoratif tema.

Konsep adalah suatu ide, gagasan, pengertian yang ada di dalam pikiran manusia , betapapun konsep tersebut kecil, belum lengkap ataupun kurang detail, namun konsep bagaimanapun juga merupakan serangkaian pikiran yang paling pertama dalam suatu proyek. Dapat

commit to user

dikatakan pula konsep itu adalah suatu gagasan yang sering muncul secara spontan dan mungkin diterima secara ringkas. Ini adalah suatu generalisasi yang dilihat dalam mata pikiran secara keseluruhan tanpa bagian – bagian khususnya.

Dalam konsep desain interior seharusnya dicari sesuatu yang ideal, tetapi hanya dalam bentuk – bentuk batasan yang dihasilkan dari kenyataan - kenyataan dalam syarat – syarat program atau tuntunan dari pembatasan - pembatasan rencana ruang yang ada. Konsep desain interior yang valide tidak dapat muncul jika tidak dari tuntunan program dan juga dari rencana program yang ada. Sehingga konsep desain interior yang dapat memenuhi tuntutan dan dapat menjawab permasalahan – permasalahan ruang adalah konsep interior yang benar.

Konsep di dalam desain interior juga dapat berarti beberapa karakteristik agar dominan dan karakteristik yang dominan dan karakteristik ini dapat dianggap sebagai suatu tema. Membangun suatu karakteristik yang dominan atau tema penting untuk desain interior. Tema dapat memiliki level dominasi, contohnya bentuk yang baik dapat diulang – ulang pada ukuran yang lebih besar atau lebih kecil atau warna pada intensitas yang penuh dalam suatu bahan atau lokasi tetapi hanya satu warna atau warna tipis pada bagian yang lain. Dari sinilah kita dapat mulai menyusun tema konseptual. Dalam pengertian lain tema adalah unsur – unsur yang diambil dari suatu obyek yang menurut seniman memiliki nilai yang dapat diterapkan dalam menyusun dan membentuk karya. Dapat dikatakan pula bahwa nilai – nilai yang ada dalam suatu obyek dapat disusun untuk membentuk suatu karakteristik sebuah ruang dengan konsep ruang tersebut.

Secara garis besar tema yang diterapkan pada museum harus disesuaikan dengan karakteristik dari kegiatan museum itu sendiri, yakni bersifat non formal. Tema dan nuansa yang hendak dicapai diaplikasikan melalui penggunaan bahan dan warna unsur pembentuk ruang, pengisi ruang maupun elemen estetis yang mendukung suasana.

commit to user

Dokumen yang terkait

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MENGHADAPI MEA MELALUI PELATIHAN KETERAMPILAN DI KOTA MAGELANG

0 1 7

IMPLEMENTASI MODEL PETA (PEMBELAJARAN KOMPETENSI SPASIAL) DALAM MATA PELAJARAN GEOGRAFI BAGI GURU SMA DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

0 0 10

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PENELITIAN DAN PENULISAN KARYA ILMIAH BAGI GURU MATEMATIKA SMASMK MUHAMMADIYAH DI KLATEN DAN SUKOHARJO Masduki dan Muhammad Noor Kholid Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta E

0 0 8

Kata Kunci: perangkat desa, teknologi komputer, Windows PENDAHULUAN - PAKOM PELATIHAN PENGOPERASIAN KOMPUTER BAGI PERANGKAT DESA DI KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR

0 0 9

PEMITRA BAGI PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MATEMATIKA GURU DAN SISWA SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH PROGRAM KHUSUS DI BOYOLALI Sutama, Sabar Narimo, dan Suyatmini Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Email : sutamaums.ac.id Abstra

0 0 7

PAKOM DAUR ULANG SAMPAH ANORGANIK DI DESA NGADIREJO, KARTASURA, SUKOHARJO Ambarwati dan Sri Darnoto Prodi Kesehatan Masyarakat FIK UMS Jl. A. Yani Tromol Pos I, Pabelan, Surakarta E mail: ambarwatiums.ac.id ABSTRAK - PAKOM PELATIHAN PENDAURULANGAN SAMPAH

1 2 11

PERANCANGAN ANIMASI TIGA DIMENSI MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK BLENDER DI CABANG MUHAMMADIYAH KARTASURA Sukirman Pendidikan Teknik Informatika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: sukirmanums.ac.id ABSTRAK - PERANC

0 0 7

PELATIHAN PELAYANAN PRIMA TENTANG PERILAKU PEMBERI LAYANAN DI KELURAHAN SIDOMULYO BARAT KECAMATAN TAMPAN KOTA PEKANBARU

0 0 6

HIP HOP DANCE CENTER DI JAKARTA DENGAN PENDEKATAN MODERN INDUSTRIAL

1 2 94

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS RISIKO DALAM MASA PEMELIHARAAN PROYEK PADA PROYEK KONSTRUKSI DI KOTA SURAKARTA

0 1 20