16
yaitu proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Tidak jauh berbeda dengan peraturan pemerintah tersebut, Dimyati dan Mudjiono 2006 menyatakan bahwa
kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif dam memiliki dorongan, kemampuan, serta aspirasi sendiri.
Dengan keaktifan yang dimiliki, siswa dapat mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan,
dan menarik kesimpulan Dimyati Mudjiono, 2006: 45. Oleh sebab itu proses belajar hendaknya harus dialami sendiri oleh siswa. Proses mengalami sendiri
dalam pembelajaran sering disebut dengan pengalaman langsung yang selanjutnya dapat membuat pembelajaran menjadi bermakna. Produk yang dihasilkan dari
penelitian ini menghadirkan pembelajaran bermakna dalam proses belajar mengajar di kelas menggunakan pendekatan PMRI.
2.1.1.3 Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI adalah pendekatan pembelajaran matematika yang mengadaptasi RME Realistic Mathematics
Educations. RME berkembang di Belanda Wijaya, 2012: 3. Sejak tahun 1971, Hans Freudental yang merupakan penulis, pendidik, dan matematikawan
mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap pembelajaran matematik yang
17
dikenal dengan RME dalam Institude Freudental. Pendidikan matematika realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudental yang berpendapat bahwa
matematika merupakan aktivitas manusia dalam realitas kehidupan. PMRI menekankan proses pembelajaran yang memiliki aktivitas nyata
bagi siswa untuk mencari, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuannya menjadi pengalaman belajar yang bermakna. Meskipun demikian, baik RME
maupun PMRI menekankan penggunaan situasi yang dapat dibayangkan oleh siswa dan memiliki arti dekat dengan kehidupan siswa. RME diadaptasi menjadi
PMRI dengan maksud menyesuaikan budaya dan kondisi sekolah di Indonesia tanpa menghilangkan prinsip pendidikan matematika yang realistik.
Perkembangan pendidikan matematika realistik di Indonesia dimulai dari usaha reformasi pendidikan matematika yang dilakukan oleh Tim PMRI Indonesia
sejak tahun 2001 Wijaya, 2012: 3. PMRI memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa oleh adanya konteks atau permasalahan realistik. Suatu
masalah disebut “realistik” jika masalah tersebut dapat dibayangkan imaginable atau nyata dalam pikiran siswa. Permasalahan realistik merupakan dasar yang
dapat membangun konsep matematika atau yang sering disebut sebagai sumber belajar untuk memecahkan masalah dengan caranya sendiri.
Berbeda dengan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang lain, pendekatan PMRI memiliki lima karakteristik yang harus dilakukan dalam proses
belajar mengajar. Lima karakteristik pendekatan PMRI adalah penggunaan konteks, penggunaan model, proses konstruksi siswa, adanya interaktivitas, dan
18
keterkaitan Wijaya, 2012: 22. Masing-masing karakteristik PMRI tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Penggunaan konteks
Konteks atau permasalah realistik dalam PMRI selalu digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks yang dimaksud tidak harus berupa
masalah dunia nyata, namun dapat berupa permainan, alat peraga, atau situasi lain yang bermakna dan dapat dibayangkan oleh siswa. Tujuan adanya
konteks dalam pembelajaran adalah siswa secara aktif terlibat dalam pembelajaran untuk mengeksplorasi dan menemukan strategi pemecahan
masalah yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Selain itu, konteks di dalam pembelajaran memberi motivasi bagi siswa untuk tertarik
dengan materi yang akan disampaikan guru. Dalam PMRI, konteks ditujukan untuk membangun ataupun menemukan kembali suatu konsep matematika
melalui proses matematisasi. Secara sederhana, proses matematisasi dapat diartikan
sebagai proses
mematematikakan suatu
konteks, yaitu
menerjemahkan konteks menjadi konsep matematika Wijaya, 2012: 32. 2.
Penggunaan model Penggunaan model dalam pembelajaran matematika berfungsi sebagai
jembatan dari pengetahuan konkret menuju pengetahuan formal atau abstrak. Model dapat berupa benda konkrit atau semikonkret berupa gambar sebagai
jembatan dari konkret ke abstrak atau sebaliknya. Jembatan dapat berupa model yang serupa atau mirip dengan masalah nyatanya model of dan dapat
pula model yang sudah umum mengarahkan siswa kepemikiran abstrak
19
model for. Penggunaan model merupakan aspek penting yang dapat membantu siswa lebih mudah memahami dan menguasai konsep matematika,
serta secara tidak langsung menumbuhkan kepekaan mengenai manfaat matematika terkait penerapan konsep matematika dalam kehidupan.
3. Proses kontruksi siswa
Siswa dalam PMRI merupakan subjek belajar. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah yang selanjutnya
digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika. Kontribusi siswa dalam pembelajaran dapat berupa ide, variasi jawaban atau cara
pemecahan masalah. Kontribusi tersebut dapat memperbaiki atau memperluas konstruksi yang perlu dilakukan terkait pemecahan masalah konstektual.
4. Interaktivitas
Proses belajar seseorang bukan hanya merupakan proses individu, namun juga proses sosial di mana seseorang menjalin interaksi dengan orang lain.
Interaksi dapat terjadi antara siswa dengan guru, siswa dengan sarana, atau siswa dengan siwa yang berbentuk negosiasi, diskusi, dan jenis komunikasi
lainnya. Interaksi menjadi penting dalam proses belajar siswa sebab ada hal lain yang siswa pelajari selain kognitif, yakni afektif. Siswa secara tidak
langsung menumbuhkan karakter baik, misalnya toleansi dalam hal pendapat, tanggung jawab, dan pembelajaran demokratis. Melalui diskusi, siswa
menyampaikan gagasan mengenai pemecahan masalah. Tuntutan untuk menyampaikan gagasan melalui diskusi tersebut diharapkan juga dapat
dialami sebagai kesadaran menyampaikan gagasan kepada lingkungan.
20
5. Keterkaitan
Konsep-konsep dalam matematika tidak selalu bersifat parsial, namun banyak konsep yang memiliki keterkaitan dengan konsep lain. Keterkaitan yang
dimaksud adalah keterkaitan antar topik, pola, operasi, dan sebagainya. Dalam pembelajaran PMRI, diharapkan satu pembelajaran matematika dapat
mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan.
Sebagai landasan pembuatan buku, lima karakteristik pendekatan PMRI terkandung dalam langkah-langkah pembelajaran buku siswa dan buku guru
materi garis bilangan. Karakteristik PMRI yang pertama, yakni penggunaan konteks terdapat dalam judul-judul kegiatan, alat, dan bahan yang relevan dengan
kehidupan siswa sehingga dapat dibayangkan. Karakteristik kedua, yakni penggunaan model terdapat dalam gambar-gambar sebagai jembatan dari konkret
ke abstrak. Karakteristik ketiga, yaknki interaktivitas terdapat dalam aktivitas nyata dan diskusi kelompok. Karakteristik keempat, yakni proses konstruksi siswa
terdapat dalam proses siswa menyelesaikan latihan-latihan soal setelah melakukan kegiatan belajar. Karakteristik kelima, yakni keterkaitan terdapat dalam materi
pengembangan, yakni bilangan loncat maupun operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan ratusan yang memiliki kaitan dengan materi garis bilangan.
2.1.1.4 Buku Pelajaran Matematika Di Sekolah Dasar