4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Menstruasi
2.1.1. Pengertian Menstruasi
Menstruasi adalah pengeluaran darah, mukus, dan debris sel dari mukosa uterus secara berkala. Menstruasi terjadi dalam interval-interval kurang lebih
teratur, siklis, dan dapat diperkirakan waktu-waktunya, sejak menarke sampai menopause kecuali saat hamil, menyusui, anovulasi, atau mengalami intervensi
farmakologis Cunningham, 2005. Haid ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai
pelepasan deskuamasi endometrium. Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid yang berikutnya. Hari
mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Karena jam mulainya haid tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar haid dari ostium uteri eksternum
tidak dapat diketahui, maka panjang siklus mengandung kesalahan ± 1 hari. Panjang siklus haid yang normal atau dianggap siklus haid yang klasik ialah 28
hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Lama haid biasanya antara 3 – 5 hari, ada yang 1 – 2
hari diikuti darah sedikit-sedikit, dan ada yang sampai 7 – 8 hari. Pada setiap wanita biasanya lama haid itu tetap Winkjosastro, 2008.
2.1.2. Siklus Menstruasi
2.1.2.1 Siklus Endometrium Menurut Ganong 2001, Cunningham et al 2005, dan Sherwood
2001, siklus menstruasi endometrium terdiri dari dua fase, yaitu fase proliferatif dan fase sekretorik Cunningham, 2005; Sherwood, 2001; William,
2001. Pada fase proliferatif, di bawah pengaruh estrogen dari folikel yang sedang
tumbuh, ketebalan endometrium cepat meningkat dari hari kelima sampai keempat belas siklus menstruasi. Seiring dengan peningkatan ketebalan,
5
kelenjar-kelenjar uterus tertarik keluar sehingga memanjang tetapi kelenjar- kelenjar tersebut belum berkelok-kelok atau mengeluarkan sekresi. Fase ini juga
disebut fase praovulasi atau folikular Cunningham, 2005; Sherwood, 2001; William, 2001.
Pada fase sekretorik, setelah terjadinya ovulasi, vaskularisasi endometrium menjadi sangat meningkat dan endometrium menjadi agak sembab
di bawah pengaruh estrogen dan progesteron dari korpus luteum. Kelenjar- kelenjar mulai bergelung-gelung dan menggumpar, lalu mulai menyekresikan
cairan jernih. Endometrium diperdarahi oleh dua jenis arteri. Stratum fungsional
dipasok oleh arteri spiralis yang panjang dan berkelok-kelok dan stratum basale diperdarahi oleh arteri basilaris yang pendek dan lurus Cunningham, 2005;
Sherwood, 2001; William, 2001. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang
menyekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga
suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai
Cunningham, 2005; Sherwood, 2001; William, 2001.
2.1.2.2 Peran Aksis Hipotalamus - Hipofisis Anterior – Ovarium Ovarium memiliki dua unit endokrin terkait yaitu penghasil estrogen
selama paruh pertama siklus, dan korpus luteum, yang mengeluarkan progesteron dan estrogen selama paruh akhir siklus. Unit-unit ini secara
sekuensial dipicu oleh hubungan hormonal siklis yang rumit antara hipotalamus, hipofisis anterior, dan kedua unit endokrin ovarium Sherwood, 2001.
Fungsi gonad pada wanita secara langsung dikontrol oleh hormon- hormon gonadotropik hipofisis anterior, yaitu follicle-stimulatin hormone FSH
dan luteinizing hormone LH. Kedua hormon ini pada gilirannya diatur oleh gonadotropin-releasing hormone GnRH dari hipotalamus yang sekresinya
6
pulsatif serta efek umpan-balik hormon-hormon gonad Sherwood, 2001; William, 2001.
Selama fase folikel, folikel ovarium mengeluarkan estrogen di bawah pengaruh FSH, LH dan estrogen itu sendiri. Kadar estrogen yang rendah tetapi
tetap terus meningkat tersebut pertama menghambat sekresi FSH, yang menurun selama bagian terakhir fase folikel, dan kedua secara inkomplit menekan sekresi
LH, yang terus meningkat selama fase folikel. Pada saat pengeluaran estrogen mencapai puncaknya, kadar estrogen yang tinggi itu akan memicu lonjakan
sekresi LH pada pertengahan siklus. Lonjakan LH ini menyebabkan ovulasi folikel yang matang. Sekresi estrogen merosot sewaktu folikel mati pada ovulasi
Sherwood, 2001. Sel-sel folikel lama diubah menjadi korpus luteum, yang mengeluarkan
progesteron serta estrogen selama fase luteal. Progesteron sangat menghambat FSH dan LH, yang terus menurun selama fase luteal. Korpus luteum bergenerasi
dalam waktu sekitar dua minggu apabila ovum yang dikeluarkan tidak dibuahi atau tertanam di uterus. Kadar progesteron dan estrogen menurun secara tajam
pada saat korpus luteum berdegenerasi, sehingga pengaruh inhibitorik pada sekresi FSH dan LH lenyap. Kadar kedua hormon hipofisis anterior ini kembali
meningkat dan merangsang berkembangnya folikel-folikel baru seiring dengan dimulainya fase folikel Sherwood, 2001.
Fase-fase di uterus yang terjadi pada saat yang bersamaan mencerminkan pengaruh hormon-hormon ovarium pada uterus. Pada awal fase folikel, lapisan
endometrium yang kaya akan nutrien dan pembuluh darah terlepas. Pelepasan ini terjadi akibat merosotnya estrogen dan progesteron ketika korpus luteum tua dan
berdegenerasi pada akhir fase luteal sebelumnya. Pada akhir fase folikel, kadar estrogen yang meningkat menyebabkan endometrium menebal. Setelah ovulasi,
progesteron dari korpus luteum menimbulkan perubahan vaskuler dan sekretorik di endometrium yang telah dirangsang oleh estrogen untuk menghasilkan
lingkungan yang ideal untuk implantasi. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi, dimulailah fase folikel dan fase haid uterus yang baru Sherwood, 2001.
7
Gambar 2.1 : Hubungan antara kadar hormon dan perubahan siklus ovarium dan uterus Sherwood, 2001
8
2.1.3. Aspek hormonal dalam siklus menstruasi