Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior Pada Anak Usia 8-12 Tahun Di SDNegeri Kecamatan Medan Johor Dan Medan Selayang

(1)

PREVALENSI TRAUMA GIGI PERMANEN ANTERIOR

PADA ANAK DARI USIA 8-12 TAHUN DI KECAMATAN

MEDAN JOHOR DAN MEDAN SELAYANG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

VANISHA GANASEN

NIM:100600211

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2014

Vanisha Ganasen

Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Usia 8-12 Tahun di SDNegeri Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.

x + 45 Halaman

Trauma gigi anterior merupakan kerusakan jaringan keras gigi atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah ataupun keduanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi trauma, etiologi, lokasi, jenis trauma serta tindakan orang tua terhadap trauma gigi yang dialami pada anak usia 8-12 tahun di SD Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.

Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif. Jumlah sampel penelitian ini sebesar 280 anak usia8-12 tahun, yang diambil secara multistage sampling random dari 2SD Negeri di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara orangtua dan subjek penelitianserta pemeriksaan klinis pada rongga mulut anak. Analisis data dilakukan dengan cara manual dankomputerisasi. Data distribusi disajikan dalam bentuk tabel dengan hasil persentase berdasarkan data demografi anak.


(3)

Hasil penelitian ini mendapatkan prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun sebanyak 54 orang anak (19,2%). Etiologi utama terjadinya trauma yaitu jatuh sebanyak 48,1% kasus dan lokasi yang paling umum terjadinya trauma adalah di rumah dengan persentase 38,8% kasus. Berdasarkan jenis fraktur yang paling sering dialami anak usia 8-12 tahun adalah fraktur enamel sebanyak 42,4% kasus, diikuti faktur enamel-dentin sebanyak 19,7% kasus. Kurangnya perhatian orangtua terhadap anak yang mengalami trauma gigi permanen anterior dapat dilihat dari 89,4% kasus orangtua yang membiarkan saja kasus trauma gigi permanen tanpa melakukan tindakan.

Tingginya prevalensi trauma gigi permanen anterior pada penelitian ini diperlukan perhatian yang serius dari tenaga kesehatan di kota Medan khususnya bidang kedokteran gigi. Mengingat trauma gigi permanen anterior akan berdampak pada anak maka diperlukan penyuluhan kepada orangtua dan guru sekolah.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 2 Juli 2014

Pembimbing, Tanda tangan

Essie Octiara,drg., Sp.KGA


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim pengu ji skripsi pada tanggal 2 Juli 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Taqwa Dalimunthe, drg.,Sp.KGA

ANGGOTA : 1. Siti Salmiah, drg., Sp.KGA : 2. Essie Octiara,drg., Sp.KGA


(6)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTARTABEL ... viii

DAFTARGAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

... 1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Trauma ... 6

2.2 Prevalensi dan Etiologi Trauma... 6

2.3 Klasifikasi Trauma ... 8

2.4 Penanganan Darurat ... 11

2.5 Perawatan Trauma Gigi pada Anak ... 13

2.6 Pencegahan Trauma ... 15

2.7 Kerangka Teori ... 17

2.8 Kerangka Konsep ... 18

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 19

3.2 Tempat dan WaktuPenelitian ... 19

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 19


(7)

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 24 3.6 Pengolahan Data ... 25 BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden ... 26 4.2 Etiologi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Usia

8-12 Tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang 27 4.3 Lokasi Terjadi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak

Usia 8-12 Tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan

Selayang ... 29 4.4 Klasifikasi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Usia

8-12 Tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan

Selayang ... 30 4.5 Elemen Gigi yang Terkena Trauma Gigi Permanen Anterior

pada Anak Usia 8-12 Tahun di Kecamatan Medan Johor dan

Selayang ... 31 4.6 Tindakan Orangtua Terhadap Trauma Gigi Permanen

Anterior pada Anak Usia 8-12 Tahun di Kecamatan Medan

Johor dan Selayang ... 32 BAB 5 PEMBAHASAN ... 35 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...

6.1 Kesimpulan……….. 41 6.2 Saran……….. 42 DAFTAR PUSTAKA ... 43 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Proporsi anak pada perawatan trauma gigi insisivus permanen 14 2 Definisi operasional... 21 3 Distribusi karakteristik responden anak di Kecamatan Medan

Johor dan Medan Selayang ... 26 4 Distribusi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12

tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Johor

dan Medan Selayang ... 27 5 Distribusi kasus trauma gigi pada anak usia 8-12 tahun

berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Johor

dan Medan Selayang ... 27 6 Distribusi etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak

usia 8-12 tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan

Selayang... 27 7 Distribusi etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak

usia 8-12 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di

Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang ... 28 8 Distribusi etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak

usia 8-12 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan

Medan Johor dan Medan Selayang ... 29 9 Distribusi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12

tahun berdasarkan lokasi terjadinya di Kecamatan Medan

Johor dan Medan Selayang ... 30 10 Distribusi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12

tahun berdasarkan klasifikasi trauma di Kecamatan Medan

Johor dan Selayang ... 31 11 Distribusi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12

tahun berdasarkan elemen gigi di Kecamatan Medan Johor


(9)

12 Distribusi tindakan orangtua terhadap trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan klasifikasi

trauma di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang .. 32 13 Distribusi tindakan orangtua terhadap trauma gigi permanen

anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan usia kejadian

trauma di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang .. 33 14 Distribusi tindakan orangtua terhadap trauma gigi permanen

anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan jenis kelamin


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa ... 9

2 Kerusakan pada jaringan pendukung ... 9

3 Kerusakan pada tulang pendukung….. ... 10


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar pemeriksaan

2. Lembar penjelasan kepada subjek penelitian

3. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent) 4. Surat persetujuan komisi etik( ethical clearance)

5. Data hasil penelitian


(12)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2014

Vanisha Ganasen

Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Usia 8-12 Tahun di SDNegeri Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.

x + 45 Halaman

Trauma gigi anterior merupakan kerusakan jaringan keras gigi atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah ataupun keduanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi trauma, etiologi, lokasi, jenis trauma serta tindakan orang tua terhadap trauma gigi yang dialami pada anak usia 8-12 tahun di SD Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.

Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif. Jumlah sampel penelitian ini sebesar 280 anak usia8-12 tahun, yang diambil secara multistage sampling random dari 2SD Negeri di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara orangtua dan subjek penelitianserta pemeriksaan klinis pada rongga mulut anak. Analisis data dilakukan dengan cara manual dankomputerisasi. Data distribusi disajikan dalam bentuk tabel dengan hasil persentase berdasarkan data demografi anak.


(13)

Hasil penelitian ini mendapatkan prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun sebanyak 54 orang anak (19,2%). Etiologi utama terjadinya trauma yaitu jatuh sebanyak 48,1% kasus dan lokasi yang paling umum terjadinya trauma adalah di rumah dengan persentase 38,8% kasus. Berdasarkan jenis fraktur yang paling sering dialami anak usia 8-12 tahun adalah fraktur enamel sebanyak 42,4% kasus, diikuti faktur enamel-dentin sebanyak 19,7% kasus. Kurangnya perhatian orangtua terhadap anak yang mengalami trauma gigi permanen anterior dapat dilihat dari 89,4% kasus orangtua yang membiarkan saja kasus trauma gigi permanen tanpa melakukan tindakan.

Tingginya prevalensi trauma gigi permanen anterior pada penelitian ini diperlukan perhatian yang serius dari tenaga kesehatan di kota Medan khususnya bidang kedokteran gigi. Mengingat trauma gigi permanen anterior akan berdampak pada anak maka diperlukan penyuluhan kepada orangtua dan guru sekolah.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma gigi anterior merupakan kerusakan jaringan keras gigi atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah ataupun keduanya. Trauma gigi anterior sering terjadi pada anak-anak karena anak-anak lebih aktif daripada orang dewasa dan koordinasi serta penilaiannya tentang keadaan belum cukup baik. Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang paling sering adalah karena jatuh saat bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat berolahraga. Trauma gigi yang melibatkan gigi anterior mungkin tidak hanya menyebabkan pembatasan dalam menggigit, fonetik dan estetika, tetapi mungkin berdampak pada kepribadian dan kualitas hidup anak.1 Secara psikologis kehilangan gigi secara dini terutama gigi anterior akan menyebabkan gangguan pada anak dan orangtua.2

Berdasarkan satu penelitian dinyatakan terdapat dua kelompok usia yang sering terlibat dalam kejadian trauma gigi. Kelompok yang pertama adalah anak berusia antara 1-3 tahun yaitu dengan jumlah insiden sebanyak (23,1%), dan kelompok kedua adalah anak berusia 7-14 tahun yaitu dengan jumlah insiden sebanyak ( 76,9%).3 Distribusi trauma dental berdasarkan jenis kelamin, menunjukan bahwa insidensi trauma dental yang terjadi pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan, dengan rasio 3 : 2.4 Menurut penelitian lain, gigi yang sering mengalami kerusakan akibat trauma adalah gigi rahang atas yaitu sekitar 98,4 %; dengan distribusi persentase gigi insisivus sentral sebesar 88,7 % dan gigi insisivus lateral rahang atas 11,3%.3

Trauma pada gigi juga dapat menyebabkan injuri pulpa, dengan atau tanpa kerusakan mahkota atau akar. Selain itu juga dapat menyebabkan beberapa kelainan pada gigi permanen, antara lain hipoplasia enamel, hipokalsifikasi, dan dilaserasi. Beberapa reaksi yang terjadi pada jaringan pulpa setelah gigi mengalami trauma adalah hiperemi pulpa, diskolorisasi, resorpsi internal, resorpsi eksternal,


(15)

metamorfosis kalsifikasi pulpa gigi, dan nekrosis pulpa.4 Kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang mengalami trauma gigi tidak dibawa ke dokter gigi oleh orangtuanya untuk dilakukan evaluasi maupun perawatan terhadap trauma giginya.5

Uraian di atas menunjukkan bahwa trauma gigi memberikan dampak yang besar pada gigi anak serta cukup tingginya prevalensi trauma gigi pemanen anterior yang terjadi pada anak. Namun penelitian tentang prevalensi trauma gigi permanen anterior di Indonesia khususnya kota Medan masih kurang. Hal ini menyebabkan penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak. Peneliti juga akan meneliti mengenai etiologi dan tindakan yang dilakukan oleh orangtua setelah terjadinya trauma gigi. Sampel penelitian ini yaitu anak usia 8-12 tahun yang diambil secara multistage sampling dari lingkar luar dan lingkar dalam di kota Madya Medan. Diambilnya lingkar dalam dan lingkar luar kota Madya Medan karena adanya kemungkinan pengaruh sosial ekonomi terhadap prevalensi trauma gigi permanen anterior. Hasil dari random didapat Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang, pada kedua kecamatan tersebut peneliti akan melakukan penelitian di SD yang terpilih secara random.

1.2 Rumusan Masalah a. Rumusan Umum:

1. Berapakah prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang?

2. Bagaimana etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang?

3. Dimana lokasi kejadian trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang?

4. Bagaimana klasifikasi trauma gigi permanen anterior menurut WHO pada anak usia 8-12 tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang?


(16)

5. Bagaimana tindakan yang dilakukan orangtua pada anak usia 8-12 tahun yang mengalami trauma gigi permanen anterior di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang?

b. Rumusan Khusus:

1. Berapakah prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan elemen gigi di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang ?

2. Berapakah prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan usia di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang?

3. Berapakah prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang?

4. Bagaimana etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan usia di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang?

5. Bagaimana etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang?

6. Bagaimana tindakan orangtua terhadap trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan usia di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang?

7. Bagaimana tindakan orangtua terhadap trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang?

1.3 TUJUAN PENELITIAN a. Tujuan Umum :

1. Mengetahui prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.

2. Mengetahui etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.

3. Mengetahui lokasi kejadian trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.


(17)

4. Mengetahui klasifikasi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.

5. Mengetahui tindakan yang dilakukan orangtua pada anak usia 8-12 tahun yang mengalami trauma gigi permanen anterior di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.

b. Tujuan Khusus :

1. Mengetahui prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan elemen gigi di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang

2. Mengetahui prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan usia di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.

3. Mengetahui prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.

4. Mengetahui etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan usia di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.

5. Mengetahui etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang. 6. Mengetahui tindakan orangtua terhadap trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan usia di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.

7. Mengetahui tindakan orangtua terhadap trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.

1.4 MANFAAT PENELITIAN a. Manfaat teoritis

1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan gigi untuk merencanakan program penyuluhan, upaya pencegahan serta menginformasikan penanganan darurat trauma gigi permanen anterior kepada masyarakat sehingga dapat mengurangi prevalensi trauma gigi permanen anterior khususnya di kota Medan.


(18)

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan memberi informasi kepada orangtua mengenai trauma gigi permanen anterior serta etiologinya dan tindakan orangtua terhadap trauma gigi permanen anterior sehingga dapat lebih mengawasi anak ketika beraktifitas terhadap penyebab trauma.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Trauma

Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur.Trauma dengan kata lain disebut injuri atau wound, yang dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka karena kontak yang keras dengan sesuatu benda.Definisi lain menyebutkan bahwa trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi atau periodontal karena sebab mekanis.Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka trauma gigi anterior merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah atau kedua-duanya.2 Kejadian trauma gigi biasanya melibatkan gigi insisivus rahang atas dibanding gigi rahang bawah.6,7 Insidensi trauma pada gigi permanen biasanya terjadi pada anak sekitar 8 hingga 10 tahun.4

Trauma injuri pada gigi dan jaringan pendukungnya merupakan tantangan pada praktek kedokteran gigi anak.8 Kerusakan yang terjadi pada gigi anak dapat mengganggu fungsi bicara, pengunyahan, estetika, dan erupsi gigi permanen sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan gigi serta rahang. Secara psikologis kehilangan gigi secara dini terutama gigi anterior akan menyebabkan gangguan pada anak dan orangtua.2,9

2.2 Prevalensi dan Etiologi Trauma

Data statistik epidemiologi dari seluruh dunia menunjukkan bahwa 6-36 % dari setiap individu menderita trauma injuri pada gigi selama masa anak-anak dan dewasa.1,10 Pada negara-negara berkembang seperti India, kejadian karies mengalami penurunan, tetapi kejadian trauma gigi menjadi isu kesehatan mulut yang utama pada anak-anak dan dewasa.10


(20)

Berdasarkan satu penelitian yang dilakukan di Kota Vadodara menunjukkan prevalensi trauma dalam penelitian ini adalah 8,79 % . Prevalensi tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan studi sebelumnya yang dilakukan oleh Gauba yaitu 7,54 % dan Nick Hussien yaitu 4,1%. Hasil penelitian itu juga menunjukkan anak laki-laki lebih tinggi dan lebih rentan mengalami trauma dibanding anak perempuan dengan rasio 1,28:1.11

Hasil penelitian trauma gigi permanen lainnya yang dilakukan di Yemen menunjukkan kebanyakan anak sekolah mengalami trauma gigi hanya melibatkan satu gigi.Trauma gigi paling sering ialah fraktur yang melibatkan enamel. Hasil penelitian menunjukkan fraktur enamel dan dentin sebanyak 45,5 % dan fraktur yang melibatkan enamel, dentin, pulpa yaitu sebanyak 5,4 %, serta sebanyak 3,6 % gigi mengalami luksasi.12

Trauma gigi anterior menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi. Ellis dan Davey melaporkan 4251 anak sekolah di kota besar 4,2 % memiliki fraktur gigi anterior. Sementara Marcus dan Gutz dalam penelitian terpisah melaporkan frekuensi yang lebih tinggi, sekitar 16 % - 20 %. Andreas Jo, tahun 1984 melaporkan bahwa 18 % -20 % trauma pada gigi permanen muda, menyebabkan fraktur mahkota dengan pulpa terbuka. Fraktur mahkota dengan pulpa terbuka ini harus segera diatasi untuk melindungi pulpa agar tetap normal.9

Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang paling sering adalah karena jatuh saat bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat berolahraga. Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba.2

Beberapa penyebab trauma yang paling sering terjadi pada periode 8-12 tahun adalah kecelakaan di tempat bermain, bersepeda, skateboard, atau pada saat berolahraga seperti olahraga bela diri, sepak bola, bola basket, lomba lari, sepatu roda, dan berenang.4 Selain faktor-faktor di atas ada beberapa faktor predisposisi


(21)

terjadinya trauma gigi anterior yaitu posisi dan keadaan gigi tertentu misalnya kelainan dentofasial seperti maloklusi kelas I tipe 2, kelas II divisi 1 atau yang mengalami overjet lebih dari 3 mm danpenutupan bibir yang kurang sempurna.14 Keadaan yang memperlemah gigi adalah seperti hipoplasia enamel dan kelompok anak penderita seperti cerebral palsy dan seizure disorders.13,14,15

2.3 Klasifikasi Trauma

Salah satu klasifikasi yang terbaik yang telah diterima secara internasional adalah klasifikasi World Health Organization (WHO).Klasifikasi ini dianggap lebih baik karena memiliki format yang deskriptif dan didasari oleh pertimbangan klinik dan anatomik. WHO mengklasifikasikan menjadi 4 garis besar yang meliputi kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa; kerusakan pada tulang pendukung; kerusakan pada jaringan periodontal; serta kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut.2

A. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa

Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa terdiri atas2 :

1) Retak mahkota (enamel infraction) yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna (retak) pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal maupun arah vertikal.

2) Fraktur enamel yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.

3) Fraktur enamel – dentin (uncomplicated crown fracture) yaitu fraktur mahkota gigi yang mengenai lapisan enamel dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.

4) Fraktur mahkota yang komplek (complicated crown fracture) yaitu fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin dan pulpa.

5) Fraktur mahkota- akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown root fracture) yaitu fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin, sementum tanpa melibatkan pulpa.

6) Fraktur mahkota- akar yang kompleks (complicated crown root fracture) yaitu fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin, sementum dan pulpa.


(22)

7) Fraktur akar (root fracture) yaitu fraktur yang mengenai dentin , sementum dan pulpa.

Gambar 1. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa 16

B.Kerusakan pada jaringan pendukung

Kerusakan pada jaringan pendukungterdiri atas: 2,17

1) Konkusio yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi, yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi.

2) Subluksasi yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi dengan adanya kegoyangan dan tanpa perubahan posisi gigi.

3) Luksasi ekstrusi yaitu pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya sehingga gigi terlihat lebih panjang.

4) Luksasi yaitu perubahan letak gigi ke arah labial, palatal maupun lateral yang menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut.


(23)

5) Luksasi intrusiyaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar yang menyebabkan kerusakan alveolar dan gigi akan terlihat lebih pendek .

6) Avulsi, yaitu pergerakan seluruh gigi keluar dari soketnya.

Gambar 2: Kerusakan pada jaringan pendukung

Gambar 2. Kerusakan pada jaringan pendukung16

C. Kerusakan pada tulang pendukung

Kerusakan pada tulang pendukung terdiri atas:2

1) Kerusakan soket alveolar yaitu hancurnya soket alveolar, pada kondisi ini dijumpai intrusi dan luksasi lateral.

2) Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibula yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau oral dari dinding soket.

3) Fraktur prosessus alveolaris maksila dan mandibula yaitu fraktur yang mengenai prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi. 4) Fraktur tulang alveolar yaitu fraktur tulang alveolar maksila atau mandibula yang melibatkan prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar.


(24)

Gambar 3. Kerusakan pada tulang pendukung16

D. Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut

Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut terdiri atas:2

1) Laserasi yaitu suatu luka terbuka pada jaringan lunak rongga mulut yang biasanya disebabkan oleh benda tajam.

2) Kontusio yaitu memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

3) Abrasi yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah dan lecet.

2.4 Penanganan Darurat

Pemeriksaan darurat meliputi pengumpulan data vital, riwayat kesehatan pasien, data dan keluhan pasien. Data vital terdiri dari usia pasien, bagaimana dan dimana terjadinya trauma serta kapan terjadinya trauma. Apabila terjadinya trauma di tempat yang kotor atau kemungkinan banyak bakteri dan mengakibatkan keadaan klinis kemerahan, pembengkakan pada gingiva, maka pasien perlu diberikan ATS (Anti Tetanus Serum).Pasien juga ditanyakan apakah terjadi muntah pada saat trauma, atau pasien menjadi tidak sadar, sakit kepala serta amnesia setelah mengalami trauma.Apabila hal ini terjadi maka kemungkinan ada kerusakan pada sistem syaraf pusat. Pada pasien ini dianjurkan untuk pemeriksaan lebih lanjut di bagian neurologi.18,19 Pemeriksaan lanjutan meliputi pemeriksaan kembali klinis lengkap yang terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan intraoral.9


(25)

1) Pemeriksaan Ekstra Oral

Pemeriksaan leher dan kepala merupakan pemeriksaan awal yang bermanfaat untuk mencatat lokasi dan besar luka pada wajah dan kemungkinan adanya kontaminasi pada luka. Selanjutnya dilakukan palpasi terhadap mandibula, zigoma, TMJ, dan daerah mastoidea. Fraktur mandibula dapat diketahui dengan palpasi pada daerah pinggir mandibula untuk suatu fraktur step down. Terbatasnya pergerakan rahang bawah pada pembukaan atau penutupan mulut merupakan tanda-tanda terjadinya fraktur rahang. Biasanya terjadi perubahan gigitan, ketidakseimbangan wajah, pergerakan rahang yang abnormal dan sakit, pembengkakan, numbness (rasa baal). Pemeriksaan selanjutnya untuk menentukan apakah bibir mengalami laserasi, memar atau pembengkakan serta apakah terdapat benda asing seperti serpihan pasir ataupun gigi yang patah.9

2) Pemeriksaan Intra Oral

Seluruh jaringan lunak mulut yaitu mukosa labial, palatal dan gingiva harus diperiksa. Benda asing yang terdapat pada mukosa seperti gumpalan darah, kotoran yang masih menempel, fragmen gigi dan tanah harus dibersihkan dengan menggunakan H2O2 3%, larutan salin atau air hangat.9

Daerah alveolus dipalpasi untuk mendeteksi apakah terdapat fraktur terutama pada daerah gigi yang avulsi. Ini penting untuk diketahui sebab regenerasi tulang tidak akan bisa memberikan dukungan yang kuat apabila replantasi dilakukan pada alveolus yang sudah hancur. Semua gigi yang ada harus diperiksa apakah terdapat fraktur, karies atau dislokasi.9

Tes-tes khusus perlu dilakukan pada pasien yang mengalami trauma dental.Salah satunya adalah tes vitalitas, baik konvensional maupun vital tester. Gigi yang mengalami trauma akan memberikan reaksi yang sangat sensitif terhadap tes vitalitas. Oleh karena itu tes vitalitas hendaknya dilakukan beberapa kali dengan waktu yang berbeda-beda.4,20


(26)

2.5 Perawatan Trauma Gigi pada Anak

Sebelum perawatan dilakukan, anak dan orangtua perlu diredakan emosinya terlebih dahulu. Setelah trauma terjadi, anak pasti akan merasa takut dan cemas, terutama bila dokter gigi langsung memberikan perawatan.Pasien yang mengalami cedera, harus benar-benar diperhatikan bagaimana kondisi saluran pernapasannya. Dasar dari usaha mempertahankan jalan napas adalah mengontrol perdarahan dari mulut atau hidung dan membersihkan orofaring. Untuk anak yang tidak memiliki kelainan pada pembekuan darah, perdarahan pada daerah yang avulsi biasanya tidak berakibat fatal, melakukan penekanan baik secara langsung dengan jari maupun tidak langsung menggunakan kasa atau tampon. 9

Kasus lepasnya gigi dari soket alveolar akibat trauma injuri harus mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat, dengan tetap memperhatikan kondisi fisik anak. Pada kasus avulsi yang disebabkan oleh cedera kemungkinan terdapat komplikasi seperti laserasi pada jaringan lunak labial, bukal, palatum, lidah. Pencegahan terhadap tetanus harus dilakukan dengan membersihkan luka dengan seksama, penyingkiran benda-benda asing dan pemberian tetanus toxoid antitoxin.9,20 Dianjurkan untuk tidak memegang gigi avulsi pada bagian akarnya, karena dapat merusak serat-serat ligamen periodontal, tetapi memegang gigi pada bagian mahkota. Pembersihan gigi dilakukan hanya jika terdapat kotoran pada gigi, namun tidak boleh mengikis atau menggosok gigi. 9

Penatalaksanaan gigi avulsi harus dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin untuk menjaga ligamen periodontal karena bila ligamen periodontal masih baik, derajat dan ketepatan waktu resorpsi akar akan terjaga dan kemungkinan terjadinya ankilosis akan berkurang. Resorpsi akar hampir tidak terhindarkan apabila melebihi 2 jam, waktu maksimal dilakukan replantasi adalah 48 jam setelah gigi berada di luar soket.21Setelah replantasi perlu juga dilakukan splinting untuk menjaga stabilitas gigi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan ligamen periodontal untuk regenerasi. Kemudian dilakukan kontrol yang tepat agar hasil perawatan dapat diperoleh dengan baik. 9,20


(27)

Fraktur enamel dapat dilakukan restorasi dengan menggunakan resin komposit tergantung dari lokasi frakturnya. Fraktur enamel dan dentin dapat dilakukan restorasi dengan semen glass ionomer dan restorasi permanen dengan resin komposit. Fraktur enamel dentin pulpa dapat dilakukan perawatan seperti caping pulpa, pulpotomi sebagian dan perawatan pulpa lainnya dalam perawatan pada trauma gigi yang pulpanya terpapar yang paling penting adalah bagaimana mempertahankan vitalitas pulpa.22

Menurut penelitian di Syria, diantara semua anak yang mengalami trauma gigi; 93,1 % tidak melakukan perawatan karena trauma yang dialami anak hanya mengenai bagian enamel saja. Dikatakan bahwa, proporsi anak yang membutuhkan perawatan (63,2 %) lebih kecil dibandingkan anak yang mengalami trauma tanpa perawatan (93,1 %).5

Penelitian di Damaacus mendapatkan dari 87 sampel anak-anak usia 9-12 tahun yaitu sebagian besar anak yang mengalami trauma gigi (59,8 %) tidak dibawa ke dokter gigi oleh orangtuanya untuk dilakukan evaluasi maupun perawatan terhadap trauma giginya. Sebagian lainnya yang melakukan perawatan memiliki persentase yang sangat kecil sekitar 6,9 % (Tabel 1).5

Tabel 1. Proporsi anak pada perawatan trauma gigi insisivus permanen5

Jumlah Frekuensi (n) Persentase Relatif Frekuensi (%)

Tidak dirawat 81 93,1

Dirawat 6 6,9

Membutuhkan perawatan 55 63,2

Tidak membutuhkan perawatan 32 36,8

Penelitian dari kota Vadodara (India) menunjukkan hanya 2,45% anak yang menerima perawatan untuk trauma gigi. Itu jelas terlihat bahwa anak dengan kasus trauma gigi yang melibatkan pulpa, diskolorasi dan avulsi tidak dirawat.Disini terlihat bahwa perawatan trauma gigi tidak memenuhi kualitas perawatan. Faktor penyebab


(28)

dari tingginya persentase trauma yang tidak dirawat adalah karena kurangnya pengetahuan yang cukup dan motivasi dari orangtua disebabkan karena masalah sosioekonomi.11

Penelitian yang dilakukan di Valencia (Spanyol) menunjukkan kebanyakkan perawatan trauma gigi yang diterima adalah tambalan gigi sebanyak 43,2% dan sebanyak 37% kasus tidak menerima perawatan. Penelitian ini menunjukkan kebanyakkan kasus yang terjadi adalah non complicated coronal fractures.7

Penelitian yang lain menunjukkan, sebagian besar sampel menerima perawatan pada waktu tidak langsung yaitu lebih dari 24 jam setelah terjadinya trauma. Hal ini dapat menjadi faktor penting dalam menentukan prognosis pasca

trauma. Keterlambatan dalam menerima perawatan dapat menyebabkan prognosis yang buruk.3

2.6 Pencegahan Trauma

Pencegahan trauma gigi dianggap lebih penting daripada perawatannya sama seperti masalah kesehatan yang lain. Perlu dilakukan program untuk mengedukasi masyarakat mengenai trauma gigi, cara pencegahan dan cara pengobatan.6 Pada anak-anak yang mempunyai gerakan aktif, agar terhindari terjadinya fraktur akibat trauma dapat digunakan alat pelindung mulut seperti mouthguard. Alat ini hanya digunakan sewaktu anak-anak melakukan aktifitas, misalnya berolah raga, naik sepeda atau bermain.14

Mouthguard yang tersedia dipasaran terdiri atas 3 macam yaitu : 1. Stock atau ready-made mouthguard

Merupakan pelindung mulut yang siap pakai, dapat dibeli di toko-toko olahraga.Harganya yang paling murah namun kurang memuaskan ketika digunakan.Meskipun alat ini mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda, namun hanya sedikit yang sesuai dengan rongga mulut. Alat ini terlalu besar, mudah lepas, tidak nyaman dipakai dan sering mengganggu pernafasan dan bicara.14


(29)

2. Mouth-formed /self adapted mouthguard

Alat ini relatif murah dan tersedia di toko-toko olahraga dan banyak digunakan.Terbuat dari bahan thermoplastik, dicelupkan pada air mendidih dan dibentuk atau dicetak di dalam mulut menggunakan jari, lidah dan tekanan gigitan. Tipe mouthguard ini juga terasa besar dan dapat menyebabkan sulit untuk bernafas dan bicara.14

3. Costum-made mouthguard

Alat pelindung mulut ini yang paling disarankan.Dibuat di klinik dan dicetak secara individual oleh dokter gigi.Alat ini yang paling memuaskan dipakai dibandingkan semua tipe perlindungan mulut.Harganya juga sedikit lebih mahal. Alat pelindung ini memenuhi semua kriteria adaptasi, retensi, kenyamanan stabilitas dan tidak mengganggu pernafasan dan bicara.14

Gambar 4. A) Stock mouthguard


(30)

2.7 Kerangka Teori

Mengurangi

Trauma Gigi Permanen Anterior

Prevalensi dan Etiologi

Klasifikasi WHO

Kecelakaan

Terjatuh

Olahraga

Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi

dan Pulpa

Kerusakan pada Jaringan Periodontal

Kerusakan pada Tulang Pendukung

Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak

Rongga Mulut

Penanganan Darurat

Perawatan Trauma

Pencegahan Trauma


(31)

2.8 Kerangka Konsep

Faktor Risiko: •Jenis kelamin •Usia

Trauma gigi permanen anterior menurut Klasifikasi WHO yang diperiksa secara klinis:

•Etiologi : Terjatuh, Kecelakaan, Olahraga

•Lokasi Kejadian •Tindakan orangtua


(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian survei deskriptif. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada 1 SD di Kecamatan Medan Johor serta 1 SD di Kecamatan Medan Selayang. Waktu penelitian yaitu sekitar 6 bulan, pembuatan proposal 16 minggu, pengumpulan data 3 minggu yang akan dilakukan penelitiannya dari April 2014 hingga Mei 2014, pengolahan dan analisis data 3 minggu serta penyusunan laporan 2 minggu.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anak usia 8-12 tahun di SD di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang. Sampel pada penelitian ini adalah murid kelas dua hingga enam dari dua SD berusia 8-12 tahun yang telah ditetapkan sebelumnya pada Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.Teknik pengambilan sampel dilakukan secara multistage sampling yaitu terlebih dahulu dipilih secara random satu lingkar luar dan satu lingkar dalam dari 21 kecamatan sekotamadya Medan. Selanjutnya memilih secara random satu SD dari masing-masing kecamatan yang terpilih, kemudian memilih secara random anak SD yang menjadi subjek penelitian dari kelas 2-6 di SD Negeri No.060937 dan SD Negeri No.064024 sebanyak jumlah sampel yang dibutuhkan.

Jumlah besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan estimasi proporsi. Penggunaan rumus dibawah ini dilakukan karena penelitian ini menggunakan skala pengukuran kategorikal yaitu skala nominal.Skala nominal tidak mempunyai makna besaran, tetapi hanya sekadar pemberian label.


(33)

n =

d2 Zα2

.P.Q

=

(0,05)2 1,962.0.21. 0,79

= 255 sampel Dengan ketentuan :

n : jumlah sampel

Zα : deviat baku alfa = 1,96

P : proporsi kategori variabel yang diteliti = 21% Q : 1- P = 1- 0,21= 0.79

d : presisi (0,05)

Dari rumus tersebut, presisi penelitian berarti kesalahan penelitian yang masih bisa diterima untuk memprediksi proporsi yang akan diperoleh yaitu 5% karena peneliti ingin mendapatkan hasil penelitian yang lebih tepat. Besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 254 orang, untuk menghindari drop out maka jumlah sampel dilebihkan 10% menjadi 280 orang anak. Besar sampel akan didistribusikan merata berdasarkan usia dan jenis kelamin, sehingga pada masing – masing kecamatan diperlukan 140 orang.

Kriteria Inklusi:

-Anak berusia 8-12 tahun. -Anak yang koperatif.

-Anak yang diberi izin oleh orangtua untuk dijadikan subjek penelitian. -Anak yang memiliki minimal satu gigi insisivus permanen yang telah erupsi.

Kriteria Eksklusi:

-Semua gigi permanen anterior hilang akibat karies. -Data yang tidak lengkap dalam lembar pemeriksaan. -Tidak hadir saat pemeriksaan.


(34)

3.4Variabel dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

a. Klasifikasi trauma gigi permanen anterior menurut WHO yang dapat diperiksa secara klinis

b. Elemen gigi c. Usia terjadi trauma d. Jenis kelamin e. Etiologi

f. Lokasi kejadian g. Tindakan orangtua

3.4.2 Definisi Operasional

Tabel 2. Defenisi operasional

Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Gigi

permanen anterior

Gigi insisif satu dan dua, serta kaninus permanen atas dan bawah

Berdasarkan observasi

Kuesioner Nominal

Klasifikasi trauma pada gigi permanen anterior menurut WHO yang dilihat secara klinis

a) Retak mahkota adalah fraktur yang tidak sempurna pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah

horizontal atau vertikal. b). Fraktur enamel yang tidak kompleks adalah fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.

c). Fraktur enamel-dentin yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai enamel gigi dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa. Berdasarkan wawancara dan pemeriksaan klinis Sonde, kaca mulut , pinset, Lampu sentor dan kuesioner


(35)

Variabel Definisi Operasional d). Fraktur mahkota yang kompleks adalah fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan pulpa.

e). Subluksasi adalah kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi. f). Luksasi merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal, maupun lateral.

d). Luksasi ekstrusi adalah pelepasan

sebagian gigi keluar dari soketnya sehingga mahkota gigi terlihat lebih panjang. e). Luksasi instrusi adalah pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat

menyebabkan kerusakan atau fraktur soket

alveolar sehingga mahkota gigi akan terlihat lebih pendek. f). Avulsi adalah pergerakan seluruh gigi keluar dari soketnya.

Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Usia responden

Usia responden yang mengikuti penelitian yang dihitung berdasarkan tanggal, bulan dan tahun kelahiran sampai

penelitian dilakukan yaitu 8-12 tahun


(36)

Variable Usia terjadi trauma Jenis Kelamin Definisi Operasional Usia responden ketika kejadian trauma gigi berlaku, dan pembagian trauma berdasarkan usia terjadi trauma

Jenis kelamin responden, yaitu laki-laki atau perempuan Cara Ukur Wawancara Observasi Alat Ukur Kuestioner Kuesioner Hasil Ukur Ordinal Nominal

Etiologi Penyebab dari trauma gigi permanen anterior yang dialami anak, yaitu karena terjatuh, bermain, bersepeda, kecelakaan, kekerasan fisik, dan lain-lain (sebutkan)

Wawancara Kuesioner Nominal

Tindakan orangtua

Perlakuan yang dilakukan oleh orangtua/wali murid kepada anak yang

mengalami trauma gigi permanen anterior, diantaranya:

dibiarkan saja, dibawa ke dokter umum/dokter spesialis anak, dibawa ke dokter gigi (dilakukan perawatan tambalan), dibawa ke dokter gigi (dilakukan pencabutan), dibawa ke dokter gigi (diikat dengan gigi sebelahnya/splinting), dibawa ke dokter gigi (dilakukan pengamatan terhadap gigi yang mengalami

trauma/observasi), dan lain-lain (sebutkan).

Wawancara Kuesioner Nominal

Lokasi kejadian

Tempat anak mengalami trauma gigi permanen anterior yaitu : di rumah, di sekolah, di ruang bermain, di jalan, dan di tempat lainnya (sebutkan)


(37)

3.5Metode Pengumpulan Data/ Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data dilakukan secara survei lapangan dengan mengunjungi subjek penelitian anak SD usia 8-12 tahun pada masing-masing kecamatan yaitu Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang. Data diambil dengan cara mengumpulkan hasil survei yang telah didata melalui kuesioner, yaitu melalui pemeriksaan klinis terhadap gigi anterior permanen dan wawancara dengan murid dan orangtua mengenai lokasi, etiologi serta tindakan yang dilakukan terhadap trauma gigi permanen anterior yang dialami anak yang kemudian dicatat pada lembar pemeriksaan.

Adapun tahap pelaksanaan adalah sebagai berikut :

1. Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus surat izin dari komisi etik dari FK USU. Setelah mendapatkan surat persetujuan dari komisi etik dan surat izin untuk dilakukan penelitian, peneliti mendatangi sekolah SD untuk meminta izin dilakukannya penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan dari pihak sekolah, peneliti menginformasikan waktu untuk melakukan penelitian kepada pihak sekolah

2. Setelah mengetahui jadwal yang tepat, peneliti mendatangi SD. Teknik penentuan subjek penelitian dilakukan secara random. Orangtua dijelaskan mengenai penelitian yang akan dilakukan dan diminta kesediaan agar anaknya diizinkan untuk menjadi subjek penelitian dengan memberikan lembar informed consent. Jika orangtua setuju anak dijadikan subjek penelitian maka orangtua mengisi lembar informed consent dan dikumpulkan kepada staf pengajar sekolah. Peneliti memberikan waktu tiga hari kepada pihak sekolah untuk mengumpulkan informed consent.

3. Tiga hari kemudian peneliti kembali ke sekolah SD untuk melakukan penelitian. Peneliti mendata informed consent yang terkumpul dan mengkumpulkan orangtua dan subjek penelitian di satu ruang. Bagi orangtua yang tidak hadir pada saat yang telah ditentukan, namun anak telah membawa informed concern yang telah


(38)

diisi orangtua maka peneliti dapat melakukan pemeriksaan klinis dan menelfon orangtua mengenai data-data yang akan ditanyakan kepada orangtua.

3. Pemeriksaan trauma gigi permanen anterior dilakukan dengan observasi menggunakan kaca mulut, pinset, sonde dan lampu senter. Sedangkan informasi mengenai etiologi, lokasi, serta tindakan orangtua terhadap trauma gigi permanen anterior dikumpulkan dengan wawancara dan dicatat pada lembar pemeriksaan yang tersedia.

4. Peneliti merencanakan penelitian dalam 2 hari pada 1 SD. Penelitian pada SD selanjutnya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dengan pihak sekolah.

3.6 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap,yaitu :

a. Editing : untuk mengetahui dan mengecek apakah data yang terkumpul suda h diteliti semua atau belum.

b. Coding : mengklasifikasikan jawaban dengan memberi kode pada masing-masing jawaban.

c. Analisis data dilakukan dengan manual dan komputerisasi, yaitu melakukan perhitungan dengan hasil berupa persentase.


(39)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 280 anak usia 8-12 tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang. Berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian ini terdiri atas 138 anak laki-laki (49,3%) dan 142 anak perempuan (50,7%). Berdasarkan usia subjek penelitian, pada kelompok usia 8 tahun sebanyak 56 anak (20%), usia 9 tahun sebanyak 57 anak (20,4%), usia 10 tahun sebanyak 53 anak (18,8%), usia 11 tahun sebanyak 57 anak (20,4%) dan usia 12 tahun sebanyak 57 anak (20,4%) (Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi karakteristik responden anak di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang

Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 138 142 49,3% 50,7% Usia

8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun 56 57 53 57 57 20% 20,4% 18,8% 20,4% 20,4%

Total 280 100%

Hasil penelitian di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang didapat bahwa dari 280 orang anak usia 8-12 tahun, anak yang mengalami trauma gigi sebanyak 54 orang anak dengan prevalensi 19,2%. Dari 54 orang anak yang mengalami trauma, prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan jenis kelamin yaitu anak laki-laki sebanyak 36 orang anak (66,7%), anak perempuan sebanyak 18 orang anak (33,3%) (Tabel 4).


(40)

Tabel 4. Distribusi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang

Karakteristik Jumlah Anak

Mengalami Trauma(n)

Persentase Trauma Gigi (%) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 36 18 66,7% 33,3%

Total 54 100%

Berdasarkan usia anak, dari 54 orang anak yang mengalami trauma gigi permanen anterior, didapat anak usia 8 tahun yang mengalami trauma sebanyak 5 orang (9,3%), usia 9 tahun sebanyak 7 orang (13%), usia 10 tahun sebanyak 11 orang (20,4%), usia 11 tahun sebanyak 15 orang (27,7%) dan usia 12 tahun sebanyak 16 orang (29,6%) (Tabel 5).

Tabel 5. Distribusi kasus trauma gigi pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang

Karakteristik Jumlah Anak

Mengalami trauma(n)

Persentase Trauma Gigi (%)

Usia Kejadian Trauma 8 tahun

9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun 5 7 11 15 16 9,3% 13% 20,4% 27,7% 29,6%

Total 54 100%

4.2 Etiologi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Usia 8-12 Tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang.

Berdasarkan etiologi trauma gigi, dari 54 orang anak yang mengalami trauma gigi permanen anterior, paling banyak disebabkan jatuh sebesar 26 orang (48,1%), 5 orang disebabkan olahraga (9,3%), 14 orang disebabkan bermain (25,9%), 5 orang


(41)

disebabkan kecelakaan (9,3%), 2 orang disebebkan berkelahi (3,7%) dan 2 orang karena menggigit makanan keras (3,7%) (Tabel 6).

Tabel 6. Distribusi etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang

Etiologi Jumlah Anak

Mengalami Trauma(n)

Persentase Trauma Gigi (%) Jatuh Olahraga Bermain Kecelakaan Berkelahi Menggigit makanan keras 26 5 14 5 2 2 48,1% 9.3% 25,9% 9,3% 3,7% 3,7%

Total 54 100%

Etiologi trauma gigi permanen anterior berdasarkan usia kejadian trauma anak, paling tinggi disebabkan oleh jatuh dengan persentse pada anak usia 10 tahun sebesar 8 orang (72,7%), usia 12 tahun sebanyak 6 orang (37,5%), usia 11 tahun sebanyak 5 orang (33,3%), usia 9 tahun sebanyak 4 orang (57,2%) dan usia 8 tahun sebanyak 3 orang (60%) (Tabel 7).

Tabel 7. Distribusi etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang

Usia Kejadian

Trauma

Etiologi (n) (%)

Jatuh Olahraga Bermain Kecelakaan Berkelahi Menggigit

Makanan keras Total 5(100%) 7(100%) 11(100%) 15(100%) 16(100%) 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun 3( 60%) 4( 57,2%) 8( 72,7%) 5( 33,3%) 6( 37,5%) 0 0 1(9,1%) 1(6,7%) 3(18,8%) 2(40%) 3(42,8%) 2(18,2%) 5(33,3%) 2(14,3%) 0 0 0 1(6,7%) 4(80%)

0 0 0 0 0 0 1(6,7%) 2(13,3%) 1(50%) 0

Berdasarkan jenis kelamin, etiologi trauma gigi yang disebabkan jatuh dialami anak laki-laki sebesar 14 orang (54%), anak perempuan 12 orang (46%). Etiologi


(42)

kedua tertinggi adalah disebabkan bermain yaitu sebanyak 5 orang (100%) yang melibatkan anak laki-laki dan 9 orang (64%) melibatkan anak perempuan.Disamping itu penyebab trauma karena olahraga, diderita oleh anak laki-laki sebanyak 5 orang (100%). Trauma yang disebabkan kecelakaan dialami sebanyak 4 orang laki-laki (80%) dan 1 orang anak perempuan (20%) (Tabel 8).

Tabel 8. Distribusi etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang

Anak yang mengalami trauma

Etiologi (n) (%)

Jatuh Olahraga Bermain Kecelakaan Berkelahi Menggigit Makanan Keras

Total

Laki-laki Perempuan

14(45,2%) 12(52,2%)

5(16, 1%) 5(16,1%) 4(12,9%) 6(6,5%) 1(3,2%) 0 9(39%) 1(4,4%) 0 1(4,4%)

31(100%) 23(100%)

4.3 Lokasi Terjadi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Usia 8-12 Tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang

Berdasarkan lokasi terjadinya trauma gigi permanen anterior dari 54 orang anak, paling banyak terjadi di rumah sebanyak 21 orang (38,9%), sekolah sebanyak 16 orang (29,6%), ruang bermain 4 orang (7,4%), di jalan 9 orang (16,7%) dan tempat lain-lain sebanyak 4 orang (7,4%) (Tabel 9).


(43)

Tabel 9. Distribusi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan lokasi terjadinya di Kecamatan Medan Johor dan Trauma Medan Selayang

Lokasi Terjadinya Trauma Anak Mengalami Trauma(n)

Persentase Trauma(%) Rumah

Sekolah

Ruang bermain Jalan

Tempat lain(gereja,rumah sakit)

21

16

4

9

4

38,9% 29,6% 7,4% 16,7% 7,4% Total 54 100%

4.4 Klasifikasi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Usia 8-12 Tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang

Berdasarkan klasifikasi trauma gigi yang dialami dari 54 orang anak usia 8-12 tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang didapat, paling banyak mengalami fraktur enamel gigi sebanyak 28 kasus (42,4%), fraktur enamel dentin sebanyak 13 kasus (19,7%), lateral luksasi sebanyak 11 kasus (16,7%), avulsi sebanyak 5 kasus (7,6%), fraktur mahkota kompleks sebanyak 3 kasus (4,6%), luksasi intrusi dan subluksasi sebanyak 2 kasus (3%), klasifikasi trauma paling sedikat yaitu retak mahkota dan luksasi ekstrusi, masing-masing sebanyak 1 kasus (1,5%) (Tabel 10).


(44)

Tabel 10. Distribusi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan klasifikasi trauma di Kecamatan Medan Johor dan Selayang Klasifikasi Trauma Frekuensi Kasus

(n)

Persentase Kasus (%) Retak mahkota

Fraktur enamel

Fraktur enamel-dentin Fraktur mahkota kompleks Subluksasi Luksasi ekstrusi Lateral luksasi Luksasi intrusi Avulsi 1 28 13 3 2 1 11 2 5 1,5% 42,4% 19,7% 4,6% 3% 1,5% 16,7% 3% 7,6% Total 66 100% 4.5 Elemen Gigi yang Terkena Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Usia 8-12 Tahun di Kecamatan Medan Johor dan Selayang Berdasarkan elemen gigi yang terkena trauma gigi dari 56 orang anak didapat, gigi insisivus 1 atas sebanyak 35 kasus (53%), gigi insisivus 2 atas sebanyak 13 kasus (19,7%), gigi insisivus 1 bawah 9 kasus (13,6%), gigi insisivus 2 bawah sebanyak 4 kasus (6,1%), gigi kaninus atas sebanyak 4 kasus (6,1%), dan gigi kaninus bawah 1 kasus (1,5%) (Tabel 11) Tabel 11. Distribusi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan elemen gigi di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang Elemen gigi Frekuensi Kasus (n) Persentase Kasus (%) Insisivus 1 atas Insisivus 2 atas Kaninus atas Insisivus 1 bawah Insisivus 2 bawah Kaninus bawah 35 13 4 9 4 1 53% 19,7% 6,1% 13,6% 6,1% 1,5% Total 66 100%


(45)

4.6 Tindakan Orangtua Terhadap Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Usia 8-12 Tahun di Kecamatan Medan Johor dan Selayang

Tindakan orangtua terhadap anak yang mengalami trauma gigi permanen anterior berdasarkan klasifikasi trauma didapatkan, orangtua yang membiarkan gigi yang mengalami trauma sebanyak 59 kasus (89,4%), dibawa ke dokter umum atau dokter spesialis anak sebesar 2 kasus ( 3,1%), dibawa ke dokter gigi seperti dilakukan perawatan tambalan sebanyak 4 kasus (6%), dibawa ke dokter gigi untuk dilakukan pencabutan sebanyak 1 kasus (1,5%) (Tabel 12).

Tabel 12. Distribusi tindakan orangtua terhadap trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan klasifikasi trauma di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang

Klasifikasi Trauma Dibiarkan Saja Dibawa ke Dokter Umum atau Dokter Spesialis Perawatan Tambalan Pencabutan Gigi Total Retak mahkota

1 1

Fraktur enamel

26 2 28

Fraktur enamel-dentin

11 2 13

Fraktur mahkota kompleks

3 3

Subluksasi 1 1 2

Luksasi ekstrusi

1 1

Lateral luksasi

11 1 11

Luksasi intrusi

2 2

Avulsi 4 1 5

Total 59

(89,4%) 2 (3,1%) 4 (6 %) 1 (1,5%) 66 (100%)


(46)

Tindakan orangtua terhadap trauma gigi permanen anterior berdasarkan usia kejadian trauma anak didapatkan, orangtua yang membiarkan trauma gigi pada anak usia 8 tahun sebanyak 4 kasus (80%), usia 9 tahun 6 kasus (85,7%), 10 tahun sebanyak 12 kasus (92,3%), 11 tahun sebanyak 20 kasus (100%) dan anak usia 12 tahun sebanyak 17 kasus (29 %). Orangtua yang membawa anak ke dokter pada usia 8 tahun hanya 1 kasus (50 %) (Tabel 13).

Tabel 13. Distribusi tindakan orangtua terhadap trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang

Usia Kejadian

Trauma

Tindakan orangtua (n) (%)

Total Dibiarkan

saja

Dibawa ke dokter umum/Sp.anak

Perawatan Tambalan

Pencabutan gigi 8 Tahun

9 Tahun 10 Tahun 11 Tahun 12 Tahun 4(80%) 6(85,7%) 12(92,3%) 20(100%) 17(81%) 1(20%) 1(4,76%) 1(14,3%) 3(14,28%) 1(7,7%) 5(100%) 7(100%) 13(100%) 20(100%) 21(100%)

Tindakan orangtua pada anak yang mengalami trauma gigi berdasarkan jenis kelamin anak yaitu dibiarkan saja pada anak laki-laki sebanyak 45 kasus (90%), pada anak perempuan sebanyak 14 kasus (87,5%) (Tabel 14).


(47)

Tabel 14. Distribusi tindakan orangtua terhadap trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang

Jenis Kelamin

Tindakan orangtua (n) (%)

Total Dibiarkan

saja

Dibawa ke dokter umum/Sp.anak

Perawatan Tambalan

Pencabutan gigi Laki-laki

Perempuan

45(90%) 14(87.5%)

1(2%) 1(6,25%)

3(6%) 1(6,25%)

1(2%) 0

50(100%) 16(100%)


(48)

BAB 5 PEMBAHASAN

Trauma gigi telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius pada anak disebabkan prevalensi yang tinggi di berbagai negara terutama pada gigi permanen. Trauma yang mengenai gigi anterior juga akan membuat anak susah untuk menggigit, kesulitan dalam mengucapkan kalimat yang jelas dan akan merasa malu untuk memperlihatkan giginya.3,5,23

Pada penelitian ini, usia kejadian trauma gigi anak didapatkan dari riwayat trauma gigi anak berdasarkan hasil wawancara dengan subjek penelitian dan orangtua, sehingga didapat sampel 280 anak usia 8-12 tahun yang secara kebetulan usia kejadian trauma juga sama yaitu usia 8-12 tahun. Penelitian ini akan menggunakan pembagian kelompok usia anak berdasarkan usia kejadian trauma.

Trauma gigi permanen kebanyakan terjadi antara usia 8-12 tahun.Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada orangtua sampel dan pemeriksaan langsung pada anak didapatkan hasil prevalensi trauma gigi permanen anterior pada penelitian ini adalah sebanyak 19,2%. Berbeda dengan hasil penelitian di Kota Vadodara (India) yang mendapatkan hasil sebanyak 8,79%. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin dikarenakan jumlah sampel dan perbedaan usia sampel penelitian di Kota Vadodara yang lebih banyak yaitu 3708 sampel pada anak usia 8-13 tahun.11

Anak laki-laki berisiko lebih tinggi mengalami trauma gigi daripada anak perempuan. Pada penelitian ini didapati persentase prevalensi trauma gigi pada anak laki-laki (66,7%) lebih tinggi daripada anak perempuan (33,3%). Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian di Spanyol pada tahun 2011 yang mendapatkan, prevalensi trauma pada anak laki-laki (51,2%) lebih tinggi daripada anak perempuan (48,8%).7 Tingginya prevalensi trauma pada anak laki-laki daripada anak perempuan mungkin berhubungan dengan perbedaan jenis aktivitas yang dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan, dimana anak laki-laki lebih tertarik memilih aktivitas yang bersemangat dan agresif, serta cenderung melibatkan fisik.10


(49)

Beberapa penelitian melaporkan bahwa prevalensi trauma gigi permanen anterior lebih banyak terjadi pada usia yang lebih tua karena aktivitas yang tinggi. Hal ini dibuktikan pada penelitian yang dilakukan di Syria dimana prevalensi trauma gigi pada anak usia 9 tahun adalah 13% yang dibandingkan dengan anak berusia 10 dan 11 tahun yang mengalami trauma sebanyak 23% dan 32%.5 Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian ini yang mendapatkan semakin tinggi usia semakin tinggi prevalensi berlakunya trauma gigi (Tabel 5).

Hasil penelitian ini mendapatkan persentase etiologi trauma gigi permanen anterior paling tinggi disebabkan jatuh sebanyak 48,1% orang. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan selama dua setengah tahun di India yang mendapatkan jatuh adalah penyebab utama trauma gigi permanen anterior sebanyak 44,9%.10

Penyebab trauma gigi juga dapat dihubungan dengan usia anak, pada penelitian ini semakin tinggi usia anak etiologi akibat jatuh semakin rendah, namun etiologi disebabkan olahraga, kecelakaan dan berkelahi semakin meningkat. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi usia anak maka aktifitas anak semakin beragam.

Berdasarkan jenis kelamin, anak laki-laki umumnya akan lebih tertarik untuk mengikuti aktivitas di luar rumah yang lebih berat, berbeda dengan anak perempuan yang cenderung mendapatkan trauma karena aktivitas di dalam rumah.6,7 Pada penelitian ini etiologi trauma gigi yang disebabkan terjatuh paling banyak dialami oleh anak laki-laki yaitu sebanyak 14 orang (45,2%) dan pada anak perempuan sebanyak 12 orang (52,2%) ; kegiatan bermain menyebabkan trauma sebanyak 5 orang (16,1%) pada anak laki-laki dan 9 orang (39%) pada anak perempuan; kegiatan olahraga yang menyebabkan trauma gigi hanya dimiliki oleh anak laki-laki sebesar 16,1%. Terjadinya trauma gigi pada anak laki-laki maupun perempuan yang disebabkan aktivitas bermain atau berolah raga yang berisiko menyebabkan trauma gigi atas dapat dihindari dengan menggunakan alat pelindung.Salah satu perlindungan dari trauma gigi yang dapat diberikan adalah menggunakan pelindung khusus (mouth guards) yang dapat membantu mendistribusikan kekuatan dari trauma yang


(50)

terjadi.Tindakan perlindungan ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan trauma serius pada gigi maupun tulang pendukung akibat jenis permainan yang melibatkan fisik anak.13,14

Lingkungan dan aktivitas anak merupakan faktor penting terjadinya trauma.Lokasi yang paling umum terjadinya trauma adalah di rumah dan sekolah. Hal ini disebabkan anak pada usia ini lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan sekolah. Hasil penelitian ini mendapatkan 38,9% orang anak mengalami trauma gigi permanen di lingkungan rumah dan 29,6% orang di sekolah. Hasil penelitian ini didukung penelitian di India (2013), berdasarkan hasil wawancara ditemukan sebanyak 49% orang mengalami trauma gigi kebanyakan terjadi di rumah dan sekolah.10

Fraktur enamel merupakan klasifikasi yang paling sering ditemukan yaitu sebanyak 28 kasus (42,4%), diikuti oleh fraktur enamel dentin yaitu sebanyak 13 kasus (19,7%), lateral luksasi 11 kasus (16,7%), fraktur mahkota kompleks 3 kasus (4,6%), luksasi intrusi 2 kasus (3%), luksasi ekstrusi 1 kasus (1,5%) dan avulsi 5 kasus (7,6%). Persentase fraktur enamel pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Kota Vadodara (India) yang mendapatkan hasil sebanyak 46,7 % kasus.11 Pada penelitian lain ditemukan bahwa fraktur enamel-dentin merupakan klasifikasi trauma yang sering ditemukan pada anak.15

Kebanyakan kasus trauma gigi pada seorang anak hanya dapat melibatkan satu gigi, namun dapat juga melibatkan lebih dari satu gigi dengan variasi dampak yang dapat berbeda pada masing-masing gigi. Hal ini sesuai dengan penelitian di Brazil yang mendapati sekitar 71,3% kasus trauma melibatkan hanya satu gigi.23 Hasil penelitian ini didapatkan 42 orang anak (77,7%) mengalami trauma gigi yang hanya melibatkan satu gigi dalam waktu kejadian trauma yang sama, sedangkan anak yang lain mengalami trauma pada dua gigi. Sebagian besar kasus trauma gigi pada penelitian ini melibatkan gigi sentralis atas permanen yaitu sebesar 53%, diikuti dengan gigi lateralis atas permanen sebanyak 19,7% dan gigi anterior yang memiliki risiko terkecil mengalami trauma adalah gigi kaninus permanen. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian di Brazil yang mendapatkan 72,4% trauma gigi melibatkan


(51)

gigi insisivus sentralis atas permanen, diikuti 10,2% trauma pada gigi permanen insisivus lateralis atas.23 Tingginya risiko trauma yang dialami gigi insisivus sentralis atas dikarenakan posisi gigi sentralis atas yang paling protrusi di dalam rongga mulut sehingga lebih berisiko mengalami trauma setelah terjatuh maupun terbentur.Tidak hanya itu, insisivus sentralis atas yang erupsi lebih cepat daripada gigi lateralis atas memiliki waktu yang lebih lama berisiko mengalami trauma dan morfologi serta lokasinya di rongga mulut lebih rentan terhadap trauma. Faktor lainnya yang mendukung risiko yang lebih besar pada gigi anterior rahang atas terjadi pada anak yang memiliki overjet yang lebih besar serta ketidakmampuan bibir menutup secara sempurna.5

Trauma gigi yang tidak dirawat akan berdampak negatif pada kualitas hidup anak, dimana anak sulit untuk makan, berbicara dengan jelas, kurang bersosialisasi dan juga berkurangnya estetik.1 Kasus trauma gigi anak seharusnya diperlakukan sebagai keadaan darurat, sehingga harus ditangani sesegera mungkin pada hari yang sama dikarenakan hasil perawatan darurat yang optimal dapat mempengaruhi perawatan selanjutnya.13 Pada penelitian ini, 89,4% kasus trauma gigi anak tidak mendapatkan perawatan dan hanya dibiarkan saja oleh orangtua, hal ini menunjukkan bahwa orangtua kurang perhatian terhadap kasus trauma gigi yang dialami anak. Sikap orangtua ini kemungkinan disebabkan oleh faktor biaya, waktu, serta kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan kesehatan gigi.13,24 Pada penelitian ini, dari 28 kasus fraktur enamel ditemukan 26 kasus fraktur enamel diantaranya tidak mendapatkan perawatan dan hanya dibiarkan saja, dalam literatur lain dikatakan kemungkinan fraktur enamel tidak dilakukan perawatan karena anak tidak pernah mengeluhkan rasa sakit atau menimbulkan komplikasi, sehingga banyak ditemukan kasus fraktur enamel tanpa perawatan oleh peneliti. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil penelitian di Syria, diantara semua anak yang mengalami trauma gigi didapati 93,1 % tidak melakukan perawatan karena trauma yang dialami anak hanya mengenai bagian enamel saja.5

Pada penelitian ini terdapat 5 kasus avulsi yang terjadi pada anak, namun hanya satu kasus avulsi yang dibawa ke dokter gigi. Hal ini sungguh disayangkan


(52)

karena penatalaksanaan gigi avulsi harus dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin untuk menjaga ligament periodontal karena bila ligament periodontal masih baik, derajat dan ketepatan waktu resorpsi akan terjaga dan kemungkinan terjadinya ankilosis akan berkurang.21

Pada penelitian ini mendapatkan 80% kasus trauma gigi pada anak usia 8 tahun hanya dibiarkan saja oleh orangtua dan hanya 1 kasus (20%) trauma yang dibawa ke dokter gigi, namun semakin tinggi usia anak maka tindakan orangtua yang membiarkan gigi trauma tanpa perawatan juga semakin tinggi, kecuali anak usia 12 tahun (81%). Pada anak usia 12 tahun tersebut, sebanyak 3 kasus (14,28%) dilakukan perawatan tambalan. Hal ini kemungkinan karena semakin anak mendekati usia remaja, maka orangtua maupun anak sendiri semakin mementingkan estetis.

Pada anak laki-laki yang tidak melakukan tindakan/ dibiarkan setelah trauma gigi adalah sebanyak 45 kasus (90%) dan pada anak perempuan adalah sebanyak 14 kasus (87,5%), disini terlihat tidak terlalu berbeda perhatian orangtua terhadap anak laki-laki dan perempuan. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya kesadaran orangtua akan kesehatan gigi, disamping itu mungkin juga dalam penelitian ini didominasi oleh fraktur enamel dan fraktur enamel-dentin yang menurut orangtua tidak terlalu berpengaruh pada kualitas hidup anak atau mengganggu fungsi dan estetis gigi sehingga mereka enggan untuk memeriksakannya ke dokter gigi.5

Dapat disimpulkan bahwa cukup tingginya prevalensi trauma gigi permanen anterior pada kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang, namun yang mendapatkan perawatan hanya sedikit sekali. Saat anak mengalami fraktur enamel-dentin maka seharusnya orangtua melakukan tindakan penambalan mahkota gigi untuk melindungi pulpa gigi.9 Berdasarkan keadaan tersebut dapat menjadi masukan untuk tenaga kesehatan kota Medan khususnya pada Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang untuk mengadakan penyuluhan mengenai trauma gigi permanen anterior ke sekolah dasar negeri ataupun mengadakan penyuluhan melalui pertemuan dengan orangtua untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang risiko trauma gigi permanen serta masalah kesehatan lainnya. Tenaga kesehatan dapat menjelaskan


(53)

kepada orangtua dan guru dampak dari trauma gigi permanen dan bagaimana cara penanganan darurat menghadapi anak yang mengalami trauma gigi permanen.


(54)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Pada penelitian ini diperoleh prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang sebanyak 19,2%.

2. Terdapat perbedaan prevalensi trauma gigi anterior antara anak laki-laki dibandingkan anak perempuan yaitu anak laki-laki lebih banyak terkena trauma 66,7% dibandingkan perempuan 33,3%.

3. Usia yang paling umum terjadinya trauma gigi anterior pada penelitian ini usia 12 tahun adalah 29,6% orang, kemudian usia 11 tahun 27,7% orang, usia 10 tahun sebanyak 20,4% orang, pada usia 9 tahun sebanyak 13% orang dan yang paling sedikit pada usia 8 tahun sebanyak 9,3% orang.

4. Etiologi utama terjadinya trauma yaitu jatuh sebanyak 48,1% orang dan tempat yang paling umum terjadinya trauma adalah di rumah dengan persentase 38,8% orang.

5. Berdasarkan klasifikasi fraktur yang paling sering dialami anak usia 8-12 tahun adalah fraktur enamel sebanyak 42,4% kasus, kemudian fraktur enamel-dentin sebanyak 19,7% kasus dan gigi yang lebih banyak terkena adalah pada gigi anterior maksila khususnya gigi insisivus sentral ( 53%) dan lateral maksila (19,7 %)

6. Kurangnya perhatian orangtua terhadap anak yang mengalami trauma gigi dapat dilihat dari kebanyakan orangtua membiarkan saja tanpa melakukan perawatan apapun terhadap anak yang mengalami trauma gigi permanen sebanyak 89,4% kasus.


(55)

6.2 Saran

1. Diharapkan kepada dokter gigi dan tenaga kesehatan masyarakat agar lebih memperhatikan upaya penyuluhan dan edukasi tentang pencegahan terjadinya trauma gigi pada anak dan penanganan trauma serta dampak yang akan ditimbulkan.

2. Perlunya edukasi kepada orangtua terhadap perawatan segera yang harus dilakukan orangtua apabila anak mengalami trauma gigi permanen karena perawatan tersebut akan mempengaruhi prognosis.

3. Perlunya edukasi mengenai pencegahan trauma gigi permanen dengan menggunakan mouthguard serta bagaimana penanganan darurat yang dapat dilakukan orangtua ataupun guru di sekolah ketika anak mengalami trauma gigi permanen.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ravishankar TL, Kumar MA, Ramesh N, Chaitra TR. Prevalence of traumatic dental injuries to permanent incisors among 12 years old school children in

Davangere, South India. Chin J Dent Res 2010; 13: 57-60.

2. Riyanti E. Penatalaksanaan trauma gigi pada anak. http://pustaka. unpad. Ac.Id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_gigi_ pada_ anak. pdf 2010; 1-27 (16 Desember 2013).

3. BK K, Tripati S, Dental injuries reported in a dental school: A 2 year preliminary study. Int J Cont Dent.2011; 2: 110-6.

4. Stanley FP. Traumatic injuries to the teeth. Notes on pediatric dentistry. 1st ed. London: Wright, 1991: 120-43.

5. Marcenes W, Al Beiruti N, Tayfaour D. From the medical press: epidemiology of traumatic injuries to the permanent incisors of 9-12-years-old school children in Damascus, Syria. Eastern Mediterranean Health J 2001; 7: 291-301.

6. Prabhu A, Rao AP, Govindarajan M. Attributes of dental trauma in a school population with active sports involvement. Asian J Sports Med 2013; 4: 190-4. 7. Faus-Damia M, Alegre-Domingo T, Faus-Matoses I. Traumatic dental injuries

among school children in Valencia, Spain. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2011; 16(2): e292-5.

8. Ravel. Pediatric dental health: Management of dental trauma in children 2003. http://dentalresource.org/topic50trauma.html (Desember 2013)

9. Fauziah E, Hendrarlin S. Perawatan fraktur kelas III Ellis pada gigi tetap insisif sentral atas.Ind J Dent 2008;15(2): 169-74.

10.Kalaskar R, Tawani GS, Kalaskar A. Paediatric traumatic dental injuries in hospital of central India, a 2.5 year retrospective review. IJRID 2013; 3: 1-10. 11.Patel MC, Sujan SG. The prevalence of traumatic dental injuries to permanent

anterior teeth and its relation with predisposing risk factors among 8-13 years school children of Vadodara city:An epidemiological study. J Indian Soc Pedod Prev Dent 2012; 30: 157-7.


(57)

12.Al-Harazi GA, Al-Kholani AI. http://www.alhkholanidental.com/research/ Epidemiology_of_ Traumatic_ Injuries_to_the_permanent_ Insicors_in_a_ School_ Population_ in_ Sanaa_ Yemen.pdf (16 Desember 2013).

13.Gupta S, Kumar-Jindal S, Bansal M, Singla A. Prevalence of traumatic dental injuries and role of incisal overjet and inadequate lip coverage as risk factors among 4-15 years old government school children in Baddi-Barotiwala area, Himachal Pradesh, India. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2011; 16(7): e960-5. 14.Tigue D. Diagnosis and mangement of dental injuries in children. Pediatric Oral

Health 2000; 47(5): 1067-8, 1079.

15.Dua R, Sharma S. Prevalence causes and correlates of traumatic dental injuries among seven to twelve year old school children in Dera Bassi. Contemp Clin Dent 2012; 3(1): 38-41.

16.Kenny D. The dental trauma guide. <http:// www. dentaltraumaguide. org/ Permanent _ teeth.aspx (16 Desember 2013).

17.Flores MT, Malmgren B, Andersson L. Guidelines for the management of traumatic dental injuries of primary teeth. Int Ass Dent traumatology 2007;23:196-202.

18.American academy of pediatric dentistry. Guideline on management of acute dental trauma. Reference Manual 2011; 34: 230-8.

19.Walton RE. Endodontics principle and practice. 4th ed. Missouri: Saunders Elsevier, 2009: 163-77.

20.McDonald R, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child and adolescent. 8th ed. Missouri: Westline Industrial Drive, 2004: 455-9.

21.Pinkham JR. Pediatric dentistry: infancy through adolescence. Philadelphia: W.B Saunders Company, 1988: 540-3.

22.Tsukiboshi M. Treatment planning for traumatized teeth. Tokyo: Quintessence Publishing Co, 2000: 9-117

23.Cavalcanti AL, Moura C, Bezerra PK, et al. Traumatic anterior dental injuries in 7-12 years old Brazilian children. Dental Traumatology 2009; 25 : 198-202


(58)

24.Niikuni N, Seki N, Sato K, et al. Traumatic injury to permanent tooth resulting in complete root absorbtion. Journal of Oral Science 2007; 49: 341-4.

25.Govindarajan M, Reddy VN, Ramalingam K, et al. Prevalence of traumatic dental injuries to the anterior teeth among 3 to 13 year old school childrens of Tamilnadu. Contemp Clin Dent 2012; 3(2): 164-7.


(1)

kepada orangtua dan guru dampak dari trauma gigi permanen dan bagaimana cara penanganan darurat menghadapi anak yang mengalami trauma gigi permanen.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Pada penelitian ini diperoleh prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun di Kecamatan Medan Johor dan Medan Selayang sebanyak 19,2%.

2. Terdapat perbedaan prevalensi trauma gigi anterior antara anak laki-laki dibandingkan anak perempuan yaitu anak laki-laki lebih banyak terkena trauma 66,7% dibandingkan perempuan 33,3%.

3. Usia yang paling umum terjadinya trauma gigi anterior pada penelitian ini usia 12 tahun adalah 29,6% orang, kemudian usia 11 tahun 27,7% orang, usia 10 tahun sebanyak 20,4% orang, pada usia 9 tahun sebanyak 13% orang dan yang paling sedikit pada usia 8 tahun sebanyak 9,3% orang.

4. Etiologi utama terjadinya trauma yaitu jatuh sebanyak 48,1% orang dan tempat yang paling umum terjadinya trauma adalah di rumah dengan persentase 38,8% orang.

5. Berdasarkan klasifikasi fraktur yang paling sering dialami anak usia 8-12 tahun adalah fraktur enamel sebanyak 42,4% kasus, kemudian fraktur enamel-dentin sebanyak 19,7% kasus dan gigi yang lebih banyak terkena adalah pada gigi anterior maksila khususnya gigi insisivus sentral ( 53%) dan lateral maksila (19,7 %)

6. Kurangnya perhatian orangtua terhadap anak yang mengalami trauma gigi dapat dilihat dari kebanyakan orangtua membiarkan saja tanpa melakukan perawatan apapun terhadap anak yang mengalami trauma gigi permanen sebanyak 89,4% kasus.


(3)

6.2 Saran

1. Diharapkan kepada dokter gigi dan tenaga kesehatan masyarakat agar lebih memperhatikan upaya penyuluhan dan edukasi tentang pencegahan terjadinya trauma gigi pada anak dan penanganan trauma serta dampak yang akan ditimbulkan.

2. Perlunya edukasi kepada orangtua terhadap perawatan segera yang harus dilakukan orangtua apabila anak mengalami trauma gigi permanen karena perawatan tersebut akan mempengaruhi prognosis.

3. Perlunya edukasi mengenai pencegahan trauma gigi permanen dengan menggunakan mouthguard serta bagaimana penanganan darurat yang dapat dilakukan orangtua ataupun guru di sekolah ketika anak mengalami trauma gigi permanen.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ravishankar TL, Kumar MA, Ramesh N, Chaitra TR. Prevalence of traumatic dental injuries to permanent incisors among 12 years old school children in

Davangere, South India. Chin J Dent Res 2010; 13: 57-60.

2. Riyanti E. Penatalaksanaan trauma gigi pada anak. http://pustaka. unpad. Ac.Id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_gigi_ pada_ anak. pdf 2010; 1-27 (16 Desember 2013).

3. BK K, Tripati S, Dental injuries reported in a dental school: A 2 year preliminary study. Int J Cont Dent.2011; 2: 110-6.

4. Stanley FP. Traumatic injuries to the teeth. Notes on pediatric dentistry. 1st ed. London: Wright, 1991: 120-43.

5. Marcenes W, Al Beiruti N, Tayfaour D. From the medical press: epidemiology of traumatic injuries to the permanent incisors of 9-12-years-old school children in Damascus, Syria. Eastern Mediterranean Health J 2001; 7: 291-301.

6. Prabhu A, Rao AP, Govindarajan M. Attributes of dental trauma in a school population with active sports involvement. Asian J Sports Med 2013; 4: 190-4. 7. Faus-Damia M, Alegre-Domingo T, Faus-Matoses I. Traumatic dental injuries

among school children in Valencia, Spain. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2011; 16(2): e292-5.

8. Ravel. Pediatric dental health: Management of dental trauma in children 2003. http://dentalresource.org/topic50trauma.html (Desember 2013)

9. Fauziah E, Hendrarlin S. Perawatan fraktur kelas III Ellis pada gigi tetap insisif sentral atas.Ind J Dent 2008;15(2): 169-74.

10.Kalaskar R, Tawani GS, Kalaskar A. Paediatric traumatic dental injuries in hospital of central India, a 2.5 year retrospective review. IJRID 2013; 3: 1-10. 11.Patel MC, Sujan SG. The prevalence of traumatic dental injuries to permanent

anterior teeth and its relation with predisposing risk factors among 8-13 years school children of Vadodara city:An epidemiological study. J Indian Soc Pedod


(5)

12.Al-Harazi GA, Al-Kholani AI. http://www.alhkholanidental.com/research/ Epidemiology_of_ Traumatic_ Injuries_to_the_permanent_ Insicors_in_a_ School_ Population_ in_ Sanaa_ Yemen.pdf (16 Desember 2013).

13.Gupta S, Kumar-Jindal S, Bansal M, Singla A. Prevalence of traumatic dental injuries and role of incisal overjet and inadequate lip coverage as risk factors among 4-15 years old government school children in Baddi-Barotiwala area, Himachal Pradesh, India. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2011; 16(7): e960-5. 14.Tigue D. Diagnosis and mangement of dental injuries in children. Pediatric Oral

Health 2000; 47(5): 1067-8, 1079.

15.Dua R, Sharma S. Prevalence causes and correlates of traumatic dental injuries among seven to twelve year old school children in Dera Bassi. Contemp Clin Dent 2012; 3(1): 38-41.

16.Kenny D. The dental trauma guide. <http:// www. dentaltraumaguide. org/ Permanent _ teeth.aspx (16 Desember 2013).

17.Flores MT, Malmgren B, Andersson L. Guidelines for the management of traumatic dental injuries of primary teeth. Int Ass Dent traumatology 2007;23:196-202.

18.American academy of pediatric dentistry. Guideline on management of acute dental trauma. Reference Manual 2011; 34: 230-8.

19.Walton RE. Endodontics principle and practice. 4th ed. Missouri: Saunders Elsevier, 2009: 163-77.

20.McDonald R, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child and adolescent. 8th ed. Missouri: Westline Industrial Drive, 2004: 455-9.

21.Pinkham JR. Pediatric dentistry: infancy through adolescence. Philadelphia: W.B Saunders Company, 1988: 540-3.

22.Tsukiboshi M. Treatment planning for traumatized teeth. Tokyo: Quintessence Publishing Co, 2000: 9-117

23.Cavalcanti AL, Moura C, Bezerra PK, et al. Traumatic anterior dental injuries in 7-12 years old Brazilian children. Dental Traumatology 2009; 25 : 198-202


(6)

24.Niikuni N, Seki N, Sato K, et al. Traumatic injury to permanent tooth resulting in complete root absorbtion. Journal of Oral Science 2007; 49: 341-4.

25.Govindarajan M, Reddy VN, Ramalingam K, et al. Prevalence of traumatic dental injuries to the anterior teeth among 3 to 13 year old school childrens of Tamilnadu. Contemp Clin Dent 2012; 3(2): 164-7.