BAB II KONFIGURASI POLITIK PEMERINTAHAN SOEHARTO
A. Sekilas tentang Pemerintahan Soeharto
Pada tahun 1966, perubahan besar-besaran terjadi dalam kekuasaan pemerintahan Indonesia. Bermula dari suatu pergolakan politik yang diwarnai
berbagai tindakan kekerasan pada tahun 1965, kekuasaan pemerintahan Presiden Soekarno berakhir, dan muncullah pemerintahan baru yang menamakan dirinya
pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto. Orientasi perjuangan yang didukung oleh kekuatan-kekuatan politik pada saat itu menjadi
berubah total. Tekanan untuk meyakinkan bahwa “Revolusi belum selesai” menjadi melemah untuk kemudian ditinggalkan.
Kebijakan dasar yang diambil adalah kebijakan untuk melaksanakan Undang Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Pancasila, dengan
rumusan seperti dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dijadikan landasan Idiil segala kegiatan ekonomi, politik, sosial, dan budaya, sedangkan
Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan landasan konstitusionalnya. Anti-Kolonialisme dan Anti-Imperialisme tidak lagi dikumandangkan
secara khusus sebagai bagian dari strategi nasional, itu kemudian berubah menjadi soal kemiskinan dan kesulitan hidup ekonomi. Secara berangsur, namun
dalam waktu yang singkat, perhatian seluruh bangsa diarahkan dan dipusatkan kearah upaya perlunya segera mengatasi masalah-masalah pendapatan rakyat
yang rendah, angka buta aksara yang masih tinggi, keadaan kesehatan yang memburuk, dan pertambahan penduduk yang belum terkendali.
Nyata sekali bahwa pemerintahan Orde Baru ini lebih bertekad untuk lebih mementingkan usaha pembangunan ekonomi bangsa dari pada untuk lebih
mementingkan usaha merebut peran politik yang progresif dan revolusioner dalam percaturan politik antar–bangsa. Bersikap untuk lebih low profile dalam
politik Internasional, Indonesia kini–dibawah kontrol pemerintah Orde Baru– melihat apa yang dikerjakan pemerintah Orde Lama yang digantikannya itu hanya
sebagai suatu politik mercusuar yang tidak menguntungkan kehidupan bangsa. Indikator keberhasilan perjuangan bangsa lalu dialihkan pada keberhasilan dalam
pembangunan ekonomi.
13
Sedangkan yang di maksud dengan Orde Baru adalah tatanan seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang kita letakkan kembali kepada
kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Orde Baru di satu pihak telah melakukan koreksi total atas penyelewengan disegala bidang
yang terjadi pada masa sebelumnya, di lain pihak berusaha menyusun kembali kekuatan bangsa dan menentukan cara-cara yang tepat untuk menumbuhkan
stabilitas Nasional jangka panjang, dalam rangka mempercepat proses pembangunan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
13
Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional, Dinamika Sosial- Politik dalam Perkembangan Hukum di Indonesia,
Jakarta: PT Raja Grafindo Perasada, 1994, h. 224-225.
Dilihat dari prosesnya, Orde Baru adalah suatu proses yang panjang, mengingat penyelewengan yang terjadi pada masa-masa lampau telah berjalan bertahun-
tahun, sehingga hampir menyentuh segala segi kehidupan bangsa. Maka diperlukan perombakan sikap mental yang mendahulukan kepentingan bersama
dari pada kepentingan pribadi atau golongan.
14
Tuntutan perjuangan untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen mengantar kepada Sidang Umum MPRS 1V yang
diadakan pada tanggal 20 Juni sampai dengan 6 Juli 1966. Sidang Umum ini berhasil mengeluarkan lebih dari 20 ketetapan dan keputusan MPRS No.
IXMPRS1966 yang menerima baik dan memperkuat kebijaksanaan Soekarno yang dituangkan dalam Surat Perintah Sebelas Maret Supersemar dan ketetapan
MPRS No. XXVMPRS1966 mengenai pembubaran PKI termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat Pusat sampai Daerah beserta semua Organisasi yang
seazas berlindung bernaung dibawahnya dan menyatakannya sebagai Organisasi terlarang diseluruh Wilayah Republik Indonesia serta melarang setiap
pengembangan faham dan ajaran Komunisme Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
15
Orde Baru muncul dengan mengibarkan semangat, melahirkan semangat baru dan tekad yang baru pula. Pemerintahan ini menobatkan dirinya sebagai
14
Pidato Kenegaraan Presiden Tahun 1970
15
Soebijono, A.S.S Tambunan, Hidayat Mukmin, Rukmini Koesoemoe Astoeti, DWIFUNGSI ABRI: Perkembangan dan Peranannya dalam Kehidupan Politik di Indonesia,
Gadjah Mada University Press, 1995, h. 33.
pengoreksi total terhadap kesalahan, kegagalan, keruntuhan rezim Orde Lama yang telah melakukan penyelewengan dan melanggar Konstitusi Undang-Undang
Dasar 1945 dan Pancasila. Pancasila telah diselewengkan, dan kehilangan kemurniannya dengan dimunculkannya konsep Nasakom Nasionalis dan
Komunis oleh Soekarno, yang mengikutsertakan dan memasukan Komunis kedalam pelaksanaan Pancasila.
Hal yang sama juga terjadinya politisasi agama untuk kepentingan Politik. Jelas ini dalam konteks masyarakat Muslim saat itu sebagai penyelewengan
agama. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab ditinggalkan, hak asasi manusia hampir-hampir tidak ada. sila kebangsaan dan persatuan dalam praktiknya luntur.
Asas dan sendi negara hukum lambat laun ditinggalkan, sehingga terbuka peluang menjadikan negara terlalu berkuasa dan mengabaikan kedaulatan hukum dan
rakyat. Tekad ini ditegaskan Soeharto selaku pejabat Presiden dihadapan Sidang
Pleno Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong DPR-GR pada awal lahirnya Orde Baru: Mempertahankan, Memurnikan Wujud dan Pelaksanakan Pancasila
dan UUD 1945. Setiap insan di Indonesia, dalam bentuk usaha apa pun, yang
menamakan diri Orde Baru harus menerima dua landasan pokok, yakni Pancasila dan UUD 1945. Tidak saja menerima tetapi harus mengamalkan dan memberi isi
pada Pancasila dan UUD 1945. karena itu tekad Orde Baru berada dalam tataran sebagai koreksi total.
Penguasa Orde Baru mempertegas, misi utama untuk meluruskan kembali sejarah perjalanan bangsa dan negara, berdasarkan pada falsafah dan moral
Pancasila serta melalui jalan yang lurus seperti ditujukan oleh UUD 1945. Rezim Soeharto merasa terpanggil melakukan koreksi total segala macam penyimpangan
sejarah dimasa lampau, sejak tahun 1945-1965. Rezim ini juga berupaya memelihara dan memperkuat hal-hal yang benar dan lurus dari pengalaman dan
hasil sejarah masa lampau. Karena itu pula Orde Baru sesungguhnya merupakan koreksi total terhadap diri sendiri, koreksi total terhadap kekeliruan pemerintahan
rezim soekarno untuk kebaikan. Koreksi total ini meliputi pikiran dan tingkah laku menyangkut kemurnian cita-cita kemerdekaan, dan implementasi Undang-
Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Sikap mental dan tekad pemerintahan Soeharto ini disampaikannya dalam pidato pertama sebagai pejabat Presiden 12
maret 1967. Soeharto mengatakan apa yang telah dicapai melalui sidang MPRS adalah kemampuan mengembalikan kedaulatan ketangan rakyat yang
dilaksanakan MPRS sebagai penyelenggara tertinggi penjelmaan rakyat dan pemegang kedaulatan rakyat. Soeharto menegaskan perlunya melaksanakan
ketentuan UUD 1945 untuk mencegah kesewenang-wenangan penguasa secara murni dan konsekuen.
16
16
Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia; Dari Otoriter Konservatif Menuju Konfigurasi Demokratis-Responsif
, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, h. 80-81.
Munculnya pemerintahan Orde Baru pada mulanya menyimpan berbagai harapan umat Islam. Harapan itu sangat wajar didambakan umat Islam, sebab
pada pengaruh terakhir kekuasaan Soekarno, keberadaan sosio-politik umat Islam termarjinalisasikan oleh kekuatan lainnya, khususnya Partai Komunis Indonesia.
Harapan yang besar itu mendorong politikus Islam dan umat Islam umumnya untuk saling bahu-membahu dengan kekuatan Orde Baru dalam menumpas PKI.
Di samping itu dimotifasi oleh dimensi teologis Islam yang bertolak belakang secara diametral dengan ideologi Komunis. Setelah komunis tumbang, maka
wajar umat Islam mempunyai harapa agar rezim Soeharto memberi peran secara politis dalam pentas politik nasional.
Yang terjadi kemudian, muncul kekecewaan umat Islam atas sepak terjang politik Soeharto, terutama mantan petinggi Masyumi yang berharap pemulihan
partai tersebut setelah sebelumnya Soekarno membubarkannya. Ini terlihat dari kebijakan rezim Orde Baru Tahun 1967 yang tidak bersedia merehabilitasi Partai
Masyumi.
17
Pada masa awal Orde Baru masa-masa yang sulit bagi umat Islam, di mana Islam dianggap sebagai kekuatan yang membahayakan stabilitas dan
keamanan negara. Meski pada paruh terakhir, mungkin saja karena Soeharto sudah kehilangan dukungan dari ABRI terjadi akomodasi antara Islam dan
negara.
17
Bakhtiar Effendy, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia,
Jakarta: Paramadina, 1998, h. 112.
Ciri pokok pemerintahan Orde Baru adalah pengembangan politik Pancasila dan perencanaan perubahan masyarakat secara bertahap yang tertuang
dalam Konsepsi Pembangunan Nasional. Orde baru diawali dengan terbitnya Surat Perintah Sebelas Maret Supersemar sebagai landasan Kepemimpinan
Nasional yang dikembangkan waktu itu. Secara berangsur, Orde Baru di bawah Soeharto merencanakan perubahan kehidupan Sosial Politik dengan landasan
idiil, konstitusional Pancasila dan UUD 1945.
18
Selanjutnya Pemerintah menenpatkan faktor Stabilitas Nasional, stabilitas politik penyederhanaan partai, tanggung jawab dan disiplin nasional, serta
keamanan nasional sebagai faktor terpenting dan esensial sebagai pembangunan nasional yang di susun, dirumuskan dan dilaksanakan berdasarkan ideologi
Pancasila. Adapun tujuan dari kebijaksanaan tersebut adalah dicapainya suatu tata kehidupan politik, pengorganisasian kekuatan sosial politik dan struktur politik.
Cara berpikir dan mental politik yang mendukung tercapainya tujuan pembangunan dan partisipasi seluruh rakyat dalam program pembangunan
nasional. Menurut ideologi pembangunan politik Orde Baru yaitu Ali Moertopo,
usaha untuk melaksanakan konsep dasar pembangunan masyarakat pada umumnya dilakukan dengan: pertama Menghilangkan perbedaan ideologis dari
berbagai kelompok masyarakat. Kedua Tindakan politik rakyat diarahkan pada
18
Abdul Munir Mulkhan, Perubahan Perilaku Politik Ummat Islam 1965-1987. dalam Persfektif Ideoloigis,
Jakarta : CV. Rajawali, 1989, h. 85.
prinsip loyalitas seluruh kekuatan politik kepada ideologis tunggal Pancasila inilah yang kemudian mendasari digulirkannya sebuah kebijakan kontroversial
Orde Baru pada tahun 1980-an yaitu: Memaksakan Pancasila sebagai ideologis tunggal kehidupan sosial politik masyarakat melalui UU No. 3 dan 8 Tahun 1985.
B. Landasan Politik Hukum Pemerintahan Soeharto Sebagai landasan teori pada bab ini akan diuraikan pengertian
politik hukum secara terpisah, dengan mengacu pada pandangan para pemikir dan ilmuan yang berkompeten di kedua bidang tersebut. Hanya
saja tidak ada kesepakatan di antara mereka tentang konsep yang terkandung pada istilah-istilah tersebut terutama pengertian politik. Hal itu
disebabkan oleh perbedaan latar belakang dan sudut pandang mereka, maka untuk itu diperlukan acuan komprehensif.
Kata politik berasal dari kata ‘Politic’ Inggris yang menunjukan sifat pribadi atau perbuatan. Kata ini terambil dari kata Latin Politicus dan bahasa
Yunani Greek Politicos ‘relating to a citizen’, kedua kata tersebut juga berasal dari kata Polis yang bermakna city kota.
19
Politik kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga arti yaitu: “..Segala urusan dan tindakan
kebijaksanaan, siasat, dan sebagainya mengenai pemerintahan suatu negara atau
19
F. Isjawara, Pengantar Ilmu Politik, Bandung: Bina Cipta, 1980, Cet ke-7, h. 20.
terhadap negara lain. Tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama suatu disiplin ilmu pengetahuan, yaitu Ilmu Politik”.
20
Menurut Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, politik adalah hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, lembaga-lembaga dan proses-proses politik.
Kelompok-kelompok kepentingan pressure groups. Hubungan–Hubungan Internasional dan tata pemerintahan yang semuanya merupakan kegiatan
perorangan atau kelompok, dalam kaitan hubungan kemanusiaan secara mendasar.
21
Politik politics dapat diartikan juga sebagai kegiatan manusia yang berkenaan dengan pengambilan dan pelaksanaan keputusan-keputusan. Politik
juga mengandung makna kegiatan atau proses ‘sistem politik’ secara tidak langsung menunjukan eksistensi tatanan atau pola hubungan. Politik biasanya
disamakan dengan penggunaan pengaruh, perjuangan kekuasaan, dan persaingan diantara individu dan kelompok sosial seperti pengambilan keputusan, pencarian
kekuasaan, pengalokasian nilai, cakupan tujuan, pengendalian sosial, dan kegiatan yang menggunakan pengaruh. Tetapi dalam banyak percakapan, politik
lebih mengacu dalam kebijakan-kebijakan umum dan alokasi.
22
20
Abd. Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran, Disertasi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2000, h.45.
21
Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nasional LPKN, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Golo Riwu, 1997, h. 868.
22
Jack. C. Plano, et al., Kamus Analisa Politik, Jakarta: CV. Rajawali, 1982, h. 182-183.
Dari berbagai definisi yang ditemukan dua kecenderungan pendefinisian politik, pertama: pandangan yang mengaitkan Politik dengan Negara, kedua:
pandangan yang mengaitkan dengan kekuasaan, otoritas, atau dengan konflik. Perbedaan kecenderungan ini erat kaitannya dengan pendekatan yang
dipergunakan, yaitu pendekatan tradisional, pendekatan institusional, dan pendekatan perilaku
. Pendekatan tradisional meliputi beberapa pendekatan misalnya menekankan pembahasannya pada perkembangan partai-partai politik.
Perkembangan hubungan politik dengan luar negeri, dan pendekatan legalistik yang menekankan pembahasannya pada konstitusi dan perundang-undangan
sebuah negara, dan pada pendekatan institusional yang mendekatkan pembahasannya pada masalah-masalah Institusi Politik seperti lembaga
Yudikatif. Sedangkan pendekatan perilaku menekankan perhatiannya pada perilaku aktor Politik, kegiatan-kegiatan ini terdapat di sekitar institusi politik
yang dimanifestasikan oleh aktor-aktor politik seperti tokoh-tokoh pemerintahan dan wakil-wakil rakyat.
23
Meskipun para pemikir dan Ilmuan politik tidak memiliki kesepakatan mengenai definisi politik namun unsur-unsur seperti lembaga yang menjalankan
aktifitas Pemerintahan. Masyarakat sebagai pihak yang berkepentingan. Kebijaksanaan dan hukum-hukum yang menjadi sarana pengaturan masyarakat.
23
F. Isjawara, Pengantar Ilmu Politik, Op.Cit., h. 25-26.
Dapat ditemukan secara parsial ataupun implisit dalam definisi yang mereka kemukakan.
24
Jika ada pertanyaan tentang hubungan kausalitas antar hukum dan politik atau pertanyaan tentang apakah hukum yang mempengaruhi politik ataukah
politik yang mempengaruhi hukum, maka paling tidak ada tiga macam jawaban dapat menjelaskannya. Pertama, Hukum determinan atas politik dalam arti bahwa
kegiatan-kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk pada aturan-aturan hukum. Kedua
, Politik dari determinan atas hukum, karena hukum merupakan hasil dari kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan bahkan
saling bersaingan. Ketiga, Politik dan hukum sebagai subsistem kemasyarakatan pada posisi sederajat determinasinya seimbang antara yang satu dengan yang lain.
Karena meskipun hukum merupakan produk keputusan politik tetapi begitu hukum ada maka semua kegiatan politik harus tunduk pada aturan-aturan
hukum.
25
Dengan dasar asumsi bahwa hukum merupakan produk politik, maka studi ini akan mengantarkan pada hipotesis, bahwa konfigurasi politik tertentu
akan melahirkan karakteriastik hukum tertentu pula. Definisi atau pengertian politik hukum juga bervariasi, menurut
Ensiklopedi Umum politik hukum adalah kebijaksanaan pemerintah atau negara
24
Abd. Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran, Disertasi, Op.Cit., h. 45.
25
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1998, h. 8.
terhadap corak, bentuk, kepastian dan ketertiban hukum.
26
Politik hukum dapat diartikan pula sebagai salah satu jalan atau tindakan yang dilakukan dan
ditunjukan kepada hukum. Menurut Moh. Mahfud MD, politik hukum adalah legal policy yang ada
atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia meliputi: pertama,
pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaharuan terhadap materi-materi hukum agar sesuai dengan kebutuhan, kedua, pelaksanaan
ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum. Dari pengertian-pengertian tersebut terlihat
politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukan sifat dan kearah mana hukum akan dibangun dan ditegakan.
27
Dilihat dari dimensi strukturnya, hukum dapat meningkat secara terus menerus, tetapi jika dilihat dari dimensi fungsinya, ternyata hukum tidak
berkembang sesuai strukturnya. Jika dikaitkan dengan perkembangan tingkah laku politik menjadi tampak jelas, bahwa struktur hukum dapat berkembang
dalam segala bentuk konfigurasi politik dan sistem pemerintahan, sedangkan fungsi hukum hanya dapat berkembang secara baik pada saat ada peluang yang
26
Hasan Shadily, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1973, h. 1072.
27
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Op.Cit., h. 9.
leluasa bagi partisipasi politik massa, sehingga ketika peran politik didominasi oleh elit kekuasaan, maka fungsi hukum akan berkembang secara lamban.
28
C. Konfigurasi Politik Pemerintahan Soeharto