Rukun dan Syarat Musyarakah

28 menjahitnya. Sekalipun berbeda jenis pekerjaan yang dikerjakan masing- masing pihak, namun, pekerjan itu masih dalam rangka menyelesaikan penjahitan tersebut. 26 Sedangkan kalangan ulama fiqh yang tidak membolehkan serikat ini adalah ulama Syafi’iyah, Imamiyah, dan Hanafiyah. Mereka berpendapat bahwa syarikah hanya terbatas pada harta dan bukan pada kerja perundang- undangan modern meniadakan syarikah jenis ini karena tidak didasari modal. Jadi modal syarikah tidak boleh berupa kerja masing-masing pihak semata, akan tetapi harus ada yang berbentuk materi. Karena sebuah kerja itu tidak pasti. Jadi didalamnya terdapat unsur untung-untungan dan ketidak pastian; dimana masing-masing tidak mengetahui apakah partnernya produktif atau tidak. Dan karena masing-masing memiliki fisik dan produktifitas berbeda, jadi masing-masing mempunyai daya hasil sendiri-sendiri, seperti seandainya mereka perserikatan dalam mengumpulkan kayu bakar, berburu, dan hal-hal mubah lainnya. 27

4. Rukun dan Syarat Musyarakah

a Rukun Musyarakah Menurut jumhur ulama, rukun syirkah ada 3, yaitu: 26 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Op. Cit., h. 171-172 27 Arisson Hendry, Perbankan Syari’ah Persfektif Praktisi, Sebuah Paparan Komprehensif Praktek Perbankan syariah Di Indonesia , Op. Cit., h. 84 29 1. Sighat ucapan ijab dan qabul penawaran dan penerimaan Tidak ada bentuk khusus dari kontrak musyarakah. Ia dapat berbentuk pengucapan yang menunjukan tujuan, misalnya: “Mengadakan perseroan dengan anda dalam masalah ini “, kemudian pihak yang bersangkutan yang mengadakan perseroan tersebut menjawab: “Aku terima”, akad dianggap sah jika diucapkan secara formal atau tertulis. 2. Pihak yang berakad Shahibul Maal dan pelaksana musyarik Pihak yang berakad harus cakap hukum, berakal, dan mampu bertransaksi 3. Obyek akad proyekusaha Obyek akad harus jelas, yaitu yang terdiri dari modal usaha dan kerja. b. Syarat Musyarakah ク Ucapan. Akad syirkah dianggap sah apabila diucapkan secara verbal atau ditulis dan disaksikan oleh para saksi. Tidak ada bentuk khusus dari kontrak musyarakah, ia dapat berbentuk pengucapan yang menunjukkan tujuan. 30 ク Pihak yang berkontrak Disyaratkan bahwa mitra harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. ク Obyek kontrak modal Modal yang diberikan harus berupa uang tunai, emas, perak, atau yang bernilai sama. Modal dapat terdiri dari modal berwujud asset perdagangan, seperti barang-barang, property, perlengkapan, dan sebagainya. Bahkan dalam bentuk hak yang tidak terlihat, seperti lisensi, hak paten. Bila itu dilakukan seluruh modal tersebut harus dinilai terlebih dahulu secara tunai dan disepakati oleh mitranya. ク Kerja Partisipasi para mitra dalam pekerjaan musyarakah adalah sebuah ketentuan dasar hukum kerjasama. Tidak dibenarkan bila salah seorang di antara mereka menyatakan tak akan ikut serta menangani pekerjaan dalam kerjasama. Namun, tidak ada keharusan mereka menanggung beban kerja secara bersama. Salah satu pihak boleh menangani pekerjaan lebih dari yang lain, dan berhak menuntut pembagian keuntungan lebih bagi dirinya. 28 28 Sofiniyah Ghufron, Brief Case Book Edukasi Profisional Syariah, Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syari’ah , Op. Cit., h.48-49 31 ク Pembagian Keuntungan dan Kerugian Pembagian Keuntungan Dalam musyarakah, keuntungan harus di kuantifikasi atau dinilai jumlahnya. Hal tersebut untuk mempertegas dasar berkontrak musyarakah agar tidak ada perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan dan penghentian musyarakah. Jika para mitra mengatakan bahwa keuntungan akan dibagi di antara kita, maka dalam hal ini keuntungan akan dialokasikan menurut saham masing-masing dalam modal atau presentase tertentu. Setiap keuntungan mitra harus merupakan bagian proporsional dari seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. 29 Pembagian kerugian Kerugian merupakan bagian modal yang hilang, karena kerugian harus dibagikan para mitra secara proporsional terhadap saham masing-masing dalam modal. Para modal dapat menghindar dari tanggung jawab atas kerugian yang timbul. 29 Dewan Syari’ah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah, Jakarta: BMI, 2000, cet. I, h. 53 32

5. Sebab Berakhirnya Musyarakah