Respon Muhammadiyah Respon Organisasi Kemasyarakatan di Indonesia Terhadap UU No. 8 Tahun 1985

2. Respon Muhammadiyah

Muhammadiyah, didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan 1868-1923 pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta, di kenal sebagai organisasi sosial keagamaan terbesar di kalangan kelompok modernis Muslim. Dalam mendirikan Muhammadiyah, Dahlan diilhami oleh ajaran Al-Qur’an, khususnya ayat 104 dan 105 Surat Ali Imran: ٌﺔﱠ ا ﻜ ﻜ و ﺮ ا ﻰ ا نﻮ ﺪ نﻮﻬ و فوﺮ ﺎ نوﺮ ﺄ و ﺮﻜ ا نﻮﺤ ﻔ ا ه ﻚﺌ واو . لا ناﺮ : 104 Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyerukepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. Q.S. Ali Imran [3]: 10 ﻻو اﻮ ﻮﻜ ﺎآ اﻮﻗﱠﺮﻔ ﺬﱠ اﻮﻔ او ﺪ ﺎ ﺎﺟ ء ا ه ﻚﺌ واو ﱢ ﻬ اﺬ ٌب ﻈ . لا ناﺮ : 105 Artinya: Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itu lah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. Q.S. Ali Imran [3]: 105 Muhammadiyah pada umumnya didukung oleh kelas menengah Muslim perkotaan, yang bekerja sebagai pedagang, pelaku bisnis, guru, dai, intelektual dan pejabat pemerintah. Menekankan arti penting ijtihad, Muhammadiyah mengklaim tidak mengikuti madzhab tertentu, tetapi mengikuti satu madzhabatau madzhab lain tergantung penelitian pendapat madzhab mana yang sejalan atau mendekati semangat Al-Qur’an dan Al-Hadis. Gagasan pemerintah menetapkan Pancasila sebagai asas tunggal ditanggapi Muhammadiyah pada sidang Majelis Tanwir forum tertinggi kedua setelah Muktamar pada bulan Mei 1983, yang menghasilkan tiga keputusan: Pertama, Muhammadiyah setuju memasukan Pancasila dalam ADART- nya, tanpa mengubah kehadiran keberadaan Islam. Kedua, Karena persoalan Pancasila sebagai asas tunggal merupakan permasalahan nasional bagi Muhammadiyah, maka harus dihadapi oleh pengurus pusatnya dalam skala nasional; karenanya, pengurus ditingkat regional dan dibawahnya tidak dibolehkan mengeluarkan berbagai pendapat atau menerima berbagai sikap yang terkait dengan masalah ini. Ketiga, Pembahasan mengenai masalah ini akan dilakukan dalam Muktamar ke-41 yang akan datang. 49 Tidak semua tokoh Muhammadiyah menunjukan sikap yang sama dalam merespon isu Pancasila sebagai asas tunggal bagi seluruh ormas, beberpa kelompok dari garis keras di Muhammadiyah menyebarkan pamflet keberatan terhadap asas tunggal dengan alasan bahwa Pancasila akan menjadi ancaman terhadap Islam. Diantara mereka adalah Malik Ahmad, wakil ketua organisasi dan 49 Lukman Harun, Muhammadiyah dan Azas Pancasila, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986, h. 38. sarjana ternama dari Sumatera, yang telah siap bila suatu saat Muhammadiyah dibekukan. Bahkan seorang pemimpin Muhammadiyah dari Sumatera Barat bersikeras mengundurkan diri setelah mendapat tekanan dari pejabat lokal dan dipaksa menyetujui kebijakan asas tunggal. Setelah menekankan peran strategis Pancasila dalam hidup berbangsa dan posisinya berhadapan dengan agama, serta niatnya menetapkan Pncasila sebagai asas tunggal bagi seluruh ormas, presiden kemudian menunjukan isi sambutannya secara khusus kepada Muhammadiyah. Tentu saja, pesannya tersebut juga diterapkan pada semua ormas yang lain. Soeharto mengatakan: “Muhammadiyah bisa mengembangkan lebih banyak aktivitas- aktivitasnya dalam kehidupan bangsa. Sejumlah besar anggota Muhammadiyah yang menyebar di Negara ini, telah lama melakukan sumbangan yang berharga bagi bangasa dalam berbagai bidan. Sejalan dengan itu, penetapan Pancasila sebagai asas tunggal tidak dimaksudkan untuk membatasi usaha-usaha keras Muhammadiyah, tetapi lebih dari itu untuk mendorong lebih maju dalam menjalankan usaha-usahanya dalam skala yang lebih luas”. 50 Pada Muktamar di Surakarta, Muhammadiyah secara resmi menerima Pancasila sebagai asas tunggal. Harus di catat bahwa sebelum penerimaan tersebut disepakati, pamflet-pamflet Malik Ahmad yang berisi keberatan atas penerapan Pancasila sebagai asas tunggal karena merupakan ancaman terhadap Islam muncul lagi di penginapan delegasi Muktamar. Beberapa orang dengan sinis menggambarkan penerimaan Muhammadiyah atas Pancasila sebagai asas tunggal sebagai bunuh diri politik. Meskipun demikian, atas usaha Lukman 50 Faisal Ismail, Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama; Wacana Ketegangan Kreatif Islam dan Pancasila, Op.Cit. , h. 249. Harun lahir 1937 yang terkenal dengan kekuatan persuasifnya, kelompok garis keras Muhammadiyah pada akhirnya dapat diyakinkan untuk menerima landasan Pancasila. Menurut pasal 2 ADART-nya yang telah di ubah, Muhammadiyah berdasarkan Pancasila. Namun, agar sesuai dengan karakternya sebagai ormas Islam, pada pasal 1 ADART menetapkan, bahwa Muhammadiyah adalah gerakan sosial keagamaan yang bertujuan amar maruf nahi munkar, melaksanakan ajaran Islam sesuai dengan Qur’an dan Hadis Nabi. Penerimaan Muhammadiyah atas Pancasila sebagai asas tunggal organisasinya, menurut K.H. A.R Fachruddin, seperti pengendara sepeda motor yang memakai helm demi keselamatan, Dr. Amien Rais juga menegaskan bahwa Muhammadiyah menerima prinsip Pancasila dengan mudah karena Pancasila merupakan tiket yang sah agar kita bias naik bis yang ternama di Indonesia. Tanpa tiket ini, kita tidak bisa naik bis tersebut. Keseluruhan proses yang ditampilkan di atas, meskipun pada awalnya kelompok garis keras keberatan, menunjukan bahwa proses penerimaan Pancasila sebagai asas tunggal dihadapi Muhammadiyah dengan tenang dan hati-hati, mengusulkan gagasan dan saran serta melakukan negosiasi dan konsultasi dengan kalangan pemerintah dalam upaya untuk mempengaruhi UU keormasan. Hal ini berarti bahwa secara keseluruhan, Muhammadiyah sebagai suatu badan organisasi lebih memilih konsultasi dan menghindari konfrontasi dalam segala bentuknya dengan pemerintah. Jaminan Presiden, bahwa Muhammadiyah dapat menjaga keasliannya sebagai gerakan sosial Islam, dan bahwa Pancsaila sebagai asas tunggal tidak dimaksudkan untuk mengurangi dan membatasi aktivitas-aktivitasnya, mempercepat Muhammadiyah menerimanya secara resmi pada Muktamar di Surakarta. Jadi, isu ideologis di sekitar Pancasila dan Islam diselesaikan oleh Muhammadiyah dengan cara tertentu, sehingga tidak mengubah keasliannya sebagai gerakan sosial keagamaan.

3. Respon Organisasi Kepemudaan