Kondisi Kemiskinan GAMBARAN UMUM

kinerja program penanggulangan kemiskinan antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten Kota serta belum tepatnya sasaran penerima manfaat tersebut. TABEL 4.2 Jumlah Penduduk Miskin dan Presentase Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2014 Tahun Jumlah Penduduk Miskin Ribu Jiwa Presentasi Penduduk Miskin 2010 5.217.178 16.11 2011 5.255.962 16.21 2012 4.863.500 14.98 2013 4.811.300 14.44 2014 4.561.830 13.58 Sumber : BPS Prov. Jawa Tengah Pada TABEL 4.2 menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin pada tahun 2010-2014 mengalami pasang surutnya jumlah penduduk miskin, dapat dilihat pada tabel diatas peningkatan jumlah penduduk miskin terdapat pada tahun 2011 dimana pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin sebesar 5.217.178 ribu jiwa 16.11 yang kemudian meningkat di tahun selanjutnya 2011 menjadi 5.255.962 ribu jiwa 16.21. Peningkatan tersebut terhenti pada tahun selanjutnya 2012 hingga 2014, pada tahun tersebut jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2012 sebesar 4.863.500 ribu jiwa 14.98, pada tahun 2013 sebesar 4.811.300 ribu jiwa 14.44, pada tahun 2014 sebesar 4.561.830 ribu jiwa 13.58. GRAFIK 4.1 Garis Kemiskinan Maret 2010 – September 2014 Sumber : BPS Prov. Jawa Tengah 100 200 300 400 Maret 2010 Maret 2011 Sep-11 Maret 2012 Sep-12 Maret 2013 Sep-13 Maret 2014 Sep-14 Garis Kemiskinan GK Provinsi Jawa Tengah Pedesaan Kota + Desa Perkotaan Garis Kemiskinan GK merupakan batas pendapatan yang diperlukan penduduk untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau porsi tingkat pendapatan penduduk yang sudah ditentukan. Dengan memperhatikan grafik Garis Kemiskinan GK diatas, dari tahun 2010 – 2014 mengalami peningkatan. Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2014 naik sebesar 3,12 dari Rp. 237.056 Maret menjadi Rp. 281.570 September. Garis Kemiskinan di Perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan Garis Kemiskinan Pedesaan. Dalam proses perhitungannya, besar kecil jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan GK. Batasannya adalah penduduk yang memiliki rata- rata pengeluraran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. GAMBAR 4.2 Komoditas Makanan dan Non Makanan Tabel 4.3 Komposisi Garis Kemiskinan melalui Makanan No Komoditi Kota Komoditi Desa 1 Beras 34,37 Beras 38,28 2 Rokok kretek filter 16,07 Rokok kretek filter 10,60 3 Telur ayam ras 5,29 Tempe 5,56 73 27 Komposisi Garis Kemiskinan didominasi komoditas Makanan Makanan Non Makanan 4 Tempe 5,02 Telur ayam ras 4,61 5 Gula pasir 3,95 Gula pasir 4,34 6 Tahu 3,73 Tahu 3,90 7 Mie instan 3,64 Mie instan 3,45 8 Daging ayam ras 3,15 Bawang merah 2,58 9 Bawang merah 1,96 Daging ayam ras 2,46 10 Susu kental manis 1,57 Kopi 1,54 Tabel 4.4 Komposisi Garis Kemiskinan melalui Non-Makanan No Komoditi Kota Komoditi Desa 1 Perumahan 20,26 Perumahan 21,20 2 Listrik 9,45 Bensin 9,15 3 Pendidikan 9,21 Pakaian anak-anak 7,92 4 Bensin 9,11 Listrik 7,32 5 Pakaian jadi anak-anak 7,84 Pakaian jadi perempuan dewasa 7,00 Dari gambar diatas dapat disimpulkan, bahwa Komposisi Garis Kemiskinan di Jawa Tengah didominasi komoditas Makanan dibandingkan dengan komoditas bukan makanan. Hal ini mennunjukkan bahwa pola konsumsi masyarakat pada tingkat ekonomi rendah lebih dominan untuk pengeluaran kebutuhan makanan. Secara keseluruhan total peranan komoditas makanan terhadap Garis kemiskinan GK adalah sebesar 72,84. GRAFIK 4.2 Indeks Kedalaman Kemiskinan P1 Provinsi Jawa Tengah GRAFIK 4.3 Indeks Keparahan Kemiskinan P2 Provinsi Jawa Tengah Permasalahan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah penduduk miskin dan presentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pemerintah Daerah harus mampu memperkecil jumlah Maret 2010 Maret 2011 Sep-11 Maret 2012 Sep-12 Maret 2013 Sep-13 Maret 2014 Sep-14 Pedesaan 0.69 0.66 0.61 0.548 0.627 0.559 0.661 0.66 0.579 Kota+Desa 0.6 0.66 0.67 0.529 0.568 0.543 0.594 0.565 0.508 Perkotaan 0.5 0.66 0.73 0.506 0.498 0.525 0.514 0.453 0.425 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Maret 2010 Maret 2011 Sep-11 Maret 2012 Sep-12 Maret 2013 Sep-13 Maret 2014 Sep-14 Pedesaan 2.86 2.64 2.59 2.404 2.665 2.377 2.642 2.592 2.424 Kota+Desa 2.49 2.56 2.58 2.272 2.388 2.209 2.374 2.254 2.087 Perkotaan 2.09 2.46 2.57 2.115 2.059 2.011 2.058 1.854 1.689 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 penduduk miskin, selain itu pemerintah harus mengeluarkan kebijakan kemiskinan yang tentunya dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap Garis Kemiskinan. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan hanya memeberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Dapat dilihat dari Grafik 4.2 dan Grafik 4.3 nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan P1 dan nilai Indeks Keparahan Kemiskinan P2 angkanya fluktuatif, namun pada tahun terakhir menunjukan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2.254 pada bulan Maret 2014 menjadi 2.087 pada bulan September 2014, sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan P2 juga menunjukan penurunan dari 0.565 pada bulan Maret 2014 menjadi 0.508 di bulan September. Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati garis kemiskinan dan kesenjangan pengeluaran antar penduduk miskin juga cenderung menyempit.

C. UMK Upah Minimum KabupatenKota

Persoalan umum yang sudah diketahui oleh banyak kalangan mengenai tingkat upah. Upah minimum merupakan nilai standar minimum yang diperoleh para pekerja dari hasil perundingan para pengusaha atau pelaku industri. Kebijakan upah minimum telah menjadi isu yang penting dalam masalah ketenagakerjaan di beberapa negara baik maju maupun berkembang. Sasaran dari kebijakan upah minimum ini adalah untuk menutupi kebutuhan hidup minimum dari pekerja dan keluarganya. Dengan demikian, kebijakan upah minimum adalah untuk a menjamin penghasilan pekerja sehingga tidak lebih rendah dari suatu tingkat tertentu, b meningkatkan produktivitas pekerja, c mengembangkan dan meningkatkan perusahaan dengan cara-cara produksi yang lebih efisien Sumarsono,2003. Secara sederhana upah minimum mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap penawaran dan permintaan tenaga kerja, adanya perubahan upah akan mempengaruhi besar kecilnya penawaran tenaga kerja, sesuai dengan hukum penawaran bahwa tingkat upah yang tinggi akan menyebabkan meningkatnya jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Jika tingkat upah relatif rendah maka jumlah tenaga kerja yang ditawarkan akan menjadi sedikit . Berdasarkan pendapat dari Simanjuntak,1985, terdapat beberapa permasalahan dalam sistem pengupahan, antara lain : 1. Perbedaan persepsi antara pengusaha dan pekerja Dalam hal ini pengusaha atau pemberi kerja dan pekerja pada umumnya memiliki perbedaan persepsi dan kepentingan dalam hal upah. Bagi pengusaha, upah dianggap sebagai beban, dimana semakin besar upah yang diberikan kepada pekerja maka akan semakin kecil keuntungan yang didapat oleh pengusaha, selain itu upah tidak hanya dalam bentuk uang tunai, tetapi juga segala sesuatu yang diberikan pengusaha kepada pekerjanya, seperti tunjangan beras, transportasi, kesehatan, konsumsi yang diberikan ketika pekerja sedang melaksanakan tugas, tunjangan saat libur, cuti dan sakit, fasilitas rekreasi dan fasilitas lain sebagainya atau bisa disebut dengan natura dan fringe benefits. Sedangkan pekerja menganggap bahwa upah merupakan imbalan yang diberikan pengusaha kepada pekerja hanya dalam bentuk uang take-home pay. 2. Keanekaragaman sistem pengupahan Besarnya proporsi upah dalam bentuk natura dan fringe benefits pada tiap-tiap perusahaan tidak sama, sehingga hal ini menyebabkan seringnya terjadi kesulitan dalam perumusan kebijakan nasional, misalnya seperti dalam penentuan pajak pendapatan, upah minimum, upah lembur dan lain sebagainya .

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, UPAH MINIMUM REGIONAL DAN PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

11 66 67

ANALISIS INFLASI, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN UPAH TERHADAP PENGANGGURAN TERDIDIK DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 2013

2 20 88

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, UPAH MINIMUM DAN PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KONSUMSI Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum Dan Pengangguran Terhadap Tingkat Konsumsi Masyarakat Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2015.

1 3 14

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGANGGURAN, PENDIDIKAN, UMR DAN PENGELUARAN Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,Pengangguran, Pendidikan, UMR Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2014.

0 2 17

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGANGGURAN, PENDIDIKAN, UMR DAN PENGELUARAN Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,Pengangguran, Pendidikan, UMR Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2014.

0 2 17

PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,Pengangguran, Pendidikan, UMR Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2014.

0 4 8

PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Jumlah Puskesmas, Pengangguran Dan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun 2014.

0 1 10

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, PENDIDIKAN DANPENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI JAWA TENGAH Analisis Pengaruh Investasi, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun 1993 - 2012.

0 2 14

PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Investasi, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun 1993 - 2012.

0 3 12

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, PENDIDIKAN DAN PENGANGGURANTERHADAP KEMISKINAN DI JAWA TENGAH Analisis Pengaruh Investasi, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun 1993 - 2012.

1 16 17