3. Ferebuhando, yaitu harta bersama pencaharian suami isteri selama perkawinan.
6. Cara Pewarisan Menurut Hukum Waris Adat
Dari keterangan yang telah disebutkan di atas mengenai definisi hukum waris adat yang disampaikan oleh beberapa pakar ahli hukum adat di Indonesia,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa saat terjadinya pewarisan secara adat ada 2 dua cara, yaitu
59
:
a. Sebelum Pewaris
Meninggal
Menurut Ter Har, Soepomo dan Hilman Hadikususma seperti tersebut di atas berpendapat bahwa hukum waris itu memuat ketentuan-ketentuan yang
mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan dari pewaris kepada ahli warisnya. Cara penerusan dan peralihan harta kekayaan itu dapat
berlaku sejak pewaris masih hidup atau setelah pewaris meninggal dunia. Jadi berbeda dengan hukum waris barat sebagaimana diatur dalam KUH
Perdata BW yang menekankan pada adanya kematian seorang dan adanya kebendaan yang ditinggalkan serta adanya ahli waris. Sedangkan menurut
hukum waris adat sebagaimana berlaku dikalangan berbagai masyarakat Indonesia asli tidak hanya mengatur mengenai pewarisan sebagai akibat
mengalihkan harta kekayaan baik yang berwujud atau tidak berwujud, baik yang bernilai uang dari pewaris ketika ia masih hidup atau sudah mati kepada
para waris, terutama ahli warisnya.
59
Ibid. hlm.222-242
Selanjutnya menurut hukum waris adat, cara bagaimana pewarisan itu diatur, dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang kekerabatannya di bedakan
antara sistem patrilineal, matrilineal, dan parental atau bilateral. Di samping adanya perbedaan dalam struktur kemasyarakatan tersebut, berlaku pula
sistem kewarisan yang bersifat individual, kolektif dan mayorat. Hal mana tidak sesuai dengan hukum pewarisan barat yang bersifat
individual semata, dimana setelah pewaris wafat, maka warisannya di bagi- bagi secara individual kepada ahli warisnya, sebagaimana juga berlaku dalam
hukum waris Islam
60
. Perbuatan penerusan atau pengalihan harta dari pewaris kepada waris
sebelum pewaris wafat Jawa, lintiran dapat terjadi dengan cara penunjukkan, penyerahan kekuasaan atau penyerahan pemilikan atas
bendanya oleh pewaris kepada waris
61
. Yang di maksud waris di sini adalah orang yang mendapat harta warisan, yang terdiri dari ahli waris dan bukan
ahli waris.
b. Sesudah Pewaris Meninggal
Pendapat yang mengatakan bahwa pewarisan terjadi setelah meninggalnya pewaris disebutkan oleh Wirjono Prodjodikoro dan Van
Apeldoorn seperti yang tertulis dalam definisi hukum waris tersebut di atas. Hukum waris memuat seluruh peraturan yang mengatur perpindahan
hak milik, barang-barang harta benda lain dari generasi yang berangsur mati yang mewariskan kepada generasi muda para ahli waris.
60
Ibid. hlm.7
61
Ibid. hlm.9
Persoalan yang timbul dalam warisan adalah apakah dan bagaimana hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia
meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Ada 3 tiga unsur dalam warisan itu, yaitu
62
: a Seorang peninggal warisan Erflater yang pada wafatnya meninggalkan
kekayaan. b Seorang atau beberapa ahli waris Erfgenaam yang berhak menerima
kekayaan yang ditinggalkan itu. c Harta warisan Nalatenschap yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan
dan beralih kepada ahli waris. Unsur pertama menimbulkan persoalan, bagaimana dan sampai
dimana hubungan seseorang peninggal warisan dengan kekayaannya di pengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan, dimana si peninggal warisan
berada. Unsur kedua menimbulkan persoalan bagaimana dan sampai di mana tali kekeluargaan antara peninggal warisan dan ahli waris, agar
kekayaan si peninggal dapat beralih kepada ahli waris. Unsur ketiga menimbulkan persoalan bagaimana dan sampai di mana wujud kekayaan
yang beralih itu di pengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan di mana si peninggal warisan dan si ahli waris bersama-sama berada.
Sifat warisan dalam suatu masyarakat tertentu berhubungan erat dengan sifat kekeluargaan serta pengaruhnya pada kekayaan dalam
masyarakat itu. Dengan wafatnya seorang maka bukan milik atas barang
62
Surojo Wignjodipuro, Loc. Cit. hlm162
yang beralih, melainkan hanya dalam hal mengurus barang tiu saja yang di lanjutkan oleh orang lain yang masih hidup
63
. Pasal 1066 BW menentukan adanya hak mutlak dari para ahli waris
masing-masing untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan, sedangkan dalam hukum adat di antara orang-orang Indonesia asli ada
kalanya harta warisan itu di ubah-ubah dan tidak boleh dipaksakan.
C. Pengangkatan Anak
1. Pengertian Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat