Aktivitas Antifungal Jintan Hitam

33-34, serat 4,5-6,5, saponin 0,013, moisture 5-7. 10 Gambar 3. Struktur kimia senyawa aktif biji jintan hitam A timokuinon,B timol, dan C karvakrol 5,9

2.1.4 Aktivitas Antifungal Jintan Hitam

Dari senyawa aktif yang telah diuraikan, senyawa yang mempunyai efek antifungal yaitu timokuinon, 3,10,11 timol, 11,12 dan karvakrol. 12 Hampir seluruh aktivitas biologi dari jintan hitam ditunjukkan oleh senyawa timokuinon. 3,9 Timokuinon adalah senyawa yang melimpah dalam minyak atsiri jintan hitam dan dikenal sebagai senyawa yang berperan aktif sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan juga antikanker. Selain itu, timokuinon juga menunjukkan aktivitas antibakteri dan antifungal. 3,10,22 Mekanisme timokuinon sebagai antifungal adalah dengan menghambat germinasi spora. Timokuinon juga dapat mencegah terbentuknya biofilm jamur. 22 Selain timokuinon, senyawa lain yang mempunyai efek antifungal adalah timol dan karvakrol. Mekanisme timol dan karvakrol sebagai antifungal adalah dengan menghambat sintesis ergosterol. Ergosterol adalah komponen sterol utama dari membran sel jamur yang berfungsi untuk mempertahankan integritas dan fungsi sel jamur. Dengan terhambatnya sintesis ergosterol, maka akan menyebabkan kematian sel jamur. 12 Selain dengan menghambat sintesis ergosterol, timol yang merupakan senyawa fenol, mempunyai kemampuan untuk meracuni protoplasma, merusak, dan menembus dinding sel, serta mengendapkan protein sel mikroba. Komponen fenol Universitas Sumatera Utara juga dapat mendenaturasi enzim yang bertanggung jawab terhadap germinasi spora atau berpengaruh terhadap asam amino yang terlibat dalam proses germinasi. 11 Selain itu, senyawa fenol juga dapat mendenaturasi ikatan protein pada membran sel, sehingga membran sel menjadi lisis dan memungkinkan fenol untuk menembus ke dalam inti sel. Masuknya fenol ke dalam inti sel akan menyebabkan jamur tidak berkembang. 23 2.2 Denture Stomatitis Oral candidiasis adalah penyakit infeksi oportunistik rongga mulut yang disebabkan infeksi jamur Candida . 13,14 Oral candidiasis diklasifikasikan menjadi acute candidiasis , chronic candidiasis , dan angular cheilitis . Acute candidiasis terbagi dua yaitu acute pseudomembranous candidiasis dan acute atrophic candidiasis , sedangkan chronic candidiasis terbagi menjadi chronic hyperplastic candidiasis , chronic atrophic candidiasis , dan median rhomboid glossitis . 13,17 Oral candidiasis yang berhubungan dengan pemakaian gigi tiruan adalah chronic atrophic candidiasis atau yang dikenal dengan denture stomatitis . 13,16,18,19 Denture stomatitis ditandai dengan adanya eritema lokal yang kronis pada jaringan yang tertutup gigi tiruan. 13,16,24 Penyakit ini biasanya terjadi pada bagian palatal ataupun jaringan rahang atas, namun bisa juga terjadi pada jaringan di rahang bawah. 13,21,25 Denture stomatitis disebabkan oleh pertumbuhan jamur Candida yang berlebihan. 13-15,17 Spesies jamur Candida yang paling berperan dalam menyebabkan terjadinya penyakit ini adalah Candida albicans . 13,14,16 Insidensi terjadinya denture stomatitis ditemukan 65-70 dari pemakai gigi tiruan. 13,18 Pemakaian gigi tiruan yang tidak dilepas dan dibersihkan akan membentuk kondisi ideal bagi pertumbuhan jamur. Jamur akan melekatkan diri pada basis gigi tiruan dan aliran saliva yang sedikit pada daerah itu menyebabkan pembersihan pada daerah tersebut berkurang. 13,15,18 Aliran saliva yang berkurang akan menyebabkan gangguan pada flora normal rongga mulut. Selain itu, rendahnya derajat keasaman pH mulut dan tingginya kadar oksigen menyebabkan peningkatan jumlah spesies Universitas Sumatera Utara Candida , serta mempermudah perlekatan Candida . 15 Jika gigi tiruan tersebut longgar, maka akan menyebabkan iritasi friksi yang dapat melukai mukosa sehingga jamur mempunyai kesempatan untuk menginfiltrasi jaringan dan menyebabkan infeksi. 18,19 Berdasarkan berat inflamasi yang terjadi, lesi denture stomatitis dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu: 24,25 1. Eritema pin poin pada mukosa yang ditutupi gigi tiruan Newton’s type I , Gambar 4. Newton’s type I 24 2. Eritema difus dan odem pada sebagian besar atau seluruh permukaan mukosa yang ditutupi gigi tiruan Newton’s type II, Gambar 5. Newton’s type II 24 Universitas Sumatera Utara 3. Hiperplasia papila dan inflamasi, umumnya terjadi pada bagian sentral dari palatum keras dan pada linggir alveolar Newton’s type III. Gambar 6. Newton ’s type III 24 2.3 Candida albicans Candida merupakan flora normal yang terdapat pada bagian tubuh manusia seperti kulit, rongga mulut, saluran pencernaan, vagina, dan usus. 25-28 Terdapat sekitar 154 spesies jamur Candida , namun tidak semuanya menimbulkan infeksi rongga mulut. 27 Beberapa jamur Candida yang ditemukan dalam infeksi rongga mulut diantaranya yaitu Candida albicans , Candida tropicalis , Candida glabrata , Candida pseudotropicalis , Candida guillierimondii , Candida krusei , Candida lusitaniae , Candida parapsilosis , dan Candida stellatoidea . 17 Dari beberapa spesies jamur tersebut, Candida albicans merupakan spesies yang paling banyak ditemukan pada rongga mulut. 14-16 Adapun insidensi ditemukannya Candida albicans dari rongga mulut yaitu 45 pada neonatal, 45-65 pada anak-anak yang sehat, 30-45 pada orang dewasa yang sehat, 50-65 pada pemakai gigi tiruan lepasan, 90 pada pasien leukemia akut yang sedang menjalani kemoterapi, dan 95 pada pasien HIV. 13 Selain ditemukan di rongga mulut, Candida albicans juga diproduksi oleh American Type Culture Collection ATCC, dan salah satu diantaranya yaitu Candida Universitas Sumatera Utara albicans ATCC ® 10231 ™ . Candida albicans ATCC ® 10231 ™ jenis ini hanya ditujukan untuk penelitian, dan bukan untuk tujuan diagnostik ataupun terapeutik, baik pada manusia ataupun pada hewan. 29

2.3.1 Klasifikasi