Analisa Optimasi Pemesinan Pada Mesin Bor Breda Tipe R-35 Dengan Menggunakan Algoritma Genetika

(1)

ANALISA OPTIMASI PEMESINAN PADA MESIN BOR

BREDA TIPE R-35 DENGAN MENGGUNAKAN

ALGORITMA GENETIKA

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

GIO SAPUTRA

NIM. 080401021

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran ALLAH SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ANALISA OPTIMASI PEMESINAN PADA MESIN BOR BREDA TIPE R-35 DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan pendidikan Strata-1 (SStrata-1) pada Departemen Teknik Mesin Sub Bidang Konversi Energi, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit kesulitan yang dihadapi penulis, namun berkat dorongan, semangat, doa dan bantuan baik materiil, moril, maupun spirit dari berbagai pihak akhirnya kesulitan itu dapat teratasi. Untuk itu sebagai manusia yang harus tahu berterima kasih, degan penuh ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Alfian Hamsi, M.Sc selaku dosen pembimbing, yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ing. Ir Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. M. Syahril Gultom MT. Selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

4. Kedua orang tua penulis, Marius dan Fatimah Darlis yang tidak pernah purus-putusnya memberikan dukungan, doa serta kasih sayangnya yang tak terhingga kepada penulis.

5. Kakak Wira Deswita dan Abang Meliadi yang selalu menasehati untuk cepat menyelesaikan skripsinya.

6. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Departemen Teknik Mesin yang telah membimbing serta membantu segala keperluan penulis selama penulis kuliah. 7. Bapak Ir. Andianto Pintoro selaku dosen wali.

8. Rekan-rekan satu tim kerja, Ficky Hamdani, Ramadhan, Robby dan Rudi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan kritik.


(11)

9. Teman-Teman lain yaitu, Ikram, Syahrul Ramadhan, , Daniansyah, Ismail Husin Tanjung, Aldiansyah Leo, Fahrul Rozzy, Felix Asade, Parulian Siahaan, Ferdinan Lubis, Joshua Surbakti, Daniel Ortega panjaitan, Indra Gunawan Purba, Fransiscus Sitompul, rekan-rekan mahasiswa 2008 yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu, para abang senior dan adik-adik junior semua yang telah mendukung dan memberi semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekeliruan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis akan sangat berterima kasih dan dengan senang hati menerima saran dan kritik yang membangun demi tercapainya tulisan yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi manfaat kepada pembaca. Terima kasih.

Medan, Mei 2013


(12)

ABSTRAK

Algoritma Genetika merupakan suatu algoritma yang terinspirasi dari teori evolusi Darwin dimana dinyatakan bahwa kelangsungan hidup suatu makhluk dipengaruhi aturan bahwa yang kuat adalah yang menang. Algoritma genetika didasarkan pada proses seleksi gen, perkawinan silang dan mutasi. Salah satu masalah yang dapat diselesaikan dengan algoritma genetika adalah persoalan optimasi. Optimasi algoritma genetika dilakukan dengan mencari variabel untuk spesiman ST-37 dan mata bor HSS dengan kecepatan potong (V) dari 30 m/min sampai 50 m/min, diameter(d) dari mata bor adalah 5,5 mm sampai 8,5 mm, kemudian menurunkan rumus waktu pemesinan (tc) sebagai fungsi optimasi.

Variabel yang telah ditetapkan selanjutnya akan melakukan evolusi seperti seleksi,

crossover dan mutasi. Individu terbaik dapat dilihat dari nilai fitness terbesar karena

fungsi optimasi yang digunakan adalah waktu pemesinan (tc) maka dipilih

pengerjaan dengan waktu paling singkat, sehingga didapat hasil optimasi pemesinan Putaran poros utama (n) 1251rev/min, Gerak makan (f) 0,194 mm/rev, Kecepatan potong (v) 48,532 m/min, Waktu pemotongan (tc) 0,00440 min, Kecepatan

penghasilan geram (z) 14,5 cm3/min.


(13)

ABSTRACT

Genetic Algorithm is an algorithm inspired by Darwin's evolutionary theory which stated that influenced the survival of a creature that the strong rule is a win. Genetic algorithms are based on the process of gene selection, crossover and mutation. One problem that can be solved by genetic algorithm is the optimation problem. Genetic algorithm optimization is performed to find variables to spesiman ST-37 and HSS twist drill with cutting speed (V) of 30 m / min to 50 m / min, diameter twist drill(d) 5,5 mm to 8,5 mm and reduce machining time formula (tc) as a function of optimization. Predefined variables will further evolution such as selection, crossover and mutation. Individuals can best be seen from the bigest fitness value is used as the optimization function is machining time (tc) then selected work with most short time, so we got the result optimization main shaft rotation

machining (n) 1251rev / min, deep feed (f) 0,194 mm/rev, 0,194 mm/rev cutting

speed (v) 48,532 m / min, , the cutting time (tc) 0,00440 min, Material Removal Rate

(z) 14,5 cm3/min.


(14)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR SIMBOL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Manajemen Pemeliharaan Pemesinan ... 5

2.1.1 Sistem Pemeliharaan Mesin ... 5

2.1.2 Strategi Pemeliharaan... 9

2.2 Algoritma Genetika ... 12

2.2.1 Sejarah ... 12

2.2.2 Pemasalahan yang Membutuhkan Algoritma Genetika ... 13

2.2.3Aplikasi Algoritma Genetika ... 14

2.3 Prosedur Algoritma Genetika... 16

2.3.1 Pengertian Individu ... 17

2.3.2 Teknik Penyandian (Pengkodean)... 19


(15)

2.3.5 Seleksi Orang Tua ... 23

2.3.6 Rekombinasi ... 27

2.3.7 Crossover... 29

2.3.8 Mutasi ... 33

2.3.9 Elitism... 35

2.3.10 Evaluasi Tingkat Keseragaman Unsur Kromosom ... 35

2.4 Mesin Bor... 37

2.4.1 Definisi Dan Fungsi Mesin Bor... 37

2.4.2 Jenis-Jenis Mesin Bor... 38

2.4.3 Bagian-Bagian Mesin Bor ... 39

2.4.4 Mata bor (Twist Drill) dan Geometri Mata Bor ... 40

2.4.5 Pengerjaan yang berhubungan dengan proses gurdi ... 45

2.4.6 Pencekaman Mata bor dan benda kerja ... 46

2.4.7 Parameter proses Gurdi ... 47

2.5 Algoritma Genetika Dalam MATLAB ... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 53

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 53

3.2 Peralatan Pengujian ... 53

3.3 Bahan Pengujian ... 58

3.4 Experimental Set-Up ... 59

3.4.1 Model Optimasi ... 59

3.4.2 Parameter yang Digunakan ... 59

3.5 Prosedur Pengujian ... 62

BAB IV ANALISA DATA ... 64

4.1 Algoritma Genetika Manual ... 64

4.1.1 Fungsi Optimasi ... 64

4.1.2 Membangkitkan Populasi Awal ... 66

4.1.3 Seleksi ... 68

4.1.4 Crossover... 74


(16)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 85 5.1 Kesimpulan ... 85 5.2 Saran ... 85 Lampiran 1


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor penentu keberhasilan pemeliharaan menurut Paul (1989) ... 10

Tabel 2.2 SkemaBinary Encoding... 20

Tabel 2.3 Ukuran tirus ... 39

Tabel 2.4 Geometri mata bor (twist drill) yang disarankan... 41

Tabel 4.1 Populasi acak awal ... 67

Tabel 4.2 Fitness Relatif(Pk)... 69

Tabel 4.3 Finess kumulatif(qk)... 71

Tabel 4.4 Bilang acak untuk seleksi(r) ... 72

Tabel 4.5 Kromosom baru hasil seleksi ... 73

Tabel 4.6 Kromosom-kromosom yang akan dicrossover... 75

Tabel 4.7 Kromosom setelah dilakukan crossover ... 76

Tabel 4.8 Kromosom dan posisinya yang terkena mutasi ... 78

Tabel 4.9 Kromosom setelah dilakukan mutasi ... 79


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jenis manajemen pemeliharaan ... 6

Gambar 2.2 Kerangka berpikir sistem pemeliharaan ... 12

Gambar 2.3 Siklus algoritma genetika ... 16

Gambar 2.4 Ilustrasi representasi penyelesaian permasalahan dalam Algoritma genetika ... 18

Gambar 2.5 Kemungkinan jalur dalam TSP dan representasi dalam individu... 19

Gambar 2.6 Ilustrasi seleksi dengan mesin roulette ... 25

Gambar 2.7 Proses Cross-over ... 33

Gambar 2.8 Proses Mutasi... 34

Gambar 2.9 Mesin bor ... 37

Gambar 2.10 Nama-nama bagian mata bor dengan sarung tirusnya ... 40

Gambar 2.11 Mata bor khusus untuk pengerjaan ... 42

Gambar 2.12 Bor senter (center drill) ... 45

Gambar 2.13 Proses kelanjutan setelah dibuat lubang ... 46

Gambar 2.14 Cekam mata bor rahang tiga dengan kapasitas maksimal mata bor 13 mm ... 46

Gambar 2.15 Bagian-bagian Cekam Bor... 47

Gambar 2.16 Parameter mesin bor ... 47

Gambar 2.17 Optimtool... 49


(19)

Gambar 2.20Solver tool... 50

Gambar 2.21Start Tool... 51

Gambar 3.1NotebookACERaspire4736G ... 53

Gambar 3.2 Mesin Bor Breda R35 ... 54

Gambar 3.3 Mata borhigh speed steelHSS... 56

Gambar 3.4 Kuncichuck ... 57

Gambar 3.5Stopwatch... 57

Gambar 3.6 Jangka sorong ... 58

Gambar 3.7 Baja ST 37 ... 58

Gambar 3.8 Flow chart dari metodologi penelitian... 63


(20)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Arti Satuan

Kedalaman pemotongan Diameter rata–rata spesimen Diameter awal specimen Diameter akhir specimen Gerak makan

F Fitnesstotal

-K Kromosom

-n Putaran poros utama Rev/min

Panjang pemesinan

Probabilitascrossover

-Probabilitas seleksi

-Probabilitas mutasi

-Batas atas

-Batas bawah

-ST-37 Baja karbon rendah

-Waktu pemesinan Kecepatan potong Kecepatan makan

Variabel pertama

-Variabel kedua

-Y(x) Persamaan optimasi

-Z Kecepatan penghasilan geram

Huruf Yunani

Simbol Arti Satuan


(21)

-ABSTRAK

Algoritma Genetika merupakan suatu algoritma yang terinspirasi dari teori evolusi Darwin dimana dinyatakan bahwa kelangsungan hidup suatu makhluk dipengaruhi aturan bahwa yang kuat adalah yang menang. Algoritma genetika didasarkan pada proses seleksi gen, perkawinan silang dan mutasi. Salah satu masalah yang dapat diselesaikan dengan algoritma genetika adalah persoalan optimasi. Optimasi algoritma genetika dilakukan dengan mencari variabel untuk spesiman ST-37 dan mata bor HSS dengan kecepatan potong (V) dari 30 m/min sampai 50 m/min, diameter(d) dari mata bor adalah 5,5 mm sampai 8,5 mm, kemudian menurunkan rumus waktu pemesinan (tc) sebagai fungsi optimasi.

Variabel yang telah ditetapkan selanjutnya akan melakukan evolusi seperti seleksi,

crossover dan mutasi. Individu terbaik dapat dilihat dari nilai fitness terbesar karena

fungsi optimasi yang digunakan adalah waktu pemesinan (tc) maka dipilih

pengerjaan dengan waktu paling singkat, sehingga didapat hasil optimasi pemesinan Putaran poros utama (n) 1251rev/min, Gerak makan (f) 0,194 mm/rev, Kecepatan potong (v) 48,532 m/min, Waktu pemotongan (tc) 0,00440 min, Kecepatan

penghasilan geram (z) 14,5 cm3/min.


(22)

ABSTRACT

Genetic Algorithm is an algorithm inspired by Darwin's evolutionary theory which stated that influenced the survival of a creature that the strong rule is a win. Genetic algorithms are based on the process of gene selection, crossover and mutation. One problem that can be solved by genetic algorithm is the optimation problem. Genetic algorithm optimization is performed to find variables to spesiman ST-37 and HSS twist drill with cutting speed (V) of 30 m / min to 50 m / min, diameter twist drill(d) 5,5 mm to 8,5 mm and reduce machining time formula (tc) as a function of optimization. Predefined variables will further evolution such as selection, crossover and mutation. Individuals can best be seen from the bigest fitness value is used as the optimization function is machining time (tc) then selected work with most short time, so we got the result optimization main shaft rotation

machining (n) 1251rev / min, deep feed (f) 0,194 mm/rev, 0,194 mm/rev cutting

speed (v) 48,532 m / min, , the cutting time (tc) 0,00440 min, Material Removal Rate

(z) 14,5 cm3/min.


(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Algoritma Genetika adalah salah satu pendekatan untuk menentukan global optimum yang didasari oleh Teori Darwin. Secara garis besar langkah dalam prosedur ini dimulai dengan menetapkan suatu set solusi potensial dan melakukan perubahan dengan beberapa iterasi dengan algoritma genetika untuk mencapai solusi terbaik. Set solusi potensial ini ditetapkan diawal dan disebut dengan kromosom. Kromosom ini dibentuk secara random berupa susunan angka binary yang di-generate dan dipilih. Keseluruhan set dari kromosom yang diobservasi mewakili suatu populasi.

Kemudian, kromosom-kromosom tersebut akan berevolusi dalam beberapa tahap iterasi yang disebut dengan generasi. Generasi baru (offsprings) di-generate dengan teknik kawin silang (crossover) dan mutasi (mutation).Cross over meliputi pemecahan (splitting) dua kromosom dan kemudian mengkombinasikan setengah bagian dari masing-masing kromosom dengan pasangan-pasangan lainnya. Sedangkan mutasi meliputi penggantian (flipping)satu bit (bagian) dari kromosom dengan satu bagian lain dari kromosom lain yang menjadi pasangannya. Kromosom-kromosom ini selanjutnya berevolusi dengan suatu kriteria kesesuaian (fitness) yang ditetapkan dan hasil terbaik akan dipilih sementara yang lainnya diabaikan.

Selanjutnya, proses dilakukan berulang-ulang sampai dengan suatu kromosom yang mempunyai kesesuaian terbaik (best fitness) akan diambil sebagai


(24)

solusi terbaik dari permasalahan. Permasalahan di ambil dari parameter-parameter dari proses drilling meliputi diameter mata bor dan kecepatan poros utama. Dalam aplikasinya kedua parameter tersebut saling bergantung satu terhadap yang lain dalam mempengaruhi kecepatan permesinan. Dengan menggunakan algoritma genetika dapat dicari parameter optimal untuk mendapatkan kualitas pemesinan terbaik.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut

1. Dapat menggunakan algoritma genetika untuk mencari parameter terbaik dari variabel pemesinan diameter mata bor (d), kecepatan putaran (n), waktu pemotongan (tc), dan kecepatan pengasilan geram (Z).

2. Dapat menjalankan algoritma genetika dengan bantuanSoftwarematlab. 3. Mengetahui metode algoritma genetika yang digunakan.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah

1. Fokus utama penelitian adalah penggunaan Algoritma Genetika untuk optimasi pemesinan pada mesin bor (drilling).

2. Mesin bor (drilling) yang digunakan adalah mesinbor (drilling) jenis radial merek Breda R-35.


(25)

3. Parameter pemesinan dioptimasi dengan parameter waktu (tc) sebagai

parameter utama

4. Data eksperimental pemesinan yang digunakan telah tersedia sebelumnya. 5. Perancangan dan analisis sistem yang dibuat menggunakan program bantu

softwareMATLAB ver. R2011b

6. Spesimen yang digunakan adalah plat baja ST-37.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut

1. Bagi peneliti, dapat menerapkan apa yang dipelajari di buku dengan melakukan langsung proses optimasi parameter pemesinan dengan menggunakan algoritma genetika.

2. Bagi universitas, dapat menambah pengetahuan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan, guna referensi penelitian selanjutnya.

3. Bagi industri manufaktur, dapat meningkatkan keoptimalan proses produksi khususnya dibagian pemesinan produk, sehingga dapat menghemat waktu dalam pemesinan suatu produk.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut:


(26)

Bab ini menjelaskan pendahuluan tentang studi kasus dan pemecahan masalah yang berisi antara lain : latar belakang,batasan masalah, tujuan penelitan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan tinjauan pustaka, diantaranya mengenai teori yang berhubungan dengan penelitian, yaitu teori dasar algoritma genetik, prosedur pelaksanaan algoritma genetik, teori dasar pemesinan pada mesin bubut, dan parameter proses pemesinan mesin bor.

Bab III Metodologi

Bab ini berisi tata cara penelitian yang akan dilakukan, dimulai dari peralatan, bahan, dan optimasi pemesinan mesin bor (drilling) dengan menggunakan algoritma genetik.

Bab IV Analisa Data

Bab ini berisi hasil analisis penggunaan algoritma genetik untuk optimasi pemesinan pada mesin bor (drilling).

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari analisa berdasarkan tujuan skripsi dan saran untuk penelitian lanjutan di mesa depan.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Pemeliharaan Pemesinan

Dalam ilmu Manajemen Pemeliharaan, salah satu yang harus di perhatikan adalah di bidang Workshop, dimana terdapat berbagai macam mesin produksi. Mesin-mesin Produksi ini setiap waktu harus di tingkatkan peformanya dengan pemeliharaan.

Upaya mengoptimalkan pemeliharaan telah banyak dilakukan, kesemuanya bertujuan untuk menjaga keandalan (reliability) dan ketersediaan (availability) sistem.Oleh sebab itu saat ini teknik pemeliharaan pabrik lebih banyak dikonsentrasikan pada pemeliharaan pencegahan (preventive)untuk menghindari kerusakan yang lebih serius. Jika tindakan pemeliharaan terhadap suatu plant menggunakan prinsip minimal maintenance approach, dan dikombinasikan dengan manajemen pemeliharaan yang terabaikan, maka hal ini akan memperpendek masa berguna (useful life) dariplant, dan mungkin juga akan menambah biaya lainnya seperti biaya kerusakan (downtime cost) dan berbagai denda yang timbul akibat dampak yang ditimbulkan oleh kerusakan sistem(Sumber: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/).

2.1.1 Sistem Pemeliharaan Mesin

Tanpa adanya sistem pemeliharaan mesin yang baik, proses produksi pada suatu pabrik akan terganggu. Jika proses produksi terganggu, proses-proses lain


(28)

didalam pabrik itu juga akan menjadi kacau. Proses yang terganggu itu misalnya, bahan baku yang tertimbun di gudang penyimpanan, akibatnya proses pengiriman bahan baku baru menjadi terhambat karena gudang masih penuh. Kemudian pengiriman produk jadi juga akan terlambat. Bila produk pabrik merupakan bahan baku yang harus diproses lagi di pabrik lain, tenntunya proses produksi pabrik lain itu juga akan terhambat[1]

SISTEM PEMELIHARAAN

Gambar 2.1 Jenis manajemen pemeliharaan

Jadi sangat penting untuk memiliki tim yang khusus menangani sistem pemeliharaan mesin dengan baik. Menurut Dhilon (2002), fungsi-fungsi dari departemen pemeliharaan dan organisasi:

1. Perencanaan dan perbaikan peralatan/fasilitas pada standar-standar yang ditetapkan.


(29)

2. Pelaksanakan pemeliharaan preventif, khususnya pengembangan dan penerapan program kerja yang terjadwal untuk tujuan menjaga peralatan/fasilitas beroperasi secara memuaskan.

3. Persiapkan anggaran biaya yang realistis terhadap personil pemeliharaan dan kebtuhan material.

4. Pengaturan logistik untuk menjamin ketersediaan komponen/material yangdiperlukan untuk tugas-tugas pemeliharaan.

5. Pemeliharaan pencatatan peralatan, servis dan lain -lain.

6. Pengembangan pendekatan-pendekatan yang efektif untuk memonitor kegiatan-kegiatan staf pemeliharaan.

7. Pengembangan teknik-teknik yang efektif untuk mengontrol tenaga operasi, tingkat manajer, dan kelompok-kelompok lainnya yang sadar akan aktifitas pemeliharaan.

8. Pelatihan terhadap staf pemeliharaan dan karyawan lainnya untuk meningkatkan keterampilan mereka dan kinerja yang efektif.

9. Peninjauan ulang rencana-rencana terhadap fasilitas, instalasi dan peralatan baru.

10. Penerapan metoda-metoda untuk meningkatkan keamanan/keselamatan ditempat kerja dan pengembangan pendidikan keamanan/keselamatan yang berhubungan dengan program-program staf pemeliharaan.

Secara umum, ada beberapa sistem pemeliharaan mesin di dunia industri yaitu:


(30)

1. Sistem pemeliharaan sesudah rusak (Breakdown Maintenance)

Sistem ini dilakukan tepat setelah ada mesin yang rusak.Perbaikan hanya dilakukan pada keadaan yang benar-benar perlu saja.Tujuannya adalah untuk mendapatkan penghematan waktu dan biaya. Kelemahan sistem ini adalah, kerusakan mesin akan terjadi berkali-kali dan frekuensi kerusakan hamper sama setiap tahunnya. Artinya, ada beberapa mesin yang paling sering diperbaiki, yang tentunya akan menyebabkan umur mesin tersebut semakin pendek setiap kali perbaikan dilakukan. Sebaiknya disediakan mesin cadangan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

2. Sistem pemeliharaan rutin (Preventive Maintenance)

Sistem ini dilakukan pada mesin yang tidak bekerja maksimal lagi.Untuk mengetahui mesin mana yang tidak maksimal lagi, disusunlah jadwal pemeriksaan untuk tiap mesin.Jika saat pemeriksaan rutin ditemukan mesin dengan kinerja menurun, perbaikan langsung dilakukan.Contoh gejala yang menunjukkan turunnya kinerja mesin adalah semakin tingginya tingkat kebisingan, getaran dan konsumsi bahan bakar.Keuntungan sistem ini adalah kita dapat meramalkan lama perbaikan mesin, sebelum kerusakan menjadi lebih fatal, sehingga biaya perbaikan mesin dapat diminimalkan.

3. Sistem pemeliharaan ulang (Corrective Maintenance)

Cara kerja sistem ini adalah menganalisa data-data perbaikan mesin selama beberapa tahun terakhir.Kemudian kita dapat menentukan mesin mana yang harus diperbaiki lebih dulu. Agar sistem ini dapat berjalan dengan baik, diperlukan


(31)

kerjasama antara tim inspeksi dan perencanaan, tim produksi, pekerja lapangan dan teknisi mesin. Dengan mereka saling bertukar informasi seputar mesin pabrik, akan diketahui prosedur perbaikan yang tepat pada mesin yang tepat, sehingga lamanya waktu perbaikan mesin dapat diminimalkan.

4. Sistem pemeliharaan proaktif (Proactive Maintenance)

Konsep dasar sistem ini adalah mengoptimalkan sistem pemeliharaan yang ada, disesuaikan dengan kondisi suatu pabrik. Suatu pabrik dengan kapasitas produksi rendah tentunya tidak memerlukan sistem pemeliharaan yang terlalu kompleks, karena tidak akan efisien. Jadi cukup dengan sistem yang sederhana saja.Kemudian bila pabrik berada pada posisi yang strategis, misalnya di kompleks industri dimana fasilitas penunjang pabrik telah tersedia, kita dapat mengurangi fasilitas dalam pabrik untuk menghemat biaya pemeliharaan pabrik itu.[1]

2.1.2 Strategi Pemeliharaan

Strategi pemeliharaan adalah teknik/metoda yang digunakan untuk mencapai tingkat keandalan dan ketersediaan sistem yang tinggi dengan biaya operasional yang minimal.Maka strategi pemeliharaan sangatlah penting bagi suatu perusahaan untukmenekan biaya yang harus dikeluarkan, karena kegiatan pemeliharaan secara proposional mempunyai konsekuensi terhadap biaya keseluruhan operasi. MenurutSmith (2001), elemen-elemen strategi pemeliharaan meliputi:


(32)

1. Organisasi sumber daya pemeliharaan (Organization of maintenance resources).

2. Prosedur pemeliharaan (Maintenance procedures). 3. Peralatan dan alat-alat uji (Tools and test equipent).

4. Seleksi karyawan, pelatihan dan motivasi (Personnel selecting, training andmotivation).

5. Manual dan petunjuk pemeliharaan (Maintenance instructions and manuals). 6. Penyediaan suku cadang (Spares provisioning).

7. Logistik (Logistics).

Elemen-elemen pemeliharaan tersebut biasanya dibagi kedalam tiga grup tugas pemeliharaan, yaitu; pemeliharaan korektif (corrective), pemeliharaan rutin(preventive) dan perbaikan tahunan (overhaul).Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemeliharaan suatu pabrik menurut Paul (1989) dapatdilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Faktor penentu keberhasilan pemeliharaan menurut Paul (1989) Priorit

as

Elemen Kontrol

Tingkat Kepentingan

1 Produktifitas Buruh 10

2

Pembelian dan Kontrol Material

10

3 Kepemimpinan 9


(33)

5 Organisasi 8

6 Hubungan Antar Departemen 8

7 Data Biaya 7

8 Data Performansi 7

9

Prosedur Pemeliharaan Prefentif

7

10 Perencanaan 6

11 Penjadwalan 5

12 Pelatihan 4

13 Teknisi 4

14 Teknologi 3

15 Latihan Untuk Buruh 2

Faktor-faktor pada tabel 2.1 tersebut dapat digunakan sebagai pedoman untukmemprioritaskan perhatian dalam perencanaan strategi pemeliharaan.Sistimpemeliharaan yang baik adalah berbeda untuk masing-masing pabrik karena masing-masingmasing-masingpabrik berbeda pemakaian bahan dan energinya.Keterkaitan antar elemen-elemen yang berhubungan dengan strategipemeliharaan dalam menunjang proses produksi (manufacturing operation) dapatdiilustrasikan seperti pada gambar 2.2. Kebijakan yang diambil dalam strategipemeliharaan untuk pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan (maintenance & repair)adalah berdasarkan analisis keandalan, ketersediaan dan laju kegagalan mesin.


(34)

Gambar 2.2 Kerangka berpikir sistem pemeliharaan (Sumber: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/)

2.2 Algoritma Genetika 2.2.1 Sejarah

Sejarah perkembangan algoritma genetika (genetic algorithm) berawal pada tahun 1960-an ketika I. Rochenberg dalam bukunya yang berjudul “Evolution Strategies” mengemukakan tentang evolusi komputer (computer

evolutionary) yang kemudian dikembangkan oleh John Holland pada tahun 1970-an. John Holland menulis buku tentang algoritma genetika yang berjudul “Adaptation in Natural

and Artificial System” yang diterbitkan pada tahun 1975.

Menurut Sutojo dkk. : 2011 algoritma genetika adalah teknik pencarian heuristic yang didasarkan pada gagasan evolusi selseksi alam dan genetik.


(35)

Dalam proses evolusi, individu secara terus –menerus mengalami perubahan gen untuk menyesuaikan dengan lingkungannya. Hanya individu–individu yang kuat yang mampu bertahan. Proses seleksi alamiah ini melibatkan perubahan genyang terjadi pada individu melalui proses perkembangbiakan. Proses perkembangbiakan ini didasarkan pada analogi struktur genetic dan prilaku kromosom dalam populasi individu dengan menggunakan dasar sebagai berikut :

• Individu dalam populasi bersaing untuk sumber daya alam dan pasangannya.

• Mereka yang paling sukses di setiap kompetisi akan menghasilkan keturunan yang lebih baik dari pada individu – individu yang berkinerja buruk.

• Gen dari individu yang baik akan menyebar ke seluruh populasi sehingga dua orang tua yang baik kadang – kadang akan menghasilkan keturunan yang lebih baik dari orang tuanya.

• Setiap ada pergantian generasi maka generasi terbaru biasanya lebih cocok dengan lingkungan mereka. Dengan kata lain, generasi baru ini menyesuaikan dengan keadaan lingkungan nya.

2.2.2 Pemasalahan yang Membutuhkan Algoritma Genetika

Untuk dapat memanfaatkan algoritma genetika, kita harus dapat menyandikan solusi dari masalah yang diberikan ke dalam kromosom pada algoritma genetika dan membandingkan nilai fitness-nya.Sebuah representasi


(36)

keberhasilan dalam aplikasi algoritma genetika. Ciri – ciri permasalahan yang membutuhkan algoritma genetika antara lain :

• Ruang pencarian sangat besar, kompleks, atau kurang dipahami.

• Tidak ada pengetahuan yang memadai untuk menyederhanakan ruang pencarian yang sangat besar menjadi ruang pencarian yang lebih sempit.

• Tidak ada analisis matematis yang bisa menangani ketika metode konvensional gagal menyelesaikan masalah yang dihadapi.

• Solusi yang dihasilkan tidak harus optimal, asal sudah memenuhi kriteria sudah bisa diterima.

• Mempunyai kemungkinan solusi yang jumlahnya tak hingga.

• Membutuhkan solusi real-time, yaitu solusi yang bisa didapatkan dengan cepat sehingga dapat diimplementasi untuk permasalahan yang mempunyai perubahan yang cepat.

• Jika suatu permasalahan menggunakan fungsi optimasi yang linear atau tidak linear yang konstrain.

2.2.3 Aplikasi Algoritma Genetika

Sejak pertama kali dirintis oleh John Holland, Algoritma Genetika telah dipelajari, diteliti dan diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang.Algoritma Genetika banyak digunakan pada masalah praktis yang berfokus pada pencarian parameter-parameter yang optimal.Namun demikian, algoritma genetika juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah selain optimasi.Selama suatu masalah berbentuk adaptasi (alami maupun buatan), maka dapat


(37)

Algoritma genetik merupakan teknik search stochastic yang berdasarkan mekanisme seleksi alam dan genetika natural. Pada algoritma genetika, teknik pencarian dilakukan sekaligus atas sejumlah solusi yang mungkin dikenal dengan istilah populasi. Setiap individu di dalam populasi disebut kromosom, yang merepresentasikan suatu penyelesaian terhadap masalah yang ditangani. Sebuah kromosom terdiri dari sebuah string yang berisi berbagai simbol, dan biasanya, tetapi tidak mutlak, string tersebut berupa sederetan bit-bit biner “0” dan “1”. Sebuah kromosom tumbuh atau berkembang biak melalui berbagai iterasi yang berulang-ulang, dan disebut sebagai generasi. Pada setiap generasi, berbagai kromosom yang dihasilkan akan dievaluasi menggunakan suatu pengukuran fitness. Nilai fitness dari suatu kromosom akan menunjukkan kualitas dari kromosom dalam populasi tersebut. Generasi berikutnya dikenal dengan istilah anak (offspring) terbentuk dari gabungan dua kromosom generasi sekarang yang bertindak sebagai induk (parent) dengan menggunakan operator penyilangan (crossover). Selain operator penyilangan, suatu kromosom dapat juga dimodifikasi dengan menggunakan operator mutasi. Populasi generasi yang baru dibentuk dengan cara menyeleksi nilai fitness dari kromosom induk (parent) dan nilai fitness dari kromosom anak (offspring), serta menolak kromosom-kromosom yang lainnya sehingga ukuran populasi (jumlah kromosom dalam suatu populasi) konstan. Setelah melalui beberapa generasi, maka algoritma ini akan konvergen ke kromosom terbaik.

Secara skematis, siklus algoritma genetika dapat digambarkan sebagai berikut:


(38)

Gambar 2.3 Siklus algoritma genetika

2.3 Prosedur Algoritma Genetika

Untuk menggunakan Algoritma genetika, perlu dilakukan prosedur sebagai berikut:

1. Mendefinisikan individu, dimana individu menyatakan salah satu solusi (penyelesaian) yang mungkin dari permasalahan yang diangkat.

2. Mendefinisikan nilai fitness, yang merupakan ukuran baik tidaknya sebuah individu atau baik tidaknya solusi yang didapatkan.

3. Menentuka proses pembangkitan populasi awal. Hal ini biasanya dilakukandengan menggunakan pembangkitan acak sepertirandom-walk. 4. Menentukan proses seleksi yang akan digunakan.

5. Menentukan proses pindah silang (crossover) dan mutasi gen yang akan digunakan.

Populasi Awal Reproduksi

Crossover & Mutasi Evaluasi

Fitness

Seleksi Individu

Elitisme Populasi Baru


(39)

2.3.1 Pengertian Individu

Individu merupakan salah satu solusi yang mungkin. Individu bias dikatakan sama dengan kromosom, yang merupakan kumpulan gen. Gen ini bisa biner, pecahan (float), dan kombinatorial. Beberapa definisi penting yang perlu diperhatikan dalam mendefinisikan individu untuk membangun penyelesaian permasalahan dengan Algoritma genetika adalah sebagai berikut:

1. Genotype (Gen), adalah sebuah nilai yang menyatakan satuan dasar yang

membentuk suatu arti tertentu dalam satu kesatuan gen yang dinamakan kromosom. Dalam Algoritma genetika, gen ini bias bernilai biner, float, integer maupun karakter, atau kombinatorial.

2. Allele, adalah nilai dari gen.

3. Kromosom, adalah gabungan gen-gen yang membentuk nilai tertentu. 4. Individu, adalah suatu nilai atau keadaan yang menyatakan salah satu

solusi yang mungkin dari permasalahan yang diangkat.

5. Populasi, adalah sekumpulan individu yang akan diproses bersama dalam satu siklus proses evolusi.

6. Generasi, adalah satu siklus proses evolusi atau satu literasi didalam Algoritma genetika.

Satu gen biasanya akan mewakili satu variabel. Gen dapat direpresentasikan dalam bentuk bit, bilangan real, daftar aturan, elemen permutasi, elemen program, atau representasi lainnya yang dapat diimplementasikan untuk


(40)

operator genetika. Dengan demikian, kromosom dapat direpresentasikan dengan menggunakan:

Stringbit : 10011…

Arraybilangan real : 65,65 ; -67,98 ; 77,34 dan seterusnya

• Elemen permutasi : E2, E10, E5 dan seterusnya

• Daftar aturan : R1, R2, R3 dan seterusnya

• Elemen program : pemograman genetika

• Struktur lainnya

Gambar 2.4 Ilustrasi representasi penyelesaian permasalahan dalam Algoritma genetika

Misalnya didalam kasus Travelling Salesman Problem (TSP). TSP merupakan salah satu ilmu dibidang manajemen untuk mencari solusi jarak tempuh dan waktu tercepat dari beberapa kota(W.R. Hamilton, 1832). Individu


(41)

individu menyatakan nilai (x,y). Pada gambar 2.2 diilustrasikan dua kemungkinan jalur yang ditempuh dalam TSP dan bagaimana representasinya dalam individu.

Gambar 2.5 Kemungkinan jalur dalam TSP dan representasi dalam individu

2.3.2Teknik Penyandian (Pengkodean)

Teknik penyandian disini meliputi penyandian gen dari kromosom. Gen merupakan bagian dari kromosom, dimana satu gen biasanya akan mewakili satu variabel. Gen dapat direpresentasikan dalam bentuk string bit, pohon, array bilangan real, daftar aturan, elemen permutasi, elemen program dan lain-lain.

Contoh dari representasi kromosom antara lain sebagai berikut : 1. String bit : 10011, 11101, dst

2. Bilangan Real : 65.65, 562.88, dst 3. Elemen Permutasi : E2, E10, dst 4. Daftar Aturan : R1, R2, R3, dst

5. Elemen Program : pemrograman genetika, dst 6. Struktur lainnya


(42)

Misalkan ingin dipecahkan masalah estimasi fungsi produksi Cobb-Dauglas yaitu = dengan sampel yang ada untuk L dan K berapa nilai , , dengan fungsi tujuan meminimumkan least square atau memaksimumkan fungsi likelihood. Persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan algoritma genetika, yaitu ketiga parameter , , dikodekan dalam kromosom yang masing-masing berisi sejumlah gen yang mengkodekan informasi yang disimpan di dalam kromosom. Misalkan untuk memudahkan digunakan binary encoding dengan panjang kromosom 12 gen (12 bits), masing-masing parameter , , dikodekan dengan 4 gen, sehingga diperoleh pengkodean seperti berikut

Tabel 2.2 Skema Binary Encoding

Parameter Binary Number

1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0

g1 g2 g3 g4 g5 g6 g7 g8 g9 g10 g11 g12

Decimal Number

11 14 3

Jika nilai parameter yang akan dicari mempunyai constraint, < < , maka berdasarkan binary encoding nilai parameter dapat diperoleh dengan menggunakan formula berikut

= +

2 1

dimana n menyatakan banyaknya bit atau gen (dalam tabel 2.1 , setiap parameter memiliki empat 4 bit dan constraint0 < < 1 ), sehingga diperoleh:


(43)

= 0 + 14 1 0

2 1= 0.9333

= 0 + 3 1 0

2 1= 0.2

Setelah skema pengkodean ditentukan, algoritma genetika diinisialisasi untuk sebuah populasi dengan N kromosom.Gen-gen yang mengisi masing-masing kromosom dibangkitkan secara random. Masing- masing-masing kromosom akan dikodekan menjadi individu dengan nilai fitness tertentu, dan kemudian sebuah populasi baru akan dibentuk dengan menggunakan mekanisme seleksi alamiah, yaitu memilih individu- individu secara proporsional terhadap nilai fitnessnya, dan genetika alamiah, yakni pindah silang (crossover) serta mutasi. Pada algoritma genetika metode yang akan digunakan adalah dengan skema pergantian populasi yang disebut generational replacement, artinya, N kromosom dari suatu generasi digantikan sekaligus oleh N kromosom baru hasil pindah silang dan mutasi.

2.3.3Prosedur Inisialisasi (Membangkitkan Populasi Awal)

Membangkitkan populasi awal adalah membangkitkan sejumlah individu secara acak atau melalui prosedur tertentu. Ukuran populasi tergantung pada masalah yang akan dipecahkan dan jenis operator genetika yang akan diimplementasikan. Setelah ukuran populasi ditentukan, kemudian harus dilakukan inisialisasi terhadap kromosom yang terdapat pada populasi tersebut.Inisialisasi kromosom dilakukan secara acak, namun demikian harus tetap memperhatikan domain solusi dan kendala permasalahan yang ada.


(44)

1) Random Generator

Inti dari cara ini adalah melibatkan pembangkitan bilangan random untuk nilai setiap gen sesuai dengan representasi kromosom yang digunakan. Gen nantinya berisi pembulatan dari bilangan random yang dibangkitkan sebanyak Nipop(jumlah populasi) x Nbits(jumlah gen dalam tiap kromosom)

2) Pendekatan tertentu ( memasukan nilai tertentu kedalam gen )

Cara ini adalah dengan memasukan nilai tertentu kedalam gen dari populasi awal yang dibentuk.

3) Permutasi gen

Salah satu cara dari pembangkitan populasi awal dengan permutasi gen adalah penggunaan permutasi Josephus dalam permasalahan kombinatorial seperti travelling salesmen problem (TSP).

2.3.4 Evaluasi Nilai Fitness

Ada tiga langkah dalam proses mengevaluasi nilai fitness kromosom, yaitu:

1. Mengganti genotip kromosom menjadi fenotip kromosom, ini berarti mengganti binary strings menjadi real value

2. Mengevaluasi fungsi objektif

3. Mengganti nilai dari fungsi objektif menjadi nilai fitness. Agar nilai fitness selalu bernilai positif, maka nilai fitness dari setiap kromosom sama dengan memaksimumkan objektif dikurangi objektif yang telah dievaluasi untuk setiap kromosom dalam populasi.


(45)

Suatu individu dievaluasi berdasarkan suatu fungsi tertentu sebagai ukuran performansinya. Di dalam evolusi alam, individu yang bernilai fitness tinggi yang akan bertahan hidup, sedangkan individu yang bernilai fitness rendah akan mati. Pada masalah optimasi dalam tugas ini, solusi yang akan dicari adalah memaksimumkan sebuah fungsi likelihood dan meminimumkan least square fungsi produksi Cobb-Dauglas dan fungsi produksi CES.

2.3.5 Seleksi Orang Tua

Pemilihan dua buah kromosom yang dijadikan induk atau sebagai orang tua dilakukan secara proporsional sesuai dengan dengan nilai fitness-nya. Masing-masing individu dalam suatu wadah seleksi akan menerima probabilitas reproduksi yang tergantung dari nilai objektif dirinya sendiri terhadap nilai objektif dari semua individu dalam wadah seleksi tersebut. Nilai fitness inilah yang nantinya akan digunakan pada tahap seleksi berikutnya.

Terdapat beberapa metode seleksi orang tua, antara lain sebagai berikut: 1. Rank-based fitness assignment

Pada Rank-based fitness, populasi diurutkan menurut nilai objektifnya.Nilai fitness dari tiap-tiap individu hanya tergantung pada posisi individu tersebut dalam urutan, dan tidak dipengaruhi oleh nilai objektifnya.

2. Roulette wheel selection

Metode seleksi roda roulette ini merupakan metode yang paling sederhana serta paling banyak digunakan, dan sering juga dikenal dengan nama stochastic sampling with replacement. Pada metode ini, individu-individu dipetakan dalam suatu segmen garis secara beraturan sedemikian hingga


(46)

tiap-tiap segmen individu memiliki ukuran yang sama dengan dengan ukuran fitnessnya. Sebuah bilangan random akan dibangkitkan dan individu yang memiliki segmen dalam kawasan bilangan random tersebut akan diseleksi. Proses ini diulang hingga diperoleh sejumlah individu yang diharapkan.

Skema dengan seleksi roda roulette ini adalah berdasarkan fitness scale (skala fitness). Terpilihnya suatu kromosom dalam populasi untuk dapat berkembang biak sebanding dengan fitness-nya. Tradeoff antara eksplorasi dan eksploitasi terjadi jika terdapat satu atau sekelompok kecil kromosom yang mempunyai fitness yang baik, yaitu mengeksplorasi bagian-bagian baru dalam ruang pencarian, atau terus mengeksploitasi informasi yang telah diperoleh.Kecenderungan kromosom yang baik untuk terpelihara terus dapat membawa ke hasil optimum lokal atau konvergensi dini (premature convergence) ke suatu hasil yang bukan optimum global. Namun demikian, jika semua kromosom dalam populasi mempunyai fitness yang hampir sama, maka seleksi ini akan menjadi seleksi yang bersifat acak.


(47)

Gambar 2.6 Ilustrasi seleksi dengan mesin roulette

3. Stochastic universal sampling

Stochastic universal sampling memiliki nilai bias nol dan penyebaran yang minimum. Pada metode ini, individu-individu dipetakan dalam suatu segmen garis secara berurutan sedemikian hingga tiap-tiap segmen individu memiliki ukuran yang sama dengan ukuran fitness-nya seperti halnya pada seleksi roda roulette, dan diberikan sejumlah pointer sebanyak individu yang diseleksi di garis tersebut. Andaikan N adalah jumlah individu, dan posisi pointer pertama diberikan secara acak pada range [1, 1/N].

4. Seleksi lokal (Local selection)

Pada seleksi lokal setiap individu yang berada di dalam constraint tertentu disebut dengan nama lingkungan lokal. Interaksi antar individu hanya dilakukan dalam wilayah tersebut.Lingkungan tersebut ditetapkan sebagai


(48)

struktur dimana populasi tersebut terdistribusi.Lingkungan tersebut juga dipandang sebagai sekelompok pasangan-pasangan yang potensial.Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyeleksi separuh pertama dari populasi yang berpasangan secara random, kemudian lingkungan baru tersebut diberikan pada setiap individu yang terseleksi. Jarak antara individu dengan struktur tersebut akan sangat menentukan ukuran lingkungan. Individu yang terdapat dalam lingkungan dengan ukuran yang lebih kecil, akan lebih terisolasi dibandingkan dengan individu yang terletak pada lingkungan dengan ukuran yang lebih besar.

5. Seleksi dengan pemotongan (Truncation selection)

Seleksi dengan pemotongan ini lebih berkesan sebagai seleksi buatan dan biasanya digunakan oleh populasi yang jumlahnya sangat besar. Pada metode ini, individu-individu yang terbaik saja yang akan diseleksi sebagai induk. Parameter yang digunakan dalam metode ini adalah suatu nilai ambang trunc yang mengindikasikan ukuran populasi yang akan diseleksi sebagai induk yang berkisar antara 50% -10%. Individu-individu yang ada di bawah nilai ambang ini tidak akan menghasilkan keturunan.

6. Seleksi dengan turnamen (Tournament selection)

Pada metode seleksi dengan turnamen ini akan ditetapkan suatu nilai tour untuk individu-individu yang dipilh secara acak (random) dari suatu populasi. Individu-indiidu yang terbaik dalam kelompok ini akan diseleksi sebagai induk. Parameter yang digunakan pada metode ini adalah ukuran tour yang bernilai antara 2 sampai N (jumlah individu dalam suatu populasi).


(49)

Dari berbagai jenis seleksi tersebut, Umumnya jenis seleksi pada roda roulette paling sering digunakan, terkadang juga metode rangking dan turnamen. Yang perlu diperhatikan dalam seleksi adalah prinsip elitism, yang dilakukan dalam sekali seleksi untuk update generasi, biasanya digunakan steady-state update. Jadi tujuan utama dari elitism ini adlah untuk menjaga agar individu-individu yang bernilai fitness tertinggi tidak hilang selama proses evolusi, maka perlu dibuat kopiannya.

2.3.6 Rekombinasi

Algoritma genetika merupakan proses pencarian yang heuristic dan acak sehingga penekanan pemilihan operator yang digunakan sangat menentukan keberhasilan algoritma genetika dalam menemukan solusi optimum suatu masalah yang diberikan. Hal yang harus diperhatikan adalah menghindari terjadinya konvergensi prematur, dimana dicapai solusi optimum yang belum waktunya, dalam arti bahwa solusi yang diperoleh adalah hasil optimum lokal.

Terdapat dua operator genetika untuk melakukan rekombinasi, yaitu: 1. Rekombinasi bernilai real

Terdapat beberapa metode dalam rekombinasi bernilai real, yaitu: (i) Rekombinasi diskrit

Rekombinasi diskrit akan menukar nilai variabel antar kromosom induk. Misalkan ada 2 individu dengan 3 variabel, yaitu:

Induk 1 : 12 25 5 Induk 2 : 123 4 34


(50)

Untuk tiap-tiap variabel induk yang menyumbangkan variabelnya ke anak yang dipilih secara random dengan probabilitas yang sama

sampel 1 : 2 2 1

sampel 2 : 1 2 1

Setelah rekombinasi, kromosom-kromosom baru yang terbentuk yaitu : Anak 1 : 123 4 5

Anak 2 : 12 4 5

Rekombinasi diskrit dapat digunakan untuk sembarang variabel (biner, real, atau simbol).

(ii) Rekombinasi intermediate (menengah)

Rekombinasi intermediate hanya dapat digunakan untuk variabel real (dan variabel yang bukan biner).

Anak dihasilkan menurut aturan sebagai berikut :

Anak = induk 1 + alpha (induk 2–induk 1)

Dengan alpha adalah faktor skala yang dipilih secara random pada interval [-d, 1+d], biasanya d=0,25. Tiap-tiap variabel pada anak merupakan hasil kombinasi variabel-variabel menurut aturan di atas dengan nilai alpha dipilih ulang untuk tiap variabel. Misalkan ada 2 individu dengan 3 variabel, yaitu:

Induk 1 : 12 25 5

Induk 2 : 123 4 34

Misalkan nilai alpha yang terpilih : sampel 1 : 0,5 1,1 -0,1 sampel 2 : 0,1 0,8 0,5


(51)

Anak 1 : 67,5 1,9 2,1 Anak 2 : 23,1 8,2 19,5 (iii) Rekombinasi Garis

Pada dasarnya rekombinasi garis ini hampir sama dengan rekombinasi menengah, hanya saja nilai alpha untuk semua variabel adalah sama. Misalkan ada 2 kromosom dengan 3 variabel:

induk1 : 12 25 5

induk2 : 123 4 34

untuk tiap-tiap variabel induk yang menyumbangkan variabelnya ke anak dipilih secara random dengan probabilitas yang sama

sample 1 : 0,5 sample 2 : 0,1

setelah rekombinasi kromosom-kromosom baru yang terbentuk adalah: anak1: 67,5 14,5 19,5

anak2: 23,1 22,9 7,9

2.3.7 Crossover

Crossover melibatkan dua induk untuk membentuk kromosom baru.Pindah silang menghasilkan titik baru dalam ruang pencarian untuk siap diuji.Proses crossover dilakukan pada setiap individu dengan probabilitas crossover (Pc) yang ditentukan secara acak dalam rentang (0,1). Secara skematis proses cross-over dapat digambarkan sebagai berikut:


(52)

Terdapat beberapa metode cross-over, yaitu: (i) Penyilangan satu titik (single-point Crossover)

Pada penyilangan satu titik, posisi penyilangan k (k=1,2,…,N-1) dengan

panjang kromosom (N) diseleksi secara random. Variabel-variabel ditukar antar kromosom pada titik tersebut untukmenghasilkan anak. Misalkan ada2 kromosom dengan panjang 12 :

Induk 1 : 0 1 1 1 0 | 0 1 0 1 1 1 0 Induk 2 : 1 1 0 1 0 | 0 0 0 1 1 0 1

Posisi menyilang yang terpilih acak : misalkan setelah bit ke-5. Setelah dilakukan penyilangan, diperoleh kromosom-kromosom

baru:

Anak 1 : 0 1 1 1 0 | 0 0 0 1 1 0 1 Anak 2 : 1 1 0 1 0 | 0 1 0 1 1 1 0

(ii) Penyilangan dua titik (two-point Crossover)

Penyilangan ini menentukan dua titik secara acak sebagai batas untuk menukar 2 kromosom induk yang berada diantaranya untuk menghasilkan 2 individu yang baru. Misalkan ada 2 kromosom dengan panjang kromosom 10

Induk 1 : 110│ 000 │ 1100 Induk 2 : 100│ 100 │ 1011

Posisi menyilang yang terpilih acak : misalkan setelah bit ke-3 dan ke-6, maka setelah dilakukan penyilangan diperoleh kromosom baru :

Anak 1 : 110│ 100 │ 1100 Anak 2 : 100│ 000 │ 1011


(53)

Pada penyilangan ini, jumlah titik posisi penyilangan,

(k=1,2,…,N-1,i=1,2,…,m) dengan panjang kromosom (N) diseleksi secara random dan tidak

diperbolehkan ada posisi yang sama, serta diurutkan naik. Variabel-variabel ditukar antar kromosom pada titik tersebut untuk menghasilkan anak. Misalkan ada 2 kromosom dengan panjang 12 :

Induk 1 : 011100101110 Induk 2 : 110100001101

Posisi penyilangan yang terpilih adalah setelah bit ke- 2, 6, dan 10. Setelah penyilangan, diperoleh kromosom-kromosom baru :

anak 1 : 01│ 0100 │ 1011 │01 anak 2 : 11│ 1100 │ 0011 │10

(iv) Penyilangan seragam (uniform Crossover)

Pada penyilangan seragam, setiap lokasi memiliki potensi sebagai tempat penyilangan. Sebuah mask penyilangan dibuat sepanjang panjang kromosom secara random yang menunjukan bit-bit dalam mask yang mana induk akan mensuplai anak dengan bit-bit yang ada. Induk mana yang akan menyumbangkan bit ke anak yang dipilih secara random dengan probabilitas yang sama. Misalkan ada 2 kromosom dengan panjang 12 :

Induk 1 : 011100101110 Induk 2 : 110100001101 Mask bit :

Sampel 1 : 100111001101 Sampel 2 : 011000110010


(54)

anak 1 : 010100001100 anak 2 : 111100101111

(v) Penyilangan dengan permutasi (permutation Crossover)

Dengan teknik permutasi ini, kromosom-kromosom anak diperoleh dengan cara memilih sub-barisan suautu tour dari satu induk dengan tetap menjaga urutan dan posisi sejumlah kota yang mungkin terhadap induk yang lainnya. Sebagai contoh adalah :

Induk 1 : ( 1 2 3│ 4 5 6 7 │ 8 9 ) Induk 2 : ( 4 5 3│ 1 8 7 6 │ 9 2 ) Anak 1 : ( x x x│ 1 8 7 6 │ x x ) Anak 2 : ( x x x│ 4 5 6 7 │ x x ) Dari sini diperoleh hasil pemetaan :

1-4, 8-5, 7-6, 6-7.

Kemudian copy sisa gen di induk-1 ke anak-1 dengan menggunakan pemetaan yang sudah ada.

Anak 1 : ( 1-4 2 3│ 1 8 7 6 │ 8-5 9 ) Anak 2 : ( 4 2 3│ 1 8 7 6 │ 5 9 ) Lakukan hal yang sama untuk anak-2

Anak 1 : ( 4-1 5-8 3│ 4 5 6 7 │ 9 2 ) Anak 2 : ( 1 8 3│ 4 5 6 7 │ 9 2 )


(55)

Gambar 2.7 Proses Cross-over

2.3.8 Mutasi

Mutasi merupakan proses untuk mengubah nilai dari satu atau beberapa gen dalam suatu kromosom. Operasi crossover yang dilakukan pada kromosom dengan tujuan untuk memperoleh kromosom-kromosom baru sebagai kandidat solusi pada generasi mendatang dengan fitness yang lebih baik, dan lama-kelamaan menuju solusi optimum yang diinginkan. Akan tetapi, untuk mencapai hal ini, penekanan selektif juga memegang peranan yang penting. Jika dalam proses pemilihan kromosom-kromosom cenderung terus pada kromosom yang memiliki fitness yang tinggi saja, konvergensi prematur akan sangat mudah terjadi. Secara skematis proses mutasi dapat digambarkan sebagai berikut :

start

Induk 1 Induk 2

i = random (0,1) i =1,2,3, ukuran populasi

Tidak di crossover

Lakukan crossover

< Pc

i = ukuran populasi

finish ya

ya

tidak tidak


(56)

Gambar 2.8 Proses Mutasi

Terdapat beberapa jenis mutasi, yaitu: 1. Mutasi dalam pengkodean Biner

Mutasi pada pengkodean biner merupakan operasi yang sangat sederhana. Proses yang dilakukan adalah menginversi nilai bit pada posisi tertentu yang dipilih secara acak (atau menggunakan skema tertentu) pada kromosom, yang disebut dengan inverse bit.


(57)

2. Mutasi dalam pengkodean Permutasi

Proses mutasi yang dilakukan dalam pengkodean biner dengan mengubah langsung bit-bit pada kromosom tidak dapat dilakukan pada pengkodean permutasi karena konsistensi urutan permutasi harus diperhatikan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memilih dua posisi (locus) dari kromosom dan kemudian nilainya saling dipertukarkan.

3. Mutasi dalam pengkodean nilai

Pada pengkodean nilai hampir sama dengan yang dilakukan pada pengkodean biner, tetapi yang dilakukan bukan menginversikan nilai bit, serta penerapannya tergantung pada jenis nilai yang akan digunakan. Sebagai contoh, untuk nilai riil proses mutasi dapat dilakukan seperti yang dilakukan pada pengkodean permutasi, dengan saling mempertukarkan nilai dua gen pada kromosom. Namun demikian, cara ini tidak menjamin adanya perbedaan pada populasi sehingga semua kromosom dapat dengan mudah mempunyai nilai yang sama, dan justru mempercepat terjadinya konvergensi prematur. Cara lain yang lebih baik adalah dengan memilih sembarang posisi gen pada kromosom. Nilai yang ada tersebut kemudian ditambahkan atau dikurangkan dengan suatu nilai kecil tertentu yang diambil secara acak. Cara ini juga berlaku untuk pengkodean dengan bilangan bulat (cara mutasi lain yang relevan juga dapat digunakan). 4. Mutasi dalam pengkodean pohon

Dalam metode ini dapat dilakukan dengan cara mengubah operator (+, -, *, /) atau nilai yang terkandung pada suatu vertex pohon yang dipilih, atau dengan memilih dua verteks pohon dan saling mempertukarkan operator atau nilainya.


(58)

2.3.9 Elitism

Proses seleksi dilakukan secara random sehingga tidak ada jaminan bahwa suatu indvidu yang bernilai fitness tertinggi akan selalu terpilih. Walaupun individu bernilai fitness tertinggi terpilih, mungkin saja individu tersebut akan rusak (nilai fitnessnya menurun) karena proses pindah silang. Oleh karena itu, untuk menjaga agar individu bernilaifitness tertinggi tersebut tidak hilang selama evolusi, maka perlu dibuat satu atau beberapa kopinya.Prosedur ini dikenal sebagai elitisme.tetapi didalam optimasi ini elitisme tidak dipakai karena menggunakan algortima genetika standar.

2.3.10 Evaluasi Tingkat Keseragaman Unsur Kromosom

Generasi terbaik pada dasarnya adalah representasi hasil nilai optimasi fungsi objektif. Generasi ini akan ditunjukkan dengan memiliki tingkat keseragaman kromosom yang tinggi untuk semua populasi yang ada. Jika proses evolusi terus berlangsung dan telah dibuktikan bahwa secara matematis proses dalam algoritma genetika akan menghasilkan generasi terbaik yang memiliki fitness yang tinggi, maka bisa diduga bahwa generasi tersebut akan memiliki tingkat keseragaman unsur kromosom yang tinggi. Karena hanya populasi yang memiliki sifat— sifat yang fit dengan objective function saja yang dapat survive dan berkembang biak. Semakin tinggi tingkat keseragaman menunjukkan bahwa populasi dalam suatu generasi memililki sifat serupa, yang ditunjukkan dengan susunan gen dalam kromosomnya mirip pada seluruh populasi yang ada.


(59)

2.4 Mesin Bor

2.4.1 Definisi Dan Fungsi Mesin Bor

Mesin bor adalah suatu jenis mesin gerakanya memutarkan alat pemotong yang arah pemakanan mata bor hanya pada sumbu mesin tersebut (pengerjaan pelubangan).Sedangkan Pengeboran adalah operasi menghasilkan lubang berbentuk bulat dalam lembaran-kerja dengan menggunakan pemotong berputar yang disebut bor dan memiliki fungsi untuk Membuat lubang, Membuat lobangbertingkatm, Membesarkan lobang,Chamfer.


(60)

2.4.2 Jenis-Jenis Mesin Bor 1. Mesin Bor Meja

Mesin bor meja adalah mesin bor yang diletakkan diatas meja.Mesin ini digunakan untuk membuat lobang benda kerja dengan diameter kecil (terbatas sampai dengan diameter 16 mm). Prinsip kerja mesin bor meja adalah putaran motor listrik diteruskan ke poros mesin sehingga poros berputar. Selanjutnya poros berputar yang sekaligus sebagai pemegang mata bor dapat digerakkan naikturun dengan bantuan roda gigi lurus dan gigi rack yang dapat mengatur tekanan pemakanan saat pengeboran.

2. Mesin Bor Lantai

Mesin bor lantai adalah mesin bor yang dipasang pada lantai.Mesin bor lantai disebut juga mesin bor kolom. Jenis lain mesin bor lantai ini adalah mesin bor yang mejanya disangga dengan batang pendukung. Mesin bor jenis ini biasanya dirancang untuk pengeboran benda-benda kerja yang besar dan berat.

3. Mesin Bor Radial

Mesin bor radial khusus dirancang untuk pengeboran benda-benda kerja yang besar dan berat.Mesin ini langsung dipasang pada lantai, sedangkan meja mesin telah terpasang secara permanen pada landasan atau alas mesin.

4. Mesin Bor Koordinat

Mesin bor koordinat pada dasarnya sama prinsipnya dengan mesin bor sebelumnya. Perbedaannya terdapat pada sistem pengaturan posisi pengeboran.Mesin bor koordinat digunakan untuk membuat/membesarkan lobang dengan jarak titik pusat dan diameter lobang antara masing-masingnya memiliki


(61)

ukuran dan ketelitian yang tinggi.Untuk mendapatkan ukuran ketelitian yang tinggi tersebut digunakan meja kombinasi yang dapat diatur dalam arah memanjang dan arah melintang dengan bantuan sistem optik.Ketelitian dan ketepatan ukuran dengan sisitem optik dapat diatur sampai mencapai toleransi 0,001 mm.

2.4.3 Bagian-Bagian Mesin Bor 1. Cekam Bor

Cekam bor digunakan untuk memegang mata bor bertangkai silindris.Biasanya cekam ini mempunyai 2 atau 3 rahang penjepit.Ukuran cekam borditunjukkan oleh diameter terbesar dari mata bor yang dapat dijepit.

2. Sarung Pengurung/Sarung Tirus

Mata bor yang bertangkai tirus dapat dipegang oleh sarung pengurung yang berlobang tirus. Oleh karena tangkai dan sarung berbentuk tirus, maka pada saat mata bor ditekan, ia akan saling mengunci. Lobang dan tangkai tirus dibuat menurut tirus morse, yaitu ketrirusan menurut standar internasional.


(62)

2.4.4 Mata bor (Twist Drill) dan Geometri Mata Bor

Nama-nama bagian mata bor ditunjukkan pada Gambar 4.4. Diantara bagian-bagian mata bor tersebut yang paling utama adalah sudut helik ( helix

angle) , sudut ujung (point angle /lip angle, 2χr), dan sudut bebas (clearance

angle, α). Untuk bahan benda kerja yang berbeda, sudut-sudut tersebut besarnya bervariasi .


(63)

Tabel 2.4. Geometri mata bor (twist drill) yang disarankan

Ada beberapa kelas pahat gurdi (mata bor) untuk jenis pekerjaan yang berbeda.Bahan benda kerja dapat juga mempengaruhi kelas dari mata bor yang

Benda Kerja Sudut ujung, 2χr

Sudut helik Sudut bebas, α

Baja karbon kekuatan tarik< 900 N/mm2

118o 20o-30o 19o-25o

Baja karbon kekuatan tarik

> 900 N/mm2

125o-145o 20o-30o 7o-15o

Baja keras (manganese)

kondisi austenik

135o-150o 10o-25o 7o-15o

Besi tuang 90o-135o 18o-25o 7o-12o

Kuningan 118o 12o 10o-15o

Tembaga 100o-118o 20o-30o 10o-15o


(64)

digunakan, tetapi pada sudut-sudutnya bukan pada mata bor yang sesuai untuk jenis pengerjaan tertentu.Bentuk beberapa mata bor khusus untuk pengerjaan tertentu ditunjukkan pada Gambar 4.5. Penggunaan dari masing-masing mata bor tersebut adalah :

1. Mata bor helix besar (High helix drills) : mata bor ini memiliki sudut helik yang besar, sehingga meningkatkan efifiensi pemotongan, tetapi batangnya . lemah. Mata bor ini digunakan untuk memotong logam lunak atau bahan yang memiliki kekuatan rendah.

2. Mata bor helix kecil (Low helix drills) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke

Gambar 2.11. Mata bor khusus untuk pengerjaan tertentu


(65)

atas atau terpegang benda kerja ketika membuat lubang pada material kuniangan dan material yang sejenis.

3. Mata bor kerja berat (Heavy-duty drills) : mata bor yang digunakan untuk menahan tegangan yang tinggi dengan cara menebalkan bagianweb. 4. Mata bor tangan kiri (Left hand drills) : mata bor standar dapat dibuat juga

untuk mata bor kiri. Digunakan pada pembuatan lubang jamak yang mana bagian kepala mesin bor di desain dengan sederhana yang memungkinkan berputar berlawanan arah.

5. Mata bor dengan sisi sayat lurus (Straight flute drills) : adalah bentuk ekstrim dari mata bor helix kecil, digunakan untuk membuat lubang pada kuningan dan plat.

6. Mata bor poros engkol ( Crankshaft drills) : mata bor yang di desain khusus untuk mengerjakan poros engkol, sangat menguntungkan untuk membuat lubang dalam pada material yang ulet. Memiliki web yang tebal dan sudut helix yang kadang-kadang lebih besar dari ukuran normal. Mata bor ini adalah mata bor khusus yang akhirnya banyak digunakan secara luas dan menjadi mata bor standar.

7. Mata bor panjang (Extension drills) : mata bor ini memiliki shank yang panjang yang telah ditemper, digunakan untuk membuat lubang pada permukaan yang secara normal tidak akan dapat dijangkau.

8. Mata bor ekstra panjang (Extra-length drills) : mata bor dengan badan pahat yang panjang, untuk membuat lubang yang dalam.


(66)

9. Mata bor bertingkat (Step drills) : satu atau dua buah diamater mata bor dibuat pada satu batang untuk membuat lubang dengan diameter bertingkat.

10. Mata bor ganda ( Subland drills) : fungsinya sama dengan mata bor bertingkat.Mata bor ini terlihat seperti dua buah mata bor pada satu batang. 11. Mata bor solid carbide : untuk membuat lubang kecil pada material paduan ringan, dan material bukan logam, bentuknya bisa sama dengan mata bor standar. Proses pembuatan lubang dengan mata bor ini tidak boleh ada beban kejut, karena bahancarbidemudah pecah.

12. Mata bor dengan sisipan karbida (Carbide tipped drills) : sisipan karbida digunakan untuk mecegah terjadinya keausan karena kecepatan potong yang tinggi. Sudut helix yang lebih kecil dan web yang tipis diterapkan untuk meningkatkan kekakuan mata bor ini, yang menjaga keawetan karbida. Mata bor ini digunakan untuk material yang keras, atau material non logam yang abrasif.

13. Mata bor dengan lubang minyak (Oil hole drills) : lubang kecil di dalam bilah pahat bor dapat digunakan untuk mengalirkan minyak pelumas/pendingin bertekanan ke ujung mata bor. Mata bor ini digunakan untuk membuat lubang dalam pada material yang liat.

14. Mata bor rata ( Flat drills) : batang lurus dan rata dapat digerinda ujungnya membentuk ujung mata bor. Hal tersebut akan memberikan ruang yang besar bagi beram tanpa bagian helix. Mata bor ini digunakan untuk membuat lubang pada jalan kereta api.


(67)

15. Mata bor dengan tiga atau empat sisi potong : mata bor ini digunakan untuk memperbesar lubang yang telah dibuat sebelumnya dengan mata bor atau di punch. Mata bor ini digunakan karena memiliki produktifitas, akurasi, dan kualitas permukaan yang lebih bagus dari pada mata bor standar pada pengerjaan yang sama.

16. Center drill : merupakan kombinasi mata bor dan countersink yang sangat baik digunakan untuk membuat lubang senter ( Gambar 4.6).

2.4.5 Pengerjaan yang berhubungan dengan proses gurdi

Proses pembuatan lubang biasanya dengan mesin gurdi dilakukan untuk pengerjaan lubang awal. Pengerjaan selanjutnya dilakukan setelah lubang dibuat (Gambar 4.7) . Proses kelanjutan dari pembuatan lubang tersebut misalnya :reaming (meluaskan lubang dengan diameter dengan toleransi ukuran tertentu),


(68)

taping(pembuatan ulir), counterboring (lubang untuk kepala baut tanam), countersinking (lubang menyudut untuk kepala baut/sekrup).

2.4.6 Pencekaman Mata bor dan benda kerja

Cekam mata bor yang biasa digunakan adalah cekam rahang tiga ( Gambar 4.8). Kapasitas pencekaman untuk jenis cekam mata bor ini biasanya maksimal diameter 13 mm.

Gambar 2.14 Cekam mata bor rahang tiga dengan kapasitas maksimal mata bor 13 mm

Gambar 2.13. Proses kelanjutan setelah dibuat lubang :

(a)reaming, (b)tapping, (c)counterboring, (d)


(69)

Gambar 2.15 Bagian-bagian Cekam Bor

2.4.6 Parameter proses gurdi

Parameter proses gurdi dapat ditentukan berdasarkan rumus-rumus . Parameter proses gurdi pada dasarnya sama denganparameter proses pemesinan yang lain, akan tetapi dalam proses


(70)

... ... ... /

;

1000 m menit dn

V = π

Gambar 2.16 Parameter mesin bor

gurdi selain kecepatan potong, gerak makan, dan dan kedalaman potong perlu dipertimbangkan pula gaya aksial , dan momen puntir yang diperlukan pada proses gurdi. Parameter proses gurdi tersebut adalah :

1. Kecepatan potong :

2. Gerak makan

f =0,084

3. Waktu pemotongan

= 2

4. Kecepatan penghasilan beram

= 4

2 1000

2.5 Algoritma Genetika Dalam MATLAB

Metode optimasi menggunakan GA dapat juga dilakukan dengan bantuan software, misalnya MATLAB. Penggunaan software dimaksudkan agar cakupan data dapat diperluas, sehingga proses optimasi dapat dilakukan lebih kompleks,


(71)

pada sub-bab 2.3 telah dikemas menjadi lebih sederhana dalam bentuk toolbox. Ada banyaktoolboxyang tersedia di MATLAB dengan fungsinya masing-masing. Perhitungan pada setiap langkah GA seperti membangkitkan populasi, mencari nilai fitness dan seterusnya akan dikerjakan otomatis oleh MATLAB. Jadi, kita hanya perlu memasukkan variabel-variabel sesuai dengan masalah yang ingin kita optimasi.

Optimasi dengan GA disimpan pada toolbox optimasi. Untuk mengaktifkan toolbox optimasi dapat dilakukan dengan dua cara. Yang pertama dengan memasukkan shortcut toolbox optimasi pada jendela utama MATLAB dengan cara mengetikkan: optimtool

Gambar 2.17 Optimtool

Kemudian tekan: enter , maka akan muncul jendela optimasi seperti gambar dibawah ini


(72)

Cara yang kedua dengan mencari toolbox optimasi secara manual. Pada jendela utama MATLAB klik tombol:

Start>Toolboxes>More…>Global Optimization>Optimization Tool

Gambar 2.19Optimization tool

Optimization Tool ini berisi bermacam-macam metode optimasi.Klik pada kolomSolver, dan cari “ga –Genetic Algorithm”. Pada kolom sebelah kanan akan muncul opsi-opsi yang dapat kita sesuaikan dengan permasalahan optimasi yang kita hadapi.


(73)

Untuk mengetahui apa-apa saja yang perlu kita isi, klik tombol: >> , maka akan muncul panduan yang menjelaskan istilah-istilah padatoolboxGA.

Gambar 2.21Start Tool

Setelah selesai mengisi Problem Setup and Results dan Options, klik pada tombolStartmaka optimasi akan dimulai dan kita tinggal menunggu hasilnya.

1. Problem Setup and Results

• Solver. Berisi bermacam-macam metode optimasi. Setiap metode memiliki opsi-opsi yang berbeda dengan metode lainya.

• Problem. Terdapat Fitness Function untuk memanggil persamaan/fungsi optimasi yang ingin digunakan. Untuk memanggil, ketik @fungsi_optimasi. Misalnya ingin menggukan fungsi Rastrigin, maka kita ketikkan: @rastriginfcn. Fungsi Rastrigin ini adalah salah satu fungsi


(74)

optimasi yang disediakan oleh MATLAB. JIka kita ingin menggunakan fungsi buatan sendiri, kita harus membuat script-nya terlebih dulu. Caranya, pada jendela utama MATLAB klik:

File > New > Script atau Function. Kemudian ketikkan fungsi optimasi yang diinginkan.

Kemudian Number of Variables adalah jumlah variabel yang terdapat pada fungsi optimasi.

• Constraint. Jika fungsi optimasi kita bebrbentuk persamaan linear, maka isi semua baris kecuali Nonlinear constraints function. Jika berbentuk persamaan nonlinear, isikan baris Bounds dan Nonlinear constraints function saja.

2. Options

Adalah tempat kita mengatur parameter GA seperti banyak populasi, jumlah generasi, jenis pindah silang, probabilitas pindah silang, jenis mutasi, probabilitas mutasi dan lain-lain. Dengan menggunakan opsi yang berbeda-beda, kita akan mendapatkan banyak hasil optimasi yang dapat saling kita bandingkan, kemudian kita putuskan mana yang paling sesuai dengan permasalahan yang kita punya.


(75)

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian : 20 Maret 2013–22 Maret 2013

Lokasi Penelitian : Laboratorium Teknologi Mekanik dan Laboratorium Ilmu Logam Fisik Universitas Sumatera Utara.

3.2 Peralatan Pengujian

Adapun peralatan yang dipakai dalam pengujian adalah sebagai beikut:

1. Notebook

Digunakan untuk menyimpan dan mengolah data eksperimen dan menjalankansoftwareMATLAB ver. R2011b.

Gambar 3.1Notebook ACER Aspire 4736G (Sumber : google.com/images/acer_aspire_4736g) Dengan spesifikasi:


(76)

1. Processor Intel® Pentium® core2duo mobile processor T3200/T3400(1 MB L2 cache, 2/2.20 GHz, 667 MHz FSB, 35 W),

2. RAM Up to 4 GB of DDR2 667 MHz memory, upgradable to 4 GB using twosoDIMMmodules.

3. VGA Mobile Intel® GL40 Express Chipset with integrated 3D graphics,

featuring Intel® Graphics Media Accelerator4500M(Intel® GMA4500M)

4. Hard disk drive320 GB

2. Mesin Bor (drilling)

Mesin bubut yang digunakan adalah mesin bubut jenis radial merek Breda tipe R35.


(77)

Dengan Spesifikasi

Max cast iron drilling capacity 50 mm

Max steel drilling capacity 38 mm

Max cast iron tapping capacity 25 M

Max steel tapping capacity 18 M

Quill stroke (H) 200 mm

Spindle taper 4 MT

N° of revolution 88÷1.500 (6) rpm

Spindle feed 0,05÷0,09-0,15 mm/g

Column Ø (A) 210 mm

Max distance spindle/column (B) 1.000 mm

Min distance spindle/column (C) 290 mm

Spindle head travel (D) 700 mm

Max distance base/spindle (E) 1.110 mm

Min distance base/spindle (F) 282 mm

Column height (G) 1.850 mm

Fixed worktable 550x405x325 mm

Base dimensions LxMxK 1.520x640x150 mm

Work top dimensions 630x405x315 mm

Spindle motor power 1,5 kW


(78)

Coolant pump motor 0,09 kW

Motore impianto idraulico - kW

Overall dimensions 1.580x820x2.060 mm

Weight 1.170 kg

Sumber(http://www.ltf.it/en/prodotti.php?b=8&c=352&p=3087)

3. Mata Bor

Mata bor yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut :

Gambar 3.3 Mata borhigh speed steelHSS

1. Bahan : High speed steel(HSS)

2. Tipe : Left hand-drill

3. Feed : 0.5 mm


(79)

4. Kunci Chuck

Digunakan untuk membuka dan mengunci pencekam benda kerja pada mesin bor.

Gambar 3.4. Kunci chuck

(Sumber : google.com/images/kunci_chuck) 5. Stopwacth

Digunakan untuk mengukur waktu pemesinan spesimen

Gambar 3.5Stopwatch

(Sumber : google.com/images/stopwatch) 6. Jangka Sorong


(80)

Gambar 3.6 Jangka sorong (Sumber : google.com/images/jangka_sorong) 3.3 Bahan Pengujian

Bahan yang digunakan adalah baja lunak yang diperutukan untuk pengujian yomini test

1. Baja karbon ST 37

Gambar 3.7 Baja ST 37

Dengan spesifikasi:


(81)

c. Lebar = 48 mm

d. Tipe baja = Plat

e. Jumlah = 1 buah

3.4 Experimental Set Up

3.4.1 Model Optimasi

Model optimasi yang digunakan adalah SGA (Simple Genetic Algorithm) dengan cara :

1. Mendefinisikan individu, dimana individu menyatakan salah satu solusi (penyelesaian) yang mungkin dari permasalahan yang diangkat. Generasi = 0 (generasi awal)

2. Inisialisasi populasi awal, P(generasi), secara acak.

3. Kerjakan langkah-langkah berikut hingga generasi mencapai maksimum generasi:

- Seleksi populasi tersebut untuk mendapatkan kandidat induk, P’(generasi) - Lakukan crossover pada P’(generasi)

- Lakukan mutasi pada P’(generasi)

- Lakukan evaluasifitnesssetiap inidividu pada P’(generasi) - Bentuk populasi baru : P(generasi)

3.4.2 Parameter yang Digunakan

Adapun parameter yang digunakan adalah:


(82)

Kecepatan potong biasanya dinyatakan dalam isitilah m/menit, yaitu kecepatan dimana pahat melintasi benda kerja untuk mendapatkan hasil yang paling baik pada kecepatan yang sesuai. Kecepatan potong dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: kekerasan dari bahan yang akan dipotong dan jenis alat potong yang digunakan. Kecepatan potong harus disesuaikan dengan kecepatan putaran spindel mesin bor. Untuk keperluan ini digunakan persamaan sebagai berikut:

n

1000

Dimana: V = Kecepatan Potong (m/menit)

d = Diameter mata bor (mm)

n = Putaran poros utama (rpm)

2. Kedalaman Pemotongan (Depth of Cut)

Kedalaman pemotongan adalah dalamnya masuk alat potong menuju sumbu sumbu benda. Dalam proses pengeboran depth of cut dapat diukur dengan menggunakan persamaan :

a = 2


(83)

3. Feeding Speed

Feeding Speed adalah kecepatan makan dalam pemesinan mesin bor

(mm/min).

vf= lt/tc

Dimana : lt = Tebal plat (mm)

tc = Waktu (s)

4. Material Removal Rate

Material Removal Rateadalah kecepatan penghasilan geram ( cm3/min)

Z =

Dimana : f = Gerak makan (mm)

n = Putaran (rpm)

5. Cutting Time

Cutting time adalah waktu pemotongan dalam pemesinan

mesin bor, yang dapat diukur dengan persamaan : tc= lt / f

Dimana : lt = Tebal plat (mm)


(84)

3.5 Prosedur Pengujian

Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Melakukan survey dan studi literatur terhadap mesin bor yang akan di optimasi

2. Mengolah data yang didapat ke dalamsoftwareMATLAB ver. r2011b. 3. Melakukan optimasi algoritma genetika dengan data yang didapat dengan

menggunakan bantuansoftwareMATLAB ver. R2011b.

4. Melakukan pengujian pada mesin bor dengan berdasarkan hasil optimasi yang didapat di Laboratorium Teknologi Mekanik dan Laboratorium Ilmu Logam Fisik Universitas Sumatera Utara sebagai berikut :

- Pemasangan spesimen pada pencekam mesin bor dengan menggunakan kuncichuck

- Pemasangan mata bor pada pemegang mata bor dengan menggunakan kunci.

- Diukur diameter mata bor dengan menggunakan jangka sorong - Pengaturan kedalaman pemotongan dan pemakanan pada mesin bor - Dilakukan pemesinan dengan parameter yang telah ditentukan - Dihitung waktu pemesinan dengan menggunakanStopwacth - Diulangi prosedur di atas sampai banyak lubang yang diinginkan - Lepas spesimen dari pencekam mesin dengan kunci chucksetelah - Selesai

5. Membandingkan data algoritma genetika manual dan algoritma genetika pada MATLAB dengan data pada pemesinan dan dicari persen ralatnya.


(85)

6. Selesai

Gambar 3.8 Flow chart dari metodologi penelitian

Mulai Studi Literatur

Buku referensi, Jurnal, Internet, Survey

Persiapan

Membangkitkan Populasi Awal

Evaluasi NilaiFitness

Seleksi

Crossover

Mutasi

EvaluasiFitnessIndividu Baru

Optimasi Tercapai

Hasil Ya

Algoritma Genetika


(86)

BAB IV ANALISA DATA 4.1. Algoritma Genetika Manual

4.1.1. Fungsi Optimasi

Fungi optimasi ditunjukan sebagai minimisasi waktu, adapun caranya sebagai berikut :

Variabel keputusan

Dua variabel masalah ini adalah diameter mata bor (d) dan kecepatan potong (V). Variable ini dapat dilambangkan sebagai berikut :

X1= Diameter mata bor (d)

X2= Kecepatan potong (V)

Dimana diameter mata bor(d) yang di gunakan adalah 5,5 mm sampai 8,5 mm dan kecepatan potong(V) adalah 30 m/menit sampai 50 m/menit.

5,5 ≤ X1 ≤8,5

30 ≤ X2 ≤50

Fungsi Optimasi

Fungsi optimasi ditrunkan dari persamaan waktu pemesinan (tc) sebagai

berikut :

=

2

=

2(0,084 . . 1000)


(87)

= . . (168 )

Dimana : lt = Panjang pemesinan = 3,4 mm

V = Kecepatan potong (m/min) = X2

d = Diameter rata–rata (mm) =X1

f = Gerak makan (mm/rev)

Sehingga di dapat :

( ) = . 1 . (168 2) ... (4.1)

Panjang kromosom atau jumlah bit dapat ditentukan dengan rumus :

2mj-1< (ra–rb) x 10z≤2mj-1...(4.2)

Dimana Z adalah tingkat ketelitian atau angka di belakang koma, untuk perhitungan ini diambil Z = 1

Panjang bit X1:

2mj-1< (8,5–5,5) x 10z≤2mj-1

24< 30≤ 25

n1= 5

Panjang bit X2:

2mj-1< (50–30) x 10z≤2mj-1


(88)

n2= 8

Total panjang bit, n = 5 + 8 = 13

4.1.2. Membangkitkan Populasi Awal

Untuk membangkitkan populasi dengan banyak populasi dalam satu generasi yang diinginkan adalah 20 dengan jumlah bit 13 secara acak digunakan

softwareMATLAB r2011b dengan perintah :

>> Banyak_populasi=5;

>> Jumlah_bit=13;

>> Populasi_awal=fix(2*rand(Banyak_populasi,Jumlah_bit))

Bit atau gen di atas yang berbentuk bilangan biner selanjutnya dikonversikan ke bilangan desimal. Selanjutnya dicari nilai riil (X) dari setiap bit atau gen dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

=

+

...

(4.3)

Maka digunakan MATLAB untuk mempermudah dengan perintah sebagai berikut :

%Input

ra= ; % batas atas interval

rb= ; % batas bawah interval

bil_desimal= ; % nilai desimal masing-masing bit variabel


(89)

%Output

x=rb+bil_desimal*(ra-rb)/((2^n)-1); x

Semua bit atau gen dievaluasi untuk mencari nilaifitness-nya, maka bit atau gen di atas di masukkan ke persamaan (4.1) dengan program perintah sebagai berikut :

% Input

x(1)= ; % nilai bit atau gen X1

x(2)= ; % nilai bit atau gen X2 % Output

y=(lt*phi*(x(1)^(2/3)))*((168*x(2))^-1);

sehingga didapat populasi awal sebagai berikut :

Tabel 4.1 Populasi acak awal

Kromosom ke

Bentuk Biner Bentuk Rill Fitness F = f(x)

X1 X2 X1 X2

V1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 01 7,1452 47,6471 0,0051 V2 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 11 0 7,4355 43,0196 0,0058 V3 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 10 1 6,9516 32,2745 0,0073 V4 1 1 0 1 1 1 01 1 1 01 1 8,1129 44,6667 0,0059 V5 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 00 1 8,5000 30,7059 0,0088


(1)

DAFTAR PUSTAKA

[1]Ahmad Riyad Firdaus.

Algoritma Genetika. Politeknik Batam: Batam

[2]Fadlisyah. 2005.

Algoritma Genetik. Diktat Kuliah Artificial Intelligence,

Universitas Mallikussaleh

[3]Fadlisyah. 2009.

Algoritma Genetik.

GrahaIlmu: Yogyakarta

[4]Paryanto,M.Pd.

Mesin Perkakas dan Jenis

Jenisnya.

Jurusan Pendidikan Teknik

Mesin Fakultas Teknik Univesitas Negri Yogyakarta

[5]Prabowo Pudjo Widodo, Rahmadya Trias Handayanto. 2012.

Penerapan Soft

Computing dengan MATLAB. Rekayasa Sains : Bandung

[6]Sri Kusumadewi dan Hari purnomo. 2005.

Penyelesaian Masalah Optimasi

Dengan Teknik-Teknik Heuristik.

GRAHA ILMU : Yogyakarta

[7]Sri Mulyono, SE, Msc. 1999.

Operation Research. Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia: Jakarta

[8]Suyanto. 2005.

Algoritma Genetika dalam MATLAB. ANDI: Yogyakarta

[9]Taufiq Rochim. 1993.

Teori & Teknologi Proses Pemesinan.

Laboratorium

Teknik Produksi dan Metrologi Industri Jurusan Mesin Fakultas Industri

Institut Teknologi Bandung: Bandung

[10]T. Sutojo, S.Si.,M.Kom, dkk. 2011.

Kecerdasan Buatan. ANDI : Yogyakarta

[11]Widarto, dkk. 2008.

Teknik Pemesinan.

Departemen Pendidikan Nasional:

Jakarta

[12]Wijayanto, danar susilo. 2005. Teknologi Mekanik : Mesin Perkakas. Erlangga :

Jakarta


(2)

LAMPIRAN

! "

# $ ##86 0.7271 0.3541 0.7804 0.4367 0.4366 0.0492 0.0496 0.0911

Columns 10 through 18

0.5940 0.2411 0.8414 0.8572 0.9636 0.4889 0.2203 0.2262 0.5368

Columns 19 through 27

0.7621 0.3476 0.4612 0.6393 0.9173 0.1616 0.7156 0.5777 0.4333

Columns 28 through 36

0.8842 0.3931 0.1790 0.6333 0.6240 0.3279 0.8030 0.9995 0.9810

Columns 37 through 45

0.1270 0.2322 0.0236 0.6074 0.1108 0.4075 0.8841 0.5481 0.3690


(3)

Columns 55 through 63

0.2833 0.1338 0.6853 0.9095 0.6109 0.9000 0.1934 0.7544 0.3463

Columns 64 through 72

0.4186 0.1557 0.8190 0.6249 0.7386 0.8051 0.0672 0.9508 0.4976

Columns 73 through 81

0.7551 0.7424 0.8311 0.1565 0.4573 0.6181 0.9322 0.8351 0.8954

Columns 82 through 90

0.5825 0.5827 0.8549 0.0349 0.8854 0.4077 0.0364 0.7461 0.1548

Columns 91 through 99

0.1439 0.6060 0.2545 0.3242 0.4018 0.4064 0.3862 0.6098 0.1669

Columns 100 through 108


(4)

Columns 109 through 117

0.2934 0.3094 0.5230 0.3253 0.8318 0.8103 0.5570 0.2630 0.6806

Columns 118 through 126

0.2337 0.4564 0.3846 0.5386 0.9917 0.7552 0.9805 0.2348 0.5286

Columns 127 through 135

0.0514 0.7569 0.6020 0.8572 0.9883 0.9295 0.4095 0.0003 0.5409

Columns 136 through 144

0.2077 0.2193 0.3258 0.0959 0.7475 0.7485 0.5433 0.3381 0.8323

Columns 145 through 153

0.5526 0.9575 0.8928 0.3565 0.5464 0.3467 0.6228 0.7966 0.7459

Columns 154 through 162


(5)

0.2426 0.1296 0.2251 0.3500 0.2871 0.9275 0.0513 0.5927 0.1629

Columns 172 through 180

0.8384 0.1676 0.5022 0.9993 0.3554 0.0471 0.2137 0.3978 0.3337

Columns 181 through 189

0.2296 0.9361 0.6832 0.9621 0.4380 0.9403 0.0058 0.6103 0.8011

Columns 190 through 198

0.2330 0.9325 0.7633 0.8264 0.5735 0.7926 0.3290 0.2235 0.3124

Columns 199 through 207

0.5845 0.8299 0.2905 0.4026 0.8621 0.6147 0.9912 0.2037 0.8272

Columns 208 through 216

0.6759 0.2489 0.4758 0.3991 0.5994 0.8005 0.1051 0.8214 0.8411


(6)

0.3545 0.4301 0.5722 0.7008 0.7425 0.7579 0.3891 0.4293 0.9563

Columns 226 through 234

0.5730 0.8497 0.2763 0.6223 0.5884 0.9635 0.0859 0.5005 0.5216

Columns 235 through 243

0.0902 0.9047 0.8844 0.4390 0.7817 0.1485 0.6198 0.2606 0.4457

Columns 244 through 252

0.8440 0.1962 0.3039 0.4833 0.3378 0.7985 0.9875 0.1590 0.2369

Columns 253 through 260