masyarakat tidak terlalu antusias untuk menjaga dan mengembangkan tanaman cokelat.
3.5.3 Tombakhutan
Tombakhutan yang ada di sekitar desa Janji Mauli dimanfaatkan untuk tempat berburu. Berburu menjadi kegiatan rutin masyarakat di tombak. Hewan
buruan yang sering didapat masyarakat di tombak adalah Babi Hutan. Mereka membuat perangkap dan janggil sebagai alat untuk berburu. Perangkapnya sangat
sederhana, cukup hanya menggali tanah seluas 1x4 meter, dan kedalaman 3 meter. Mereka membuat umpan di dalam lubang tersebut. Masyarakat juga sering berburu
elang yang ada di hutan. Selain sebagai tempat untuk berburu, tombakhutan masyarakat dijadikan sebagai penghasil kayu bakar dan juga kayu untuk bangunan
rumah. Di dalam tombak terdapat berbagai jenis kayu, misalnya pohon pinus, kayu jati, dan jenis pohon lainnya.
3.5.4 Parjampalantempat penggembalaan ternak
Mata pencaharian masyarakat desa Janji Mauli didukung juga dengan beternak. Ternak yang dipelihara oleh masyarakat adalah kerbau, sapi, kuda,
kambing, dan ayam. Fungsi ternak ini sangat banyak, selain untuk menghasilkan uang, masyarakat juga memanfaatkan ternaknya untuk membantu dalam mengerjakan
persawahan seperti yang sudah dijelaskan diatas. Kotoran ternak dimanfaatkan masyarakat sebagai pupuk kompos.
Pada awalnya, masyarakat bermusyawarah untuk mendapatkan lahan sebagai tempat pengembalaan ternak. Mangaraja Porkas Siregar sebagai kepala kampung dan
ketua adat membagi tanah seluas 10 meter bagi setiap keluarga. Setiap penduduk yang tinggal di Janji Mauli memiliki ternak masing-masing, karena lahannya sudah
ditentukan oleh penetua adat. Tabel 4. Jenis-jenis ternak penduduk desa Janji Mauli
No. Jenis Ternak
Jumlah Pemilik orang 1
Kerbau 20
2 Kuda
15 3
Sapi 10
4 Kambing
25 5
Ayam 60
Total 130
Sumber: Kecamatan Sipirok dalam angka 1970
BAB IV TRADISI MASYARAKAT JANJI MAULI DARI TAHUN 1900-1980
4.1 Adat Istiadat
Adat dan agama bukanlah dua hal yang berdiri satu di samping yang lain dan saling terikat, dan jangan juga orang menganggap bahwa agama berada di atas adat.
43
Tetapi adat harus dipahami sebagai keberagaman totaliter dari manusia yang diliputi oleh tradisi mistisnya. Sifat khas keberagaman ini terdapat dalam dijaminnya
keselamatan melalui kesetiaan yang kokoh kepada apa yang orang anut. Adat bukanlah agama itu sendiri, melainkan pelaksanaannya secara menyeluruh, yang
diperlukan untuk memberlakukan peristiwa-keselamatan dari zaman purba kala.
44
Dalam adat tetaplah orang-orang hidup dan orang-orang mati terikat satu sama lain secara sungguh-sungguh, dan mereka tetap mempunyai kewajiban-
kewajiban satu sama lain.
45
Oleh sebab itu adat sebagai tertib kehidupan yang disusun dalam bentuk tradisi mistis tak dapat tidak merupakan sesuatu yaang lebih tinggi dari
pada suatu kejadian di bumi ini semata-mata. Bagi masyarakat, tidak cukup kalau kita menerjemahkan kata “adat” itu dengan kata-kata seperti “kebiasaan” dan
“kelaziman”. Kata-kata ini tidak sanggup mengatakan bahwa adat itu pertama-tama bersangkut paut dengan agama suku, dan dengan keberagaman rakyat. Semua adat
43
Bnd. Keputusan Sinode Gereja Batak HKBP thn. 1937.
44
Lothar Schreiner, op.Cit., hal. 29.
45
Orang Batak Toba menyatakan dalam pepatah: sirang pe badanna, uhumna ndang sirang, artinya walaupun ia terpisah secara badan, tetapi secara undang-undanghukum ia tidak terpisahkan.