ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMAL, PENGANGGURAN DAN PENDIDIKAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2100-2014

(1)

ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMAL, PENGANGGURAN DAN

PENDIDIKAN TERHADAP KEMISKINAN

DI PROVINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2100-2014

THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF MINIMUM WAGE,

UNEMPLOYMENT AND EDUCTION

IN CENTRAL JAVA PROPINCE

IN THE YEAR 2010-2014

Oleh

M AKHSAN GHONI

20120430118

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017


(2)

ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMAL, PENGANGGURAN DAN

PENDIDIKAN TERHADAP KEMISKINAN

DI PROVINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2100-2014

THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF MINIMUM WAGE,

UNEMPLOYMENT AND EDUCTION

IN CENTRAL JAVA PROPINCE

IN THE YEAR 2010-2014

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Perbankan Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

M AKHSAN GHONI

20120430118

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : M Akhsan Ghoni

Nomor Mahasiswa : 20120430118

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMAL, PENGANGGURAN DAN PENDIDIKAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010-2014” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 27 Februari 2017


(4)

MOTTO

“Sebuah tantangan akan selalu menjadi beban, rasa malas menjadi hambatan, jika

sebuah tantangan itu dikerjakan, suatu kebanggan pasti akan datang.

“Kata orang kegagalan adalah kunci kesuksesan, kata saya kegagalan adalah sebuah

pekerjaan”

“Timur : east, barat : west, utara : north, selatan : south, kemanapun kita pergi, rintangan pasti menghampiri, selama kita percaya diri, semua pasti akan teratasi”

Janganlah berjalan teruslah berlari

Kesempatan tidak akan datang kedua kali

Keluarkan kicauan orang kuping kanan kuping kiri

Percayalah pada diri sendiri


(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini Kupersembahkan untuk….. Alm. Ayah tercinta Bapak Ibrohim Ibu Noor Nafilah dan Bapak Alfian Dosen-dosenku yang selalu memberikan bimbingan Kawan-kawan seperjuangan Almameterku tercinta Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ...v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GRAFIK ...xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Penelitian ...1

B. Batasan Masalah ...16

C. Rumusan Masalah ...17

D. Tujuan Penelitian ...17

E. Manfaat Penelitian ...18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...19

A. Landasan Teori...19

1. Kemiskinan ...19

a. Kemsikinan Absolut...25

b. Kemiskinan Relatif ...27

B. Hubungan Antar Variabel ...28

1. UMK dan Kemiskinan ...28

2. Pengangguran dan Kemiskinan...30

3. Pendidikan dan Kemiskinan ...32

C. Penelitian Terdahulu ...34

D. Kerangka Pemikiran...36

E. Penurunan hipotesa ...37

BAB III METODELOGI PENELITIAN ...39

A. Objek Penelitian ...39

B. Jenis dan Sumber Data ...39


(7)

D. Definisi Operasional Variabel ...41

E. Alat Analisis dan Model Penelitian ...42

F. Uji Kualitas Data...44

1. Uji Multikolinearitas ...44

2. Uji Heteroskedastisitas...45

G. Estimasi Model Regresi Panel ...46

1. Metode Common Effect...46

2. Metode Fixed Effect ...46

3. Metode Random Effect ...47

4. Pemilihan Model Estimasi Data Panel ...47

5. Uji Parameter Model ...49

BAB 1V GAMBARAN UMUM ...52

A. Kondisi Geografi Provinsi Jawa Tengah ...52

B. Kondisi Kemiskinan...54

C. Kondisi UMK...61

D. Kondisi Pengangguran ...64

E. Kondisi Pendidikan ...65

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN...69

A. Uji Kualitas Data...69

1. Uji Heteroskedastisitas...69

2. Uji Multikolinearitas ...70

B. Uji Analisis Pemilihan Model ...71

1. Uji Chow ...71

2. Uji Hausman ...72

3. Uji LM ...73

C. Analisis Model Terbaik...74

D. Hasil Estimasi Model Data Panel ...75

E. Uji Statistik ...84

1. Koefisien Determinasi ...84

2. Uji F ...85

3. Uji T ...85

F. Interpretasi Ekonomi ...87

BAB VI SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN ....94

A. Simpulan ...94

B. Saran ...95

C. Keterbatasan Penelitian ...96

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kemiskinan Nasional dan Provinsi se-Jawa tahun

2013-2014 ...7 Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Miskin dan Presentase Penduduk

Miskin di Jawa Tengah tahun 2012-2014 ...8 Tabel 1.3 Rata-rata Kebutuhan Hidup Layak dan Upah

Minimum Provinsi Jawa Tengah tahun 2013-

2014 (rupiah) ...10 Tabel 1.4 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat

Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Jawa Tengah

tahun 2012-2014 ...13 Tabel 1.5 Presentase Angka Melek Huruf (AMH) di Jawa

Tengah tahun 2012-2014 ...15 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ...34 Tabel 4.1 Karakteristik Wilayah Provinsi Jawa Tengah tahun

2011-2014 ...54 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Miskin dan Presentase Penduduk

Miskin Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2014 ...55 Tabel 4.3 Komposisi Garis Kemiskinan melalui Makanan ...58 Tabel 4.4 Komposisi Garis Kemiskinan melalui Non-Makanan ...58 Tabel 4.5 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis

Kegiatan Utama tahun 2013-2014 ...64 Tabel 4.6 Presentase Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi

Jawa Tengah tahun 2012-2014 ...65 Tabel 4.7 Presentase Angka Melek Huruf Menurut Tipe

Daerah, Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur di

Provinsi Jawa Tengah tahun 2014 ...67 Tabel 5.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas ...70 Tabel 5.2 Hasil Uji Multikolinearitas ...71


(9)

Tabel 5.3 Hasil Uji Chow ...72 Tabel 5.4 Hasil Uji Hausman ...72 Tabel 5.5 Hasil Uji LM ...73 Tabel 5.6 Hasil Estimasi Common Effect, Fixed Effect dan

Random Effect ...74 Tabel 5.7 Hasil Estimasi Model Random Effect...75 Tabel 5.8 Hasil Uji T...86


(10)

(11)

ABSTRACT

This research aimed to analyzing the influence of minimum wage, unemployment and education towards poverty in Central Java Province in the year of 2010-2014. The dependent variable used was poverty (the percentage of total poor inhabitant) while the independent variable ware minimum wage (minimum wage of municipality/city), unemployment (level of open unemployment) and education (literacy rate). The data used on this research was secondary data from 35 municipalities/city in Central Java Province in the year of 2010-2014 by using quantitative approach. Estimation tool used on the research was panel data with the help of Eviews 7.2.

The estimation result indicated that minimum wage variable had negative and significant influence toward poverty, unemployment variable had positive and significant influence towards poverty and education variable had negative and significant influence toward poverty.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu kegiatan yang sudah direncanakan dan harus diimplementasikan oleh masyarakat dan pemerintah dimana masyarakat adalah sebagai aktor utama dalam pembangunan dan pemerintah hanya mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang guna mencapai keadaan yang lebih baik atau membuat keadaan yang belum ada menjadi ada.

Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai perbaikan sistem kelembagaan. Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dan dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama (Lincolin, 2013).

Salah satu tujuan pembangunan ekonomi bukan hanya pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) saja, tetapi juga pengentasan kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan dan penyediaan lapangan kerja dalam lingkup perekonomian yang terus berkembang, artinya pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata. Secara keseluruhan, hal-hal tersebut tidak hanya meningkatkan kesejahteraan yang bersifat materi (material well-being) tetapi juga menumbuhkan harga diri individu dan bangsa serta membebaskan mereka dari kungkungan sikap menghamba dan perasaan bergantung kepada


(13)

orang lain dan Negara-bangsa lain tetapi juga dari berbagai faktor yang menyebabkan kebodohan dan kesengsaraan (Todaro dan Smith, 2011).

Salah satu permasalahan yang mendasar dalam pembangunan yaitu kemiskinan, pada umumnya kemiskinan dapat dikenali dari perubahan transformasi ekonomi, yaitu dari transformasi ekonomi tradisional menuju ekonomi modern.

Pembangunan ekonomi pada masa ekonomi tradisional hanya diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto. Melalui peningkatan Produk Domestik Bruto tersebut diharapkan akan menciptakan kondisi yang diperlukan bagi perluasan distribusi manfaat ekonomi dan sosial yang merata. Kondisi tersebut sering dikenal dengan (trickle down) “menetes

ke bawah”. Namun demikian tingkat kehidupan sebagian besar masyarakat umumnya tetap tidak berubah sehingga, pembangunan ekonomi tersebut memunculkan masalah kemiskinan yang masih membelit di Negara berkembang ini (Todaro dan Smith, 2011).

Pandangan ekonomi tradisional tersebut menuai banyak kritikan dan perbaikan dari pandangan ekonomi modern, para pemandang ekonomi modern menyatakan bahwa tujuan utama pembangunan ekonomi bukan hanya meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto saja, tetapi juga mengentaskan kemiskinan, diskriminasi, pengangguran dan distribusi pendapatan yang tidak merata. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa kemiskinan menjadi salah satu masalah yang harus diatasi dalam konteks pembangunan ekonomi. Dengan demikian keberhasilan perekonomian suatu Negara tidak hanya diukur melalui peningkatan Produk Domestik Bruto, melainkan juga kekuatan atau kemampuan suatu Negara dalam mengatasi masalah kemiskinan.


(14)

Kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang atau sekelompok dalam mencukupi kebutuhan hidupnya sebagai standar hidup pada umumnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana tidak memiliki uang untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Salah satu penyebab munculnya kemiskinan adalah tidak ada pendapatan atau kurangnya pendapatan yang didapat oleh masyarakat serta sulitnya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, ataupun tempat tinggal. Kurangnya pendapatan yang didapat oleh masyarakat mengakibatkan rendahnya daya beli masyarakat akan pengetahuan dan informasi sehingga produktivitas masyarakat menjadi kecil.

Kedua, penyebab kemiskinan lainnya adalah kurangnya koordinasi dalam pemerintahan untuk pemerataan pembangunan terutama di daerah pedesaan, diperkirakan jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan lebih tinggi dibanding jumlah penduduk miskin di kota. Dalam hal ini cakupan atau perluasan perlindungan sosial dari pemerintah bagi masyarakat miskin belum memadai.

Salah satu Negara berkembang, Indonesia memiliki penyakit yang dari dahulu hingga sekarang masih saja menggerogoti yaitu kemiskinan. Banyaknya jumlah penduduk dan tidak meratanya pembangunan, kurangnya lapangan pekerjaan dimana jumlah penduduk lebih banyak dibanding jumlah lapangan pekerjaan yang mengakibatkan pengangguran, masih rendahnya kualitas sumber daya manusia sehingga sumber daya manusia yang ada belum mampu bersaing dengan sumber daya manusia dari luar yang diakibatkan oleh rendahnya kualitas pendidikan, merupakan beberapa faktor yang menyebabkan munculnya penyakit kemiskinan di Indonesia.


(15)

Pemerintah Indonesia harusnya menyadari bahwa salah satu tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya masyarakat yang adil dan makmur serta meratanya pembangunan. Sejalan dengan tujuan tersebut, ragam cara digunakan oleh pemerintah guna kegiatan pembangunan yang diarahkan kepada daerah yang masih tertinggal dan daerah yang mempunyai kemiskinan yang terus naik setiap tahunnya. Untuk itu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bekerjasama dalam upaya pembangunan agar terjadi pemerataan pembangunan yang akan menjadi hal positif bagi masyarakat.

Pemerintah Daerah akan melakukan pembangunan daerah secara berkala sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan tujuan atau sasaran dari Pembangunan Nasional. Oleh sebab itu, salah satu indikator utama keberhasilan Pembangunan Nasional adalah menekan laju jumlah penduduk miskin atau menurunkan jumlah penduduk miskin. Menurut (Todaro dan Smith, 2011) ada lima alasan mengapa kebijakan-kebijakan pemerintah berfokus pada upaya penurunan tingkat kemiskinan tidak selalu memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.

Pertama, kemiskinan yang meluas akan menciptakan kondisi di mana kaum miskin tidak bisa mendapatkan pinjaman, tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka, dan memiliki banyak anak sebagai tempat bersandar di usia tua karena tidak adanya peluang untuk melakukan investasi keuangan atau moneter. Keseluruhan faktor itu menyebabkan pertumbuhan per kapita tidak akan sebesar yang dimungkinkan jika distribusi pendapatan lebih merata (Todaro dan Smith, 2011).

Kedua, sangat banyak data empiris yang menunjukan bahwa, tidak seperti pengalaman sejarah Negara-negara yang sekarang maju, orang-orang kaya di banyak Negara yang sekarang


(16)

miskin umumnya tidak hemat atau kurang suka menabung dan menginvestasikan bagian substansial dari pendapatan mereka dalam perekonomian lokal (Todaro dan Smith, 2011).

Ketiga, rendahnya pendapatan dan rendahnya standar hidup orang-orang miskin yang berakibat pada buruknya kesehatan, nutrisi, dan pendidikan dapat menurunkan produktifitas ekonomi mereka, sehingga secara langsung dan tidak langsung menimbulkan perekonomian yang tumbuh lambat. Oleh karena itu, strategi untuk meningkatkan pendapatan dan standar hidup orang-orang miskin tidak hanya akan berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan materi mereka tetapi juga terhadap produktivitas dan pendapatan perekonomian secara keseluruhan (Todaro dan Smith, 2011).

Keempat, meningkatkan tingkat pendapatan orang-orang miskin akan merangsang peningkatan permintaan akan produk lokal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti makanan dan pakaian secara menyeluruh, sedangkan orang-orang kaya cenderung mengeluarkan bagian lebih banyak dari pendapatan tambahan mereka untuk membeli barang-barang mewah impor (Todaro dan Smith, 2011).

Meningkatkan permintaan terhadap barang lokal akan memperbesar rangsangan produksi, kesempatan kerja, dan investasi lokal. Dengan demikian, permintaan seperti itu akan menciptakan kondisi pertumbuhan ekonomi yang cepat dan partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam pertumbuhan itu.

Kelima, pengurangan kemiskinan massal dapat mendorong perluasan perekonomian yang sehat karena berfungsi sebagai insentif materi dan psikologis untuk memperluas partisipasi publik dalam pembangunan (Todaro dan Smith, 2011).


(17)

Permasalahan yang membelit di pemerintahan pusat (masalah Negara) ini mengenai masih tingginya angka kemiskinan tidak jauh dengan Pemerintah Daerah khususnya di Pemerintahan Jawa Tengah, permasalahan di Jawa Tengah tidak jauh berbeda sebab, permasalahan yang membelit daerahnya tersebut bisa dikatakan terparah dibanding provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa lainnya. Berikut tabel data presentase penduduk miskin provinsi-provinsi yang ada di pulau jawa dengan perbandingan presentase penduduk miskin Nasional dari tahun 2013-2014

Tabel 1.1

Kemiskinan Nasional dan Provinsi se-Jawa Tahun 2013 – 2014

No. Provinsi/Nasional 2013 2014

(ribu jiwa) (%) (ribu jiwa) (%)

1. DKI Jakarta 375,70 3,72 412,79 4,09

2. Banten 682,71 5,89 649,96 5,51

3. Jawa Barat 4.382,65 9,61 4.238,96 9,18 4. Jawa timur 4.865,82 12,73 4.74842 12,28

5. Jawa Tengah 4.704,87 14,44 4.561,83 13,58

6. D I Yogyakarta 535,19 15,03 532,58 14,55

Nasional 28.553,97 11,47 27.727,78 10,98

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) di setiap Provinsi di Pulau Jawa

Pada Tabel 1.1 menunjukan bahwa Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2013 hingga 2014 jumlah penduduk miskin yang paling sedikit yaitu tahun 2013 sebesar 3,72% dari total penduduk miskin yang ada di Provinsi DKI Jakarta, dan di tahun 2014 terjadi peningkatan presentase kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta menjadi sebesar 4,09%.

Peningkatan presentase kemiskinan dan jumlah penduduk miskin tersebut tidak mempengaruhi posisi kemiskinan yang ada di Pulau Jawa. Provinsi DKI Jakarta masih berada di


(18)

posisi teratas atau paling sedikit mengoleksi angka kemiskinan ketimbang Provinsi yang ada di Pulau Jawa lainnya, bahkan jauh angkanya dari kemiskinan Nasional artinya, pembangunan yang dilakukan oleh Provinsi DKI Jakarta bisa dikatakan berhasil karena menyentuh angka kemiskinan dibawah 10%.

Lain halnya dengan Provinsi Jawa Tengah, angka kemiskinan Jawa Tengah masih jauh dari harapan, dengan kata lain angka kemiskinan yang ada di Provinsi Jawa Tengah masih diatas angka 10% terpaut jauh sekali dengan tingkat kemiskinan DKI Jakarta. Meskipun ada DI Yogyakarta dibawahnya, namun tetap Provinsi Jawa Tengah dalam konteks kemiskinan masih jauh dari harapan.

Dapat dilihat di tabel tersebut bahwa kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 14,44% dari jumlah penduduk miskin. Angka tersebut masih jauh dari angka Nasional 2013 sebesar 11,47%. Sama halnya ditahun berikutnya kemiskinan Jawa Tengah masih tinggi ketimbang kemiskinan Nasional apalagi jika dibandingkan dengan Provinsi DKI Jakarta, hal tersebut dapat disebabkan karena tidak meratanya pembangunan daerah yang menyebabkan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah masih diatas angka 10%. Pembangunan daerah dikatakan berhasil jika dapat menurunkan kemiskinan dibawah 10%. Untuk mengetahui presentase kemiskinan Jawa Tengah lebih lanjut, berikut presentase kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2012 hingga 2014 :

Tabel 1.2

Jumlah Penduduk Miskin dan Presentase Penduduk Miskin di Jawa Tengah Tahun 2012 – 2014

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin dalam (ribu

orang)

Presentase Penduduk Miskin (%)


(19)

2013 4.811.30 14.44%

2014 4.561.82 13.58%

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah

Pada Tabel 1.2 menunjukan bahwa Presentase Penduduk Miskin yang ada di Jawa Tengah mengalami fluktuasi yang terjadi pada tahun 2012 hingga tahun 2014, dimana pada bulan Maret 2012 hingga September 2012 terjadi penurunan cukup besar, presentase penduduk miskin sebesar 0,36%. Penurunan presentase penduduk miskin terus berlangsung hingga bulan September 2013 yang presentase penduduk miskin mencapai 14.44%, namun jumlah tersebut masih terlalu tinggi, sebab pembangunan yang berkelanjutan akan berhasil jika dapat menekan laju penduduk miskin dibawah 10% dan hal tersebut masih jauh pada Provinsi Jawa Tengah. Penurunan presentase penduduk miskin tersebut tidak berlanjut pada bulan Maret 2014 yang malah terjadi peningkatan menjadi 14.46%. kemudian terjadi penurunan presentase penduduk miskin sebesar 13.58%.

Walaupun Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan jumlah presentase penduduk miskin dari Maret 2012 hingga September 2014, tetapi tingkat kemiskinannya masih relatif tinggi yaitu diatas 10%. Belum meratanya pembangunan menjadi salah satu penyebabnya. Padahal dampak dari kemiskinan sangatlah buruk bagi perekonomian.

Upaya pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan sangatlah serius, bahkan merupakan salah satu prioritas termasuk bagi pemerintah provinsi Jawa Tengah. Upaya tersebut tidak akan berjalan dengan baik jika tidak didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengentasan kemiskinan. Salah satunya di bidang ketenagakerjaan, guna mengentaskan masalah kemiskinan adalah kebijakan upah minimum. Kebijakan upah minimum daerah dibuat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan para pekerja yang akhirnya dapat


(20)

mengurangi kemiskinan. Upah minimum diarahkan pada pencapaian kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu kebijakan upah minimum adalah salah satu strategi pemerintah menanggulangi kemiskinan, dengan menghitung kebutuhan dasar dan sebagai jaring pengaman sosial dengan menghitung kebutuhan pendidikan serta transportasi.

Tabel 1.3

Rata-rata Kebutuhan Hidup Layak dan Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah tahun 2013-2014 (Rupiah)

Tahun KHL UMK

2013 940.375 914.275

2014 1.077793 1.066.603

Sumber : BPS Prov.Jawa Tengah

Tingkat upah minimum dan kebutuhan hidup layak meningkat tiap tahunnya, dapat dilihat pada Tabel 1.3, pada tahun 2103 tingkat upah minimum sebesar Rp. 914.275, dan menjadi Rp. 1.066.603 pada tahun 2014. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengambil keputusan yang tepat untuk mengurangi pengangguran yang memicu pada menurunnya angka kemiskinan Provinsi Jawa Tengah.

Dengan tingkat upah minimum yang meningkat setiap tahunnya, dirasa masih belum mencukupi kehidupan yang layak bagi masyarakat. Sehingga angka kemiskinan Provinsi Jawa Tengah masih tinggi. Kerjasama para pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk menyikapi penetapan upah minimum dengan tujuan mensejahterakan, serta pemerintah dapat menjaga perkembangan dan peningkatan perekonomian dengan baik. Ada beberapa hal yang menyebabkan mengapa upah tenaga kerja selalu rendah dan belum bisa mencukupi semua kebutuhan yang kompleks. Pertama, rendahnya tingkat efisiensi perusahaan. Pada umumnya perusahaan perusahaan di Indonesia bekerja dengan tingkat efisiensi rendah.


(21)

Banyak perusahaan yang bekerja secara tradisional, tidak memanfaatkan kehadiran teknologi dalam proses produksi sehingga biaya yang dipakai untuk menghasilkan satu barang menjadi tinggi. Akibatnya daya saing menjadi rendah dan salah satu cara untuk menekan biaya yang tinggi ini adalah dengan menekan tingkat upah. Pekerja sebagai bumper untuk meningkatkan daya saing.

Kedua, menyangkut pada ketamakan pengusaha. Mereka ingin cepat tumbuh dan untuk hal tersebut mereka memerlukan laba besar. Mereka menekan tingkat upah sehingga persentase upah di dalam menghasilkan suatu barang tidak berbanding wajar dengan persentase pengeluaran untuk bahan baku, bahan pembantu, administrasi dan manajemen. Persaingan antar sesama perusahaan juga muncul, mereka merasa malu jika perusahaannya lamban tumbuhnya. Mereka berlomba untuk tumbuh dengan mengorbankan kepentingan pekerja. Ketiga, menyangkut pada kealpaan pengusaha. Pengusaha lupa bahwa ada keterkaitan produktivitas dengan kesejahteraan pekerja. Jika kesejahteraan pekerja dapat ditingkatkan maka produktivitas mereka juga dapat dinaikan. Proses produksi bisa berjalan efisien di mana harga satuan barang yang dihasilkan menjadi rendah dan daya saing barang menjadi kuat. Sebenarnya, suasana seperti inilah yang harus diciptakan dalam suatu perusahaan. Namun berdasarkan pengamatan hal ini tidak dilakukan karena adanya persepsi yang salah atas peran pekerja dalam perusahaan.

Keempat, menyangkut pada rendahnya keahlian pekerja. Pekerja yang jumlahnya banyak ini sebenarnya bukanlah pekerja yang berkeahlian. Sekolah umum yang mereka tempuh tidak menjadikan pekerja sebagai pekerja ahli. Keahlian mereka diperoleh lewat pengalaman kerja. Ini yang membuat pengusaha memberi upah rendah dan ikut memperkuat rendahnya penilaian perusahaan pada pekerja. Tetapi sebaliknya kita juga tidak melihat adanya latihan ketrampilan yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan keahlian pekerja. Yang terakhir ini tidak ada


(22)

karena menyangkut pada cara penarikan pekerja (recruitment) pada perusahaan. Pekerja yang ada bukan pekerja perusahaan secara formal tetapi pekerja yang ditarik/disewa dari agen tenaga kerja. Untuk saat ini, agen agen tenaga kerja tumbuh sangat pesat untuk memenuhi kebutuhan industri/perusahaan yang memerlukan tenaga kerja. Pekerja dianggap seperti komoditi yang dapat diperjual belikan dan berakibat pada posisi pekerja tetap lemah. Tidak ada peningkatan keahlian karena tidak ada yang bertanggung jawab untuk itu. Ini merupakan kelemahan dari sistem penarikan tenaga kerja yang berjalan saat ini. Kelima, menyangkut pada sistem pengupahan yang tidak tepat. Sistem pengupahan yang mempergunakan upah minimum provinsi adalah tidak tepat. Sistem pengupahan seperti ini akan menciptakan kemiskinan pekerja secara terus menerus dan menjadikan pekerja sebagai kelompok masyarakat marjinal. Sistem ini tidak dinamis dan perlu dipikirkan untuk dirubah. Yang penting adalah tiap perusahaan menyusun standar kerja dan standar upah yang dipakai pada setiap perusahaan. Setiap pekerja harus dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Upah dibayar sesuai dengan standar ini. Selanjutnya, siapa pekerja yang memiliki keahlian yang lebih baik akan mendapatkan upah yang lebih besar. Cara ini akan mendorong pekerja untuk membenahi dirinya dengan keahlian yang diperlukan perusahaan. Dengan cara ini suasana kerja menjadi dinamis, produktivitas dapat ditingkatkan dan daya saing menjadi lebih kuat. Cara ini akan menciptakan kerjasama yang baik antara pekerja dengan perusahaan. Kepentingan kedua belah pihak menjadi terlindungi. (Sumarlin, 2010).

Selain Upah Minimum Kabupaten/Kota penurunan pengangguran di suatu Negara atau wilayah diharapkan juga mampu menurunkan tingkat kemiskinan. Pengangguran merupakan seorang atau sekelompok orang yang sedang mencari pekerjaan atau tidak memiliki pekerjaan. Pengangguran dan kemiskinan merupakan dua masalah yang saling berkaitan. Tingginya tingkat


(23)

pengangguran akan menaikkan tingkat kemiskinan karena pengangguran merupakan seseorang yang tidak memiliki pendapatan sehingga seseorang tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhannya.

Tabel 1.4

TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) dan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ) Jawa Tengah

Tahun 2012-2014

Tahun TPT (%) TPAK(%)

2012 5.61 71.26

2013 6.01 70.43

2014 5.68 69.68

Sumber : BPS Prov. Jawa Tengah

Dari Tabel 1.4 diatas dapat diketahui bahwa TPT (tingkat Pengangguran Terbuka) dari tahun 2012 sampai 2014 mengalami fluktuatif dimana pada tahun 2012 TPT Jawa Tengah sebesar 5.61% kemudian meningkat ditahun berikutnya menjadi 6.01% tahun 2013. Peningkatan tingkat pengangguran terbuka tersebut terhenti di tahun 2014 dan turun menjadi 5.68%. Penurunan tersebut menunjukkan indikasi pengangguran semakin kecil atau semaikin baik.

Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja yang menggambarkan presentase jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. Selama tiga tahun terakhir, angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja terus mengalami penurunan, indikasi menurunnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dalam kurun tiga tahun terakhir ini menunjukkan hal yang buruk dimana orang yang aktif secara ekonomi semakin menurun tiap tahunnya. Terhitung angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 71.26% menurun ditahun 2013 menjadi 70.43%, menurunnya angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja tersebut diikuti


(24)

ditahun berikutnya menjadi 69.68%. Hal ini menunjukkan semakin turunnya masyarakat yang tergolong didalam angkatan kerja yang aktif secara ekonomi.

Tidak hanya Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Pengangguran yang menjadi acuan dalam melihat perkembangan pembangunan ekonomi yang menjadi tulang punggung dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, namun variabel pendidikan juga sangat penting dalam upaya peningkatan pembangunan. Pendidikan memainkan peran penting untuk meningkatkan kemampuan suatu Negara berkembang dalam menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas bagi terwujudnya pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan, karena pendidikan dipandang sebagai komponen pertumbuhan dan pembangunan yang vital sebagai input bagi fungsi produksi agregat (Todaro dan Smith, 2011). Pendidikan dapat menambah nilai produksi dalam perekonomian dan juga bagi pendapatan orang-orang yang berpendidikan. Akan tetapi, dengan tingkat pendapatan yang sama pun seseorang dapat memperoleh manfaat pendidikan karena dengan bisa membaca, berkomunikasi, berpendapat, dan dalam menetapkan pilihan dengan pengetahuan yang lebih baik, dapat lebih diperhitungkan oleh orang lain, dan sebagainya (Amartya Sen, 1999) dalam (Todaro dan Smith, 2011)

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan primer yang cukup penting, dengan pendidikan yang tinggi seseorang akan mempunyai ilmu dan skill yang memadai untuk terjun langsung di dunia kerja, serta mampu bersaing dengan yang lain, sehingga pengangguran dapat kembali mengalami penurunan serta membantu menurunkan tingkat kemiskinan. Program wajib belajar selama 9 tahun masih perlu diimplementasikan lagi untuk menunjang pendidikan dasar wajib belajar bagi golongan orang miskin. Belum lagi sekarang jumlah penduduk yang mencari pekerjaan lebih banyak ketimbang lapangan pekerjaan yang ada, sehingga seseorang dituntut untuk memiliki ilmu dan skill untuk masuk dalam sebuah pekerjaan.


(25)

Tabel 1.5

Data pendidikan yang diplot Angka Melek Huruf di Jawa Tengah Tahun 2012-2014 :

Sumber : BPS Prov. Jawa Tengah

Dari Tabel 1.5 dapat diketahui bahwa indikator pendidikan yang diplot dengan angka melek huruf mengalami peningkatan tiap tahunnya walapun peningkatan tersebut tidak tinggi, dapat dikatakan Pemerintah Daerah Jawa Tengah cukup berhasil dalam menggalakkan program pendidikan wajib 9 tahun meskipun tampaknya terdapat tanda tanya besar mengenai penyerapan peserta didik melalui program pemerintah.

Adanya pertanyaan ini Pemerintah Daerah perlu melakukan kajian khusus mengenai kualitas dan besarnya daya serap pendidikan sebagai bentuk upaya mencerminkan besarnya penduduk buta huruf dan aksara di Jawa Tengah. Secara garis besar, pemerintah menggalakkan program pendidikan wajib 9 tahun guna memberantas penduduk buta huruf dan aksara di Jawa Tengah.

Berangkat dari hal diatas, penelitian ini berusaha mengidentifikasi variabel-variabel yang dapat menurunkan jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah. Variabel-variabel tersebut yaitu upah minimum kabupaten/kota, tingkat pendidikan dan pengangguran, yang sekiranya dapat membantu menurunkan dan memecahkan masalah kemiskinan. Oleh karena itu penulis mengambil judul “ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMAL, PENGANGGURAN DAN PENDIDIKAN TERHADAP KEMISKINAN DI JAWA TENGAH TAHUN 2010-2014”.

Tahun Angka Melek Huruf %

2012 90.45 %

2013 91.7 %


(26)

B. Batasan Masalah

Dalam batasan masalah ini, penulis ingin membatasi pembahasan masalah mengingat ruang lingkup mengenai kemiskinan yang sangat luas. Batasan masalahnya adalah seberapa besar pengaruh upah minimum kabupaten/kota, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan yang ada di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 sampai 2014. Dengan faktor- faktor yang mempengaruhi dibatasi dengan upah minimum kabupaten/kota, tingkat pendidikan yang dibatasi dengan angka melek huruf dan pengangguran dibatasi tingkat pengangguran terbuka.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah yang dapat dituliskan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh Upah Minimum Kabupaten/Kota terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 ?

2. Bagaimana pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 ?

3. Bagaimana pengaruh Angka Melek Huruf terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 ?

D. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh Upah Minimum Kabupaten/Kota terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014.


(27)

2. Untuk mengetahui pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014.

3. Untuk mengetahui pengaruh Angka Melek Huruf terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014.

E. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan penerapan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Menambah wawasan bagi para pembaca mengenai Ilmu Ekonomi khususnya Ekonomi Pembangunan yang berkaitan dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota, Pendidikan, Pengangguran dan Kemiskinan.

3. Diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam melakukan penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah yang muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Adapun berbagai pendapat yang mengemukakan tentang kemiskinan.

Kemiskinan sebagai “Poverty is lack of shelter. Poverty is being sick and not being able to see a doctor. Poverty is not being able go to school nd not knowing how to read. Poverty is not having a job, is fear of the future, living one day at the time. Poverty is losing child to illness brought about by unclean water. Poverty is powerlessness, lack of representation and freedom”. Kemiskinan berkenaan dengan ketiadaan tempat tinggal, sakit dan tidak mampu untuk berobat ke dokter, tidak mampu untuk sekolah dan tidak tahu baca tulis. Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai tidak memliki pekerjaan sehingga takut menatap masa depan, tidak memiliki akses untuk sumber air bersih. Kemiskinan adalah ketidak berdayaan, kurangnya representasi dalam kebebasan. Lebih sederhana, kemiskinan dapat diartikan kekurangan, yang sering diukur dengan tingkat kesejahteraan (Bank Dunia, 2000) dalam (Istifaiyah, 2015).

Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan yang rendah, tetapi banyak juga hal yang lain seperti tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidak berdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri (Suryawati, 2005).


(29)

Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang.

Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan yang mempunyai pengertian tentang sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumber daya.

Secara sosial psikologi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan jaringan dan struktur social yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan penningkatan produktivitas (Wijayanto, 2010).

Masalah kemiskinan memang tidak akan jauh dari Negara Indonesia sebab di Negara berkembang ini kemiskinan masih merajalela, maka perlu adanya pengetahuan untuk mengetahui apa saja yang menyebabkan kemiskinan. Berikut faktor-faktor penyebab kemiskinan di Indonesia :

a. Negara Indonesia memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, itu sebabnya sumber daya manusia kita kalah bersaing dengan sumber daya manusia dari luar, akibatnya banyak substansi-substansi memilih melakukan impor tenaga kerja daripada memakai tenaga kerja sendiri dengan kualitas yang rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari tingkat pendidikan.

b. Rendahnya kualitas sumber daya manusia yang kita miliki juga, dapat disebabkan oleh kurang tepatnya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam mengentas angka kemiskinan.

c. Rendahnya kepekaan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan potensi daerah yang dimiliki sehingga menyebabkan rendahnya potensi fisik dan infrastruktur wilayah serta memperlambat aktivitas ekonomi.


(30)

Menurut (Todaro dan Smith, 2011) Kemiskinan yang terjadi di Negara-negara berkembang akibat dari interaksi antara 6 karakteristik berikut :

a. Tingkat pendapatan nasional negara-negara berkembang terbilang rendah, dan laju pertumbuhan ekonominya tergolong lambat.

b. Pendapatan perkapita negara-negara dunia ketiga juga masih rendah dan pertumbuhannya amat sangat lambat, bahkan ada yang mengalami stagnasi.

c. Distribusi pendapatan amat sangat timpang atau sangat tidak merata.

d. Mayoritas penduduk di negara-negara dunia ketiga harus hidup dibawah tekanan kemiskinan absolute.

e. Fasilitas dan pelayanan kesehatan buruk dan sangat terbatas, kekurangan gizi dan banyaknya wabah penyakit sehingga tingkat kematian bayi di negara-negara dunia ketiga sepuluh kali lebih tinggi dibanding dengan yang ada di negara maju.

f. Fasilitas pendidikan dikebanyakan negara-negara berkembang maupun isi kurikulum relative masih kurang relevan maupun kurang memadai.

Oleh sebab itu, upaya pertama yang dilakukan oleh pemerintah adalah membenahi suatu kebijakan-kebijakan yang bersangkutan dengan kemiskinan misalnya, melakukan perbaikan kesehatan dan gizi, perbaikan mutu pendidikan, pemberantasan buta huruf, serta pemerintah harus berupaya agar dapat meningkatkan keterampilan masyarakat. Dengan upaya tersebut, maka akan menciptakan produktivitas yang tinggi yang kemudian disusul dengan pendapatan yang tinggi sehingga masyarakat mampu memenuhi kebutuhannya.

Salah satu teori kemiskinan, yaitu teori Lingkaran Setan Kemiskinan (Vicious Circle of Proverty) yang dikemukakan oleh (Ragnar Nurkse, 2953) dalam ( Nugroho, 2015) mengatakan bahwa, suatu negara miskin karena negara itu pada dasarnya memang miskin. Teori ini merupakan konsep yang mengandaikan suatu hubungan melingkar dari


(31)

sumber-sumber daya yang cenderung saling mempengaruhi satu sama lain secara sedemikian rupa sehingga menempatkan suatu negara miskin akan terus menerus dalam suasana kemiskinan. Dengan kata lain, lingkaran setan merupakan analogi yang mengumpamakan bahwa kemiskinan itu ibarat sebuah lingkaran yang tidak memiliki pangkal ujung, sehingga akan terus berputar pada lingkaran yang sama. Berikut ilustrasi lingkaran kemiskinannya :

Gambar 2.1 Ilustrasi Lingkaran setan kemiskinan

Sumber : Anonymous, 2010

Menurut gambar di atas, apabila ditinjau lebih jauh lagi tentang kemiskinan, setidaknya akan didapati beberapa akar masalah yang harus segera dituntaskan agar dapat mengatasi semua permasalahan dari segala akar kemiskinan tersebut. Akar masalah kemiskinan ini dapat diilustrasikan sebagai berikut :

MISKIN

Pendapatan

Rendah Kinerja Rendah

Status Gizi Rendah Kesehatan

Rendah

Pengetahuan Rendah

Konsumsi Rendah Produksi

Rendah

Modal Kecil Papan, Sarana

Prasarana Dasar Rendah

Daya Beli Pendidikan,

Informasi

Tabungan Rendah

Produksi Rendah


(32)

Pertama, karena miskin, seseorang pasti memiliki pendapatan yang kecil. Karena pendapatannya kecil, daya beli informasi dan pengetahuannya rendah. Daya beli pengetahuan dan informasi yang rendah ini, akan menyebabkan si miskin tidak memiliki pengetahuan yang cukup. Pengetahuan yang kurang, akan menyebabkan produktivitas seseorang menjadi kecil. Karena produktivitasnya yang kecil, akan menyebabkan jatuh miskin lagi.

Kedua, karena miskin, seseorang pasti hanya akan memiliki tabungan yang kecil. Karena memiliki tabungan yang kecil, akan membuat kepemilikan modal seseorang menjadi rendah yang akan mengakibatkan produksinya rendah serta pendapatannya kecil. Karena pendapatannya kecil, akan mennyebabkan jatuh miskin lagi.

Ketiga, karena miskin, seseorang pasti hanya akan memiliki kemampuan konsumsi yang rendah. Kemampuan konsumsi yang rendah akan membuat seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan papan, sandang, dan pangannya secara layak. Hal ini juga akan berdampak pada buruknya status gizi seseorang. Seseorang dengan status gizi yang buruk hanya akan memiliki produktivitas kerja yang buruk akan menyebabkan produksinya menjadi rendah, sehingga akan menyebabkan jatuh miskin lagi.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa penyebab kemiskinan adalah pemerataan pembangunan yang belum merata terutama di daerah pedesaan. Penduduk miskin di daerah pedesaan diperkirakan lebih tinggi dari penduduk miskin di daerah perkotaan. Penyebab yang lain adalah masyarakat miskin belum mampu menjangkau pelayanan dan fasilitas dasar seperti pendidikan, kesehatan, air minum dan sanitasi, serta transportasi. Gizi buruk juga masih terjadi di lapisan masyarakat miskin. Hal ini disebabkan terutama oleh cakupan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin yang belum memadai. Bantuan sosial kepada masyarakat miskin, pelayanan bantuan kepada masyarakat rentan (seperti penyandang cacat, lanjut usia, dan yatim-piatu), dan cakupan jaminan sosial bagi rumah tangga miskin masih


(33)

kurang memadai. Makna dari lingkaran setan kemiskinan tersebut adalah keharusan semua pihak terutama pemerintah untuk memiliki keinginan yang kuat untuk memutus alur tersebut. Lingkaran itu tidak akan pernah terpotong apabila tidak ada satu bagian saja yang dihilangkan (Wiguna, 2013).

Ukuran menurut (Suparmono, 2004) secara sederhana dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi dua pengertian :

a. Kemiskinan Absolut

Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup.

Kesulitan utama dalam konsep absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena kedua hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat kebiasaan saja, tetapi juga iklim, tingkat kemajuan suatu negara, dan faktor-faktor ekonomi lainnya. Walaupun demikian untuk hidup layak, seseorang membutuhkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan fisik dan sosialnya.

Kemiskinan absolut (absolute proverty) adalah situasi ketidakmampuan atau kemampuan yang sangat minim dalam memenuhi kebutuhan pokok subsistem berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan pelayanan kesehatan dasar. Kemiskinan absolut dapat dilihat dalam presentase jumlah penduduk.

Kemiskinan absolut adakalanya diukur berdasarkan jumlah, atau “hitungan per kepala” (Headcount) dari orang-orang yang pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan. Indeks per kepala adalah proporsi jumlah penduduk suatu negara yang hidup dibawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditentukan pada tingkat yang tetap


(34)

atau konstan secara riil sehingga kita dapat memetakan kemajuan yang diperoleh pada tingkat absolut dari waktu ke waktu. Gagasannya adalah untuk menetapkan tingkat ini pada standar tertentu, dimana jika seseorang berada di bawah standar ini maka kita dapat menyatakan bahwa orang itu hidup dalam keadaan yang sangat sengsara (Todaro dan Smith, 2011).

Cara agar lebih mudah menentukan atau suatu rumah tangga termasuk golongan miskin atau tidak, diperlukan suatu patokan yang disepakati atau ditetapkan. Berdasarkan patokan inilah dipetakan posisi setiap individu atau rumah tangga, apakah berada di atas, di bawah, serta seberapa jauh posisinya di atas atau di bawah patokan. Patokan inilah yang disebut dengan garis kemiskinan. (Maipita, 2004) dalam (Istifaiyah, 2015).

b. Kemiskinan Relatif

Seseorang termasuk golongan relatif apabila telah dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan keadaan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga konsep kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada. Oleh karena itu, kemiskinan dapat dilihat dari aspek ketimpangan sosial yang berarti semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah, maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan selalu miskin.

Menurut (BPS) dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata


(35)

pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari.

Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Pemilihan jenis barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk.

B. Hubungan Antar Variabel

1. Hubungan UMK dan Kemiskinan

Kebijakan upah minimum telah menjadi isu yang pentin dalam masalah ketenagakerjaan di beberapa negara baik maju maupun berkembang. Sasaran dari kebijakan upah minimum ini adalah untuk menutupi kebutuhan hidup minimum dari pekerja dan keluarganya. Dengan demikian, kebijakan upah minimum adalah untuk (a) menjamin penghasilan pekerja sehingga tidak lebih rendah dari suatu tingkat tertentu, (b) meningkatkan produktivitas pekerja, (c) mengembangkan dan meningkatkan perusahaan dengan cara-cara produksi yang lebih efisien (Sumarsono, 2003).

Menurut David Ricardo mengenai Upah. Jumlah penduduk ditentukan oleh tingkat upah masyarakat. Apabila upah masyarakat diatas rata-rata maka jumlah penduduk akan


(36)

meningkat, karena setiap orang merasa mampu hidup sejahtera sehingga menambah jumlah anak dalam keluarga atau meningkatnya jumlah tenaga kerja. Namun hal ini akan mendorong tingkat upah menurun karena terlalu banyak penawaran dibandingkan permintaan tenaga kerja. Apabila tingkat upah dibawah rata-rata maka jumlah penduduk akan menurun, karena mengingat ketidakmampuan masyarakat dalam menanggung beban hidup dengan keluarga yang banyak. Penurunan jumlah penduduk selanjutnya akan meningkatkan tingkat upah masyarakat dan akan berputar seperti ini seterusnya.

Tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja. Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat pendudukberpendapatan rendah, terutama pekerja miskin. Semakin meningkat tingkat upah minimum akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga kesejahteraan juga meningkat dan sehingga terbebas dari kemiskinan (Khabhibi, 2010:49).

Peran pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah sangat diperlukan dalam menyikapi dampak penetapan upah minimum. Tidak bisa hanya pengusaha saja yang harus menanggung dampak penetapan upah minimum ini. Dengan pengertian dan pemahaman serta kerjasama dari semua pihak yang terkait dengan hubungan industrial ini maka dapat dicapai tujuanm bersama yaitu pekerja/buruh sejahtera, perusahaan berkembang dan lestari serta pemerintah dapat menjaga perkembangan dan peningkatan perekonomian dengan baik (Danny, 2015).

2. Hubungan Pengangguran dan Kemiskinan

Pengangguran merupakan seseorang yang sudah tergolong dalam suatu angkatan kerja yang sedang mencari upah sesuai dengan kualitasnya, dalam artian mereka menolak pekerjaan yang ada karena mereka merasa upah yang akan diterimanya tidak sesuai dengan kulitas yang dimilikinya. Dalam arti lain yaitu seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan


(37)

tidak digolongkan dalam angkatan kerja adalah mereka yang yang masih menimba ilmu di sekolahan.

Dalam argumentasi Rostow, Negara-negara mau dinyatakan telah melewati semua

tahap “lepas landas ke pertumbuhan yang berkelanjutan dengan sendirinya,” dan Negara -negara terbelakang masih berada dalam tahap masyarakat tradisional atau dalam tahap

“prakondisi” hanya perlu mengikuti seperangkat aturan pembangunan tertentu untuk lepas

landas menuju masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan itu (Todaro dan Smith, 2011). Berikut lima tahap dalam pembangunan Rostow :

a. Masyarakat Tradisional (Tradicional Society)

Masyarakat masih menggunakan cara produksi yang primitif, berdasarkan pada hal-hal yang berlaku secara turun temurun. Ciri-ciri masyarakat tradisional adalah pertama, fungsi produksi terbatas, cara produksi masih primitif, dan tingkat produktifitas masyarakat rendah. Kedua, struktur sosial bersifat hierarkis, yaitu kedudukan masyarakat tidak berbeda dengan nenek moyang mereka. Ketiga, kegiatan politik dan pemerintahan di daerah-daerah berada di tangan tuan tanah.

b. Tahap Pra-kondisi Lepas Landas

Suatu masa transisi dimana masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencpai pertumbuhan atas kekuatan sendiri. Ciri-ciri masyarakat masuk dalam tahap pra-kondisi lepas landas adalah pertama, kemampuan masyarakat untuk menggunakan ilmu pengetahuan modern dan membuat penemuan-penemuanbaru yang bisa menurunkan biaya produksi. Kedua, ditandai dengan kenaikan tingkat investasi. c. Tahap Lepas Landas

Tahap ini adalah tahap pertumbuhan dinamis dimana pertumbuhan dari dalam yeng berkelanjutan yang tidak membutuhkan dorongan dari luar. Ciri-ciri masyarakat masuk dalam tahap lepas landas adalah pertama, tersingkirnya hambatan-hambatan


(38)

yang menghalangi pertumbuhan ekonomi, serta tabungan dan investasi yang efektif meningkat dari 5% menjadi 10%. Kedua, terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi atau berupa terbukanya pasar baru.

d. Tahap Dorongan Kearah Kedewasaan

Dalam tahap ini dorongan kearah kedewasaan dimulai ketika perkembangan industri terjadi tidak saja meliputi teknik-teknik produksi, tetapi juga dalam aneka barang yang diproduksi. Yang diproduksi bukan saja terbatas pada barang dan konsumsi, tetapi juga barang modal. Masyarakat masuk dalam tahap dorongan kearah kedewasaan ditandai dengan, pembangunan oleh investasi yang terus-menerus antara 40% hingga 60%.

e. Tahap Konsumsi Masal Tinggi

Tahapan terakhir dalam pembangunan Rostow. Ciri-ciri masyarakat di tahap konsumsi masal tinggi, sebagian besar masyarakat hidup makmur dan mendapat keberagaman sekaligus. Pada tahap ini perhatian masyarakat sudah lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi.

Efek buruk yang ditimbulkan dari pengangguran tersebut adalah menurunnya pendapatan masyarakat hingga akhirnya masyarakat tidak lagi merasakan kesejahteraan atau kemakmuran. Anggapan bahwa semakin turunnya kesejahteraan masyarakat akibat dari menganggur pastinya akan meningkatkan kesempatan mereka terjebak dalam kemiskinan, karena tidak memiliki pendapatan yang tetap. Begitupun sebaliknya, jika seseorang memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi pastinya tidak akan terjebak dalam jurang kemiskinan.


(39)

Dalam teori pembangunan ekonomi menyatakan bahwa pentingnya meningkatkan pembangunan modal manusia (human capital) guna mendorong dalam penelitian serta pengembangannya dalam produktivitas manusia sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial.

Menurut (Todaro dan Smith, 2011) pada sisi permintaan ada dua faktor utama yang mempengaruhi tingkat pendidikan yang diinginkan adalah pertama, prospek pelajar yang lebih berpendidikan untuk menghasilkan pendapatan lebih besar melalui pekerjaan sektor modern di masa depan atau manfaat pribadi keluarga dari pendidikan. Kedua, biaya pendidikan, langsung maupun tidak langsung, yang harus ditanggung seorang peserta didik atau keluarganya. Dengan demikian untuk mendapatkan kesempatan kerja berupah tinggi di sektor modern, karena kesempatan untuk memperoleh pekerjaan tersebut sebagian besar ditentukan oleh tingkat pendidikan seseorang.

Pada sisi penawaran, kuantitas pendidikan ditingkat sekolah dasar, menengah, dan perguruan tinggi sebagian besar ditentukan oleh proses politik, yang sering kali tidak berkaitan dengan proses ekonomi. Karena besarnya tekanan politik diseluruh Negara berkembang untuk menyediakan jumlah sekolah yang lebih banyak ditingkat pendidikan yang lebih tinggi, dengan mudah kita bisa berasumsi bahwa penawaran publik atas tingkat pendidikan ini ditetapkan oleh pengeluaran pemerintah untuk pendidikan yang pada gilirannya dipengaruhi oleh tingkat permintaan pribadi agregat terhadap pendidikan (Todaro dan Smith, 2011).

Salah satu indikator yang dapat dijadikan tolak ukur kesejahteraan sosial adalah dengan melihat tinggi rendahnya presentase Angka Melek Huruf dalam masyarakat. Angka Melek Huruf merupakan salah satu pokok penting untuk melihat sejauh mana penduduk suatu daerah terbuka terhadap pengetahuannya. Menurut (Kumalasari, 2011).


(40)

Angka Melek Huruf (AMH) adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis dengan jumlah penduduk usia 15 tahun keatas. Batas maksimum untuk angka melek huruf, adalah 100 sedangkan batas minimum adalah 0. Hal ini menggambarkan kondisi 100 persen atau semua masyarakat mampu membaca dan menulis, dan nilai nol mencerminkan kondisi sebaliknya. Dalam pertumbuhan dan pembangunan suatu daerah, pendidikan merupakan salah satu poin terpenting yang dapat menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Dalam penelitian ini diduga bahwa pendidikan berpengaruh terhadap kemiskinan.

C. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai kemiskinan di berbagai wilayah di Indonesia yang telah dilakukan oleh sejumlah peneliti, antara lain :

Tabel 2.1

No Penulis, Tahun dan Judul Metode Penelitian Kesimpulan

1. “Van Indra Wiguna” (2013) dengan judul penelitian:

“Analisis Pengaruh PDRB,

Pendidikan dan

Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun

2005-2010”

Variabel yang digunakan dalam penelitiannya adalah

“kemiskinan, PDRB,

Pendidikan dan

Pengangguran”. Data

yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder. Penulis menggunakan metode analisis regresi linier berganda Ordinary

Least Squares

Regression Analisys dengan dibantu data panel. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel PDRB dan pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah. Pengangguran berpengaruh positif dan signifikan.


(41)

Lanjutan Tabel 2.1

No Penulis, Tahun dan Judul Metode Penelitian Kesimpulan

2. “Rusdiati dan Lesta

Karolina Sebayang” (2013) dengan judul: “Faktor -faktor yang mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di

Provinsi Jawa Tengah”

Variabel yang digunakan adalah

“jumlah penduduk

miskin (%), PDRB, Pengangguran dan Belanja Publik”. Analisis data menggunakan

Ordinary Least Squares Regression Analisys. Hasil Penelitiannya menunjukan pengangguran tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, sedangkan

PDRB dan Pengeluaran Publik berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. 3. “Fatkhul Mufid Cholili”

(2014) dengan judul

“Analisis Pengaruh

Pengangguran, PDRB dan IPM (Studi 33 Prov di Indonesia)

Variabel yang

digunakan “jumlah

penduduk miskin (%), PDRB dan IPM dengan model yang digunakan Ordinary Least Squares Regression Analisys.

Adanya pengaruh

simultan dari ketiga variabel independen. Namun secara parsial PDRB tidak

berpengaruh signifikan dan IPM, pengangguran berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. 4. “Lailatul Istifaiyah”(2015)

dengan judul “Analisis

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum dan Pengangguran Terhadap

Tingkat Kemiskinan” (Studi

Gerbangkertasusila tahun 2009-2013)

Alat analisis yang digunakan data panel yang mencakup tujuh kota/kabupaten di Gerbangkertasusila

Variabel yang berpengaruh negatif dan signifikan adalah pertumbuhan ekonomi dan upah minimum. Dan tingkat pengangguran positif signifikan. Lanjutan Tabel 2.1

No Penulis, Tahun dan Judul Metode Penelitian Kesimpulan


(42)

dengan judul : “Analisis

Pengaruh PDRB, IPM dan Tingkat Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan (Studi 38 kota/kabupaten)

digunakan adalah regresi data panel dengan pendekatan Fixed Effect Model

simultan PDRB berpengaruh negatif dan tidak signifikan, IPM berpengaruh negatif dan signifikan dan pengangguran berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

D. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah bahwa kemiskinan dipengaruhi oleh tiga variabel pembangunan ekonomi, antara lain : Upah Minimum Kabupaten/Kota untuk menggambarkan kesejahteraan para pekerja sebagai cerminan pendapatan yang diterima di Jawa Tengah. Tingkat pengangguran untuk menggambarkan kemampuan suatu struktur perekonomian dalam menyediakan lapangan kerja yang berpengaruh terhadap distribusi pendapatan serta pemerataan kesejahteraan masyarakat. Dan Pendidikan yang menunjukkan kualitas sumber daya manusia yang dapat mempengaruhi produktifitas dan pendapatan masyarakat.

Tiga variabel diantaranya merupakan variabel Independen, dan kemiskinan sebagai variabel dependen. Keempat variabel tersebut dari tiga variabel independen dan satu variabel dependen akan diuji untuk mendapatkan tingkat signifikannya. Kemudian hasilnya diharapkan mendapat tingkat signifikan di setiap variabel independen dalam mempengaruhi kemiskinan. Selanjutnya dari tingkat signifikan tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran kepada pemerintah dan pihak yang terkait mengenai penyebab kemiskinan di Jawa Tengah untuk selanjutnya melakukan suatu kebijakan dalam upaya pengentasan kemiskinan.


(43)

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran

(-) (+)

(-)

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan sementara atau pendapat sementara dalam menentukan arah dari sebuah permasalahan penelitian yang sebenarnya masih harus diuji kembali. Menurut (Supardi,2005) Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu masalah penelitian, yang harus dijawab secara nyata melalui penelitian yaitu mencari bukti-bukti yang mampu membenarkan hipotesis penelitian.memang hipotesis penelitian tidak dengan sendirinya harus terbukti kebenarannya, akan tetapi apapun hasilnya yang lebih penting adalah kemampuan peneliti untuk mencari jawaban dengan data, fakta lapangan yang sebenarnya.

Dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan dengan penelitian dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Diduga Upah Minimum Kabupaten/Kota berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai 2014.

UMK = X1

Pendidikan (Angka Melek

Huruf = X3) Pengangguran

(TPT = X2)

Kemiskinan (Y)


(44)

2. Diduga Tingkat Pengangguran Terbuka berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai 2014.

3. Diduga Angka Melek Huruf berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai 2014.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Variabel penelitian merupakan atribut atau perlengkapan yang digunakan untuk mempermudah suatu penelitian dan sebagai sara untuk pengukuran serta memberikan gambaran mengenai hasil hipotesis penelitian. Variabel Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen.

1. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kemiskinan yang ada di Provinsi Jawa Tengah menurut Kota/Kabupaten dari tahun 2010 sampai 2014.

2. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah upah minimum kabupaten/kota, angka melek huruf dan tingkat pengangguran terbuka yang ada di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai 2014.

B. Jenis Dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data yang diperoleh dari sumber-sumber yang berpengaruh dengan obyek penelitian. Sumber data sekunder antara lain : Badan Pusat Statistik dan literatur-lieratur lain. Berikut data dan sumber yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Kemiskinan yang diproksi presentase jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah untuk masing-masing kota dan kabupaten tahun 2010 sampai 2014. Data tersebut diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) dalam terbitan BPS Jawa Tengah.


(46)

2. Data presentase laju upah minimum kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah untuk masing-masing kota dan kabupaten tahun 2010 sampai 2014. Data tersebut diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) dalam terbitan BPS Jawa Tengah.

3. Data presentase tingkat pendidikan yang diproksi dengan angka melek huruf di Provinsi Jawa Tengah untuk masing-masing kota dan kabupaten tahun 2010 sampai 2014. Data tersebut diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) dalam terbitan BPS Jawa Tengah.

4. Data presentase jumlah pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Tengah untuk masing-masing kota dan kabupaten tahun 2010 sampai 2014. Data tersebut diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) dalam terbitan BPS Jawa Tengah.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data atau prosedur dalam memperoleh data secara sistematik. Data yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi pustaka dan beberapa literatur yang mendukung seperti buku, jurnal, website internet, dll sebagai pengumpulan datanya, sehingga tidak perlu dilakukan teknik sampling atau kuisioner.

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Tingkat Kemiskinan

Tingkat Kemiskinan adalah presentase penduduk yang di bawah garis kemiskinan di masing-masing Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 hingga 2014. 2. UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota)

UMK adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 hingga 2014.


(47)

3. Pengangguran

Pengangguran merupakan seseorang yang sudahtermasuk dalam golongan angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperolrh pekerjaan yang diinginkannya. Dalam penelitian ini pengangguran dinyatakan pada pengangguran terbuka, yaitu penduduk atau mereka yang mampu bekerja dan termasuk angkatan kerja namun tidak memiliki pekerjaan yang cocok untuk mereka. Data yang digunakan untuk mengetahui pengangguran adalah data pengangguran terbuka di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah yang diambil dari BPS.

4. Pendidikan

Dalam penelitian ini Pendidikan dinyatakan dalam Angka melek huruf, dimana angka melek huruf adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dengan penduduk usia 15 tahun ke atas, di masing-masing Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2010 hingga 2014.

E. Alat Analisis dan Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis panel data sebagai alat pengolahan data dengan didukung oleh program eviews. Analisis dengan menggunakan panel data adalah kombinasi antara deret waktu (time-series data) yang dilihat dari tahun 2010 sampai tahun 2014 dan deret lintang (cross-section data) yang dilihat dari banyaknya 35 kota/kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah.

Metode data panel merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empiric dengan perilaku data yang lebih dinamis.


(48)

Adapun kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel adalah sebagai berikut (Gujarari, 2004) :

1. Data panel mampu menyediakan lebih banyak data, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih lengkap. Sehingga diperoleh degree of freedom (df) yang lebih besar sehingga estimasi yang dihasilkan lebih banyak.

2. Data panel mengurangi kolineritas variabel.

3. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

4. Dengan menggabungkan informasi dari data time series dan cross section dapat mengatasi masalah yang timbul karena adanya masalah penghilangan variabel (omnited variable).

5. Data panel lebih mampu mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak mampu dilakukan oleh data time series murni maupun cross section murni.

6. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh individu, karena data yang diobservasi lebih banyak.

Dalam metode panel data, persamaan model dengan menggunakan data (cross-section data) dapat ditulis sebagai berikut :

= + + ; i = 1, 2, ..,N … (3.1) Dimana N adalah banyaknya data cross-section data.

Sedangkan persamaan model dengan time-series data dapat ditulis sebagai berikut :

= + + ; t = 1, 2, ..,T … (3.2) Dimana T adalah banyaknya data time-series data.

Mengingat data panel merupakan gabungan dari cross-section data dan time-series data, maka model dapat ditulis sebagai berikut :


(49)

Y = + + + + u … (3.3) keterangannya :

Y = variabel dependen, yaitu kemiskinan

β0, β1, β2, β3 = koefisien

X1 = variable upah minimum kabupaten/kota X2 = variabel pengangguran

X3 = variabel pendidikan i = kabupaten/kota

t = tahun

u = error term

Dalam analisis model panel data, terdapat tiga macam keuntungan dalam menggunakan analisis model panel data, berikut keuntungannya :

1) Panel data dapat memberikan penyelesaian yang lebih baik dalam inferensi perubahan dinamis dibanding data cross-section.

2) Panel data lebih baik dalam mendeteksi data agar lebih informatif serta mengukur efek yang keduanya tidak dapat diukur oleh cross-section dan time series.

3) Dengan panel data, peneliti diberikan pengamatan yang besar untuk meningkatkan derajat kebebasan (degrees of freedom) yang dapat mengurangi kolinearitas antar variabel.

F. Uji Kualitas Data

1. Uji Multikolinearitas

Salah satu asumsi model regresi klasik adalah tidak terdapat multikolinearitas diantara variabel independen dalam model regresi. Multikolinearitas berarti adanya hubungan yang erat antara beberapa vaiabel independen atau semua variabel independen dalam model regresi. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji


(50)

apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi dikatakan baik apabila tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas dalam persamaan.

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari nilai R2, F hitung serta t hitung. Adapun indikasi-indikasi terjadinya mulitikolinieritas menurut (Gujarati, 2012) adalah sebagai berikut:

a. Jika ditemukan yang tinggi dan nilai F statistic yang signifikan tetapi sebagian besar nilai t statistic tidak signifikan.

b. Korelasi sederhana yang relatif tinggi (0.8 atau lebih) antara satu atau lebih pasang variabel bebas. Jika koefisien korelasi kurang dari 0.8 berarti tidak terjadi multikolinearitas.

c. Regresi bantuan (Auxilary Regression) dengan cara meregresi masing-masing variabel bebas pada variabel bebas lainnya. Apabila nya tinggi maka ada indikasi ketergantungan linier yang hampir pasti diantara variabel-variabel bebas. 2. Uji Heteroskedastistas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas terjadi apabila variabel gangguan tidak mempunyai varian yang sama untuk semua observasi. Akibat adanya heteroskedastisitas, penaksir OLS tidak bias tetapi tidak efisien. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam model maka dapat dilakukan dengan menggunakan white heteroscedasticity-consistent standart errors and covariance yang tersedia dalam program Eviews 6. Uji ini diterapkan pada hasil regresi dengan menggunakan prosedur equations dan metode OLS untuk masing-masing perilaku dalam persamaan simultan. Hasil yang perlu diperhatikan dari uji ini adalah nilai F dan Obs*Rsquared, secara khusus adalah nilai


(51)

probability dari Obs*Rsquared. Dengan uji White, dibandingkan Obs*R-squared

dengan χ (Chi-Squared) tabel. Jika nilai Obs*R-squared lebih kecil dari pada χ tabel maka tidak ada heteroskedastisitas pada model.

G. Estimasi Model Regresi Panel

Dalam metode analisis model panel data terdapat tiga macam pendekatan yang terdiri dari Common Effects Model, Fixed Effects Model, dan Random Effects Model, ketiga pendekatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pendekatan Common Effects Model

Salah satu pendekatan yang menggunakan teknik estimasi yang paling sederhana. Pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun waktu, sehingga dapat dikatakan bahwa dimensi individu dan waktu dianggap sama (konstan). Adapun persamaan panel data dalam pendekatan Common Effects Model , sebagai berikut :

= + + … (3.4)

2. Pendekatan Fixed Effects Model

Model ini mengasumsikan bahwa dimensi individu berbeda, artinya dalam dimensi individu terdapat perbedaan. Pengertian Fixed Effects Model didasarkan adanya perbedaan intersep antar individu namun dalam dimensi waktu sama tidak ada perubahan. Untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memasukkan variable dummy untuk melihat perbedaan yang terjadi. Teknik tersebut sering dinamakan Least Square Dummy Variabel (LSDV). Berikut persamaan modelnya :

= + + + … (3.5)

3. Pendekatan Random Effects Model

Dalam pendekatan ini akan terdapat adanya gangguan yang berhubungan dengan individu dan waktu akibat masuknya variabel Dummy. Model seperti ini


(52)

dinamakan ECM (Error Compoen Model). Dengan demikian penurunan persamaan modelnya sebagai berikut :

= + + … (3.6)

Dimana : = + ; E ( ) = 0 ; E( ) = + ; E( ) = 0; I j; E ( = 0; E( ) = E( ) = E( )

Meskipun komponen error bersifat homoskedastik, nyatanya terdapat korelasi antara dan (equicorrelation), yaitu :

Corr( ( ) =

… (3.7)

4. Pemilihan Model Estimasi Data Panel

Untuk memilih salah satu model setimasi yang dianggap paling tepat dari ketiga jenis model itu, maka harus melakukan serangkaian uji, sebagai berikut :

a. Uji Chow

Uji chow merupakan pengujian yang dilakukan oleh peneliti guna menentukan model Fixed Effects Model atau Random Effects yang paling tepat guna mengestimasi data panel. Berikut rumus untuk mengetahuinya :

Chow = ( (

( … (3.8)

Penjelasannya :

RRS : Restricted Residual Sum Square (Sum of Square Residual yang diperolah dari model PLS (Pooled Least Square)).


(1)

Lamppiran 7. Uji Chow Test

Redundant Fixed Effects Tests Pool: PANEL

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 78.506739 (34,137) 0.0000 Cross-section Chi-square 528.432797 34 0.0000

Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: KEMISKINAN? Method: Panel Least Squares Date: 11/28/16 Time: 09:47 Sample: 2010 2014

Included observations: 5 Cross-sections included: 35

Total pool (balanced) observations: 175

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 77.58475 18.71841 4.144837 0.0001 LNUMK? -2.026549 1.371153 -1.477989 0.1413 TPT? 0.440433 0.199835 2.203983 0.0289 AMH? -0.413354 0.076848 -5.378888 0.0000 R-squared 0.192906 Mean dependent var 14.76400 Adjusted R-squared 0.178746 S.D. dependent var 4.171004 S.E. of regression 3.779891 Akaike info criterion 5.519859 Sum squared resid 2443.176 Schwarz criterion 5.592197 Log likelihood -478.9877 Hannan-Quinn criter. 5.549202 F-statistic 13.62372 Durbin-Watson stat 0.097087 Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 8. Hausman Test

Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: PANEL

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 4.310821 3 0.2298

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. LNUMK? -2.406133 -2.402232 0.000300 0.8218 TPT? 0.141061 0.144737 0.000059 0.6325 AMH? -0.110231 -0.133140 0.000167 0.0761


(2)

Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: KEMISKINAN? Method: Panel Least Squares Date: 11/28/16 Time: 09:48 Sample: 2010 2014

Included observations: 5 Cross-sections included: 35

Total pool (balanced) observations: 175

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 56.88881 6.559379 8.672896 0.0000 LNUMK? -2.406133 0.368033 -6.537813 0.0000 TPT? 0.141061 0.069037 2.043282 0.0429 AMH? -0.110231 0.049297 -2.236041 0.0270

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.960598 Mean dependent var 14.76400 Adjusted R-squared 0.949956 S.D. dependent var 4.171004 S.E. of regression 0.933073 Akaike info criterion 2.888815 Sum squared resid 119.2758 Schwarz criterion 3.576026 Log likelihood -214.7713 Hannan-Quinn criter. 3.167567 F-statistic 90.26900 Durbin-Watson stat 1.064908 Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 9. Uji LM

Lagrange multiplier (LM) test for panel data Date: 12/01/16 Time: 18:12

Sample: 2010 2014

Total panel observations: 175 Probability in ()

Null (no rand. effect) Cross-section Period Both Alternative One-sided One-sided

Breusch-Pagan 291.5839 0.726804 292.3107 (0.0000) (0.3939) (0.0000) Honda 17.07583 -0.852528 11.47160

(0.0000) (0.8030) (0.0000) King-Wu 17.07583 -0.852528 4.733719

(0.0000) (0.8030) (0.0000)

GHM -- -- 291.5839


(3)

Lampiran 10. HASIL ESTIMASI UNTUK RANDOM EFFECT MODEL

Estimation Command: =====================

LS(CX=R) KEMISKINAN? C LNUMK? TPT? AMH? Estimation Equations:

=====================

KEMISKINAN_CILACAP = C(5) + C(1) + C(2)*LNUMK_CILACAP + C(3)*TPT_CILACAP + C(4)*AMH_CILACAP KEMISKINAN_BANYUMAS = C(6) + C(1) + C(2)*LNUMK_BANYUMAS + C(3)*TPT_BANYUMAS +

C(4)*AMH_BANYUMAS

KEMISKINAN_PURBALINGGA = C(7) + C(1) + C(2)*LNUMK_PURBALINGGA + C(3)*TPT_PURBALINGGA + C(4)*AMH_PURBALINGGA

KEMISKINAN_BANJARNEGARA = C(8) + C(1) + C(2)*LNUMK_BANJARNEGARA + C(3)*TPT_BANJARNEGARA + C(4)*AMH_BANJARNEGARA

KEMISKINAN_KEBUMEN = C(9) + C(1) + C(2)*LNUMK_KEBUMEN + C(3)*TPT_KEBUMEN + C(4)*AMH_KEBUMEN

KEMISKINAN_PURWOREJO = C(10) + C(1) + C(2)*LNUMK_PURWOREJO + C(3)*TPT_PURWOREJO + C(4)*AMH_PURWOREJO

KEMISKINAN_WONOSOBO = C(11) + C(1) + C(2)*LNUMK_WONOSOBO + C(3)*TPT_WONOSOBO + C(4)*AMH_WONOSOBO

KEMISKINAN_MAGELANG2 = C(12) + C(1) + C(2)*LNUMK_MAGELANG2 + C(3)*TPT_MAGELANG2 + C(4)*AMH_MAGELANG2

KEMISKINAN_BOYOLALI = C(13) + C(1) + C(2)*LNUMK_BOYOLALI + C(3)*TPT_BOYOLALI + C(4)*AMH_BOYOLALI

KEMISKINAN_KLATEN = C(14) + C(1) + C(2)*LNUMK_KLATEN + C(3)*TPT_KLATEN + C(4)*AMH_KLATEN KEMISKINAN_SUKOHARJO = C(15) + C(1) + C(2)*LNUMK_SUKOHARJO + C(3)*TPT_SUKOHARJO + C(4)*AMH_SUKOHARJO

KEMISKINAN_WONOGIRI = C(16) + C(1) + C(2)*LNUMK_WONOGIRI + C(3)*TPT_WONOGIRI + C(4)*AMH_WONOGIRI

KEMISKINAN_KARANGANYAR = C(17) + C(1) + C(2)*LNUMK_KARANGANYAR + C(3)*TPT_KARANGANYAR + C(4)*AMH_KARANGANYAR

KEMISKINAN_SRAGEN = C(18) + C(1) + C(2)*LNUMK_SRAGEN + C(3)*TPT_SRAGEN + C(4)*AMH_SRAGEN KEMISKINAN_GROBOGAN = C(19) + C(1) + C(2)*LNUMK_GROBOGAN + C(3)*TPT_GROBOGAN +

C(4)*AMH_GROBOGAN

KEMISKINAN_BLORA = C(20) + C(1) + C(2)*LNUMK_BLORA + C(3)*TPT_BLORA + C(4)*AMH_BLORA KEMISKINAN_REMBANG = C(21) + C(1) + C(2)*LNUMK_REMBANG + C(3)*TPT_REMBANG +

C(4)*AMH_REMBANG

KEMISKINAN_PATI = C(22) + C(1) + C(2)*LNUMK_PATI + C(3)*TPT_PATI + C(4)*AMH_PATI

KEMISKINAN_KUDUS = C(23) + C(1) + C(2)*LNUMK_KUDUS + C(3)*TPT_KUDUS + C(4)*AMH_KUDUS KEMISKINAN_JEPARA = C(24) + C(1) + C(2)*LNUMK_JEPARA + C(3)*TPT_JEPARA + C(4)*AMH_JEPARA KEMISKINAN_DEMAK = C(25) + C(1) + C(2)*LNUMK_DEMAK + C(3)*TPT_DEMAK + C(4)*AMH_DEMAK KEMISKINAN_SEMARANG2 = C(26) + C(1) + C(2)*LNUMK_SEMARANG2 + C(3)*TPT_SEMARANG2 + C(4)*AMH_SEMARANG2


(4)

KEMISKINAN_TEMANGGUNG = C(27) + C(1) + C(2)*LNUMK_TEMANGGUNG + C(3)*TPT_TEMANGGUNG + C(4)*AMH_TEMANGGUNG

KEMISKINAN_KENDAL = C(28) + C(1) + C(2)*LNUMK_KENDAL + C(3)*TPT_KENDAL + C(4)*AMH_KENDAL KEMISKINAN_BATANG = C(29) + C(1) + C(2)*LNUMK_BATANG + C(3)*TPT_BATANG + C(4)*AMH_BATANG KEMISKINAN_PEKALONGAN2 = C(30) + C(1) + C(2)*LNUMK_PEKALONGAN2 + C(3)*TPT_PEKALONGAN2 + C(4)*AMH_PEKALONGAN2

KEMISKINAN_PEMALANG = C(31) + C(1) + C(2)*LNUMK_PEMALANG + C(3)*TPT_PEMALANG + C(4)*AMH_PEMALANG

KEMISKINAN_TEGAL2 = C(32) + C(1) + C(2)*LNUMK_TEGAL2 + C(3)*TPT_TEGAL2 + C(4)*AMH_TEGAL2 KEMISKINAN_BREBES = C(33) + C(1) + C(2)*LNUMK_BREBES + C(3)*TPT_BREBES + C(4)*AMH_BREBES KEMISKINAN_MAGELANG1 = C(34) + C(1) + C(2)*LNUMK_MAGELANG1 + C(3)*TPT_MAGELANG1 + C(4)*AMH_MAGELANG1

KEMISKINAN_SURAKARTA = C(35) + C(1) + C(2)*LNUMK_SURAKARTA + C(3)*TPT_SURAKARTA + C(4)*AMH_SURAKARTA

KEMISKINAN_SALATIGA = C(36) + C(1) + C(2)*LNUMK_SALATIGA + C(3)*TPT_SALATIGA + C(4)*AMH_SALATIGA

KEMISKINAN_SEMARANG1 = C(37) + C(1) + C(2)*LNUMK_SEMARANG1 + C(3)*TPT_SEMARANG1 + C(4)*AMH_SEMARANG1

KEMISKINAN_PEKALONGAN1 = C(38) + C(1) + C(2)*LNUMK_PEKALONGAN1 + C(3)*TPT_PEKALONGAN1 + C(4)*AMH_PEKALONGAN1

KEMISKINAN_TEGAL1 = C(39) + C(1) + C(2)*LNUMK_TEGAL1 + C(3)*TPT_TEGAL1 + C(4)*AMH_TEGAL1

Substituted Coefficients: =====================

KEMISKINAN_CILACAP = 1.02921561033 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_CILACAP + 0.144737073879*TPT_CILACAP - 0.133139954751*AMH_CILACAP

KEMISKINAN_BANYUMAS = 4.79056752924 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_BANYUMAS + 0.144737073879*TPT_BANYUMAS - 0.133139954751*AMH_BANYUMAS

KEMISKINAN_PURBALINGGA = 4.80063985498 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_PURBALINGGA + 0.144737073879*TPT_PURBALINGGA - 0.133139954751*AMH_PURBALINGGA

KEMISKINAN_BANJARNEGARA = 3.58762184175 + 58.9078109744 -

2.40223241358*LNUMK_BANJARNEGARA + 0.144737073879*TPT_BANJARNEGARA - 0.133139954751*AMH_BANJARNEGARA

KEMISKINAN_KEBUMEN = 6.95035443026 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_KEBUMEN + 0.144737073879*TPT_KEBUMEN - 0.133139954751*AMH_KEBUMEN

KEMISKINAN_PURWOREJO = 2.62972281956 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_PURWOREJO + 0.144737073879*TPT_PURWOREJO - 0.133139954751*AMH_PURWOREJO

KEMISKINAN_WONOSOBO = 7.2592328844 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_WONOSOBO + 0.144737073879*TPT_WONOSOBO - 0.133139954751*AMH_WONOSOBO

KEMISKINAN_MAGELANG2 = -0.318607326977 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_MAGELANG2 + 0.144737073879*TPT_MAGELANG2 - 0.133139954751*AMH_MAGELANG2

KEMISKINAN_BOYOLALI = -1.40827639064 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_BOYOLALI + 0.144737073879*TPT_BOYOLALI - 0.133139954751*AMH_BOYOLALI

KEMISKINAN_KLATEN = 1.56149884274 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_KLATEN + 0.144737073879*TPT_KLATEN - 0.133139954751*AMH_KLATEN


(5)

KEMISKINAN_SUKOHARJO = -4.45454790981 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_SUKOHARJO + 0.144737073879*TPT_SUKOHARJO - 0.133139954751*AMH_SUKOHARJO

KEMISKINAN_WONOGIRI = -1.13927771855 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_WONOGIRI + 0.144737073879*TPT_WONOGIRI - 0.133139954751*AMH_WONOGIRI

KEMISKINAN_KARANGANYAR = -0.978719049331 + 58.9078109744 -

2.40223241358*LNUMK_KARANGANYAR + 0.144737073879*TPT_KARANGANYAR - 0.133139954751*AMH_KARANGANYAR

KEMISKINAN_SRAGEN = 0.827046672724 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_SRAGEN + 0.144737073879*TPT_SRAGEN - 0.133139954751*AMH_SRAGEN

KEMISKINAN_GROBOGAN = 1.08426010789 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_GROBOGAN + 0.144737073879*TPT_GROBOGAN - 0.133139954751*AMH_GROBOGAN

KEMISKINAN_BLORA = -0.344681106744 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_BLORA + 0.144737073879*TPT_BLORA - 0.133139954751*AMH_BLORA

KEMISKINAN_REMBANG = 5.26093394159 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_REMBANG + 0.144737073879*TPT_REMBANG - 0.133139954751*AMH_REMBANG

KEMISKINAN_PATI = -1.7969755651 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_PATI + 0.144737073879*TPT_PATI - 0.133139954751*AMH_PATI

KEMISKINAN_KUDUS = -3.72135731273 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_KUDUS + 0.144737073879*TPT_KUDUS - 0.133139954751*AMH_KUDUS

KEMISKINAN_JEPARA = -4.90891440642 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_JEPARA + 0.144737073879*TPT_JEPARA - 0.133139954751*AMH_JEPARA

KEMISKINAN_DEMAK = 2.22940542441 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_DEMAK + 0.144737073879*TPT_DEMAK - 0.133139954751*AMH_DEMAK

KEMISKINAN_SEMARANG2 = -4.72541291024 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_SEMARANG2 + 0.144737073879*TPT_SEMARANG2 - 0.133139954751*AMH_SEMARANG2

KEMISKINAN_TEMANGGUNG = -1.35791416377 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_TEMANGGUNG + 0.144737073879*TPT_TEMANGGUNG - 0.133139954751*AMH_TEMANGGUNG

KEMISKINAN_KENDAL = -1.52829147163 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_KENDAL + 0.144737073879*TPT_KENDAL - 0.133139954751*AMH_KENDAL

KEMISKINAN_BATANG = -2.18857365727 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_BATANG + 0.144737073879*TPT_BATANG - 0.133139954751*AMH_BATANG

KEMISKINAN_PEKALONGAN2 = -0.219070396691 + 58.9078109744 -

2.40223241358*LNUMK_PEKALONGAN2 + 0.144737073879*TPT_PEKALONGAN2 - 0.133139954751*AMH_PEKALONGAN2

KEMISKINAN_PEMALANG = 4.26026575773 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_PEMALANG + 0.144737073879*TPT_PEMALANG - 0.133139954751*AMH_PEMALANG

KEMISKINAN_TEGAL2 = -4.01585565696 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_TEGAL2 + 0.144737073879*TPT_TEGAL2 - 0.133139954751*AMH_TEGAL2

KEMISKINAN_BREBES = 5.58059611142 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_BREBES + 0.144737073879*TPT_BREBES - 0.133139954751*AMH_BREBES

KEMISKINAN_MAGELANG1 = -3.99115657747 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_MAGELANG1 + 0.144737073879*TPT_MAGELANG1 - 0.133139954751*AMH_MAGELANG1

KEMISKINAN_SURAKARTA = -1.75672221922 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_SURAKARTA + 0.144737073879*TPT_SURAKARTA - 0.133139954751*AMH_SURAKARTA


(6)

KEMISKINAN_SALATIGA = -6.76231449398 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_SALATIGA + 0.144737073879*TPT_SALATIGA - 0.133139954751*AMH_SALATIGA

KEMISKINAN_SEMARANG1 = 3.71323736933 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_SEMARANG1 + 0.144737073879*TPT_SEMARANG1 - 0.133139954751*AMH_SEMARANG1

KEMISKINAN_PEKALONGAN1 = -5.06041319674 + 58.9078109744 -

2.40223241358*LNUMK_PEKALONGAN1 + 0.144737073879*TPT_PEKALONGAN1 - 0.133139954751*AMH_PEKALONGAN1

KEMISKINAN_TEGAL1 = -4.88751766809 + 58.9078109744 - 2.40223241358*LNUMK_TEGAL1 + 0.144737073879*TPT_TEGAL1 - 0.133139954751*AMH_TEGAL1


Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, UPAH MINIMUM REGIONAL DAN PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

11 66 67

ANALISIS INFLASI, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN UPAH TERHADAP PENGANGGURAN TERDIDIK DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 2013

2 20 88

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, UPAH MINIMUM DAN PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KONSUMSI Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum Dan Pengangguran Terhadap Tingkat Konsumsi Masyarakat Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2015.

1 3 14

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGANGGURAN, PENDIDIKAN, UMR DAN PENGELUARAN Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,Pengangguran, Pendidikan, UMR Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2014.

0 2 17

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGANGGURAN, PENDIDIKAN, UMR DAN PENGELUARAN Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,Pengangguran, Pendidikan, UMR Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2014.

0 2 17

PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,Pengangguran, Pendidikan, UMR Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2014.

0 4 8

PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Jumlah Puskesmas, Pengangguran Dan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun 2014.

0 1 10

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, PENDIDIKAN DANPENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI JAWA TENGAH Analisis Pengaruh Investasi, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun 1993 - 2012.

0 2 14

PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Investasi, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun 1993 - 2012.

0 3 12

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, PENDIDIKAN DAN PENGANGGURANTERHADAP KEMISKINAN DI JAWA TENGAH Analisis Pengaruh Investasi, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun 1993 - 2012.

1 16 17