33 2. Syirkah Al-muwafadhah, perserikatan ini dinyatakan batal apabila modal
masing-masing pihak tidak sama kuantitasnya, karena al-muwafadhah itu sendiri berarti persamaan, baik dalam modal, kerja, maupun dalam pembagian
keuntungan dan kerugian di antara pihak yang berserikat.
B. Bagi hasil 1. pengertian bagi hasil
Bagi hasil menurut terminologi asing, bagi hasil dikenal dengan profit sharing. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan sebagai pembagian laba.
Bagi hasil, merupakan salah satu langkah dalam transaksi ekonomi untuk memperoleh keseimbangan sosial dalam memperoleh kesempatan pendapatan
ekonomi. Dengan demikian, bagi hasil dipandang sebagai langkah yang cukup efektif untuk mencegah terjadinya kesenjangan antara yang kaya dengan yang miskin.
Dalam kehidupan bermasyarakat. Secara teknis, prinsip bagi hasil terlaksana melalui mekanisme penyertaan
modal participartory loan atas dasar prinsip profit and loss sharing dari suatu proyek usaha. Dengan demikian, pemilik kapital merupakan mitra, bukan sebagai
pihak yang yang meminjamkan dana. Hal ini terlaksana dalam sebuah bentuk kerja sama antara pemilik modal dengan pengusaha lain dalam melaksanakan unit-unit
ekonomi atau proyek usaha dengan landasan saling membutuhkan. Meskipun bagi hasil dengan metode profit and loss sharing merupakan
metode dasar dalam transaksi investasi, tapi di negara kita pada saat ini mengenal
34 atau bank-bank Islam menggunakan dua metode perhitungan. Yaitu aplikasinya
perbankan syariah pada umumnya menggunakan Profit Loss sharing dan Revenue Sharin, tergantung pada kebijakan masing-masing bank untuk memilih salah satu dari
sistem yang ada. Adapun fatwa Dewan Syariah Nasional yang menetapkan bagi hasil adalah
fatwa No. 15DSN-MUIIX2000 tanggal 7 Jumadil Akhir 1421 H atau tanggal 16 September 2000 M tentang prinsip distribusi bagi hasil dalam lembaga keuangan
syariah, Fatwa tersebut menyatakan: a. Pembagian hasil usaha antara pihak mitra dalam suatu bentuk usaha kerja
sama boleh didasarkan pada prinsip Profit Loss Sharing bagi untung, yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan
dana, dan boleh juga didasarkan pada prinsip Revenue sharing bagi pendapatan, yakni bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelola
dana, dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. b. Kedua prinsip tersebut pada dasarnya dapat digunakan untuk keperluan
distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syariah c. Supaya para pihak yang berkepentingan memperoleh kepastian tentang
prinsip mana yang boleh digunakan dalam LKS, sesuai dengan prinsip ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang prinsip-prinsip
pembagian hasil usaha dalam LKS untuk di jadikan rujukan dan pedoman.
31
31
Tim Penulis Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta: PT. Intermasa, 2003, cet. 2, h.93
Dalam fatwa tersebut telah jelas bahwa ada dua prinsip bagi hasil dalam keuangan syariah yakni, Profit and Loss Sharing dan Revenue Sharing, sehingga
pihak bank dapat memilih salah satu dari kedua prinsip tadi dalam aplikasi sistem bagi hasilnya.
Menurut klasifikasinya, bagi hasil terbagi dalam dua sistem, yaitu: a. Sistem bagi hasil berdasarkan Revenue Sharing adalah sistem
perhitungan nisbah bagi hasil yang berdasarkan kepada pendapatan keseluruhan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut atau sistem pembagian keuntungan berdasarkan penjualan atau pendapatan. Dalam
hal ini, biaya-biaya ditanggung pengusaha atau mudharib. Perhitungan bagi hasil dilakukan berdasarkan nisbah yang telah disepakati dengan
nasabah pada saat terjadinya kontrak atau akad pembiayaan. b. Sistem bagi hasil berdasarkan Profit and Loss Sharing, adalah
perhitungan bagi hasil berdasarkan kepada hasil total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan tersebut atau sistem pembagian keuntungan berdasarkan hasil laba bersih setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh pendapatan tersebut.
35
36
BAB III GAMBARAN UMUM BPRS WAKALUMI
A. Sejarah Singkat Berdirinya BPRS Wakalumi
Sejarah berdirinya BPR Syari’ah di Indonesia sebagai salah satu bentuk jenis Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia tidak bisa lepas dari sejarah BPR-BPR
pada umumnya. Bank Perkreditan Rakyat BPR yang status hukumnya disahkan dalam paket kebijaksanaan keuangan moneter dan perbankan melalui PAKTO
tangal 27 Oktober 1988, pada dasarnya merupakan penjelmaan modal baru lumbung Desa dan Bank Desa dengan beraneka ragam namanya yang ada
khususnya di pulau Jawa sejak akhir 1890-an hingga tahun 1967, sejak keluarnya UU pokok Perbankan, status hukumnya diperjelas dengan izin dari Menteri
Keuangan. Dengan adanya keharusan izin tersebut, diikuti dengan upaya-upaya pembenahan terhadap badan-badan kredit Desa yang berproses menjadi lembaga
keungan bank.
1
Bank Wakalumi ini berdiri dipelopori oleh adanya keinginan para karyawan alumni Citibank untuk membuat suatu BPR. Pada awalnya para karyawan alumni
Citibank tersebut ingin mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama Wakalumi Wakaf Karyawan Dan Alumni Muslim Citibank. Yayasan ini bergerak dalam
bidang sosial dan pendidikan bagi anak yatim, miskin dan dhuafa khususnya.
1
Warkum Sumitro Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait BAMUI dan TAKAFUL di Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2001, cet. Ke-I h. 105