4.6 Keadaan Masyarakat Sakai di Wilayah Lain
Keadaan masyarakat Sakai di Jembatan II desa Petani kecamatan Mandau tidak jauh berbeda dengan keadaan masyarakat Sakai di wiayah lain. Misalnya
masyarakat Sakai di Desa Paneso kecamatan Mandau. Seperti yang ditulis oleh Azhar 2000:18-19 bahwa dusun yang termasuk dalam wilayah Desa paneso
adalah Dusun Jiat dan Dusun Kuala Paneso. Memasuki Desa Paneso, kita akan melalui jalan minyak yang dibuat oleh PT Chevron Pacific Indonesia. Sedangkan
di kiri kanan jalan memasuki desa, tidak akan lagi ditemui hutan alami seperti dulu. Sekarang, kiri kanan jalan telah ditumbuhi tanaman karet dan kelapa sawit
yang dioperasikan oleh PT Adei. Hamparan hutan lebat itu telah berubah menjadi hamparan bibit kelapa sawit yang akan ditanam di sekitar kampung Sakai.
Ditinjau dari sosial ekonomi masyarakat sakai, perkebunan yang diadakan oleh PT Adei ini seharusnya menguntungkan bagi masyarakat setempat. Karena
secara tidak langsung bisa menampung orang Sakai untuk bekerja di perkebunan itu. Namun kenyataannya, kedatangan perusahaan perkebunan di daerah Sakai ini
malah memberi dampak yang tidak baik bagi mereka. Hal ini disebabkan oleh hilangnya kesempatan Sakai bekerja di perusahaan tersebut.
Di samping itu, mata pencaharian yang semula difokuskan di hutan seperti berburu dan meramu obat di hutan lebat hilang bersamaan dengan bergantinya
hutan alam dengan perkebunan kelapa sawit tersebut. Penggantinya mereka melukah di sungai Paneso sehingga ikan yang diperoleh bisa dijadikan salai, yakni
ikan yang diasapkan.
Universitas Sumatera Utara
Dulu, dari hutan mereka bergantung. Di hutan mereka akan memperoleh hewan liar seperti rusa, pelanduk dan ayam hutan. Rotan, damar, madu lebah dan
kayu juga mereka peroleh dari sana. Kini, jenis komoditi ini di sebagian daerah pemukiman Sakai telah punah.
Azhar 2000:11-13 menjelaskan bahwa selama ini hutan dikenal sebagai lahan mata pencaharian bagi masyarakat Paneso. Tak heran bila keresahan
melanda saat melihat hutan mereka ditebang dan dibakar perlahan-lahan oleh salah satu perusahaan perkebunan, salah satu anak perusahaan milik Malaysia,
yakni PT Adei. Walaupun sebagai konsekuensi penebangan dan pembakaran itu diganti dengan penanaman kelapa sawit serta tanaman karet.
Tak tanggung-tanggung dari data yang diperoleh TIM Pekerja Budaya Melayu di lapangan, rencana pengembangan tanaman kelapa sawit dan hutan
karet dikampung ini mencapai 4000 hektar. Sementara waktu, hutan yang telah dihabisi oleh perusahaan perkebunan ini adalah sepanjang tepi Sungai Paneso.
Padahal menurut ketentuan yang telah disepakati bersama antara PT Adei dan masyarakat Paneso, hutan yang berada di sepanjang tepi sungai sebelah timur
Paneso harus ditinggalkan setebal 200 meter dari tepi sungai. Cadangan hutan ini dimaksudkan untuk wilayah mata pencaharian masyarakat. Artinya pembabatan
hutan yang mereka lakukan untk perkebunan tidak berdampak jelek bagi masyarakat setempat.
Tapi apalah daya, kini hutan disebelah barat telah menjadi telah menjadi perkebunan kelapa sawit dan hutan karet yang lebat. Namun kelebatan hutan
tersebut tidak berarti sama sekali bagi akai. Perkebunan itu tidak menjanjikan
Universitas Sumatera Utara
masa depan kehidupan masyarakat Sakai di Paneso, karena mereka tidak terlibat dalam pekerjaan menanam dan pemeliharaan kelapa sawit dan karet.
Perkebunan itu hanya menjanjikan kehidupan yang baik bagi pekerja perusahaan yang sebgain besar berasal dari Nias. Apabila masyarakat Sakai
diberitahu bagaimana cara mengerjakannya, tentu Sakai bisa melakukannya. Pihak perusahaan tidak mau melibatkan masyarakat Sakai dalam pekerjaan itu
dengan alasan masyarakat Sakai kurang terampil. Selain itu mereka juga mengatakan bahwa tingkat pendidikan orang Sakai masih rendah, kurang disiplin
dan tidak mau diatur. Itulah sebabnya perusahaan tidak mau merekrut masyarakat setempat.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan