Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Masalah tanah, akhir-akhir ini merupakan masalah yang sangat rentan dan banyak terjadi dimana-mana. Banyak sekali sengketa tanah yang terjadi, baik
antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pihak swasta maupun masyarakat dengan pemerintah, yang menimbulkan kerugian besar dan tidak
jarang menimbulkan korban jiwa. Maraknya terjadi sengkete tanah terutama terjadi karena tanah tersebut belum didaftarkan, atau sudah didaftarkan namun
tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Dlam hal ini, perlu ditinjau kembali bagaimana kondisi penyelenggaraan pendaftaran tanah di Indonesia serta
fungsinya sebagai jaminan bagi kepastian hukum. Dari masalah ini penulis tertarik untuk melihat realitas pelaksanaan peraturan yang mengatur pendaftaran tanah di
seluruh Indonesia. Akhirnya penulis memutuskan untuk melakukan penelitian tentang pelaksanaan pendaftaran tanah di Kabupaten Samosir. Maka penulis
menyajikan skripsi yang berjudul “Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir”.
Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas kasih karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang
memberikan kontribusinya membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini, baik secara langsung atau tidak langsungm diantaranya adalah :
1. Bapak DR.Runtung, SH,MS selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan.
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
2. Bapak DR. Pendastaren Tarigan, SH. MS selaku Ketua Departemen Hukum
Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Tampil Anshari Siregar, SH MS selaku Ketua Program Kekhususan
Hukum Agraria sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah membimbing penulis hingga diselesaikannya skripsi ini.
4. Ibu Mariati Zendrato, SH MH selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan semangat dan perhatian penuh dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Sitanggang, Bapak Marbun, Bapak Simbolon, Bapak Butar-Butar dan para pejabat di Kantor Pertanahan Kabupaten Samosir lainnya
serta Pemerintah Kabupaten Samosir bagian INFOKOM yang telah
membantu memberi data dan informasi mengenai pendaftaran tanah di Kabupaten Samosir.
6. Masyarakat Kabupaten Samosir yang telah membantu memberi informasi
melalui wawancara maupun quesioner.
7. Ibuku yang tercinta, M.Lumbanraja yang telah berjerih lelah, sabar
membesarkan, mendidik dan setia berdoa bagi penulis hingga menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
8. Saudara-saudaraku, Ito Pirdo H dan keluarga, Kak Ida dan keluarga, Kak Elvi
dan keluarga, Kak Rawaty dan keluarga, Kak Junawar, serta Ito Lundu tetap semangat ya... Terpujilah Tuhan Yesus yang telah menjadikan kalian bagian
dalam hidupku.
9. Teman-teman PIPA ku, KK Ekklesia, Adek-adek Kelompokku.
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
10. Teman-teman di Agraria, Teman-teman koordinasi, PRP, Tim Perpustakaan, teman-teman pelayanan serta semua pihak yang karena
keterbatasan ruang tidak dapat disebutkan satu persatu yang ikut berperan dalam penulisan skripsi ini.
Mengingat skripsi ini masih membutuhkan kajian yang cukup mendalam dan sifat ilmu pengetahuan yang mengalami perkembangan maka penulis sangat
mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kemajuan ilmu pengetahuan dan penyempurnaan skripsi ini.
Dengan rendah hati penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak, penulis tidak akan mampu menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Untuk itu penulis mohon maaf apabila ada kekurangan atau tindakan penulis yang tidak berkenan selama ini.
Medan, 18 Maret 2008
Penulis
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan……………………………………………………………...i Kata Pengantar……………………………………………………………………ii
Daftar Isi…………………………………………………………………………..v Abstraksi……………………………………………………………………........vii
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang ………………………………………………………….1 B.
Perumusan Masalah……………………………………………………11 C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan………………………………………...12 D.
Keaslian Penulisan …………………………………………………….13 E.
Tinjauan Pustaka 1.
Pengertian-Pengertian …………………………………………14 2.
Asas-Asas dan Tujuan Pendaftaran Tanah ……………………17 3.
Tatacara Pendaftaran Tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997……………………………………........20
F. Metode Penelitian …………………………………………………......29
G. Sistematika Penulisan………………………………………………… 31
BAB II PEMAHAMAN MASYARAKAT A.
Gambaran dan Struktur Pertanahan Kabupaten Samosir………………34 B.
Cara Perolehan Bidang Tanah oleh Warga Masyarakat di Kabupaten Samosir…………………………………………………………………36
C. Pemahaman Masyarakat Kabupaten Samosir mengenai Pendaftaran
Tanah …………………………………………………………………..44
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
BAB III HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI OLEH MASYARAKAT
A. Ditinjau Dari Hak Masyarakat Mengetahui Hukum…………………...51
B. Ditinjau Dari Kesadaran Hukum Masyarakat………………………….54
C. Ditinjau Dari Keadaan Ekonomi dan Sosial Budaya Penduduk……….56
BAB IV PERANAN DAN UPAYA PEMERINTAH BPN A.
Peranan Pemerintah Ditinjau secara Yuridis …………………………..61 B.
Upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kantor Pertanahan Kabupaten Samosir ………………………………………………………………...64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….........73 Daftar Pustaka………………………………………………………………….. viii
Lampiran…………………………………………………………………….........ix
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
ABSTRAKSI
Pendaftaran tanah merupakan salah satu hal pokok yang seharusnya mendapat perhatian maksimal dari pemerintah. Sebagaimana kita ketahui bahwa
akhir-akhir ini banyak terjadi sengketa tanah, dan sebahagian besar diantaranya berhubungan dengan pendaftaran tanah. Kalau ditinjau dari segi perundang-
undangan, Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 05 Tahun 1960 pada Pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa “untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah
diadakan pendaftaran tanah di seluruh Republik Indonesia menurut ketentuan- ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Untuk melaksanakan
perintah Undang-Undang ini, maka keluarlah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1960 yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997tentang pendaftaran tanah. Menurut perintah Undang-Undang ini, seluruh tanah Republik Indonesia harus didaftarkan. Namun sejak Undang-
Undang ini berlaku sampai saat ini, pendaftaran tanah belum terlaksana secara keseluruhan di Indonesia. Untuk mengetahui penyebab tidak terlaksananya
perintah Undang-Undang ini, maka penulis tertarik untuk menulis dan meneliti langsung permasalahan ini ke lapangan. Daerah Kabupaten Samosir menjadi
pilihan penulis sebagai daerah penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemahaman masyarakat Kabupaten Samosir mengenai pendaftaran
tanah dan hambatan-hambatan yang dihadapi mereka dalam mendaftarkan tanahnya serta untuk mengetahui upaya yang telah dilakukan pemerintah Kantor
Pertanahan Kabupaten Samosir.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian empiris. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian kepustakaan library research yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti dan menelaah bahan-bahan kepustakaan, khususnya perundang-undangan
dan kepustakaan hukum yang berkaitan dengan pendaftaran tanah, sebagai sumber data sekunder. Data yang digunakan adalah data dokumen-dokumen resmi,
pendapat para sarjana, artikel-artikel dan sebagainya. Untuk memperoleh data primer, dilakukan juga jenis penelitian lapangan field research yaitu penelitian
langsung ke Kantor Pertanahan Kabupaten Samosir dan sebahagian masyarakat setempat yang dijadikan sebagai sampel.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data bahwa pemahaman masyarakat Kabupaten Samosir mengenai pendaftaran tanah masih
sangat minim. Kurangnya pemehaman ini secara langsung mengakibatkan kurangnya kesadaran hukum masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya. Selain itu,
dari segi sosial ekonomi, masyarakt sebagian besar adalah petani yang berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dan meningkatkan taraf hidupnya sehingga belum
pernah terpikir di benak mereka untuk mendaftarkan tanahnya. Dalam rangka menjalankan perintah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Kantor
Pertanahan Kabupaten Samosir yang baru terbentuk pada tahun 2006, sudah melaksanakan beberapa program yang berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran
tanah.
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Arti dan fungsi tanah bagi suatu komunitas sangat dipengaruhi oleh dinamika sosial dari daerah dan Negara tertentu. Masyarakat adat Batak yang
genuinnya merupakan komunitas petani, melihat tanah tidak hanya sekedar sumber ekonomi. Melainkan lebih jauh lagi, tanah dilihat sebagai jati diri satu
marga. Masalah pertanahan dewasa ini menjadi masalah yang pelik dan rumit.
Dimana-mana terjadi sengketa tanah, tidak hanya di kota-kota, tetapi juga di desa- desa. Tragisnya, kebanyakan dari masalah tanah tersebut tidak mendapat
penyelesaian yang jelas, dengan perkataan lain, tidak ada kepastian hukum. Bagi masyarakat Batak, secara filosofis tanah adalah bumi, air dan
segala yang ada diatasnya beserta seluruh yang terkandung didalamnya. Ditinjau dari sudut keruangan secara horizontal, tanah dapat diklasifikasikan sebagai ruang
pemukiman, ruang produksi, serta ruang cadangan dan pelestarian. Rincian keruangan tersebut satu sama lain saling berhubungan secara mikro dan makro
kosmos, walau rincian itu tidaklah mutlak. Penggolongannya hanya didasarkan pada fungsinya saja.
1
1
Bungaran Antonius Simanjuntak, Saur Fumiar Situmorang, Arti dan Fungsi Tanah bagi Masyarakat Batak, Masa Baru, Medan, 2004, Hal 9
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
UUPA yang juga hukum tanah di negara kita, bukanlah sekedar mengatur hubungan manusia dengan tanah secara formal. Namun lebih daripada itu, baik
secara materil dalam arti hubungan magis antara tanah itu dengan dirinya, terutama dalam tindakannya mengelola tanah tersebut demi kelangsungan
hidupnya. Bila diteliti hubungan manusia dengan tanah, dalam UUPA jelas tergambar dalam Pasal 2. Juga perlu diingat, hubungan itu adalah diatur oleh
negara dalam memberi keseimbangan dan keselarasan antara hubungan hukum yang bersifat formal dan juga hubungan hukum yang bersifat materil yang disebut
hubungan magis tadi.
2
Dari uraian tersebut tergambar bagaimana arti dan fungsi tanah bagi masyarakat batak. Tanah mengacu kepada makna dan arti kehidupan dan
penghidupan orang batak, karena merupakan unsur penting dalam sistim dan nilai budayanya. Hukum adat Batak sebagai bagian mutlak dari kebudayaannya
mengatur dengan baik mekanisme pertanahan yang utuh, yang keberadaannya dilegitimasi oleh orang Batak. Di dalam hukum adat tersebut telah diatur bahwa
Hubungan manusia dengan tanah sangat erat, karena di atasnya manusia dilahirkan, dibesarkan, disosialisasikan, beranak atau berketurunan serta pada
akhir hayatnya dikuburkan ke dalam tanah. Hubungan itu mutlak dan tidak dapat dipisahkan. Disinilah pula ditemukan kehidupan dan perkembangan unsur
kebudayaan universal yakni sistim bahasa sebagai lambang komunikasi , sistim mata pencaharian hidup, sistim organisasi sosial, sistim pengetahuan, sistim
teknologi, sistim keberanian dan religi atau kepercayaan.
2
Muh. Yamin, Abdul Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria,
PustakaBangsa Press, Medan, 2004. Hal 126
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
setiap anggota marga atau komunitas yang turut memiliki tanah diwajibkan untuk melestarikan tanah itu sebagai milik bersama dan sebagai symbol identitas
bersama. Eratnya keterkaitan orang batak dengan tanah, secara tersirat dalam alam
pikiran dan cita-cita hidup mereka yang mendasar. Bagi masyarakat Batak Toba misalnya, cita-cita itu mencari hamoraon kekayaan, hasangapon kehormatan
dan hagabeon berketurunan inherent dengan unsur tanah. Dalam usaha mewujudkan cita-cita pertama yaitu hamoraon kekayaan, salah satu
pendukungnya adalah tanah, karena semakin luas tanah yang dimiliki, dikuasai serta dikelola, maka peluang untuk mencari cita-cita akan semakin terbuka.
Analog dengan cita-cita tersebut, dalam kehidupan orang batak pada umumnya tersirat suatu falsafah hidup yang menggambarkan keterkaitan hidupnya dengan
tanah dan keturunan. Falsafah tersebut berbunyi : lulu anak lulu tano, yang artinya bila tidak ada anak maka tidak ada tanah, atau mencari anak, mencari tanah.
Dengan dasar demikian, anak sebagai pembawa marga adalah pemilik tanah. Tanah adalah lambang eksistensi marga, artinya dengan memiliki tanah berarti
marga mempunyai kekuasaan kedalam maupun keluar.
3
Pasal 19 UUPA yang diundangkan tanggal 24 September 1960, menyatakan bahwa pendaftaran tanah diseluruh Indonesia diadakan menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemilik tanah yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya pendaftaran tersebut.
4
3
Bungaran Antonius Simanjuntak, Op.cit Hal 26-27
4
Maria Somardjono, Martin Samosir, Hukum Pertanahan dalam Berbagai Aspek,
Bina Media, Medan, 2000, Hal 35
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Pendaftaran tanah berarti mencatat hak-hak yang dipegang oleh perorangan atau kelompok ataupun suatu lembaga atas sebidang tanah oleh
pejabat yang berwenang dan mengeluarkan surat bukti hak. Hak-hak ini bermacam-macam, seperti hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak
pakai dan lain-lain. Secara yuridis pendaftaran tanah telah dijamin diseluruh wilayah
Republik Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari Pasal 19 UUPA yang menyatakan bahwa demi kepastian hukum tanah harus didaftarkan, dengan
memperhatikan keadaan sosial ekonomis dan rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya pendaftaran.
Namun demikian, pendaftaran tanah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal itu tentu bukan lagi disebabkan oleh faktor-faktor hukum,akan
tetapi faktor-faktor diluar hukum seperti faktor sosial ekonomi. Faktor tersebut sangat mempengaruhi para pemilik tanah yang syogianya didaftarkan.
Hukum menghendaki kepastian. Kepastian dibutuhkan untuk menghilangkan keragu-raguan. Hukum pertanahan Indonesia menginginkan
kepastian mengenai siapa pemegang hak milik atau hak-hak lain atas sebidang tanah. Ini dipandang dari segi hukum. Tetapi bagaimana dari segi masyarakat atau
pendukung hukum itu sendiri ?
5
Lebih dahulu kita tinjau dari segi masyarakat tani yang umumnya tinggal dipedesaan dan merupakan mayoritas rakyat Indonesia. Tampaknya mereka
hampir tidak pernah berfikir tentang pasti tidak pastinya hukum itu. Mereka
5
Ibid. Hal 36
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
memiliki atau mmenguasai sebidang tanah. Mereka mengolahnya untuk memperoleh nafkah bagi diri dan keluarganya. Dengan itu mereka senang. Soal
hukum, masih jauh dari pemikiran mereka. Soal status tanah ditinjau dari sudut hukum belum tidak merupakan
problem bagi mereka. Malah bila mendengar hukum, asosiasi mereka lari kepada hal-hal negatif, seperti perampasan hak milik, polisi, jaksa, hakim, pengacara,
penjara dan semuanya itu mereka tanggapi sebagai sesuatu yang menakutkandan dirasakan semata-mata permainan orang pintar terpelajar yang penuh manipulasi.
Ini mungkin timbul dari apa yang pernah mereka dengar atau baca dari Koran tentang keburukan para oknum hukum. Lalu hal-hal negatif semacam itu meresap
dalam hati sanubari mereka.
6
Kecurigaan segelintir rakyat terhadap proyek pensertifikatan tanah ini dapat dimengerti karena kemungkinan masih trauma dengan pengalaman masa
lalu saat PKI berkuasa di Indonesia pada zaman orde lama, yang menggunakan tanah sebagai isu sentral partainya yang bertujuan politis guna menarik simpati
rakyat. Belakangan ini diketahui isu “tanah untuk rakyat” merupakan perampasan tanah rakyat, karena hak individu perseorangan tidak diketahui dalam sistem
hukum komunis, yang ada hanyalah hak tanah negara.
7
Jadi kalau disinggung mengenai hukum, mereka mengimajinasikan malapetaka yang akan menimpa mereka dan juga tanah mereka. Maka hukum,
demikian juga hukum tanah, tidak dirasakan sebagai alat perlindungan, tetapi sebaliknya sebagai alat penindasan yang kejam. Dengan demikian, untuk apa
6
Ibid. Hal 37
7
Muh.Yamin, Op.cit, Hal 89
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
main hukum-hukuman ? Toh tanah ini sudah milik kita, yang penting hidup kita terjamin. Demikian mereka berfikir. Jadi tanah dipandang sebagai sumber
kehidupan tanpa dikaitkan dengan masalah hukum. Dengan latar belakang pemikiran demikian, sudah barang tentu maksud
baik dari undang-undang mengenai pendaftaran tanah tidak mendapat tempat yang layak dikalangan para petani.
Lain lagi pada masyarakat kota atau pinggiran kota. Mereka ingin mendaftarkan tanahnya untuk memperoleh sertifikat. Sertifikat ini dapat
digunakan sebagai jaminan atas pinjaman uang dari bank, atau dengan adanya sertifikat tanah, maka tanahnya lebih mudah dijadikan objek bisnis. Sebab dengan
adanya sertifikat ini, para pembeli lebih yakin bahwa sebidang tanah tertentu tidak berada dalam keadaan sengketa. Jadi masyarakat kota atau pinggiran kota lebih
berfikir intelek daripada masyarakat tani yang pada umumnya agak jauh dari keramaian kota.
Namun, pada kenyataanya masyarakat kota atau pinggiran kotapun tidak mendaftarkan tanahnya sebaimana dicita-citakan peraturan perundang-undangan
mengenai tanah. Penghalang utama ialah mahalnya biaya pendaftaran dan rumitnya prosedur yang harus ditempuh.
8
Jika berbicara mengenai pendaftaran tanah, masalah finansial ekonomi turut memegang peranan. Biaya yang cukup tinggi yang dirasakan sangat berat
oleh pemegang hak atas tanah terutama para petani-petani kecil, turut menjadi penghalang. Pemegang hak atas tanah yang tadinya mau mendaftarkan tanahnya
8
Maria Somardjono, Op.cit, Hal 38
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
tetapi karena biaya tersebut, terpaksa mengurungkan niatnya. Apabila kebutuhan primer sehari-hari tidak terpenuhi dengan mengharapkan hasil tanahnya,
bagaimana mungkin mendaftarkan tanahnya? Menurut Pasal 6 PMA No. 10 Tahun 1961, uang jasa honorarium dapat
dipungut oleh pejabat sebesar 0,5 dari harga penjualan harga taksiran hak. Apabila pembuatan akta disaksikan oleh Kepala Desa dan seorang anggoata
pemerintah desa, uang sksi dipungut sebesar 1 dari harga penjualan harga taksiran.
Tetapi sangat sering terjadi para camat dan atau PPAT membebankan biaya 10 dari harga penjualan taksiran penjualan tanah. Ini beban yang sangat
berat bagi para pemegang hak atas sebidang tanah, malah dipandang sebagai momok, apalagi bila tanahnya tidak produktif, misalnya karena kurang subur.
Dapat dikatakan bahwa naluri manusia untuk mencari untung sekalipun tanpa kerja keras atau tidak halal tercermin juga dalam bidang pendaftaran tanah.
Para petugas hukum pun tega melanggar norma hukum demi keuntungan material. Ini berpengaruh negatif ditinjau dari sudut social psikologis. Pemegang hak atas
tanah yang sebagian besar adalah petani yang pada umumnya terdiri dari golongan ekonomi lemah menjadi tidak percaya terhadap aparat atau petugas pendaftaran
tanah. Sebagai konsekuensinya, mereka menutup telinga terhadap gagasan atau perintah untuk mendaftarkan tanahnya. Apalagi bagi petani-petani yang pada
umumnya bukan orang terpelajar, tentunya tidak terasa urgensinnya untuk mendaftarkan tanahnya.Jadi mahalnya biaya pendfataran, rumitnya prosedur yang
harus ditempuh, hampir tak mungkin diterobos oleh petani-petani kecil atau
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
masyarakat umum, ditambah lagi manipulasi dari pihak lainnya, maka semakin komplekslah masalah yang dihadapi.
Permasalahan lain adalah status tanah sebagai tanah adat. Tanah adat ini dimiliki oleh individu atau kelompok masyarakat secara turun temurun sejak
nenek moyangnya. Oleh sebab itu, mereka menganggap pemilikan ini sudah kuat dan pasti, sehingga tidak dibutuhkan bukti-bukti lainnya untuk memperkuat atau
mengukuhkan pemilikan tersebut. Mereka sudah begitu lama, bahkan telah berabad-abad mendudukinya dan memperoleh nafkah darinya. Dalam kurun
waktu yang begitu lama tidak ada gangguan dari pihak lain. Dengan latar belakang pemikiran seperti ini, mereka sama sekali tidak
merasakan kegunaan pendaftaran tanah. Malahan hal itu melulu menambah beban, terutama dari segi ekonomis. Selanjutnya pendaftaran tanah bahkan mereka
anggap sebagai penyimpangan terhadap norma-norma pemilikan tanah yang mereka pegang teguh selama ini, yang mereka warisi dari nenek moyang mereka.
Yang penting mereka biasa mendiami dan mengerjakannya.
9
Gaya pemikiran seperti ini mudah dipahami, sebab masyarakat adat yang menghuni tanah adat pada umumnya sekaligus masyarakat agraris, yang semata-
mata hidup dari hasil pertanian dan peternakan tradisional. Selama ini mereka hampir tidak mengalami interaksi sosial yang menyangkut tanah dengan orang-
orang diluar masyarakat adatnya.
10
Kenyataan menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat adat saling menghargai dan menghomati milik masing-masing atas tanah. Ini mungkin karena
9
Ibid. Hal 39
10
Ibid. Hal 40
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
tanah tidak belum menjadi objek bisnis modern yang bisa mendatangkan keuntungan atau kekayaan secara mendadak. Dari uraian diatas kiranya jelas
bahwa masyarakat belum tidak begitu merasakan urgensi pendaftaran tanah. Secara yuridis dikatakan bahwa orang yang tidak mampu dibebaskan dari
biaya pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat 4 UUPA. Tetapi dalam kenyataannya, ini belum terlaksana secara memadai. Mungkin masalahnya
tetap terbentur pada biaya. Bagaimanapun juga pendaftaran tanah tetap memerlukan biaya yang mahal. Soalnya apakah biaya Negara mencukupi untuk
melaksanakannya, sehingga orang tidak mampu dapat dibebaskan. Jadi ternyata undang-undang membutuhkan bidang-bidang kehidupan
lain untuk dijalankan sebagaimana diharapkan. Kaidah hukum tersebut diatas pasti disambut hangat oleh para pemegang hak atas tanah dari golongan ekonomi
lemah. Tetapi kaedah itu tidak otonom, melainkan mempunyai relasi dengan bidang-bidang lainnya, sehingga dibutuhkan berbagai faktor, misalnya : 1
petugas pendaftaran tanah, 2 fasilitas dan 3 sikap mental masyarakat.
11
Unsur fasilitas juga sangat menentukan. Setiap pelaksanaan tugas memerlukan fasilitas. Pemikiran-pemikiran, ide-ide, gagasn-gagasan tidak akan
pernah dapat direalisasi tanpa fasilitas. Fasilitas mutlak dibutuhkan dalam mencapai tujuan. Demikian halnya dengan pendaftaran atanh, sarana untuk
pelaksanaan pengukuran, biaya perjalanan dan sebagainnya harus tersedia. Kurangnya fasilitas ini mungkin salah satu penyebab tidak berjalannya
pendaftaran tanah sesuai yang diharapkan. Dengan keadaan seperti ini, aparat
11
Ibid. Hal 41
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
pelaksana pendaftaran tanah tidak bias berbuat banyak untuk rakyat yang tidak mampu membayar biaya pendaftaran. Oleh karena itu, ketentuan dalam Pasal 19
ayat 4 UUPA yang menyatakan bahwa rakyat yang tidak mampu,dibebaskan dari biaya pendaftaran tidak otomatis dapat dijalankan. Sarana yang tersedia turut
sebagai faktor penentu. Penyediaan sarana adalah tanggungjawab pemerintah bersama pemilik tanah itu sendiri.
12
Tanah-tanah di Indonesia sangat bervariasi, baik dari segi kesuburan maupun letak strategis geografisnya. Tanah subur lebih tinggi nilai ekonomisnya
daripada tanah kurang subur atau tandus ditinjau dari segi produksi pertanian. Tanah kota atau tanah yang letaknya dekat kota lebih mahal harganya daripada
tanah-tanah yang jauh dari kota. Bahkan tanah-tanah yang jauh dari perkotaan, sekalipun sudah didaftarkan dan pemiliknya sudah memegamg sertifikat hak
milik, belum tentu diterima oleh bank sebagai jaminan kredit. Dipandang dari sikap mental masyarakat dapat dikatakan bahwa salah
satu syarat yang diperlukan untuk menunjang suatu kegiatan ialah kesadaran atau kepatuhan. Demikian pula dalam pendafaran tanah, masyarakat hendaknya
menyadari perlunya pendaftaran tanah. Namun kesadaran tidak datang dengan sendirinya, maka hal itu hendaknya ditumbuhkan, terutama oleh pihak yang
berwenang. Tetapi tampaknya pihak yang berwenangpun belum mengusahakan tumbuhnya kesadaran masyarakat secara maksimal.
13
Hal-hal tersebut merupakan penghalang terhadap akselerasi pendaftaran tanah, sementara tanah-tanah dekat perkotaan tetap menjadi ajang sengketa dan
12
Ibid. Hal 42
13
Ibid. Hal 43
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
objek spekulasi bisnis yang turut menyebabkan lajunya inflasi keuangan. Jadi tanah-tanah yang jauh atau agak jauh dari kota yang merupakan bagian terbesar
dari tanah-tanah Indonesia sulit diterapkan pelaksanaan pendaftaran tanah. Ketidakadaan prioritas lack of priority turut mempengaruhi pendaftaran
tanah. Selama ini pemerintah Indonesia belum pernah memberikan prioritas pendaftaran tanah secara simultan. Dengan kata lain, dalam pelaksanaan PELITA
demi PELITA, pendaftaran tanah belum pernah ditangani secara besar-besaran. Keadaan seperti ini tidak mendukung pertumbuhan kesadaran masyarakat
akan perlunya pendaftaran tanah. Untuk masyarakat luas kesadaran tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi kesadaran itu perlu ditanamakan di dalam hati mereka.
Dalam keadaan yang seperti ini, perlu diberi penyuluhan hukum. Dan yang terpenting aparat pemerintah c.q petugas pendaftaran tanah hendaknya bertindak
jujur, artinya tidak terlalu besar kesenjangan antara apa yang dicanangkan dengan apa yang dilaksanakan. Jadi jelaslah bahwa prioritas terhadap pendaftaran tanah
dari pemerintah perlu diadakan, bukannya seperti selama ini dalam keadaan ketiadaan prioritas lack of priority.
14
Bertitik tolak dari uraian dan latar belakang diatas dapatlah dirumuskan permasalahan yang menjadi pokok bahasan berkenaan dengan kesadaran hukum
B. Perumusan Masalah
14
Ibid. Hal 44
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
masyarakat dalam rangka pendaftaran tanah di Kabupaten Samosir sebagai berikut:
1.Sejauhmana pemahaman masyarakat di Kabupaten Samosir tentang Pendaftaran Tanah ?
2.Hambatan-hambatan apa yang dihadapi oleh masyarakat di Kabupaten Samosir dalam mendaftarkan tanahnya ?
3.Sejauhmana peranan atau upaya pemerintah dalam rangka pendaftaran tanah di Kabupaten Samosir ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai untuk menjawab permasalahan yang ada. Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah:
1.Untuk mengetahui pemahaman masyarakat di Kabupaten Samosir tentang Pendaftaran Tanah
2.Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh masyarakat di Kabupaten Samosir dalam mendaftarkan tanahnya
3.Untuk mengetahui peranan dan upaya pemerintah dalam rangka pendaftaran tanah di Kabupaten Samosir
Disamping tujuan yang akan dicapai sebagaimana dikemukakan di atas, maka penulisan skripsi ini juga bermanfaat untuk :
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
1.Manfaat secara teoritis a.untuk memberikan suatu khasanah pengetahuan, pengembangan
wawasan dan pemikiran untuk mahasiswa kalangan akademis mengenai Pendaftaran Tanah menurut PP No 24 Tahun 1997.
b.untuk memberikan pengembangan wawasan dan pemikiran pada masyarakat yang memiliki hak atas tanah yang sudah maupun belum
terdaftar. 2. Manfaat secara Praktis
Untuk dapat memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai pendaftaran tanah, sehingga mudah-mudahan melalui skripsi ini
masyarakat Kabupaten Samosir khususnya memperoleh pemahaman mengenai Pendaftaran Tanah. Selain itu, kiranya skripsi ini juga
bermanfaat untuk mendorong pemerintah berperan dalam pendaftaran tanah sebagaimana yang diperintahkan oleh PP No 24 Tahun 1997.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini adalah berdasarkan hasil pemikiran penulis sendiri. Sepanjang penelusuran diperpustakaan yang dilakukan, belum terdapat judul dan
permasalahan yang sama dengan tulisan ini. Kalaupun ada skripsi yang mirip dengan skripsi ini, penulis yakin substansi pembahasannya berbeda. Sehingga
skripsi ini benar-benar merupakan tulisan yang beda dengan tulisan yang lain.
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka
Didalam skripsi ini penulis membahas mengenai : Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Rangka Pendaftaran Tanah di Kabupaten Samosir.
1. Pengertian-pengertian a. Pengertian Kesadaran Hukum dan Masyarakat
Menurut Sudikno Mertokusumo, “Pada hakekatnya kesadaran hukum
adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya “kebatilan” atau “onrecht”, tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu. Atau dengan perkataan lain,
kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seyogianya kita lakukan atau perbuat atau yang seyogianya tidak kita lakukan atau perbuat terutama terhadap
orang lain. Kesadaran hukum mengandung sikap tepo seliro atau toleransi”.
15
Adapun definisi masyarakat menurut kamus hukum Sudarsono adalah
“sejumlah manusia dalam arti yang sangat luas dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka nilai sama”.
16
Sedangkan defenisi masyarakat hukum adalah “sekelompok orang yang
hidup dalam suatu wilayah tertentu dimana di dalam kelompok tersebut berlaku suatu rangkaian peraturan yang menjadi tingkah laku bagi setiap kelompok dalam
pergaulan hidup mereka”.
17
15
Sudikno Mertokusumo,, Kesadaran Hukum sebagai Landasan untuk Memperbaiki Sistem Hukum Internet, tanggal 18 Februari 2008, Hal 1
16
Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2005
17
R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,2006, Hal 298
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
b. Pengertian dan Dasar Hukum Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah merupakan persoalan yang sangat penting dalam UUPA, karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah
bukti kepemilikan atas hak atas tanah. Begitu pentingnya persoalan pendaftaran tanah tersebut sehingga UUPA memerintahkan kepada pemerintah untuk
melakukan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia. Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 19 ayat 1 UUPA dinyatakan bahwa : “untuk menjamin
kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Sebagai tindak lanjut dari perintah pasal 19 ayat 1 UUPA tersebut,
pemerintah mengeluarkan PP No 10 tahun 1961, maka setelah berlaku kurang lebih selama 38 tahun, pemerintah mengeluarkan PP No 24 tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah.
Pengertian Pendaftaran Tanah menurut PP No 10 Tahun 1961 : PP No 10 Tahun 1961 telah memberi pengertian tentang pendaftaran
tanah yang tekanannya ada pada penyelenggaraan kegiatan, terutama penyelenggaraan kegiatan pengukuran desa demi desa.
“Pasal 1 : Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh jawatan. Pendaftaran Tanah menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan mulai pada
tanggal ditetapkan oleh Menteri Agraria untuk masing-masing daerah. Pasal 2 : Pendaftaran Tanah diselenggarakan desa demi desa atau daerah-daerah
setingkat dengan itu”.
18
18
Syarifuddin Chandra, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2006 hal 16
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Adapun pengertian Pendaftaran tanah menurut Pasal 1 ayat 1 PP No 24 Tahun 1997 adalah “rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara
terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”.
Dari ayat 1 ini maka disebutkan bahwa pendaftaran tersebut dipertegas sebagai berikut :
a. pendaftaran awali yang mendaftarkan hak-hak taas tanah untuk pertama kali dan
harus terus dipelihara ajudikasi b.pendaftaran hak-hak karena adanya mutasi hak, ataupun adanya pengikatan
jaminan hutang dengan tanah sebagai agunan dan pendirian hak baru HGB atau HP,diatas Hak milik hak-hak yang timbul dari rumah susun dan bagian-bagian
dari rumah susun c.pendaftaran tersebut meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan
penyajian serta memelihara data fisik dan data yuridis.
19
Boedi Harsono merumuskan pengertian pendaftaran tanah sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur dan terus menerus untuk
Guna menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah, di satu pihak UUPA mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah di seluruh
wilayah Indonesia dan dilain pihak UUPA mengharuskan para pemegang hak yang bersangkutan untuk mendaftarkan hak-hak atas tanahnya.
19
AP Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999,
Hal 73
Tuti Hautabalian : Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan menyajikan data tertentu mengenai bidang-bidang atau tanah-tanah tertentu yang ada disuatu wilayah tertentu dengan
tujuan tertentu.
20
AP Parlindungan menyatakan bahwa pendaftaran tanah berasal dari kata cadastre bahasa Belanda kadaster suatu istilah teknis untuk suatu record
rekaman menunjuk kepada luas, nilai dan kepemilikan, misalnya ats sebidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa Latin “capitastrum” yang berarti suatu register
atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi Capotatio Terreus. Dalam artian yang tegas cadastre adalah record rekaman daripada
lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan.
21
20
Daliyo,dkk, Hukum Agraria 1, PT Prenhallindo, Jakarta, 2001, hal 80
21
Tampil Anshari Siregar, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Multi Grafik, Medan,
2007, Hal 24
2. Asas-Asas dan Tujuan Pendaftaran Tanah