Jumlah Pangan A. Konsumsi Energi dan Protein

Jika dilihat dari tingkat pendidikan terakhir reponden dan kepala keluarga yang disajikan dalam tabel 4.3 di atas, sebagian besar responden dan KK memiliki pendidikan terakhir SMASLTA sederajat. Meski demikian konsumsi pangan tidak beragam dan masih tingginya konsumsi energi yang berasal dari padi-padian dibandingkan dari kelompok pangan yang lain. Ini menunjukkan bahwa masih rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai gizi. Pola kebiasaan makan yang selalu mengutamakan padi-padian dalam hal ini beras, sedangkan pangan lain seperti umbi-umbian, kacang-kacangan, serta sayur dan buah jarang dikonsumsi atau seadanya saja membuat konsumsi pangan masyarakat menjadi tidak beragam.

5.1.2 Jumlah Pangan A. Konsumsi Energi dan Protein

Berdasarkan hasil penelitian mengenai data konsumsi pangan yang dilakukan di Kecamatan Berastagi diperoleh data tingkat kecukupan konsumsi energi dan konsumsi protein keluarga perokok yang disajikan dalam tabel 4.17 dan tabel 4.20 di atas. Bila dilihat dari 100 keluarga perokok seperti yang terdapat pada tabel 4.17, 34,0 konsumsi energinya berada dalam kategori cukup ≥AKERK, sedangkan 66,0 berada pada kategori tidak cukup AKERK. Sementara itu untuk konsumsi protein seperti yang terlihat dalam tabel 4.20 di atas, 72,0 keluarga perokok berada pada kategori cukup ≥AKPRK, sedangkan 28,0 keluarga berada pada kategori tidak cukup AKPRK. Jika dilihat berdasarkan acuan Depkes 1996 dalam Ariningsih 2009, kecukupan konsumsi energi keluarga perokok seperti pada tabel 4.18 di atas dapat Universitas Sumatera Utara dilihat bahwa pada tingkat defisit berat sebanyak 28 keluarga 28,0, defisit sedang sebanyak 18 keluarga 18,0, defisit ringan 11 keluarga 11,0, dan cukup sebanyak 43 keluarga 43,0. Untuk kecukupan konsumsi protein tingkat defisit berat sebanyak 10 keluarga 100,0, defisit sedang sebanyak 7 keluarga 7,0, defisit ringan sebanyak 7 keluarga 7,0. Konsumsi energi dan protein keluarga diperoleh dengan menggunakan metode food list yang kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan energi dan protein rata-rata keluarga yang dihitung berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, dan faktor unit. Metode yang dilakukan selama satu hari satu kali dua puluh empat jam sebenarnya kurang tepat untuk menggambarkan jenis pangan dan jumlah pangan yang dilihat dari tingkat kecukupan energi. Namun setidaknya ini dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung asupan zat gizi keluarga dalam sehari Supariasa, 2002. Rendahnya konsumsi energi penduduk dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti dengan pendapatan keluarga yang rendah, seperti yang terlihat pada tabel 4.19 di atas yang menunjukkan bahwa seluruh keluarga yang memiliki pendapatan di bawah UMR konsumsi energinya tidak cukup. Pengeluaran rokok yang tinggi juga dapat menyebabkan rendahnya konsumsi energi keluarga. Jika dilihat pada tabel 4.12 di atas sebagian besar keluarga mengeluarkan uang sebesar Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000 hanya untuk rokok. Bahkan nilai itu sebanding dengan uang yang dikeluarkan keluarga untuk pangan seperti pada tabel 4.10 di atas. Pengeluaran rokok yang tinggi inilah yang menyebabkan pengeluaran pangan semakin berkurang dan otomatis akan menurunkan konsumsi energi dan protein juga. Universitas Sumatera Utara Kosumsi energi yang rendah dapat juga disebabkan oleh tingkat pendidikan terakhir ibu. Ibu merupakan orang yang menyediakan makanan bagi seluruh keluarganya. Tinggi atau rendahnya pendidikan seorang ibu memengaruhi pengetahuan ibu akan gizi yang pada akhirnya akan memengaruhi kebiasaan ibu dalam menyusun menu makanan dalam keluarganya. Seperti pada tabel 4.19 di atas dapat dilihat bahwa dari 36 ibu dengan tingkat pendidikan dasar ada sebanyak 25 keluarga 25,0 konsumsi energinya tidak cukup. Pendidikan terakhir ibu juga memengaruhi tingkat konsumsi protein keluarga. Pada tabel 4.22 di atas dapat dilihat bahwa dari 64 ibu dengan tingkat pendidikan lanjut, ada sebanyak 49 keluarga 49,0 konsumsi proteinnya cukup. Ini menunjukkan bahwa konsumsi energi dan protein lebih tinggi pada keluarga perokok dengan tingkat pendidikan terakhir ibu berada pada tingkat lanjut. Menurut BPS 2001 dalam Arbaiyah 2013, besarnya keluarga atau rumah tangga menyatakan seluruh anggota yang menjadi tanggungan dalam keluarga tersebut yang dapat memberi indikasi beban rumah tangga. Semakin tinggi besaran keluarga berarti semakin banyak anggota keluarga yang selanjutnya akan meningkatkan berat beban rumah tangga tersebut dalam memenuhi kebutuhannya. Namun dalam penelitian ini, jumlah anggota keluarga tidak begitu berpengaruh terhadap konsumsi energi maupun protein seperti terlihat pada tabel 4.19 dan 4.22 di atas. Faktor pekerjaan kepala keluarga ataupun ibu sebagai responden dalam penelitian ini juga dapat memengaruhi konsumsi energi. Seperti pada tabel 4.3 dan 4.4 terlihat bahwa sebagian besar baik responden maupun kepala keluarga bekerja Universitas Sumatera Utara sebagai wiraswasta, yang berarti tidak memerlukan energi yang lebih untuk pekerjaan tersebut. Hal ini menyebabkan konsumsi energi keluarga perokok cenderung rendah. Selain itu juga, kebiasaan merokok dapat menurunkan nafsu makan pada seseorang, sehingga anggota keluarga yang merokok cenderung mengonsumsi energi yang lebih rendah Winarsi, 2007. Rendahnya konsumsi energi dan protein akan menimbulkan dampak pada keluarga khususnya ibu hamil dan balita. Kebutuhan energi dan protein yang lebih tinggi pada ibu hamil bila tidak dipenuhi akan meningkatkan kemungkinan bayi yang akan dilahirkan memiliki berat lahir rendah. Begitu pula dengan balita, pertumbuhan akan terganggu dan meningkatkan kejadian gizi kurang dan gizi lebih yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas SDM bangsa ini. Disamping itu, menurut Khumaidi 1994, rendahnya tingkat konsumsi energi dan protein penduduk menunjukkan bahwa penduduk dalam mengonsumsi pangan hanya untuk pemuasan rasa lapar dan haus tanpa memperhatikan pemenuhan akan zat gizi yang diperlukan tubuh, yang juga dapat dilihat dari ketidakragaman pangan yang dikonsumsi oleh penduduk. Sedangkan gizi harus diterima secara teratur dalam ragam mutu dan jumlah yang cukup sehingga dapat memberikan kesehatan, kegairahan, dan kekuatan dalam bekerja.

5.1.3 Frekuensi Makan