Komplikasi Diabetes Melitus .1 Pengertian Diabetes Melitus

23 kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana seharusnya Depkes RI 2005. Insulin berperan penting dalam pengendalian metabolisme dalam tubuh. Pada DM Tipe I, sel-sel ß langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30 ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi obat antidiabetes oral. Penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin, apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin Depkes RI 2005.

2.2.8 Komplikasi

Sejak ditemukan banyak obat untuk menurunkan glukosa darah terutama setelah ditemukannya insulin, angka kematian penderita diabetes akibat komplikasi bisa menurun drastis. Kelangsungan hidup penderita diabetes lebih panjang dan diabetes dapat dikontrol lebih lama. Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat diabetes yang tidak terkendali adalah Waspadji, 2006: a. Retinopati Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan kelainan mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan berespon dengan meningkatnya Universitas Sumatera Utara 24 ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular yang selanjutnya akan terbentuk neovaskularisasi pembuluh darah yang menyebabkan glaukoma kebutaan. b. Nefropati Hal-hal yang dapat terjadi antara lain: peningkatan tekanan glomerular dan disertai meningkatnya matriks ekstraseluler akan menyebabkan terjadinya penebalan membran basal yang akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya yang mengarah terjadinya glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan timbul dimulai dengan mikroalbuminuria dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan gagal ginjal. c. Neuropati Yang paling sering dan paling penting gejala yang timbul berupa hilangnya sensasi distal atau seperti kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. d. Penyakit jantung koroner Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat aterosklerosis penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah. Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita DM. Akibat aterosklerosis akan menyebabkan penyumbatan dan kemudian menjadi penyakit jantung koroner. Universitas Sumatera Utara 25 e. Penyakit pembuluh darah perifer Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling sering pada penyakit pembuluh darah perifer yang dikarenakan penurunan suplai darah ke kaki.

2.3 Peranan HbA1C Dalam Menilai Keberhasilan Terapi Pada Pengelolaan Diabetes Melitus

Hemoglobin A1C HbA1C telah digunakan secara luas sebagai indikator kontrol glikemik, karena mencerminkan konsentrasi glukosa darah 1-2 bulan sebelum pemeriksaan dan tidak dipengaruhi oleh diet sebelum pengambilan sampel darah. Telah diketahui bahwa kadar rata-rata glukosa darah 1-2 bulan sebelumnya merupakan kontributor utama konsentrasi HbA1C. Kontribusi bulanan rata-rata glukosa darah terhadap HbA1C adalah: 50 dari 30 hari terakhir, 25 dari 30 dan 60 hari sebelumnya dan 25 selama 60-120 hari sebelumnya Rahayu, 2014. Hemoglobin A1C merupakan alat pemantauan yang penting dalam penatalaksanaan pasien DM. Pada tahun 2010 American Diabetes Association ADA memasukkan kadar HbA1C dalam kriteria diagnosis diabetes. Pemeriksaan HbA1C memiliki kelebihan dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa puasa dan tes toleransi glukosa 2 jam. Manfaat HbA1C, selama ini lebih banyak dikenal untuk menilai kualitas pengendalian glikemik jangka panjang dan menilai efektivitas terapi serta keberhasilan terapi, namun beberapa studi terbaru mendukung pemanfaatan HbA1C yang lebih luas, bukan hanya untuk pemantauan, tetapi juga bermanfaat dalam diagnosis ataupun skrining diabetes melitus tipe 2 Rahayu, 2014. Universitas Sumatera Utara