meninggalkan sekolah. Penelitian di Panckula India dari 810 siswa yang diperiksa, prevalensi TDI adalah 10,2.
18
Penelitian di
Thailand mendapatkan
TDI sebesar
9,9 karena
penyalahgunaan pemakaian gigi misalnya sengaja menggigit benda yang keras atau tergigit tulang yang terdapat dalam makanan.Pasien dengan masalah mobilitas dan
cacat fisik, seperti gangguan kejang dan cerebral palsi memiliki resiko lebih besar terjadinya TDI.Prevalensi TDI pada penderita cerebral palsi ditemukanlebih tinggi
57 dibandingkan populasi yang sehat. Penderita cerebral palsitidak melakukan kegiatan olahraga yang keras sepertiorang sehat, tetapi gerakan kepala yang tidak
terkendali menjadi faktor predisposisipenyebab TDI. Basserman melaporkan52 pasien epilepsi menderita trauma gigi, dan terjadi berulang-ulang. Epilepsi terbukti
menjadi masalah paling besar ketiga dalam perawatan gigi karena ketika penderita epilepsy mengalami kejang sering diikuti dengan terjatuh.
2,19
2.2Klasifikasi Trauma
Klasifikasi yang direkomendasikan
World Health Organization
WHO dalam
Application of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology
meliputikerusakan jaringan keras gigi dan pulpa,kerusakan jaringan periodontal, kerusakan pada tulang pendukung, serta kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak
rongga mulut baik pada gigi sulung ataupun gigi permanen.
2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa
a. Retak mahkota, yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertical.
b. Fraktur enamel yang tidak kompleks,yaitu suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan enamel saja.
c. Fraktur enameldentin, yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai enamel dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.
d. Fraktur mahkota yang kompleks, yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan pulpa.
Universitas Sumatera Utara
e. Fraktur mahkota akar, yaitu suatu fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan sementum.
f. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang kompleks. Fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan
pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks. h. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenaisementum, dan pulpa tanpa
melibatkan lapisan enamel.
2.2.2 Kerusakan pada Jaringan Periodontal
a. Konkusi, yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan
atau perubahan posisi gigi. b.Subluksasi, yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi
akibat trauma pada jaringan pendukung gigi. c. Luksasi ekstrusi, yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari soketnya.
Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang. d. Luksasi lateral, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena
pergerakan gigi kearah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi
lateral menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal. e. Luksasi intrusi, yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dapat
menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.
f. Avulsi, hilang atau ekstrartikulasi yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar dari soket.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa
20
2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Tulang Pendukung